NovelToon NovelToon

Cinta Dari Luar Angkasa

Nura Kecil

Nura. Anak perempuan berusia tujuh tahun itu kini tengah merajuk pada Emak. Ia kesal karena Tio, adik bungsunya dibelikan sepatu baru sementara ia hanya mendapatkan sepatu bekas Kak Eci.

Nura semakin tambah kesal ketika Kak Eci mengatakan padanya bahwa ia pun mendapatkan sepatu itu dari Kak Lili. Itu berarti usia sepatu itu kini sudah tiga generasi di tangan Nura.

'uuuuuggghhh!!! Sebal!! Seball!' begitu rutuk Nura dalam hati.

Kenapa hanya dalam hati? Karena Nura tak memiliki keberanian untuk terus terang menyatakan ketidaksukaan nya pada sepatu butut itu.

Bisa-bisa Emak akan memarahinya habis-habisan. Mengatakan bahwa ia tidak bersyukur-lah. Atau apa-lah. Padahal kan ia sudah mengucap 'alhamdulillah'.

Coba kalau tidak bersyukur, sudah tentu sedari tadi sepatu butut itu akan dibuangnya jauh-jauh.

Kini Nura bergerak mendekati Emak. Ia memijit-mijit pelan pundak Emak yang saat itu tengah menguleni tepung untuk dijadikan kue Macho. kue yang nantinya akan Emak titipkan di kantin sekolah Kak Lili. Seperti biasanya.

Keluarga Nura memang terbilang keluarga Segala kebutuhan hidup tiga putri dan seorang putra di keluarga itu dipenuhi dari hasil berdagang kue-kue tradisional buatan Emak yang dititipkannya ke kantin SMP tempat Kak Lili sekolah.

Bapak sudah lama wafat. Sekitar empat bulan setelah Tio lahir, pada enam tahun yang lalu.

Sungguh. Saat itu adalah masa-masa yang sulit bagi Emak. Ditinggal mati suami pada usia 26 tahun, dan sudah menjadi tulang punggung bagi empat orang anak yang masih kecil-kecil. Itu bukanlah perkara mudah. Terlebih lagi saat itu Kak Lili sudah duduk di bangku sekolah kelas 2 SD.

Hampir saja Kak Lili putus sekolah jika saja tak ada Koh Acan, tetangga Hokian yang tinggal di sebelah rumah mereka. Koh Acan mau berbaik hati membiayai sekolah Kak Lili yang memang dikenal di sekolah sebagai anak berprestasi. Itu pun dengan syarat, sepulang sekolah Kak Lili harus membantu berjualan di market kelontong Koh Acan.

Saat Kak Lili mulai bekerja, Kak Eci baru berumur lima tahun. Meski usianya terbilang muda, Kak Eci sudah ditugaskan Emak untuk menjaga Nura. Sementara Emak membawa serta Tio, balita empat bulannya untuk kuli mencuci di rumah orang gedong.

Nura yang saat itu berumur 1 setengah tahun terbilang adik yang cukup rewel. Kemana pun Eci pergi, Nura selalu ingin ikut. Bahkan untuk ke WC umum yang letaknya di atas sungai sekali pun, Nura juga ingin ikut.

Berbeda sekali dengan Nura saat ini. Saat ini Nura selalu sebal dengan Kak Eci, lantaran ia sering dijahili oleh kakak perempuannya itu.

Lihat saja saat ini. Ketika Nura tengah bersiap-siap untuk membujuk Emak agar membelikannya sepatu baru seperti yang dibelikannya untuk Tio, Kak Eci malah iseng menjahilinya dengan berkata,

"Mak, Nura katanya mau bilang 'sesuatu'..." Kata Kak Eci dengan senyum jahilnya.

"Mau bicara apa, Nura?" tanya Emak, dengan perhatian masih fokus pada menguleni tepung macho.

Nura yang ditanya tiba-tiba seperti itu akhirnya malah gelagapan.

"Eh! itu Mak... mmm..."

"Apa?" tanya Emak lagi.

Kak Eci tersenyum lebar melihat ekspresi Nura. Nura sendiri merasa makin sebal pada kakaknya itu. Ia lalu memelototi Kak Eci, yang selanjutnya dibalas pula dengan pelototan.

