"Mama!" Teriak Ergi memasuki rumahnya yang masih memakai pakaian seragam sekolah putih abu-abunya itu.
Ergi Andrea sudah menelpon nomor hp mama dan papanya tapi, satupun dari mereka tidak ada yang mau angkat. Bu Nadia yang mendengar teriakan anak sulungnya segera menyelesaikab pekerjaannya di dapur.
"Ya Allah apa yang terhadi padamu nak, kenapa harus berteriak seperti itu?" Tanyanya Bu Nadia.
Ergi menghampiri ibunya yang berjalan tergopoh-gopoh ke arahnya itu.
"Elsa Ma penyakitnya kambuh sehingga harus dilarikan ke rumah sakit," jawabnya dengan nafas yang memburu.
Prang…
Spatula yang sempat berada di dalam gengaman tangannya terjatuh ke atas lantai.
"Ya Allah putriku apa yang terjadi padanya kenapa bisa terjadi seperti itu, padahal kata dokter kondisinya sudah stabil tidak perlu lahi repot-repot cari pendonor jantung," ratapnya bu Nadia yang sudah menangis tersedu-sedu.
"Tidak perlu menangis sebaiknya kita harus bergegas ke rumah sakit untuk melihat dan mengecek langsung kondisi putri kita itu," sanggahnya Pak Renaldi papa dari Ergi.
Mereka bertiga secepatnya ke rumah sakit untuk melihat dan mengecek langsung kondisi anak kedua mereka yang sejak kecil sudah divonis penyakit jantung bawaan.
Bu Nadia tak henti-hentinya berdoa dalam hatinya yang sangat mengkhawatirkan kondisi anak bungsunya itu," Ya Allah jaga dan lindungilah putriku Elsa jangan biarkan terjadi sesuatu hal buruk menimpa hidupnya," batinnya Bu Nadia yang mulutnya komat kamit dengan tangannya saling menggenggam satu dengan yang lainnya.
Pak Renaldi yang melihat kesedihan di raut wajah istrinya segera menggenggam salah satu kepalan tangan istrinya yang seolah memberikan kekuatan.
"Percayalah sama Allah SWT akan kebesarannya, Mas yakin putri kita akan baik-baik saja dan selamat," ujarnya Pak Renaldi yang padahal dia sendiri juga sedang diliputi rasa kecemasan yang akut dan besar karena putrinya sejak berumur satu bulan sudah sakit-sakitan dan keluar masuk rumah sakit.
Mereka sudah sampai ke rumah sakit, Pak Renaldi sudah bertemu dengan dokter spesialis jantung yang selama ini menangani penyakit putrinya. Mereka bertiga duduk di depan ruang operasi. Mereka juga patut bersyukur karena ternyata ada pasien yang sudah sekarat telah berjanji kepada keluarganya untuk mendonorkan jantungnya sebelum hidupnya berakhir di dunia ini.
Pak Renaldi berjalan menemui dokter untuk bertanya masalah penyakit anaknya itu. Pak Renaldi mengetuk pintu ruangan Dokter Farhat dengan sedikit khawatir.
"Silahkan duduk Pak!" Perintahnya Pak Farhat.
"Makasih banyak Dok," imbuhnya Pak Renaldi.
Pak Farhat tersenyum simpul ke arahnya Pak Renaldi seraya membuka sebuah berkas map tentang kesehatan Elsa Andriani Renaldi Nasution.
"Anda patut bersyukur Pak Renaldi karena ada pasien yang ikhlas mendonorkan jantungnya yang semuanya sangat cocok dengan putri bapak mulai dari golongan darah dan yang lainnya, tapi pasiennya tidak ingin diketahui oleh orang lain," jelasnya Pak Farhat.
"Syukur alhamdulillah makasih banyak ya Allah," gumamnya Pak Renaldi yang tak kuasa menahan air matanya saking bahagianya karena setelah sekian lama mencari pendonor jantung yang tidak mudah bahkan semua harta asetnya sudah dia jual.
