Di sebuah desa yang cukup jauh dari kota, hiduplah seorang gadis cantik bernama Adiba Khanza. Dia seorang anak yatim-piatu dan hanya tinggal sebatang kara di desa tersebut, dirinya bekerja keras untuk membayar semua hutang peninggalan keluarganya. Kebetulan keluarga Adiba atau sering disapa Diba memiliki hutang kepada rentenir, pada waktu itu untuk biaya pengobatan sang Ayah.
Dia saat ini berusia dua puluh lima tahun, dia harus merelakan harga dirinya dengan menjadi seorang wanita malam. Namun, meskipun begitu Diba belum pernah berhubungan dengan pria manapun. Dia selalu menolak dan lebih memilih memuaskan dengan caranya sendiri.
"Jika boleh jujur, sebenarnya aku tidak ingin menjadi wanita malam dan bekerja dengan cara haram seperti ini. Tapi, apa lagi yang harus ku lakukan untuk membayar semua hutang ibuku? Sementara hutang itu selalu berbunga setiap bulannya." Diba curhat kepada temannya yang seprofesi dengan dia.
"Diba, kenapa kamu tidak mencoba mencari pekerjaan di luar kota? Barangkali ada kerjaan yang cocok untuk kamu." saran dari teman Diba.
Diba terdiam sambil berpikir. "Apa itu bisa dipastikan? Aku malah takut akan menjadi gelandangan di kota itu nantinya.'' Diba masih sedikit ragu.
"Ayolah, Diba. Kamu jangan ragu dan bulatkan tekadmu, aku jadi tidak tega melihat kamu bekerja menjadi wanita penghibur seperti ini hanya karena sebuah hutang." ujar Mecca—teman Diba sambil mengelus rambut.
"Tapi, bagaimana dengan hutangku? Aku tidak mungkin pergi dan meninggalkan hutang, bagaimana jadinya jika para anggota rentenir itu mengejarku?" Diba menjadi bingung.
"Kamu butuh uang berapa?"
"Seratus juta,"
"Apa!" pekik Mecce histeris mendengar nominal uang yang Diba butuhkan. "Diba, seratus juta itu bukanlah jumlah yang sedikit." lanjutnya.
"Aku tau, kak. Namun, memang segitu hutang Almarhumah Ibuku. Sebenarnya ibu meminjam uang sebesar lima puluh juta tetapi berbunga dan menjadi seratus juta."
"Gila apa, ya? Rentenir itu benar-benar ingin mencekik keuangan kamu,"
"Namanya rentenir, kak. Sudah hukum akan seperti itu," Diba menunduk lesu.
"Baiklah, aku akan mengatakan pada pelangganku untuk memberikan cek sebesar seratus juta atau tidak berbentuk uang saja. Bagaimana?''
"Maksudnya, kakak ingin membantuku?" Diba menatap Mecca dengan lekat.
Mecca pun mengangguk dengan senyum tulus, keduanya berpelukan dan Adiba sangat berterima kasih kepada Mecca.
Mecca tidak tega saat Diba diminta melayani seorang pelanggan di ranjang, Diba pun selalu beralasan dan untungnya alasan itu cukup masuk akal. Diba meminta Mecca agar menggantikannya karena Mecca juga bersiap untuk menggantikan posisi Diba. Mereka berunding terlebih dahulu sebelum bertukar tempat.
🌺🌺🌺🌺
Berbeda dengan kehidupan Adiba, dia sudut lain lebih tepatnya di kota J, terlihat kebahagiaan selalu menyertai pasangan suami-istri Vania dan Alexander, mereka telah resmi menjadi sepasang suami-istri tiga tahun yang lalu dan saat ini Vania dikabarkan sedang mengandung. Pertemuan mereka saat pertama kali masuk kuliah dan Vania langsung jatuh cinta pada Alex yang terbilang Mahasiswa pindahan.
Sebelum tinggal di kota J, Alex menetap di London. Dia adalah anak tunggal dari pasangan Andreas Cornelis dan Ovi Cornelis. Sementara Vania, dia anak yatim dan hanya tinggal bersama dengan Mamanya. Vani anak tunggal, dia di minta untuk mengurus perusahaan Almarhum Papanya tetapi dia harus berkuliah terlebih dahulu.
Setelah lulus dari kuliah, Vania memimpin perusahaan sang Papa selama satu tahun lalu setelah itu dia menikah dengan Alex dan sekarang suaminya itulah yang memenangkan perusahaan Papanya.
"Kamu suka yang mana?" Alex dan Vani sedang memilih pakaian bayi di salah satu media online, padahal usia kandungan Vani baru menginjak lima bulan tetapi mereka tidak sabar untuk membeli perlengkapan bayi.
"Ini aja, yang warna biru. Menurut aku, warna biru sangat masuk dengan jenis kelamin anak kita laki-laki atau pun perempuan."
"Nah, untuk kamar kamu mau yang dekorasinya seperti apa?" Alex memeluk tubuh Vani.