Merasa pertanyaannya lama tak dijawab, Emak pun bertanya lagi.

"Ada apa Nura?"

"ii...itu Mak.. tentang... se.sepatu!"

"Sepatu? kenapa?"

"itu... mmm..."

Nura makin gelagapan. Dan ini membuat Kak Eci makin tersenyum lebar. Akhirnya Kak Eci pun tergerak untuk 'membantu' adiknya itu. Kak Eci berkata,

"Nura katanya mau bilang "makasih" Mak untuk sepatunya. Dia seneeeeeeeeeng banget dapet sepatu itu."

Nura melotot kaget ketika mendengar ucapan Kak Eci itu. Gagal sudah rencananya untuk membujuk Emak agar membelikannya sepatu baru. Gagal total. Tal. Tal. Tal..

Dan Nura yang tak punya keberanian untuk membantah pun akhirnya mengiyakan saja pertanyaan Emak. Dalam hatinya ia merasa geram sekali pada keisengan Kak Eci.

'Nyebelin! Nyebelin ! Nyebelin!' rutuk Nura, lagi-lagi hanya dalam hati.

Nura pun bergegas mencium punggung tangan Emak lalu melangkah keluar rumah. Di samping pintu, sepatu 'butut' barunya sudah tergeletak rapih siap dipakai.

Nura yang tak punya pilihan selain menggunakan sepatu itu, karena sepatu lamanya hilang sebelah digondol tikus, akhirnya meraih sepatu itu untuk dipakainya.

Setelah kedua sepatu itu terpasang rapih di kakinya, Nura pun kemudian melangkah cepat-cepat menuju sekolah.

"Nura berangkat ya, Mak. Assalamu'alaikum!"

"wa'alaikum salam warahmatullah..."

Di dapur, ketika dirasa Nura sudah cukup jauh dari rumah, Emak menghentikan kegiatannya sejenak.

Emak sebenarnya tahu bahwa tadi Nura ingin minta sepatu baru. Ibu mana yang tidak bisa membaca isyarat tubuh anaknya ketika menginginkan atau tidak menyukai sesuatu. Emak jelas tahu.

Tapi, oleh karena keterbatasan uang selama semester akhir sekolah ini, juga karena meningkatnya kebutuhan hidup dengan Tio yang juga akan memasuki sekolah pada bulan depan, Emak pun akhirnya mesti menahan diri dan berpura-pura tak mengerti keinginan Nura.

Emak sebenarnya sedih sekali, tadi. Tapi Emak harus menegarkan dirinya untuk mendidik putra-putrinya agar bisa hidup hemat dan prihatin dengan kondisi keluarga.

Akhirnya, Emak kembali menekuni pekerjaannya membuat kue Macho. Ia harap, bulan depan ada uang lebih yang cukup untuk dibelikannya sepatu baru bagi Nura.

"Duh Gusti, mampukan hamba mengais rizki untuk anak-anak hamba. Aamiin," Emak melirihkan sebait doa.

***

Sementara itu di luar galaksi bima sakti, sebuah pesawat luar angkasa berbentuk piringan melayang di antara gelap nya angkasa luas.

Dalam pesawat tersebut, terdapat tiga orang penumpang. Dua penumpang berpenampilan seperti sepasang manusia dewasa. sementara satunya lagi, tampak seperti anak kecil yang gender nya masih sulit untuk dikenali.

Ketiga orang tersebut mengenakan kostum berwarna metalik. Kini mereka menatap potret bumi di layar hologram di dekat dinding.

"Kami mengajak mu ke bumi, untuk bekal pengalaman mu nanti, Yon, saat kau menjadi peneliti seperti kami," ujar lelaki dewasa kepada anak kecil di samping nya.

"Ya, Dad," sahut anak kecil bernama Yon itu.

"Daddy dan Mommy akan pergi sebentar untuk mengambil sampel barang berbahaya untuk kami bawa pulang lagi ke lab di planet kita. Selama kami pergi, kau tetap lah di pesawat, oke?" pesan ayah Yon kepada nya.

"Baik, Dad!"

