NovelToon NovelToon

One Night Stand With Brother In Law

Bab. 01 Wanita misterius

Airlangga merasakan selimut meluncur ke bawah tubuhnya lalu sebuah tangan menyentuh bagian kecil punggungnya. Itu begitu hangat hingga panas, seperti darah yang mengalir melalui pembuluh darahnya mengalir lebih cepat daripada darah pria pada umumnya.

"Jangan pergi, aku akan bertanggungjawab pada semua ini," bisik pria itu di telinga Airlangga. Tubuh Airlangga bergetar hebat karena menahan tangisnya.

Dirinya sekarang hancur oleh pria yang sedang memeluknya saat ini. Dia tidak bisa bergerak karena pelukan pria itu di pinggangnya sangat kuat seolah takut jika dia akan melarikan diri malam ini.

Tidak lama kemudian, terdengar deru nafas teratur dari pria yang memeluknya. Pelukan pria itu juga mulai mengendur.

Dengan langkah tertatih, Airlangga bangkit dari tempat tidur. Mencari bajunya di tengah kegelapan ruangan itu. Menemukan pakaiannya sudah tidak layak dia gunakan lagi. Lantas dia memakai kemeja pria yang telah menodainya dan celana pendek **********.

Dia memakai selendang penutup dadanya untuk menutupi kepalanya. Dia lantas pergi keluar dari suit room presiden.

***

"Bagaimana bisa kau tidak menemukan wanita itu? Tidak becus, sepertinya kau perlu diganti dengan orang yang lebih bonafit lagi kerjanya."

Emilio mengusap keringat di dahinya. Gentar menghadapi ancaman Bosnya yang memang suka sekali memecat bawahan yang tidak disukai. Bosnya ini memang orang yang teliti, tegas dan menakutkan. Bukan karena tampangnya yang buruk tapi karena ketegasan dari sikap dan ucapannya.

"Waduh jangan, Pak," ujar Emilio. Dia memperlihatkan layar dari laptopnya.

"Kami hanya bisa melihat wanita ini yang keluar dari kamar hotel Anda. Entah kapan dia masuk ke sana. Sepertinya Anda telah dijebak oleh seseorang, terbukti Anda meminum obat perangsang itu yang belum diketahui siapa yang memberikannya. Saya curiga calon adik Anda terlibat di dalamnya. Tuan bisa melihatkan jika dia membawa Anda masuk ke dalam kamar itu. Dia juga telah menyiapkan wanita lain untuk Anda. Hanya saja, apa maksudnya. Mungkinkah dia tidak suka dengan rencana pernikahanmu dengan kakaknya?"

Mike mengerutkan dahi lalu menatap tajam pada Emilio membuat pria besar di depannya mengkerut dan menundukkan pandangannya.

"Seharusnya kau itu memeriksa siapa dalang dibalik rencana menjijikkan ini. Ish, aku harus berhubungan dengan wanita yang tidak kukenal dan tidak ku ketahui siapa dirinya. Tubuhku terlalu berharga dan mulia untuk disentuh oleh wanita murahan! Jika benar adik ipar ku ikut merencanakan ini maka kau harus menyelidiki motifnya. Tidak... tidak... aku akan menyelidikinya sendiri. Dia ingin bermain-main dengan Kaisar maka akan kulayani."

Emilio menghela nafasnya panjang. Dia tahu, dia salah karena telah kecolongan menjaga atasannya ini. Dalangnya benar-benar telah merencanakan semua ini dengan apik hingga dia kehilangan bosnya tadi malam. Hanya saja calon adik ipar bos itu terlihat lemah dan polos. Sepertinya tidak mungkin melakukan itu. Hanya saja kadang orang memang memakai muka polos untuk menutupi kelicikan nya.

Mobil masih berjalan menembus jalanan ibukota yang padat. Kerlap-kerlip lampu sepanjang jalan membuat kota ini terasa indah di malam hari. Namun, sepertinya hati sangat bos tidak seindah pemandangan kota ini. Gelap gulita.

Kaisar memeriksa dengan seksama gambar wanita yang telah bersama dengannya di malam itu. Tidak terlihat wajah dan rambutnya karena tertutup oleh kerudung putih. Namun, dia ingat harum wanita itu. Manis seperti ice cream vanilla. Kulitnya juga lembut dan halus. Untung saja wanita itu masih murni sehingga dia tidak merasa rugi.

