NovelToon NovelToon

Perjaka Mengejar Cinta Janda

Bab 1. Prolog.

Xilondra adalah kepala desa Cenderawasih. Pria berusia matang ini memutuskan untuk tetap membujang di umur yang sudah tak muda lagu. Karena sebuah kekecewaan besar yang ia alami beberapa tahun lalu. Meskipun begitu, raut dari wajahnya masih nampak seperti pria berusia dua puluh lima tahun. Padahal, tiga tahun lagi, Xilondra sudah berkepala empat.

Xilondra, adalah seorang pemimpin yang arif dan bijaksana. Meskipun desa kecil yang terpencil dengan jarak yang sangat jauh dari kota besar. Namun, desa ini memiliki banyak gadis yang cantik. Sayang, Xilondra bukan tipe pria yang mudah menjatuhkan hatinya. Semua berawal dari kejadian sekitar dua tahun lalu, dimana cintanya pada Vynnitta terpaksa harus kandas.

Sebesar apapun rasa cintanya pada wanita itu, tetap bukan sebuah alasan untuk merebutnya dari pria yang mencintai dan juga di cintai oleh Vynnitta.

Prita, sang ibu. Sudah sering mendorongnya untuk segera mencari wanita yang bisa di jadikan pendamping. Namun, Xilondra menolak semua lamaran gadis-gadis cantik itu dengan santun. Ia belum dapat menyembuhkan rasa kecewa itu. Prita merasa semakin tua. Ia tak tahan ketika harus berjauhan dengan Alessia. Putri dari Vynnitta. Namun, ia pun tak mau memaksakan keinginannya pada putra satu-satunya itu.

Wanita paruh baya yang sudah berusia lima puluh tujuh tahun ini ingin sekali mempunya cucu. Akan tetapi, putra satu-satunya belum mau menikah. Meskipun, wanita yang menawarkan diri padanya sudah tak terhitung jumlahnya. Mau bagaimana lagi. Putranya, adalah sosok tipikal pria yang tidak mudah untuk merasakan hal yang namanya jatuh cinta.

Hingga, beberapa tahun kemudian, Xilondra dipertemukan lagi oleh sosok wanita yang menggugah hatinya. Wanita mandiri yang cerdas, tegas dan berani. Dia adalah Sania Lovely. Ahli botani yang membudidayakan daun cempurutan di desanya. Tanaman ini, dapat dijadikan sebagai pertolongan pertama pada pendarahan dalam tubuh.

Sania, berkerja pada Mega yang merupakan sahabat dari Vynnitta. Bekerja di klinik pengobatan herbal yang kemudian mendapat suntikan modal dari Dokter Brandy. Memperbesar bangunan ini. Sehingga, para warga desa tidak perlu ke kota besar untuk pengobatan, kecuali melahirkan.

Keduanya telah menjalin kasih sekitar tiga tahun. Pada akhirnya, Prita pun lega. Karena sang putra, Xilondra telah kembali bangkit dari patah hatinya.

Mereka berjanji akan menikah. Setelah, Xilondra berhasil menyelesaikan sebuah misi dari pemerintah pusat. Ia harus menyelamatkan satu daerah yang tertinggal.

Terpaksa meninggalkan, Sania selama enam bulan. Hingga suatu kejadian di hutan membuatnya celaka.

Luka yang berat serta daerah yang terisolasi dari dunia luar, membuat penyembuhan itu memakan waktu selama kurang lebih satu tahun.

Tempat yang benar-benar terpencil membuat susah berkomunikasi pada dunia luar. Apalagi, Xilondra di selamatkan oleh penduduk hutan bagian dalam, dimana tidak ada teknologi di sana.

Ia beruntung masih hidup, tidak seperti ketiga kawan satu tim yang hingga saat ini masih hilang.

Sania, terpaksa menerima lamaran dari Trevino. Demi menyelamatkan rumah peninggalan sang nenek dan juga keselamatan sang ibu yang memiliki riwayat penyakit jantung. Lagipula ia tak mendapat satu kabar pun dari Xilondra setelah satu tahun berlalu. Bahkan, Prita tak mampu menghentikan semua niatnya.