"Apa Yon boleh bermain-main di luar pesawat, Dad? Yon ingin mencoba merasakan atmosfer di bumi.." Yon meminta ijin pada sang ayah.

"Boleh. Tapi gunakan mode hantu, seperti yang pernah Ayah ajarkan kepada mu, oke? dengan begitu. para manusia yang melihat mu nanti akan mengira kau sebagai hantu," ujar Ayah Yon mengingatkan.

"Baik, Dad.." sahut Yon menurut.

"Nah. itu dia irisan Morf nya. Sebaik nya kita bersiap-siap!" tunjuk Ayah Yon pada black holes yang tiba-tiba saja muncul entah dari mana.

Ternyata Black holes itu menjadi jalan tercepat bagi pesawat luar angkasa tersebut untuk menuju ke bumi. Bagian terdalam di galaksi bima sakti.

Dan Yon, sang alien kecil itu pun menatap penuh harap pada perjalanan nya ke bumi yang pertama kali ini.

'Apa aku akan memiliki teman manusia, nanti?' tanya Yon pada dirinya sendiri.

***

Bola Cahaya

Malam hari.

Jarum jam menunjukkan pukul satu dini ketika Nura terbangun tiba-tiba. Mulanya Nura hanya ingin ke kamar mandi. Namun selepas dari kamar mandi, entah kenapa ia malah melangkah keluar dan duduk di bale belakang rumah.

Suasana malam itu masih sangat gelap sebenarnya. Namun tak ada rasa takut yang menghampiri Nura.

Ia justru lebih senang dengan suasana malam. Waktu dimana ia bisa bebas dari mendengar suara menyebalkan nya Kak Eci sekaligus juga bisa melihat hamparan bintang dan bulan di langit.

Bukankah itu menyenangkan?

Seperti malam ini.

Nura duduk dengan posisi tangan memeluk kaki dan kepala ditengadahkan ke atas. Ia asyik menatapi titik-titik cahaya yang bertebaran cantik di langit sana.

Ia pun menikmati dering merdu para jangkrik yang kini mungkin sedang bertengger pada batang padi-padi di hadapannya.

Ah ya! Rumah Nura memang diapit oleh dua bangunan alam. Dua bangunan alam itu antara lain area persawahan di belakang rumah serta sungai yang memisahkan rumah Nura dengan jalan besar di hadapan.

Di samping kanan dan kiri rumahnya, berdiri rumah-rumah lainnya yang memanjang hingga 3 kilometer jauhnya. Rumah-rumah di pinggir kali itu memang termasuk bangunan ilegal. Meski begitu, sejauh ini belum ada aparat hukum yang bergerak untuk menertibkan lingkungan ilegal itu.

Kembali ke Nura yang kini tengah serius menatapi salah satu bintang. Bintang yang diamati oleh Nura itu posisinya berada di sebelah tenggara dekat dengan posisi bulan sabit di atas sana.

Ia menilai, bintang itu adalah bintang yang paling sering berkedap-kedip. Nura pun menduga bahwa bintang itu berkedap-kedip untuknya. Seolah bintang itu sedang menyapa ia yang saat itu masih kesal lantaran urusan 'sepatu butut'.

Maka kemudian, Nura pun balas mengedap-ngedipkan matanya dengan serius.

Kedap. kedip. Kedap. Kedip.

Jika saja Kak Eci melihat tingkahnya saat ini, bukannya tidak mungkin jika Kak Eci akan meledekinya 'anak aneh'. Dulu saja Kak Eci menjulukinya 'anak aneh' hanya karena mengajak bicara si Ono, kucing kampung belang hitam yang sering mampir ke rumah mereka.

Saat itu Nura sangat kesal hingga kelepasan melemparkan sendal ke kakaknya. Sayangnya, kejadian itu dilihat Emak sehingga ia dan Kak Eci pun dihukum untuk memasak air bersama.

Itu bukanlah hukuman yang ringan. Karena berkali-kali mereka harus bolak-balik mengambil air dari sungai ke dapur.

Beruntung Nura hanya ditugaskan untuk menjaga api tungku saja agar tetap menyala. Walau begitu, tetap saja ia harus berpanas-panas ria di depan tungku jadinya.

