NovelToon NovelToon

Wanita Gila Tuan Ale

Mencampakkan bos mafia

Sang gadis meliuk-liuk bak ular di atas tubuh bos mafia itu, Ale merasa nyaman dengan kegilaan sang gadis.

"Bagus sayang," ucap Ale dengan wajah yang sangat tampan.

Sedangkan untuk Reganza sendiri berbeda artinya, bahkan dia tidak sadar jika yang ada di hadapannya adalah Alexander, seorang bos mafia yang sangat senang bermain dengan banyak gadis di bar itu.

Rencananya Ale akan bermalam dengan Livin, gadis pilihannya yang sudah melewati banyak seleksi, tetapi gadis bernama Enza tiba-tiba ada di kamar itu dan langsung agresif.

Ale awalnya tak nyaman, tapi sentuhan itu memabukkan dirinya.

.

.

.

Tiga jam kemudian ...

Pagi hari, pukul 03.00 ...

"Sialan, remuk sekali rasanya. Aku ngapain aja sih, bisa-bisanya kek di tubruk truk," ujar Enza sambil memijat beberapa bagian tubuhnya.

Saat sang gadis sadar, dia terkejut ada seorang pria tampan berada di sampingnya.

"Oh my god! bukannya tadi malam aku bersama dengan Boby? Kenapa ada pria asing? bencana memang ini."

Sang gadis sangat panik, sedangkan dia tak memakai benang sehelai'pun, dia berjalan menuju kamar mandi dengan usaha yang sangat luar biasa, sebab sang pria tak mau melepaskannya meski mata sudah terpejam.

Hanya saja sang gadis cukup cerdik hingga bisa lepas dari tangan kekar Ale.

Saat Enza berada di kamar mandi, Enza berhasil memakai baju yang sudah ia pungut dari lantai, bersama dengan selimut yang digunakan untuk menutupi tubuhnya.

"Aku harus kabur, bagaiman caranya? sedangkan aku sendiri berada di tempat yang biasa aku datangi, kalau tiba-tiba keluar dari pintu secara normal, pasti aku akan mendapatkan teguran, kalau tidak pasti aku akan dapat masalah. Apalagi saat pria itu bangun, makin galau lagi hidupku."

Di tengah kegalauan itu, Enza mendapatkan ide yang sangat bagus, dia akan turun lewat jendela, biasanya pukul 03.00, para penjaga gedung itu sudah longgar. Jadi dengan mudah untuknya kabur.

Enza berusaha keras dan usahanya berhasil.

Dia menggunakan selimut, dan beberapa kain handuk yang ada di kamar mandi untuk dijadikan tali, agar dia bisa turun dari lantai dua.

Untung saja jarak kamar di lantai dua dengan jalan, tidak terlampaui tinggi, hingga langsung bisa capai dasar dengan aman.

"Ya Tuhan, ampuni aku, aku sudah tidak perawan, apalagi siapa dia? Kenapa dia bisa bersamaku tadi malam? Pusing mikirin. Lebih baik pulang."

Sang gadis lupa jika tas dan uangnya ada di kamar itu.

Tak ada pilihan lain, dia harus jalan kaki sampai ke rumahnya yang merupakan sebuah apartemen, letaknya tak jauh dari hotel megah yang menjadi saksi betapa dia harus mabuk dan meninggalkan tragedi di sana.

Daripada Enza harus kembali masuk ke dalam kamar itu, bisa remuk lagi badannya, iya jika hanya remuk, kalau tewas bagaimana?" pikirannya sudah tidak sehat lagi.

.

.

.

Sesampainya di apartemen ...

Setelah berjalan beberapa meter, akhirnya sampailah Enza di depan rumahnya.

Perlahan dia naik ke lantai tiga, tempat dimana kamarnya berada, meski mendapatkan banyak pertanyaan dari pak satpam, dia bisa menjawab dengan benar, hingga penjaga apartemen tak banyak mengintrogasi Enza.