Pria dengan watak kasar, egois dan selalu memandang remeh Sania. Ia menganggap Sania hanya sebatas penebus hutang. Sehingga, sama sekali tak berniat menghargainya sedikitpun. Pria itu yang bernama, Trevino hanya terobsesi bukan mencintai.

Setelah menikah, Trevino dan Sania belum sempat melakukan malam pengantin. Karena kala itu Sania datang bulan. Malam pertama itu pun menjadi malam penyiksaan, karena Trevino memukuli Sania habis-habisan. Terry sang mama mertua, justru mendukung perlakuan Trevino padanya.

Mereka berkata jika Sania telah mengecewakan. Keesokan harinya, Trevino pun pergi berlibur bersama Terry dan Sania di tinggal sendiri. Mereka berencana kembali setelah Sania selesai dan bersih.

Tujuh hari setelah pernikahannya suami yang mendapat kabar bahwa pesawat yang suami dan ibu mertuanya tumpangi kecelakaan dan jatuh ke dalam lautan. Jasad keduanya bahkan tidak diketemukan.

Pada saat itulah, Sania dikagetkan akan kepulangan Xilondra kekasihnya. Di saat statusnya kini telah berbeda.

Xilondra mengeratkan rahangnya ketika lagi-lagi mendapat kenyataan pahit dalam hidupnya. Meskipun keadaan Sania kini kembali sendiri karena telah menjadi janda. Akan tetapi penghianatan Sania membuat hatinya bagaikan tercabik-cabik.

"Hanya karena mengingat dirimu, aku berusaha untuk tetap hidup. Tapi, setelah bertemu denganmu, aku menyesal. Kenapa, pada saat itu ... aku tidak mati saja."

...Bersambung...

Bab 2. Awal Mula.

Kedua pria dan wanita dengan selisih usia yang cukup jauh ini terlihat saling menggenggam. Angin sore itu, menyibak rambut kecoklatan Sania Lovely. "Kuharap, ini bukan senja terakhir kita. Aku ingin kau cepat kembali dan menepati janjimu." gadis berlesung pipi dengan dagu terbelah dua itu tersenyum sangat manis.

Bahkan, Xilondra sampai takut jika gula darahnya naik lantaran kesenangan di beri senyum oleh Sania. "Nia, kalau nanti kita menikah. Mungkin, seumur hidup aku tidak perlu membeli gula," ucap Xilondra, nampak serius. Hingga, kening Sania berkerut bingung di buatnya.

"Kenapa begitu? Bukankah, kau menyukai kopi? Ibu, juga suka minum teh manis." Sania menimpali ucapan pria yang baru saja mengungkapkan isi hati tentang niat untuk menikah dengannya, serius juga.

"Ya, tentu saja begitu. Karena nanti kurasa gula tak akan jadi pemanis lagi. Karena--"

"Karena apa?" Sania langsung memotong ucapan Xilondra karena penasaran.

"Karena, manisnya sudah di sini semua," jawab Xilondra seraya menyentuh ujung bibir Sania. Sontak saja, ucapannya barusan membuat kedua pipi putih Sania semerah udang rebus.

Gadis itu memalingkan wajahnya yang tiba-tiba hangat. Ia menyembunyikan senyumnya dengan berpura-pura menyibak rambut yang tertiup angin di penghujung senja.

Xilondra, sepertinya ketularan akan kebahagiaan Sania. Ia pun ikut tersenyum ketika melihat gadis mungil itu tersipu malu karena godaannya barusan.

Xilondra sepertinya mendapat hiburan ketika kalimat rayuan manis yang ia ucapkan mampu membuat Sania tersenyum dan bahagia. Dia, yang biasanya selalu kaku terhadap wanita, mendadak berubah menjadi perayu serta raja gombal semenjak mengenal Sania. Si Nona, Semanggi.

Berbeda dengan Vynnitta kala itu yang di beri julukan oleh warga desa sebagai Nona Saga. Karena pada saat itu, Vynnitta-lah pertama kali menemukan khasiat dari daun saga. Dimana taman-taman tersebut tumbuh liar dan sangat banyak di desa tersebut.