Seperti itulah. Oleh karena itulah sekesal-kesalnya Nura pada Kak Eci, ia berjanji untuk tidak melemparkan benda apapun lagi. Karena jika Emak tahu, bisa-bisa ia akan dihukum berat lagi.

Bersama Kak Eci pula! gak-gak lagi deh!.

Kembali ke Nura yang kini masih mengedip-kedipkan matanya ke bintang terang di atas langit.

Kegiatan itu cukup membuatnya merasa mengantuk. Apalagi udara malam itu tak sedingin biasanya.

Maka wajar saja jika beberapa menit kemudian Nura malah tertidur di bale. Lihat saja matanya yang kini mengedip lemah.

Dap...

Dip...

Dap...

...

Dip...

...

Dap...

....

...

Dip....

...

...

...

Dap...

...

...

Dip...

...

...

TUK.

Tetiba saja Nura merasa kesakitan setelah dirasanya kepalanya seperti dilempari sesuatu. Ia kemudian mendapati sebuah batu seukuran jempol yang berada tak jauh dari posisinya duduk.

Nura lalu mengambil batu itu. Setelah diamati baik-baik, batu itu ternyata memiliki garis berwarna merah yang membentuk simbol huruf "nun" Arab.

Warna merah pada simbol di batu itu nampak cemerlang di kegelapan malam. Sehingga Nura pun langsung mengagumi batu itu.

Kemudian, tetiba saja ia melihat kilasan cahaya yang berlalu cepat di jalan setapak sawah, sekitar 12 meter di depannya.

Nura yakin bahwa tadi ada 'sesuatu' di jalan yang kini kembali gelap dan sunyi.

Maka demi mengentaskan rasa penasarannya, Nura pun berdiri dan mulai berjalan ke jalan setapak itu. Sebelumnya Nura menyimpan batu yang ditemukannya tadi ke dalam saku bajunya.

Dengan berani, Nura melangkah ke jalan setapak di sawah. Ia lalu mengikuti jalan setapak itu. Hingga kemudian dilihatnya sebuah cahaya berlalu di tikungan sebelah kanan ujung jalan setapak sana.

Nura pun menggegaskan langkah. Penasaran pada apa sebenarnya cahaya yang dilihatnya itu.

Ketika Nura sudah sampai di tikungan kanan jalan, ia tak mendapati apapun di sana. Hanya ada jalan setapak lagi yang lurus membatasi dua area sawah.

Di sekitar Nura hanya ada padi-padi setinggi pundaknya yang diam seolah sedang balik memperhatikan Nura.

Nura kemudian melanjutkan langkahnya dengan perlahan. Ia memperhatikan keadaan sekitarnya dengan cermat. Berharap cahaya tadi akan muncul kembali.

Harapan Nura terkabulkan. Ia kemudian melihat kembali cahaya itu muncul di tikungan sebelah kiri di hadapannya. Ia pun bergegas berlari untuk mengejar cahaya tersebut.

Nura begitu ingin menangkap sumber cahaya yang sudah membuatnya sangat penasaran seperti ini.

Nura terus berlari dan berlari di jalan setapak area persawahan itu. Ia bahkan tak mempedulikan sudah berapa tikungan yang dilewatinya tadi.

Kanan. Kiri. Kanan. Kanan. Kiri. Kanan. Kiri. Kiri. Kanan.. ah! sudah tak terhitung!

Nura terus berlari dan berlari sampai akhirnya ia merasa letih juga. Ia hampir-hampir sudah tak mampu berlari lagi.

Nura pun kemudian berhenti berlari.

Dengan posisi ruku ia mengatur napasnya yang ngos-ngosan. Ia menyesalkan karena ia tak membawa air minum.

Lagipula, siapa pula yang akan menduga bahwa ia akan mengejar cahaya aneh hingga sejauh ini.

Nura pun mengeluh ketika menyadari bahwa ia harus berjalan jauh lagi nanti ketika pulang. Dan itu tentulah akan sangat meletihkan.