Namun, dia masih penasaran dengan gadis itu karena semalam dia tidak memakai pengaman sama sekali. Bisa-bisa benihnya yang berharga dan bernilai mahal tertancap di tubuh gadis itu. Mengingat itu membuat darahnya mendidih.

"Kau harus mendapatkan wanita ini entah bagaimana pun caranya!"

"Siap, Pak!" jawab Emilio. Pria itu nampak pusing harus mencari wanita itu di mana. Taxi, wanita itu memesan taxi sebelum keluar hotel. Wajah Emilio yang tadinya kelihatan muram kini mulai berseri.

Mobil lantas memasuki sebuah rumah mewah yang mirip dengan sebuah istana atau hotel berbintang. Halaman rumah itu luas dengan satu kolam besar di tengahnya. Kolam itu memiliki air mancur yang alirannya bergerak dengan indah.

Mercedes-benz yang ditunggangi oleh Kaisar berhenti di depan pintu besar rumah itu. Nampak sepasang suami-istri berdiri di depan pintu rumah itu. Mereka langsung bergerak mendekat ke arah mobil.

Kaisar keluar dari mobil dengan gaya elegan dan anggun. Kaca mata dengan bingkai emas tersemat di atas hidungnya yang tinggi dan tegak. Netranya yang tajam menatap lurus ke arah suami istri itu.

"Kaisar calon menantuku, aku senang kau datang kemari. Masuklah, Cantika sudah menunggumu di dalam," ucap Ferdi seraya memeluk Kaisar.

Kaisar tersenyum hormat yang tidak sampai ke mata. Baginya ini adalah sesuatu yang sangat membosankan. Jika bukan karena desakan ayah dan ibunya untuk menikah, dia tidak akan mungkin ada di tempat ini.

Mereka langsung masuk ke dalam rumah itu. Seorang gadis muda dengan rambut bergelombang berwarna kecoklatan berlari ke arah Kaisar. Gadis itu langsung berdiri di depan Kaisar dengan malu-malu.

"Hai, aku senang kau sudah datang. Aku menunggumu sejak dari tadi," kata Cantika.

"Aku juga senang melihatmu," jawab Kaisar datar.

"Mari duduk di ruang keluarga sembari menunggu ayah dan ibumu datang," kata Ferdi pada Kaisar.

"Maaf, ayah dan ibu belum bisa datang karena ada urusan mendadak."

"Oh, sayang sekali," timpal Ira, "padahal aku sudah sangat merindukan bertemu dengan Jeng Dara."

"Maaf, Tante. Adik bungsu ku sakit dan mereka menunggunya di rumah. Anak itu memang manja."

"Kalau begitu besok kami akan mengunjunginya."

"Tidak perlu repot-repot, Om. Dia hanya sakit biasa saja," tandas Kaisar.

Fadil menatap ke arah putrinya. "Cantik, bawa tunanganmu masuk."

"Baik, Ayah," kata Cantika. Dia hendak memeluk lengan Kaisar, tapi pria itu menghindar dengan melangkah terlebih dahulu.

Wajah Cantika seketika tampak kecewa. Dia menatap ke arah ibunya yang melihat kejadian ini. Ibu Ira menganggukkan kepala seperti mengatakan pada putrinya untuk bersabar.

Dua jam kemudian, acara makan malam keluarga itu telah selesai.

Ketika semua orang tertawa, seseorang masuk ke dalam ruangan ini. Semua terdiam. Menatap ke arah pria kecil dan kurus yang berdiri dengan tangan saling bertautan, berjalan menunduk, terlihat lemah.

"Airlangga, pergi kemana saja kau seharian ini? Mengapa kau baru datang sekarang?" hardik Fadil kesal dengan putranya yang selalu tidak becus bekerja. Airlangga adalah putranya yang masih besar, harapannya pada anak itu sangat besar. Namun, selalu saja anak itu mengecewakannya. Tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan.

"Maaf, Ayah. Aku, aku baru pulang dari rumah sakit," jawabnya ketakutan. Dia menatap ke sekeliling orang yang ada di ruangan itu.

Kini tatapannya bertemu dengan netra Kaisar yang sedang menatapnya tajam. Tenggorokannya mendadak terasa tercekat. Dadanya menjadi sesak. Wajahnya yang putih kini tambah memucat. Dengan ekspresi seperti melihat hantu saja.