Begitu juga dengan Sania. Gadis yang mengerti ilmu herbal dari nenek buyutnya ini. Menemukan khasiat dari daun Semanggi dan juga Cempulutan. Kedua tanaman ini memiliki khasiat yang dapat berguna bagi kesehatan warga desa Cenderawasih.

Daun Semanggi memiliki empat hal yang selalu terkait erat. Kepercayaan, cinta, harapan serta keberuntungan. Dan, Xilondra memang menemukan keempat elemen itu semenjak mengenal Sania.

Dirinya yang dua tahun lalu sempat tidak mempercayai jika perasaannya bisa menemukan kembali kepercayaan diri. Kini pria yang berusia genap tiga puluh tujuh tahun, kembali percaya bahwa hatinya masih berhak di cintai dan merasakan cinta itu sendiri. Sekali lagi.

Xilondra merasa bukan dia saja yang beruntung melainkan warga desanya juga. Karena, Sania seakan melengkapi ilmu pengobatan herbal yang telah di tinggal oleh Vynnitta.

Xilondra kembali menemukan harapan, akan kebahagian dan mimpinya yang sempat kandas dan terhempas. Ia pikir sakitnya tak terobati hingga mati. Ternyata bayangannya terlalu berlebihan. Semua mampu ia sangkal ketika menemukan sosok Sania.

"Aku akan secepatnya kembali. Lalu memintamu pada Rama dan Simba. Agar aku dapat mempersunting mu menjadi satu-satunya permaisuri, kepala desa tampan ini," ucap Xilondra serius. Meskipun sempat terselip kalimat candaan di balik penjelasannya. Ia senang membuat Sania tersenyum. Walaupun, ada kemungkinan terancam diabetes.

"Baiklah. Enam bulan ya. Tidak boleh lebih meskipun hanya sehari!" tegas Sania. Ia terlihat mengacungkan jari kelingkingnya yang lentik. Ke arah Xilondra. Seketika, ia kembali teringat anak perempuan Vynnitta. Alessia.

Gadis kecil itu selalu seperti ini ketika mengajaknya mengucap janji.

"Baiklah. Aku berjanji ... akan pulang tepat waktu. Kau adalah wanita kedua yang aku temui setelah ibu. Tunggu aku. Karena aku pasti datang untuk meminta hak prerogatif dalam memiliki mu." Xilondra, berkata seraya menatap mata Almond itu lekat.

"Aku akan selalu menunggumu," bisik Sania, lirih."

Mereka berdua pun saling mendekatkan wajah. Hingga napas keduanya saling menyapu dengan napas yang hangat. Senja itu, manjadi saksi bagaimana tautan manis itu saling menyesap dalam. Meleburkan rasa yang sebenarnya berat untuk berpisah.

Hingga, Xilondra melambaikan tangannya ketika ia harus menaiki sebuah perahu besar yang memang khusus untuk mengangkut penumpang ke pulau seberang.

"Aku pasti akan menunggumu, Xi." Sania bergumam sembari memutar cincin mas putih yang di berikan oleh Xilondra senja kemarin.

____________

"Kau jangan jadi wanita yang bodoh dengan terus menunggunya! Ini sudah lebih dari tujuh purnama dan pria itu masih belum menghubungimu sama sekali!"

DEG!

Sania, seketika tersadar. Akan ucapan sarkas sang ibu.

"Apa kau melupakanku, Xi? Apakah kau menemukan gadis lain disana?" Sania tidak mampu melawan keraguan yang perlahan singgah dihatinya sendiri. Bukankah, wanita itu butuh kepastian? Mereka adalah makhluk istimewa yang paling tidak suka di gantung dalam sebuah hubungan.

...Bersambung ...

Bab 3. Permainan Takdir Untuk Sania.

Sania segera melempar keranjang rotan yang berisi berbagai macam tanaman herbal. Kemudian, ia langsung berteriak dan menghambur cepat. Sania membangunkan wanita paruh baya yang menangis tersedu itu.

"Hei! Siapa kalian! Kenapa menyerang ibuku yang sudah tua ini!" teriak Sania pada tiga pria yang berpenampilan semacam preman pasar.