Nura akhirnya menyalahkan cahaya yang sudah menyesatkannya hingga ke tempat ini. Jika bukan karena cahaya itu, sudah tentu Nura kini telah kembali ke kasurnya. Tidur lelap.

Tapi coba lihat sekarang? Di area sawah mana pulaaaa kini dia berada?

Kemudian, Nura kembali berdiri tegak dan melihat sekeliling. Hanya sawah dan sawah saja lah yang dilihatnya sejauh ia melempar pandangan.

"Emak..." Nura memanggil Emak-nya. Tapi sunyi lah yang menjawab.

"Emaak...." Lagi. Kesunyian yang menjawab Nura.

"Emaakk...hiks."

Nura kembali memanggil Emak. Kali ini diikuti oleh isakan tertahan.

Nura kemudian jongkok dan menangis. Mulai menggerung-gerung memanggil Emak-nya. Ia ingin pulang.

Tapi ia tak tahu ke arah mana ia harus melangkah. Dan ia kian kencang menangis ketika menyadari bahwa ia hanya seorang diri di kegelapan ini. Hingga kemudian...

Cahaya yang tadi menarik Nura hingga ke tempat ini, tiba-tiba saja muncul di hadapannya. Cahaya itu sebesar bola sepak yang berpendar-pendar dan melayang di atas tanah sekitar satu meter di hadapannya.

Pada mulanya Nura terkejut mendapati cahaya yang dicari-cari olehnya kini malah menampakkan diri.

Tangis Nura pun berhenti dan kini ia tengah mengagumi kehangatan yang terpancar dari cahaya itu. Ia lalu berdiri dan ingin menggapai cahaya itu dengan tangan kanannya.

Tapi kemudian ia dibuat terkejut ketika mendengar sebuah suara datang dari arah cahaya itu berada.

"Maaf," ucap suara asing tersebut.

Nura terperangah. Menatap heran pada bola cahaya di hadapan nya.

'Bola cahaya itu sungguhan bicara?!' tanya Nura keheranan di dalam hati.

***

Batu Ark, Batu Kelahiran

Butuh waktu beberapa detik lamanya untuk Nura menjawab ucapan itu. Baru ketika ia mulai sadar dari keterkejutannya, Nura pun membalas ucapan maaf itu dengan sebuah pertanyaan.

"Apa?"

Pertanyaan Nura itu dijawab dengan ucapan singkat.

"Ikuti aku!"

Lalu cahaya itu kembali bergerak. Dan Nura bergegas mengikutinya. Sekitar lima menit Nura berjalan, ia lalu berhenti ketika tiba di suatu area lapang dan terkejut melihat sesuatu yang sangat menakjubkan.

"Itu..."

"Ott. Kendaraan yang membawaku ke sini." potong suara yang dikenali Nura sebagai suara cahaya tadi.

Nura masih takjub mengamati rupa kendaraan bernama Ott itu. Ott mirip seperti piring terbang milik alien yang digambarkan dalam film-film di televisi. Ukuran Ott sebesar rumah Nura. Kira-kira berdiameter 8 meter. Bentuknya seperti cakram dengan cahaya yang memancar terang dari permukaan Ott itu. Nura tak menyangka bahwa ia bisa melihat benda menakjubkan ini.

Nura kemudian menyadari sesuatu. Bahwa pemilik Ott di hadapannya itu adalah makhluk asing. alien. Ia pun langsung menolehkan kepalanya ke kanan. Ke arah di mana cahaya tadi berada. Ia kembali terkejut ketika mendapati bahwa apa yang di sampingnya kini bukan lagi cahaya melayang. Melainkan sesosok makhluk kerdil mirip ghollum, manusia tanpa rambut dengan bola mata yang menonjol keluar serta kulit kebiru-biruan. Perbedaannya adalah makhluk itu seperti dilapisi oleh dinding cairan yang berpendar-pendar keperakan.

Anehnya, Rupa fisik makhluk di dekat Nura itu tak membuat ia merasa jijik atau ketakutan. Ia justru menganggap makhluk itu cantik sekali karena bisa memancarkan kilauan cahaya di tubuhnya.

Selama beberapa saat, hanya ada keheningan yang mengisi kekosongan waktu di antara Nura dan makhluk cahaya. Tapi kemudian, dalam beberapa menit berikutnya, barulah muncul percakapan di antara keduanya.