"Em, yang ini saja. Gabungan putih dan biru, menurut aku tidak terlalu mencolok dan warnanya juga cerah, tidak gelap."
"Aku setuju dengan semua pilihanmu karena jika kamu yang memilih pasti itulah yang terbaik." ucap Alex sambil mengecup pucuk kepala Vania.
•
•
**TBC
🌹🌹🌹🌹🌹🌹
HALLO ASSALAMUALAIKUM SEMUANYA 🥰
ALHAMDULILLAH KITA MASIH DIBERIKAN KESEHATAN SEHINGGA BISA BERTEMU DI NOVEL TERBARU DARI OTHOR 🤗 NAH, JANGAN LUPA SEPERTI BIASA TINGGALKAN DUKUNGAN BERUPA **LIKE, VOTE, KOMENTAR, HADIAH, RATE 🌟 5 (JANGAN 5 KEBAWAH YA 🤭), SUBSCRIBE, **AGAR OTHOR LEBIH SEMANGAT UPDATE 🌹
YUK, TEMANI PERJALANAN TIGA HATI YANG AKAN BERADU DALAM KONFLIK DAN MASALAH, NAMUN RINGAN KARENA KALAU BERAT-BERAT OTHOR TAKUT GAK SANGGUP. BIAR DILAN SAJA YANG MERASAKAN 😂**
Adiba telah sampai di kota, akhirnya setelah berpikir dia pun langsung terjun pergi ke luar kota tanpa rasa ragu. Dirinya akan mencoba mengubah nasib di perantauan. Diba berdiri di halte bis, dia bingung ingin kemana terlebih dahulu karena tidak memiliki tujuan.
"Bagaimana ini? Apa aku harus cari kontrakan terlebih dahulu?" Diba melihat ke sekeliling, hari sudah sore dan dia harus mendapatkan kontrakan.
Beberapa kilometer berjalan, Diba sama sekali tidak mendapatkan rumah kosong. Dia juga sudah bertanya kepada warga sekitar tetapi jawabannya sama yaitu tidak ada rumah yang di kontrakan.
Diba terkejut saat tasnya tiba-tiba di tarik paksa oleh seorang pria.
"Tolong! Copet! Tas saya di copet!'' teriak Adiba dengan kencang hingga urat lehernya menegang.
Dia berlari sekuat tenaga mengejar perampok itu, namun naas dia kehilangan jejak.
"Tasku, uangku, semuanya ada di dalam sana." Diba menangis.
Pria berusia tiga puluh dua tahun berlari mengejar perampok itu, dia mendengar suara teriakan Adiba dan mencoba menolong.
Bugh!
Sang perampok berhasil di lumpuhkan, dia terkapar karena terkena lemparan tas. Perampok tersebut berdiri dan dia segera berlari meninggalkan tas Diba.
Pria yang tadi menjadi penolong mengambil tasnya dan milik Adiba, dia membawa lalu mencari keberadaan Diba.
"Permisi, ini tas Anda?" ucap pria itu sambil menyodorkan tas Diba.
Adiba mendongak, dia berdiri dari duduknya dan langsung mengambil tas miliknya.
"Terima kasih, Pak. Terima kasih banyak, akhirnya tas saya bisa terselamatkan." ucapnya dengan senyum khas.
Pria tersebut mengatakan sama-sama, dia menatap Adiba dari atas sampai bawah.
"Apa kamu pendatang di kota ini?" tanya sang pria seakan bisa menebak.
Adiba mengangguk. "Benar, Pak. Saya sedang mencari pekerjaan,"
"Wah, kebetulan sekali. Saya membutuhkan seorang asisten rumah tangga, apa kamu bekerja di rumah saya?" tawar pria itu yang memang sedang mencari pekerja.
Adiba berpikir, dia tidak boleh dengan mudah percaya begitu saja dengan orang asing.
"Bagaimana? Kamu jangan takut, saya ini bukan orang jahat. Saya sudah memiliki istri, tetapi istri saya sibuk bekerja dan dia jarang mengurus rumah. Begitupun dengan saya, saya bekerja dan terkadang tidak sempat mengurus pekerjaan rumah. Pembantu di rumah saya sudah pulang ke kampung karena dia akan segera menikah. Maka dari itu, saya dan istri mencari penggantinya."
Diba mengangguk setelah mendengar ucapan pria itu. "Baiklah, saya mau, Pak. Tapi, bagaimana dengan tempat tinggal?''
"Kamu akan tinggal di rumah kami dan semuanya bersih dengan gaji tiga juta perbulan. Pekerjaanmu hanya membereskan rumah, masak untuk sarapan atau pun makan malam, lalu menyiram bunga. Untuk halaman, sudah ada pekerjanya sendiri."
Diba kembali mengangguk tanda setuju, ini tidak boleh di sia-siakan pikirnya.
"Kalau begitu, ayo ikut saya. Kebetulan saya ingin pulang ke rumah."
Mereka berjalan menuju mobil pria itu.
Di dalam mobil, keduanya hanya diam hingga suara pria tersebut memecahkan keheningan.