Pak Renaldi dan keluarganya sangat bersyukur dan berterima kasih kepada orang yang telah sukarela mendonorkan jantungnya dengan cum-cuma tanpa membayar sepeserpun uang. Orang itu mengalami kecelakaan dan sudah hampir seminggu dirawat di rumah sakit tapi, nyawanya tidak tertolong lagi dan sebelum meninggal dunia dia merelakan salah satu organ tubuhnya ia relakan untuk kehidupan orang lain yang sangat membutuhkan.
Walaupun awalnya tak ada satupun dari keluarfa mereka setuju termasuk kakak kandungnya yang sangat menentang keputusan yang diambil oleh adiknya itu.
Ketiga anggota keluarga itu duduk berdampingan dengan raut wajah yang berbeda-beda.
"Ergi, apa yang sebenarnya terjadi pada adikmu nak, kenapa bisa seperti ini?" Tanya Pak Renaldi yang mencurigai jika ada hal buruk yang menimpa anaknya itu.
Ergi pun menjelaskan duduk permasahannya hingga adiknya jatuh pingsan dan tak sadarkan diri. Ibu Nadia menutup mulutnya saking tidak percayanya mendengar hal tersebut.
"Astaugfirullahaladzim, Mas hal ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut jika tidak putri kita akan mengalami hal yang serupa berulang kali, kita hanya rakyat biasa tidak mungkin bisa melawan mereka yang orang kaya," ujarnya Bu Nadia.
"Kalau Elsa sudah sembuh kita harus segera pindah dari kota ini, karena hal seperti ini akan terjadi lagi terus jika kita tidak pindah, Mas akan cari daerah yang bisa menerima Mas sebagai guru lagi," tukasnya Pak Renaldi yang hanya ASN biasa saja yang sudah dua puluh tahun lebuh menjadi tenaga pendidik sekaligus pengajar.
Mampir dong Kak ke novel baru aku judulnya:
Satu atap dua hati
Pamanmu adalah jodohku
Belum Berakhir
Dua bulan kemudian, setelah melakukan transplantasi jantung kondisi Elsa perlahan berangsur membaik. Kedua orang tuanya pun segera mengatur kepindahan mereka dari daerah ibu kota Jakarta ke daerah kota Bandung kembang.
Bu Nadia mengemas sebagian barang pentingnya saja karena jika sewaktu-waktu mereka berkunjung ke Ibu kota pasti akan menetap di rumah itu lagi.
"Ayunan esok kami akan pergi dari sini, kamu jaga diri baik-baik yah ingat tunggu aku kembali lagi yah baru kita bermain lagi seperti dulu," cicitnya Elsa Safira Nadine yang mengajak ayunannya berbicara seperti layaknya sahabat karibnya yang sedang berpamitan.
Pak Renaldi sudah meminta surat pemindahannya kepada tempat mengajar sebelumnya dan meminta kepada kepala sekolah dan beberapa staf kantor untuk merahasiakan daerah kepindahannya itu dengan menjelaskan berbagai alasan yang masuk akal sehingga tidak ada satupun yang mempersulitnya dan banyak bertanya lagi.
Erga Andrean Renaldi tidak mengikuti kedua orang tua dan adiknya berhubungan karena dia sudah berada di semester terakhir kuliahnya sehingga memutuskan untuk menetap beberapa bulan lagi barulah ikut pindah.
Kota tujuan selanjutnya mereka adalah kota Samarinda ibu kota dari Kalimantan Timur awalnya mereka akan pindah ke Bandung tapi, ternyata di kota tersebut mendapatkan pekerjaan susah dilakukan oleh pak Renaldi.
Pak Renaldi sangat bersyukur karena teman lamanya memberitahukan kepadanya jika di daerah Samarinda membutuhkan tenaga pendidik profesional seperti dirinya dan Pak Renald menerimanya dengan tangan terbuka dan penuh antusias.
"Alhamdulillah rumah ini cukup buat kita berempat walaupun tidak sebesar dan sebagus rumah kita yang ada di Jakarta tapi, aku sangat bersyukur Mas dan juga putri kita sudah sehat itu hal yang sangat penting," ujarnya Bu Nadia sambil mengatur beberapa sisa barang bawaannya ke dalam lemari.