Seperti inilah percakapan dua makhluk beda rupa itu.

"Kamu alien?"

Pertanyaan Nura dijawab cukup lama oleh makhluk itu.

"Makhluk asing? ya. aku bukan dari bumi."

"Lalu dari mana?" tanya Nura lagi.

Kembali. pertanyaan Nura dijawab dalam waktu yang cukup lama.

"Terra. Planet lain di galaksi seberang galaksi bimasakti"

Nura mengernyit untuk bisa memahami kata-kata makhluk itu.

"Itu jauh banget ya?" cecar Nura.

Lagi-lagi pertanyaan Nura dijawab dalam waktu yang lama.

"Ya. sekitar 2,7 juta tahun cahaya dari bumi."

"Apa??"

Nura tak mengerti dengan maksud tahun cahaya itu. Tapi ia memilih untuk tidak menanyakan hal itu lagi agar ia tak perlu memusingkan kata-kata selanjutnya alien itu yang mungkin akan lebih memusingkan. Ia pun kembali bertanya.

"Apa kamu mau menculikku?" tanya Nura takut-takut.

Jawaban alien itu kembali lama.

"Tidak. kenapa harus?"

"Di tivi diceritain kalau alien menculik manusia..?" Nura kembali bertanya.

Dan ia kembali pula harus menunggu lama jawaban alien itu.

"Itu hanya karangan manusia"

"Kenapa jawaban mu lama sekali. apa kamu kesulitan ngomong?"

Selama beberapa detik makhluk itu hanya diam menatap Nura. Seperti sedang mencerna makna ucapan Nura. Lalu tiba-tiba saja makhluk itu mengulurkan tangannya dan menyentuh kening Nura.

Pada mulanya Nura terkejut dan sedikit merasa takut karena tiba-tiba disentuh seperti itu. Namun kemudian ia memahami maksud tindakan makhluk itu menyentuhnya tadi.

Karena setelah itu, Nura mendengar suara dalam pikirannya. Dan suara itu mirip seperti suara alien tadi.

"Jangan takut. Aku baru saja mensinkronkan gelombang pikiran kita. Jadi kamu bisa menangkap kata-kata di pikiran ku yang ingin ku katakan padamu,"

"Sebelumnya aku memang kesulitan memahami bahasa manusia. Terlebih lagi untuk menerjemahkan bahasa ku ke dalam bahasa kalian. Jadi tadi aku menjawab cukup lama. Sekarang, kamu bisa mendengar suaraku kan?"

Ekspresi wajah Nura lucu sekali ketika ia mengangguk-angguk dengan mulut menganga. Ia lalu kembali melontarkan pertanyaan-pertanyaan.

"Jadi kamu alien baik?" tanya Nura lagi.

"Baik? kurasa kamu bisa menyebutku baik."

Nura pun mendesah lega. Menit selanjutnya, Nura tak lagi merasa segan untuk bertanya-tanya pada alien yang baru dijumpainya itu.

"Namaku Nura. siapa namamu?"

"Yon."

"Apa Yon datang sendiri ke sini?"

"Aku bersama orang tuaku ke bumi."

"Oh ya??! mana mereka? mana???" tanya Nura sambil menengokkan kepalanya ke segala arah. Ia nampak semangat ingin menjumpai bapak ibu Yon.

"Mereka sedang melaksanakan tugas."

"Tugas? seperti PR sekolah begitu? tugas apa?"

"Bukan. orang tuaku seorang peneliti. Tugas mereka adalah meneliti objek-objek berbahaya di bumi."

"Peneliti? seperti prosesor di TV itu ya? yang kepalanya botak dan berkumis tebal?"

Yon nampak sedikit bingung dengan kosa kata Nura yang acak adut itu.

"Prosesor? aku tak tahu apa itu prosesor. Tapi semua Terrian di planet kami memang tak memiliki rambut."

" Terrian? ah! pantas saja.. Yon gak punya rambut. Nura kira Yon sengaja dipotong gundul. hehehe..." seloroh Nura.