"Oh, ya. Nama kamu siapa dan asal kamu dari mana?" pria tersebut melirik Diba yang duduk di sebelah kemudinya.
Pria itu mengemudikan mobilnya sendiri, dia tidak menggunakan jasa sopir karena lebih nyaman menyetir sendiri.
"Nama saya Adiba khanza, pak. Panggil saja Diba, saya tingg di kota S." jawab Diba dengan sopan.
"Saya Fathan,"
Diba mengangguk dengan senyum tipis, wajah cantik khas desa masih tergambar di wajah Adiba. Dia memiliki lesung pipi dan bibir yang sensual. Tubuhnya juga ideal bahkan terlihat indah bak gitar spanyol.
•
•
TBC
ADIBA KHANZA ❣️
Vani berdiri di depan cermin, dia menatap perutnya yang sangat buncit dan terlihat lucu. Dirinya mengelus perut itu lalu bermonolog sendiri.
"Semoga nanti kami lahir dengan selamat ya, Sayang. Baik-baik di dalam perut Mama, kelak kamu pasti akan menjadi anak yang Sholeh atau pun Sholehah." Vani tersenyum, perubahan bentuk badannya sangat naik drastis.
Pintu kamar terbuka dan Alex masuk ke dalam, dia meletakkan tas di sofa yang ada dalam kamar. Dia mendekati Vani yang melihat dirinya dari cermin.
"Sayang, kamu ngapain disini?" Alex memeluk tubuh Vani dari belakang, tak lupa tangannya mengelus perut Vani.
"Aku sedang melihat tubuhku sendiri, rasanya aku semakin gemuk dan jelek. Iya 'kan?" Vani menyandarkan tubuh di dada Alex.
"Siapa bilang? Kamu malah semakin seksi dan mempesona." Alex tersenyum menggoda.
"Jangan menggodaku, By." Vani berlalu menuju ranjang. "Kamu baru pulang dari kantor 'kan? Segera mandi dan out akan makan malam bersama." lanjutnya sambil duduk di pinggir ranjang.
"Kamu belum makan? Kenapa harus menungguku? Terkadang aku tidak tentu pulang jam berapa dan kasihan anak kita jika kamu makan terlambat." Alex berjongkok di depan lutut Vania.
"Tidak akan menjadi masalah, semuanya baik-baik saja. Jika aku sudah sangat lapar pasti aku akan makan terlebih dahulu tanpa menunggumu. Baiklah, daripada kita berdebat sebaiknya kamu mandi." Vani menarik tangan Alex.
Alex pun berdiri di depan pintu kamar mandi, dia melirik Vania sejenak dengan senyum licik.
"By, jangan lakukan itu!" Vania seakan tahu apa yang ada dipikiran suaminya. "Aku sudah mandi dan aku tidak ingin masuk angin karena harus mandi lagi," lanjutnya sambil terkekeh.
Alex tertawa dan dia bergegas masuk ke dalam kamar mandi.
Selesai mandi, Alex berjalan menghampiri Vania yang sedang menyisir rambutnya. Iseng, Alex menyugar rambut di atas kepala Vania hingga air yang masih menempel di rambut basah itu terciprat ke wajah Vani.
"By, apa-apaan kamu ini?" Vania mengerucutkan bibirnya.
Alex tertawa dan dia menggendong tubuh Vania.
"Apa kita bisa langsung makan sekarang? Aku sudah lapar dan jangan sampai aku memakanmu di kamar ini," gurau Alex sambil tetap menggendong Vania.
"Ayo, aku juga sudah lapar tetapi aku tidak ingin makan di dalam kamar." guraunya membalas ucapan Alex.
Mereka berdua pun turun ke lantai bawah menuju meja makan, Alex tetap menggendong Vania hingga sampai meja makan. Dia menarik kursi lalu mendudukkan Vania di kursi itu, dia juga mengambil piring lalu mengisi piring tersebut dengan nasi juga lauk. Vani hanya tersenyum tipis melihat Alex yang sangat peduli padanya.
"By, aku bisa mengambilnya sendiri. Seharusnya aku yang melayani kamu bukan kamu yang melayani aku seperti ini,'' Vani mencekal lengan Alex yang ingin mengambil air minum.
"Kamu tidak perlu mempermasalahkannya, Sayang. Aku yakin jika kamu akan sedikit sulit melayaniku karena perut buncitmu itu," Alex menunjuk perut Vani lalu dia mengambil air minum.
Vani hanya tertawa.
Setelahnya mereka pun makan bersama.
"By, entah mengapa aku sangat merindukan sahabatku. Beberapa hari ini aku kepikiran tentang dia," ucap Vani tiba-tiba di sela makannya.
"Kamu doakan saja yang terbaik untuk dia, kamu jangan terlalu banyak memikirkan semua itu karena belum tentu sahabatmu memikirkanmu." ujar Alex setelah menenggak air putih.
Vani hanya terdiam sambil menyantap makan malamnya.
•
•
TBC
VANIA 😍
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!