"Iya istriku Mas juga bersyukur karena semuanya berjalan lancar sesuai dengan apa yang kita harapkan," pungkas Pak Renald.
Satu bulan kemudian, rumah yang ditempati oleh keluarga kecil tersebut ditumbuhi dengan berbagai macam jenis tanaman,baik dari jenis tumbuhan bunga dan juga pohon yang bisa berbuah dan dinikmati buahnya langsung.
Elsa duduk di salah satu ayunannya sambil memandangi buah mangga milik mamanya yang sudah berbuah itu. Ia melihat ada beberapa buah mangga yang sudah ranum dan siap untuk dipetik.
"Sepertinya buahnya enak dibuat rujak sepertinya tadi pagi aku lihat mama beli jambu, mengkudu, jambu air juga ada, pepaya kedondong juga enak andai saja ada," gumaman Elsa.
Elsa melihat buah itu yang tidak terlalu tinggi posisinya dari atas kepalanya tapi, letaknya berada di luar pekarangan rumahnya.
Elsa berusaha untuk meraih buah mangganya tapi, tidak belum berhasil juga, "Aiths sepertinya aku harus memakai kursi untuk memudahkan memetik buah itu," cicitnya gadis yang baru duduk dibangku kelas satu sekolah menengah atas itu.
Elsa segera berjalan ke arah dalam rumahnya kebetulan ia melihat ada kursi plastik yang terletak di teras rumahnya. Senyuman manis mengembang disudut bibirnya ketika mengangkat kursi tersebut.
"Alhamdulillah sekarang aku sudah bisa angkat kursi padahal dulu mencoba untuk angkat saja sudah tidak mampu," gumam nya Elsa Safira Nadine yang sangat bahagia.
Dengan penuh semangat ia mengangkat kursi itu dengan hati riang gembira, rona merah di pipinya menandakan jika ia sedang bahagia. Tanpa ia sadari sedari tadi ada seseorang yang duduk di dalam mobilnya memperhatikannya dengan seksama.
"Andai adikku masih hidup pasti seumuran dengan gadis itu,"
Elsa menaiki kursi itu bersamaan dengan pria pemilik mobil tersebut berjalan ke arahnya karena kebetulan ada urusan dengan tetangga depan rumahnya Elsa.
"Kenapa juga buahnya semakin tinggi saja padahal aku sudah menaiki kursi ini, apa butuh kayu untuk memudahkan mengambilnya yah?" Lirihnya Elsa yang semakin berusaha untuk memetiknya walaupun semakin sulit karena batang dahan ranting pohon mangga itu berayun ditambah dengan tiupan angin yang cukup kencang.
Elsa tidak mau kalah dengan keadaan hingga kursi dipijaknya itu bergoyang dan membuat tubuhnya Elsa bergoyang-goyang.
"Sedikit lagi aku bisa menggapainya," cicit Elsa.
Tapi naas kejadian itu tak terelakkan lagi hingga kaki kursinya bergerak dan berpindah posisi. Tubuhnya Elsa oleng dan condong ke belakang hingga jatuh pun pasti sudah tidak terelakkan lagi.
"Aah!!" Teriaknya Elsa.
Bagi Like, Komentar, gift iklan,poin dan koinnya dong kakak readers...
"Sedikit lagi aku bisa menggapainya," cicit Elsa.
Tapi naas kejadian itu tak terelakkan lagi hingga kaki kursinya bergerak dan berpindah posisi.
"Aah!!" Teriaknya Elsa.
Teriakan Elsa yang cukup nyaring di siang bolong itu mengundang beberapa orang segera melihat kondisinya.
Elsa Safira Nadine yang mengira jika dirinya sudah terjatuh di atas aspal terselamatkan oleh tangan seseorang yang sigap menolongnya.
"Ahh!" Teriak kecil Elsa.
Pria yang menolongnya itu hanya tersenyum melihat tingkah lucu gadis belia yang berada di dalam gendongannya.