Bab. 02 Hancur

"Bukankah aku sudah katakan jika kita punya acara penting malam ini!" seru Fadil.

Cantika yang melihat saudari tirinya dimarahi oleh Ayahnya tersenyum dengan senang. Anak itu memang perlu mendapatkannya. Dia telah menggagalkan rencananya untuk bisa bersama dengan Kaisar semalam.

"Ayah... aku ingat, hanya saja aku ada hal lain yang lebih penting."

"Apakah rencana pernikahan kakakmu tidak penting bagimu?" ejek Ira. Rasanya dia ingin sekali menyingkirkan duri dalam rumahnya ini. Hanya saja, dia tidak kuasa karena dia tidak punya anak lelaki. Sedangkan Fadil butuh anak lelaki untuk meneruskan usahanya. Akhirnya dia setuju untuk membawa anak madu ini ke rumah dengan catatan ibu kandung Airlangga tidak boleh kembali lagi pada suaminya.

"Ten-tu sa-ja penting. Ibu...," cicit lemah Airlangga akhir kata. Dia sebenarnya bukan takut menghadapi kelicikan ibu dan kakak tirinya. Hanya saja nyawa ibunya bergantung dari belas kasihan mereka.

Ibu kandung nya mengidap penyakit jantung parah yang harus mendapatkan perawatan di rumah sakit dengan biaya mahal. Itu bisa dilakukan jika ayahnya mau membayar biaya pengobatan ibunya itu.

Ketika umur lima belas tahun dia dibawa ke rumah ini sebagai alat tukar biaya rumah sakit ibunya. Dia harus mau mengikuti semua perintah ayahnya termasuk mengubah nama ibu kandung yang tertera di akta, dari Sarah menjadi Ira.

Ayahnya telah menantikan kehadiran seorang anak lelaki. Namun, Ira hanya bisa melahirkan satu anak perempuan untuknya bernama Cantika. Oleh karena itu, dengan berat hati Ira menerima kedatangan Airlangga.

Namun, itu hanya di bibir saja karena pada kenyataannya. Cantika dan Ira selalu menyiksanya bahkan kerap memukul dibelakang sang Ayah. Jika dia berbicara maka mereka mengancam akan menghentikan pengobatan ibunya. Air langgar hanya bisa menerima itu.

"Cih, jika penting kau seharusnya mendahulukan keluargamu. Ini adalah acara penting keluarga. Ingat tidak ada yang lebih penting dari kebahagiaan kakakmu, Cantika."

"Ibu kau jangan menekan adik seperti itu. Mungkin dia ada tugas sekolah dengan teman-temannya sehingga pulang terlambat," bela Cantika lemah lembut yang hanya sekedar di bibir saja, tapi beda di mulut. Dia tidak ingin mendapatkan image buruk di depan calon suaminya.

"Kau lihat Airlangga, bagaimana Kakakmu slalu membelamu. Seharusnya kau punya sedikit hati untuk menghormati kasih sayangnya," ujar Fadil.

Airlangga yang mendengar ucapan itu mengatupkan bibir rapat-rapat. Tangannya terkepal erat. Ingin rasanya dia memberontak, hanya saja perkataan ibu kandungnya membuat dia menahan diri. Dia harus selalu mengalah di rumah ini. Walau harga dirinya diinjak-injak oleh mereka.

Ekspresi Kaisar terlihat datar, tapi dia mendengar dengan seksama obrolan keluarga Kurniawan. Mulai menebak ada persaingan di keluarga itu.

"Baik, Ayah ke depannya aku akan menjadi lebih baik lagi," ujar Airlangga berusaha untuk tersenyum.

"Ayah kalau boleh aku mau ke atas membersihkan tubuh.

Fadil memberikan gerakan dengan tangannya agar Airlangga segera pergi tanpa menatap. Lebih fokus menyalakan rokok.

" Bu."

"Pergilah, kau memang terlihat kacau sekali." Ira mendengus tidak senang. Bagaimana pun anak ini adalah saingannya. Tidak akan dia biarkan Airlangga menjadi penerus keluarga Kurniawan. Hanya Cantika saja yang boleh menguasainya.

"Kakak aku pamit."

"Kak Ipar maaf aku tidak bisa menyambut kedatanganmu tadi."

Kaisar menatap Airlangga dengan tajam, namun anak itu seperti menghindari bertatapan dengannya.