Yon hanya berkedip melihat Nura. Mungkin tidak paham dengan bahasa "tertawa". Kemudian Nura kembali bertanya.

"Yon, cairan apa itu yang membungkus badanmu?"

"Ini plasma. cairan kehidupan bagi para Terrian. Ini seperti udara untuk bernapas bagi manusia."

"Oohh.. cantik ya. Berkilau-kilau."

"Ya...Nura, bisa tolong kamu kembalikan Arc milikku?"

"Ak apa?"

"Arc. Batu kelahiranku."

Mulanya Nura masih bingung dengan batu yang dimaksud oleh Yon. Tapi kemudian ia menyadari bahwa batu yang dimaksud mungkin adalah batu yang kini berada dalam saku bajunya.

Nura pun segera mengeluarkan batu itu dan menunjukkannya kepada Yon.

"Maksudmu batu ini, Yon?"

"Ya!"

"Oohh! Jadi Yon ya yang tadi melempari Nur dengan batu ini? Kepala Nura sakit, tau." gerutu Nura.

"Maaf. Tadi itu tak disengaja. Aku sedang bermain lempar dan tak sengaja melemparnya terlalu jauh. Itu mengenai kepalamu? maaf ya."

"Yah. gak apa apa deh. eh, terus kenapa tadi Yon lari? cahaya tadi itu Yon kan??"

"Sebenarnya aku seharusnya tak menampakkan diri. Karena hukum terrian melarang kami menunjukkan wujud asli di hadapan manusia. Karenanya tadi aku menggunakan mode cahaya,"

"Papa lah yang mengajariku. Katanya penyamaran yang paling baik adalah mode cahaya. karena manusia akan takut dan mengira kami sebagai hantu atau apapun itu. Tapi, aku heran. Kenapa kamu tidak takut?"

"Nura sih bukan penakut!" sombong Nura.

"Lalu, kenapa tadi kamu menangis?" bukankah manusia menangis ketika sedih atau takut?"

"I..ituuu... emmm.. Ak Akting!" Jawab Nura dengan gugup. Kemudian, buru-buru Nura mengalihkan pembicaraan.

"Oh ya, tadi kamu menyebut batu ini apa, Yon?"

"Batu Arc. Batu kelahiran."

"Kenapa dinamain begitu?"

"Karena batu ini lahir bersamaan denganku. Karenanya dinamakan Batu Kelahiran"

"Ohh... begitu. Yon, gimana kalau batu Ak ini buat Nura?" Pinta Nura.

Yon tak langsung mengiyakan permintaan Nura. Ia nampak kesulitan menjawab dan ini cukup disadari Nura.

"Kalo gak boleh juga gak papa kok Yon. ini...Nur kembaliin." Seru Nura.

"Bukan begitu.. Nura boleh memilikinya kok."

"Beneran?"

Dengan ragu-ragu Yon menjawab,

"Ya.."

Nura langsung girang dan mencium batu bermotif huruf "nun" Arab itu. Selanjutnya Nura memasukkan batu itu ke dalam saku.

Mulanya ia masih tersenyum senang karena bisa memiliki batu unik itu. Tapi ketika dilihatnya Yon nampak sedih. Nura pun berkata lagi.

"Yon, kalo kamu berat tuk ngasih batu ini gak papa deh, Nura gak punya juga. nih Nur kembaliin."

Melihat Nura yang hendak mengambil kembali batu Arc di sakunya, Yon pun buru-buru berkata,

"Tak apa-apa Nura. aku hanya merasa sedikit sedih saja. Batu itu sudah menemaniku hingga selama ini. Batu itu pula yang sudah memberikan energi plasma kepadaku. Jadi wajar jika--"

"Energi apa?" sergah Nura memotong ucapan Yon.

"Energi plasma. energi yang tersimpan dalam setiap batu Arc yang baru dilahirkan. Energi itu kemudian akan ditransfer kepada Terrian yang menjadi teman lahir batu itu."

"Ehmm.. Jadi, maksud Yon, batu ini tadinya punya kekuatan? Terus sekarang udah gak punya gitu?"

"Ya."

"Terus kekuatan itu sekarang ke mana?" tanya Nura lagi, penasaran.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!