"Kamu tidak perlu berteriak lagi, kamu tidak jatuh kok," ujarnya pria yang menolongnya itu.
Elsa Safira Nadine yang mendengar perkataan dari mulut orang yang menolongnya segera membuka kelopak matanya yang sedari tadi terpejam karena ketakutan.
Elsa mengerjapkan kedua bola matanya dengan bulu matanya yang lentik itu membuat sang penolong terpesona seketika itu. Elsa yang langsung bertatapan dengan pria penolongnya merasakan keanehan pada dirinya. Jantungnya tiba-tiba berdenyut cepat dan bergetar keras.
Elsa spontan memegang bagian dadanya," ya Allah apa yang terjadi padaku? Kenapa jantungku berdenyut kencang?" Batinnya Elsa.
Bu Nadia Ervina mamanya Elsa yang mendengar teriakkan putri tunggalnya itu segera berlari ke arah depan rumahnya melihat situasi yang terjadi.
"Elsa! Apa yang terjadi padamu Nak?" Tanyanya Bu Nadia dengan penuh selidik dan kekhawatiran yang berlebihan.
Beberapa tetangga pun sudah berkerumun melihat mereka. Elsa segera turun dari dalam gendongan pria itu karena merasa dirinya sudah tidak apa-apa dan tidak enak mendapatkan pelototan dari beberapa orang yang kebetulan berada di sekitar lokasi kejadian.
Bu Nadia memeriksa seluruh tubuhnya Elsa dengan rinci dan seksama tanpa terlewatkan setiap inci tubuhnya Elsa.
"Putriku apa yang terjadi padamu tadi, kenapa kamu berteriak?" Tanya Bu Nadia yang raut wajahnya sudah nampak kecemasan yang berlebih-lebihan mengingat riwayat penyakit yang diderita Elsa sebelumnya.
"Alhamdulillah saya baik-baik saja kok Ma, untung ada Tuan ini yang menyelematkan saya sehingga saya tidak terjatuh ke atas aspal," jelas Elsa yang merasa malu karena sudah banyak orang yang berdatangan satu persatu melihatnya.
"Apa benar itu Nak, kamu yang telah menolong putriku?"
"Iya Bu saya tadi kebetulan jalan melewati daerah ini dan melihat putri ibu yang hampir terjatuh sehingga saya berinisiatif untuk membantunya," terangnya pria itu.
"Ohh gitu keadaannya, Alhamdulillah makasih banyak ya Nak berkat pertolongan kamu putriku bisa terselamatkan, Elsa lain kali kalau mau ambil buah mangga minta saja sama Mama Nak, jangan sok berani seperti itu lagi yah," nasehat Bu Nadia kepada anak bungsunya itu.
Elsa hanya tersenyum cengengesan menanggapi perkataan dari mulut mamanya itu yang masih memakai apron terpasang di tubuh Bu Nadia. Orang-orang yang sempat berkerumun segera bubar dari tempat area kejadian.
"Makasih banyak ya Pak Anda sudah menolongku," ujar Elsa sebelum berlalu dari hadapannya pria itu.
"Sama-sama lain kali hati-hati," balasnya tapi Elsa sudah menjauh sehingga sudah tidak mendengar perkataan dari pria itu.
Sesekali Elsa menoleh ke arah orang yang menolongnya dan tersenyum manis. Seorang pria yang berpakaian jas lengkap berjalan tergesa-gesa ke arah sang pria.
"Tuan Muda, apa kamu baik-baik saja dan apa yang terjadi padamu?" Tanyanya pria itu.
Sedangkan orang yang dipanggil Tuan Muda hanya tersenyum menanggapi perkataan dari asisten pribadinya dan mengangkat tangannya untuk diam saja. Mereka segera berjalan melanjutkan perjalanan mereka ke tempat tujuan.
"Gadis yang ceroboh tapi manis, semoga kelak kita bertemu lagi," gumamnya.
Sejak kejadian siang hari itu, Elsa semakin dijaga dengan protektif oleh kedua orang tuanya. Waktu terus berlalu tanpa disadari, sudah lima tahun waktu yang terlewati sejak kejadian hari itu.