Sania yang baru saja pulang dari bukit bersama anak buah Mega. Mereka sedang berburu daun Semanggi lima. Di kagetkan dengan kejadian barusan. Dimana sang ibu tersungkur dengan wajah lebih dulu ketanah. Membuat Sania luar biasa heran. Siapa orang yang berani memperlakukan orang tuanya seperti itu? Pikirnya.

Bukannya menjawab pertanyaan Sania. Mereka justru tertawa nyaring memekakkkan telinga. Sania semakin bingung, apalagi ketika sang ibu memberi kode agar Sania masuk kedalam rumah saja.

"Kau gadis yang sangat cantik dan juga masih sangat muda. Hemm ..." Salah satu pria itu mendekati Sania dan berniat menyentuh dagunya. Namun, dengan sisa tenaga sang ibu mendorong, pria tersebut hingga terjengkang.

"Ibu!" Sania kembali memegangi sang ibu yang lunglai.

"Aku akan membayar hutang suamiku! Tapi kalian pergilah. Kembali satu bulan lagi. Jangan berani mengusik apalagi mengganggu anak gadisku," ancam wanita yang bernama Amara ini.

Sepasang mata indah milik Sania membola, ketika ia mendengar kalimat hutang dari mulut sang ibu. Padahal setahunya, ibunya ini tidak pernah hdup dengan gaya yang berlebihan. Bagaimana bisa memiliki hutang? Bahkan sampai di kejar seperti ini.

"Bu. Hutang apa? Apa yang terjadi sebenarnya?" cecar Sania.

Amara berusaha berdiri meski di bantu oleh putri satu-satunya ini. "Hutang Ayahmu yang berengsek itu!" sentak Amara. Pancaran dari kedua matanya terlihat jelas terdapat kebencian di sana.

"Apa? Sejak kapan? Kenapa Ibu--"

"Ayahmu itu penjudi apa kau lupa! Dia menggadaikan rumah ini pada rentenir! Kenapa tidak dia jual saja ginjalnya untuk membayar hutang. Menyusahkan saja. Seenaknya menggadai rumah milik nenekmu!" Amara benar-benar sangat marah. Kedua penagih hutang itu mendekat lagi.

"Jangan banyak drama! Kami tidak punya banyak waktu untuk melihat akting kalian. Cepat bayar hutangnya atau--"

"Tunggu! Hentikan ku mohon. Jangan sakiti Ibu!" pekik Sania, seraya menarik cepat raga sang ibu yang di tarik oleh preman-preman itu.

"Berikan kami waktu. Saya mohon!" seru Sania lagi. Akan tetapi ketua preman itu semakin marah. Terlihat dari rahangnya yang mengeras serta kedua matanya yang merah bak banteng.

"Mau bayar pakai apa! Kami akan mengambil rumah ini! Jadi, yang harus kalian lakukan hanya satu hal! Pergi!" bentak sang preman. Membuat tubuh Amara serta Sania menjengit kaget.

"Jangan ku mohon. Ini adalah harta kami satu-satunya. Ini peninggalan nenek Wilma."

"Aku tidak peduli! Cepet kemasi barang-barang kalian!" teriak ketua preman itu bersikeras mengusir ibu dan anak ini.

"Tunggu! Pertemukan aku dengan bos kalian!" pinta Sania.

"Mau apa kau, Nia? Mereka adalah orang-orang yang kejam. Tidak berguna memelas kasih dan iba pada manusia-manusia seperti itu," bisik Amara. Mencoba menahan niat putrinya. Karena, Amara tau, jika Nyonya Terry adalah seorang bandar judi yang kejam.

"Andai saja kau menerima lamaran dari pria kota itu. Mungkin dia bisa membantu kita." Amara berucap penuh sesal seraya menatap putrinya.

"Ibu. Aku masih menunggu, Xilondra."

"Pria itu tidak akan pernah kembali! Bahkan Prita pun sudah mengumumkan calon kapala desa yang baru." Amara menahan geramnya.

"Ada hal yang Ibu Prita tutupi. Nia yakin, Bu."

"Sudahlah, terserah kau saja!"