"Tidak apa-apa. Besok akan ada hari untuk kita bertemu lagi." Kaisar tersenyum misterius yang menakutkan pada Airlangga. "Aku selalu ingin mengenalmu lebih akrab lagi... Airlangga." Kata yang dikeluarkan Kaisar terdengar penuh penekanan.

Tenggorokan Airlangga terasa tercekat, seperti ada nada ancaman yang tak tersirat dari ucapan Kaisar.

"Ten-tu," jawab Airlangga gugup. Keringat dingin langsung keluar dari dahinya yang putih bersih.

"Aku pergi dulu ke atas." Airlangga lantas pergi naik ke lantai atas, dimana kamarnya berada.

Kaisar menaikkan satu alisnya ketika melihat cara jalan Airlangga yang aneh. Namun, itu hanya sesaat karena Cantika mengajaknya berbicara.

Kamarnya terletak di lantai 4 bersebelahan dengan rooftop. Menuju ke kamarnya memerlukan tenaga banyak karena harus menaiki anak tangga. Dia dilarang menggunakan lift oleh Ira. Katanya hanya akan menambah biaya listrik rumah.

Memang itulah sosok ibu tiri yang terkenal kejahatannya dari dulu. Walau tidak semuanya dan Airlangga mendapatkan ketidak beruntungan itu.

Airlangga masuk ke dalam kamarnya. Dia langsung mengunci kamar dan membungkuk sambil memegang perut bagian bawahnya. Pangkal paha nya masih terasa sakit dan dia menahannya sedari tadi.

Dia menegakkan tubuhnya lagi. Melempar tas yang ada di punggungnya dan melepaskan pakaian yang melekat. Pergi ke arah cermin. Menatap ke arah tubuhnya yang penuh dengan tanda merah kebiruan dari pria itu, Pria yang akan menjadi kakak iparnya.

Airlangga mendesah. Dia mulai melepaskan kain yang melekat erat dan menutupi dadanya. Kain yang membuat bentuk dadanya datar sehingga seperti pria pada umumnya.

Ya, sejatinya dia anak perempuan. Hanya saja sedari kecil ibunya sudah membuat identitas dirinya menjadi lelaki. Alasannya hanya karena ayahnya menginginkan seorang anak lelaki. Jika sampai rahasia ini terungkap maka ayahnya tidak akan mengakuinya sebagai seorang anak. Lucu memang, tapi itulah yang terjadi.

Dini hari tadi, dia terburu-buru pergi dari kamar hotel yang laknat , menuju ke apartemen milik Dumai, sahabatnya. Sesampainya di sana dia menceritakan jika dia telah dinodai oleh seorang pria. Tidak lama berselang, Airlangga mendapatkan panggilan dari rumah sakit tempat ibunya di rawat. Mereka mengatakan jika ibunya mencarinya terus. Dia lantas meminjam baju dan tas milik Dumai pergi ke rumah sakit. Meninggalkan baju kotor milik pria itu di kamar Dumai.

Airlangga merasa tenang karena ibunya hanya merindukannya saja. Dia menemaninya sepanjang hari di sana. Enggan pulang karena baginya rumah ini seperti neraka.

Airlangga lantas pergi kamar mandi dan membasahi tubuhnya dengan air dari bak mandi. Dia memang anak dari orang kaya tapi dia hanya mendapatkan kehidupan seperti seorang pelayan di rumah ini. Bahkan lebih buruk dari itu.

Tanpa terasa air matanya menetes bersama dengan guyuran air dingin bak mandi. Dia mengusap kasar tubuhnya. Merasa kotor dan jijik dengan kulitnya sendiri.

Membayangkan bagaimana pria itu memaksa dirinya dan menodai kesuciannya. Sesuatu yang seharusnya diberikan pada orang yang dia cintai suatu saat nanti malah sudah terengut oleh pria itu. Malang nasibnya. Berniat ingin menolong Kaisar malah terjebak bersamanya.

Kini dia tidak bisa meminta pertanggungjawaban. Jika dia mengatakan semuanya maka identitas yang selama ini dia rahasiakan akan terungkap keluar. Semua seperti buah simalakama untuknya.

Airlangga memukul keras dinding kamar mandi berkali-kali hingga tangannya berdarah. Namun, dia tidak merasakan sakit sama sekali karena hatinya jauh lebih perih dari luka ini.

Bab. 03 Sebuah Petunjuk

Pagi hari, di saat seluruh keluarganya masih tertidur lelap, Airlangga sudah bangun. Dia langsung pergi ke garasi mobil untuk mencuci mobil yang dipakai oleh Cantika.