Elsa Safira Nadine sekarang sudah semakin dewasa dan hari ini bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke dua puluh dua 22.
Elsa Safira Nadine duduk di depan jendela kamarnya menghadap ke arah taman kecil yang banyak ditumbuhi bunga-bunga yang sungguh sangat cantik di pagi itu. Bu Nadia berjalan ke arah dalam kamar putrinya itu.
"Assalamualaikum sayang putrinya Mama," sapanya Bu Nadia.
Elsa yang sedang banyak pikiran dan melamunkan beberapa hal segera menyudahi lamunannya itu.
"Waalaikum salam Ma," jawabnya dengan seulas senyumannya yang termanis yang dimilikinya itu.
Bu Nadia ikut berdiri di samping putri kecilnya yang sudah beranjak dewasa itu. Bu Nadia mengelus punggung anaknya yang tertutup hijab. Elsa memilih untuk memakai hijab dalam kesehariannya.
"Sepertinya ada yang sedang kamu pikirkan? Kalau bisa apa Mama boleh mengetahuinya Nak?!" Tanyanya Bu Nadia dengan penuh kelembutan.
Elsa menatap ke arah mamanya dengan tatapan matanya yang ragu dan bimbang apa kah dia harus berterus terang dengan niat dan keinginannya itu. Elsa memegang punggung tangan perempuan yang telah berjasa besar dalam kehidupannya tersebut.
Elsa menarik nafasnya terlebih dahulu lalu membuangnya perlahan," Mama aku sudah hampir sebulan mencari pekerjaan di kota tapi, hasilnya tetap tidak ada dan kemarin aku bertemu dengan Nada katanya dia baru pulang dari kota Jakarta dan di tempat kerjanya kebetulan mencari sekretaris," imbuhnya Elsa yang sedikit ragu.
Bu Nadia sudah mengerti jalan pikiran putrinya itu dengan baik dan apa yang sedang diinginkan oleh anaknya Elsa Safira Nadine.
"Ma, apa saya boleh ikut kak Nada ke Jakarta?" Pintanya Elsa di hadapan Mamanya itu.
Bu Nadia tersenyum penuh kehangatan," Mama tanya Papa kamu dulu apa dia mengijinkan kamu pergi atau tidak karena keputusannya ada sama papa kalau Mama Insya Allah selalu mendukung keputusan dan keinginanmu yang paling penting kamu bahagia Nak,"
Tanpa mereka sadari ternyata Pak Renaldi berdiri di ambang pintu dalam tangannya membawa sebuah kotak hadiah yang sudah terbungkus rapi. Pak Renaldi berpura-pura tidak mendengar pembicaraan dua wanita yang paling disayanginya di dunia ini.
"Selamat ulang tahun putri kecilnya Papa," ucapnya Pak Renald yang berjalan ke arah dalam kamar putrinya yang memperlihatkan raut wajahnya yang tidak terjadi apa-apa.
Elsa segera berlari ke arah dalam dekapan hangat pelukan papanya itu. Bu Nadia pun mengikuti langkah kaki putrinya.
"Makasih banyak Papa selalu mengingat ultahnya Elsa dan selalu saja ada perbedaan hadiahnya bahkan hadiahnya sudah memenuhi seluruh sudut kamarnya Elsa," candanya Elsa yang tersenyum bahagia dan sekaligus terharu.
"Apa pun akan Papa lakukan demi kebahagiaan anak-anaknya Papa Nak, Ingat apapun itu,!" Tegasnya Pak Renaldi yang seolah menegaskan tentang keinginannya yang baru saja ia sampaikan di depan mamanya itu.
Elsa seolah mendapat angin segar segera mulai mengatakan apa yang diinginkannya beberapa hari terakhir ini.
"Kalau gitu gimana kalau kita duduk di ruang tengah soalnya mama sudah buatkan kue dan makanan hari ini khusus untuk merayakan ulang tahunnya Elsa gimana?" Ajaknya Bu Nadia Ervina yang mendahului anaknya untuk berbicara.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!