"Setidaknya, aku tidak mau pasrah saja, Bu. Aku akan meminta waktu serta keringanan pada nyonya Terry. Siapa tau bisa, Bu. Rumah ini memiliki banyak kenangan terutama untuk Ibu," ucap Sania.

"Jangan bisik-bisik! Tidak boleh seperti itu di depan orang lain!" Tiba-tiba saja ketua preman sudah berada di depan Amara dan mencengkeram rahang wanita paruh baya yang masih cantik ini. Sepertinya, sang ketua memiliki dendam pribadi juga terhadapnya.

Sania langsung mengulurkan tangannya cepat guna menepis cengkraman dari preman tersebut dan langsung mendorong tubuhnya dengan keras.

"Jangan sakiti ibuku lagi! Pertemukan aku dengan bos kalian. Aku hanya ingin membuat perjanjian baru padanya. Pas itu dikit hah!" Sania dengan berani menantang sang preman. Bahkan, gadis ini berusaha mengintimidasi menggunakan tatapannya. Padahal sekujur sendi kakinya gemetar. Namun, Sania merasa dirinya tidak boleh lemas pada saat ini.

"Baiklah. Aku telpon Bos dulu. Untung saja kau cantik!" ujar ketua preman sambil mencolek pipi Sania.

"Oke Bos. Ini anak dari Barata," ucap sang ketua preman ketika mereka telah berada di kediaman Terry si bandar domino. Wanita paruh baya yang elegan ini memang terkenal di desa sebelah. Sebagai pemilik dari sebuah klub perjudian.

"Cantik dan muda. Apa yang bisa kau tawarkan sebagai pengganti hutang Ayahmu yang pengecut itu!" Terry bertanya sambil memperhatikan Sania dari atas hingga bawah.

"Aku yang akan membayar hutang ayah dengan mencicil. Aku akan mencari kerja di kota. Tapi, jangan kalian ganggu Ibu." Sania memberikan tawaran yang baginya tak masuk akal. Toh, Xilondra belum ada kabar. Meskipun, hati kecilnya maksud yakin jika suatu saat pria itu akan kembali.

"Kau mau bekerja apa memangnya? Mau lunas sampai kapan? Apa kau ingin aku menagih hutang ayahmu sampai tua begitu!" Terry membentak hingga melempar apapun benda yang ada di depan mejanya.

Sania tak bergeming. Dirinya tidak boleh takut. Ia harus berusaha menyelamatkan rumah peninggalan dari neneknya itu. Dia juga tidak mau sampai menjadi gelandangan bersama sang, Ibu. Seandainya, Xilondra ada di sini. Mungkin, nasibnya tidak akan seperti ini.

Dari kejauhan, sepasang mata elang memperhatikan kejadian di bawah. Pemilik mata tajam itu pun penasaran. Ia perlahan turun mendekati ruang kerja sang mama. Lalu, seketika itu juga kedua bola matanya itu memicing. Ketika, pandangannya menangkap tubuh ramping nan mungil yang membelakanginya.

Kena kau! Gadis sombong! Aku akan membuatmu masuk kedalam perangkapku kali ini. Siapa suruh kau jual mahal saat itu.

Pria itu menyeringai licik. Perlahan terus menghampiri Sania dari belakang.

"Jadilah istriku. Maka hutang ayahmu akan ku bayar," bisiknya.

"Akh! Setan!" Sania yang kaget seketika menjerit sambil melompat ke depan.

Sialan! Lagi-lagi kau mengatai aku mahkluk gak kasat mata itu. Memang minta diberi pelajaran kau ya!

"Trevino?" gumam Sania kaget.

"Maaf. Apa aku terlihat seperti sedang menawarkan diri? Anda jangan asal menawar!" tukas Sania ketus, demi menutupi gugup serta takut dalam hatinya. Namun, hal yang ia lakukan itu justru membuat Trevino marah. Semakin marah.

"Bob! Seret Ibunya keluar dari rumah itu!" titah Trevino lada anak buahnya.

"Baik Tuan!" sahut ketua preman yang bernama Bob.

"Tunggu!" teriak Sania. Pertahanannya seperti akan ambruk. Ia tak menyangka jika takdir mempermainkannya seperti ini.

...Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!