"Tuan Muda, kopinya ada dapur," bisik Bik Iyem, juru masak yang sudah puluhan tahun kerja di rumah ini. Dia tahu jika Nyonya Ira pasti akan melarangnya mengistimewakan Airlangga karena itu, dia meletakkan kopi di dapur agar Nyonya tidak tahu.

"Terimakasih, Bik," jawab Airlangga sambil tersenyum manis, lebih tepatnya cantik.

Sebenarnya jika dilihat secara seksama Tuan Mudanya ini cantik, gayanya juga lembut. Hanya saja semua tahu jika dia itu pria bukan wanita. Mereka mengira jika tingkah Airlangga seperti pria gemulai pada umumnya. Entah mengapa bisa, Tuan Fadil mempunyai anak lelaki seperti dia.

Namun, hanya Airlangga anggota keluarga ini yang paling ramah dan baik. Semua pelayan di sini menyayanginya. Hanya Nyonya Ira dan Cantika saja yang membencinya dan sering menghukumnya dengan hukuman berat.

Airlangga mencuci mobil Cantika sampai bersih. Setelahnya dia masuk untuk membersihkan bagian dalamnya. Ketika dia sedang menyedot debu di sela-sela kursi, netranya tertuju pada satu benda berwarna putih yang terselip diantara kursi penumpang belakang.

Airlangga mengambil benda berbentuk balon itu dengan jijik. Bibirnya meringis menatap ke benda aneh itu.

"Hei, kau lihat apa?"

Airlangga terhenyak mendengar suara Cantika. Wanita itu dengan kasar mendorong tubuhnya dan mengambil benda putih itu dari tangan Cantika.

"Apa lihat-lihat?" hardik Cantika tidak senang. Dia meremas benda itu dan membuang ke tempat sampah.

Airlangga menggelengkan kepalanya. Cantika maju dan tangannya menunjuk ke dada Airlangga.

"Jangan katakan ini pada siapapun jika kau masih mau melihat wanita berpenyakitan itu hidup."

"Jangan sakiti Ibu, Kak," pinta Airlangga dengan wajah cemas dan memelas.

Cantika tersenyum senang dengan tatapan mengejek. Dia menepuk tangannya seperti ingin menghilangkan debu yang menempel.

"Kau itu harus tahu diri Airlangga, kau ada di sini karena kebaikanku dan ibuku. Jika kau macam-macam aku tidak segan-segan untuk mencabut semua bantuan yang diberikan untuk pengobatan wanita itu.''

Airlangga pun sebenarnya tidak suka berada di tempat ini dan dia pun tidak senang dengan kelakuan dari semua anggota rumah ini, tidak terkecuali ayahnya sendiri.

Airlangga hanya bisa mengangguk.

Cantika merasa tenang, dia pergi dari lokasi itu, setelah mengambil tasnya yang masih tertinggal di dalam.

Tatapan Airlangga tertuju pada tempat sampah yang ada di dekat kakinya. Menghela nafas panjang.

"Apakah Cantika bersama dengan Kaisar?" Hati Airlangga tiba-tiba merasa nyeri. Pangkal pahanya masih terasa sakit, tapi pria itu sudah bersama dengan wanita lain. Sungguh menjijikkan.

***

Cantika melihat tampilan dirinya di cermin setelah selesai bersiap untuk ke sekolah. Membenarkan letak rambutnya yang pendek.

Tubuhnya kecil untuk ukuran anak lelaki. Tidak berisi dan terlalu bersih.

Setelah dirasa cukup, dia mengambil tas sekolah dan bergerak turun ke bawah. Dia harus menuruni banyak anak tangga untuk bisa sampai ke lantai bawah.

Di sana sudah nampak semua anggota keluarga kecuali dirinya.

"Selamat pagi," sapa Airlangga menarik kursi dan duduk. Tidak ada yang membalas sapaannya semua terlihat tidak acuh.

Ayahnya sibuk membaca koran dengan segelas kopi di depannya. Ibu Ira sedang mengoleskan roti untuk suaminya sedangkan Cantika sedang memakan roti sembari melihat handphonenya miliknya.

Seperti ini rutinitas paginya. Dirinya ada tapi seperti tidak dianggap oleh mereka.

Airlangga meminum susu dan mengambil sepotong roti, mengoleskan selai yang ada di dekatnya. Di sini dia tidak boleh memilih suka apa dan apa. Yang penting perut kenyang saja sudah beruntung.

"Selamat pagi semuanya," sapa seseorang dari arah pintu membuat Airlangga tersedak. Cantika langsung bangkit dan mendekati pria itu

"Eh, Nak Kaisar," sapa Ibu Ira dengan antusias. "Mari masuk, kebetulan kami sedang sarapan. "

"Cantika, ajak Nak Kaisar ikut makan bersama kita. Bik, buatkan kopi hitam untuknya," perintah Ayah Fadil.

Sepuluh menit kemudian mereka telah duduk bersama dan makan pagi. Rasa roti di tenggorokan Airlangga terasa seperti kaktus berduri tajam. Sulit untuk dia telan setelah kehadiran pria itu.

Kaisar memilih duduk di depan Airlangga. Cantika duduk di sisinya.

"Kebetulan sekali, saya belum sarapan karena tadi berada di apartemen bukan di rumah."

"Mau makan apa, Nak Kaisar, biar pelayan membuatkan," tawar Ibu Ira yang mencoba untuk berbuat ramah dan sopan pada calon menantunya ini.

"Sama seperti kalian saja."

"Sandwich ini saja, masih hangat kok," ujar Cantika. "Atau mau roti panggang?"

"Apa saja karena semua yang kau tawarkan pasti lezat," jawab Kaisar sambil melirik ke arah Airlangga yang menekuk wajahnya. Anak itu terlihat tidak nyaman melihat dia datang.

"Ayah, makan ku sudah selesai, aku mau berangkat sekolah dulu, takut terlambat," pamit Airlangga yang mengurangi interaksi dengan Kaisar.

Pria itu memang tidak mengatakan apapun, tapi kedatangannya sudah membuat Airlangga terintimidasi.

"Memang kau sekolah di mana, Dik," tanya Kaisar.

"Di SMA Negeri dekat sini," jawab Cantika. Kaisar mengangguk.

"Kalau begitu ikut kami saja. Oh, aku lupa, aku datang pagi ke rumah ini karena ingin mengajak Cantika ke rumah Ayah. Ibu ingin mengajak Cantika ke tata rias yang akan make up pernikahan kami."

"Ya, Tante Dara sudah menelfonku semalam."

Airlangga bangkit mengambil tas yang dia letakkan di kursi samping. "Aku akan pergi sendiri saja, Kak. Aku takut terlambat."

"Dia benar, Kai, dia bisa terlambat sekolah. Biarkan saja Airlangga berangkat terlebih dahulu," ujar Cantika.

"Ini baru jam enam pagi, tidak akan terlambat kalau hanya untuk menungguku menghabiskan sandwich ini," tandas Kaisar yang membuat semua terdiam.

Pria itu tersenyum misterius, sepertinya sedang merencanakan sesuatu. Hal itu membuat bulu kuduk Airlangga berdiri semuanya. Dia takut jatidirinya diketahui oleh Kaisar dan dibuka di depan keluarganya.

Ibu Ira tertawa canggung, "Nak Kaisar benar, Air, kau tunggu sebentar Nak Kaisar menghabiskan makannya. Cantika kau segera bersiap."

Kata-kata Ibu Ira terdengar lembut sekali. Seperti seorang Ibu yang perduli dengan Airlangga. Nyatanya, itu hanya akting semata.

Airlangga kembali meletakkan pantatnya diatas kursi. Kaisar terlihat santai menghabiskan makannya.

"Nak, Kaisar pesta anniversary pernikahan orang tuamu berlangsung meriah kemarin dan semuanya berjalan dengan lancar. Aku turut bangga menjadi bagian dari itu," celetuk Ibu Ira.

"Seharusnya kita buat seperti itu juga, Yah." Ayah Fadil hanya menjawab dengan deheman saja.

"Ya, pesta itu semuanya dirancang dan dikerjakan oleh Rose adikku."

"Aku bisa bayangkan pesta pernikahan kau dan Cantika pasti akan lebih meriah nantinya."

Mereka terdiam. Dahi Kaisar tiba-tiba berkerut, dia meletakkan sendok di tangannya dan menatap ke arah Airlangga lekat.

"Dik, ketika pesta berlangsung kemarin di hotel, aku tidak melihatmu di sana. Kau dimana?" tanya Kaisar mulai melemparkan umpan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!