Di dalam kamar Enza ...

Enza merasa seperti orang gila, rasanya tidak ada artinya tinggal di kota itu, sebagai seorang anak yatim piatu, mudah baginya untuk berganti identitas, jadi dia berusaha keras meminta tolong kepada teman yang bekerja di kantor yang mengurusi identitas penduduk agar menghapus semua datanya, tapi tidak bisa dengan mudah.

Enza pusing, dia meminta teman meminjamkan uang karena dia akan pergi ke luar negeri dan menulis surat resign dari perusahaan kontraktor tempatnya bekerja.

Dia juga tidak sudi bertemu dengan Boby, bos dan sekaligus sang kekasih yang telah membuatnya sakit hati.

"Tolongin dong Bram, aku tidak ada pilihan lain," ucap Enza dalam panggilan telepon.

Ia menggunakan telepon rumah untuk menghubungi Bram, temannya.

"Kenapa sih sebenarnya? kenapa kau tiba-tiba ingin kabur?"

"Aku main sama pria asing, di hotel."

"Main apa? sepak bola?"

"Nanya mulu kayak bajaj, ya pokoknya aku gitu deh, tolong ya pinjam uang, nanti aku ganti pakai tenaga, kau butuh aku, nanti bisa lah. Aku jadi babu juga gak masalah. Intinya aku mau pergi dulu, mau menenangkan diri. Kalau ada yang cari, bilang aku sudah mati."

"Yaelah Enza."

"Tolongin aku lah, Bram."

"Okelah. Hati-hati di jalan, jangan lupa kau harus tepati janjimu."

"Siap!"

.

.

.

Sang gadis sangat pandai dengan segala pengetahuannya, apalagi di tambah bantuan dari Bram, secepat kilat Enza bisa pergi dari kota itu ke negara lain, tanpa di ketahui oleh siapapun.

Enza membuang semua kenangan buruk itu di kota yang telah melukiskan luka di hatinya.

.

.

.

Hotel mewah, pukul 09.00 ...

Ale membuka matanya, dia terlihat senang dengan pelayanan Enza, hanya saja ada yang aneh.

Gadis yang mampu membuatnya gila, hilang dalam sekejap mata.

"Ha? dimana gadis itu?" ucap Ale terkejut.

Dia tak pernah menyangka ada seorang gadis yang kabur setelah menghabiskan malam dengannya, padahal banyak gadis ingin bersamanya sampai antri.

Namun sang gadis, dengan pria percaya diri justru kabur, rasanya seperti dicampakkan.

Ale marah, seketika itu juga, Ale memberikan perintah pada anak buahnya untuk mencari Eza.

"Willy, cari gadis yang telah mencampakkan aku!" teriak sang bos di sambungan telepon.

"Bagaimana bos? aku tidak tahu."

"Kau bodoh! atau memang benar-benar bodoh? check CCTV hotel tempat aku berkencan, aku beri kau waktu satu hari 24 jam, awas jika gadis itu sampai kabur, kau dan teman-temanku aku habisi!"

"B-baik bos!"

Terdengar suara gemetar dari sang anak buah, tapi bos Ale tidak mau tahu.

Pada intinya dia harus mendapatkan gadis itu dan menghukumnya.

Ale segera bangkit dari ranjang, dia mencari pakaiannya, setelah ketemu, dia segera mengenakan pakaian itu.

Saat memeriksa ranjang, lantai, bahkan kamar mandi hotel, dia mendapatkan petunjuk, sebuah tas, di dalamnya ada dompet dan dompet.

Ia cukup senang dengan penemuan ini.

"Setidaknya ada yang dia tinggalkan."

Tuan Ale segera memeriksa apa saja informasi yang bisa di dapatkan dari semua barang yang ditinggalkan oleh Enza.

Semua telah diperiksa, ada satu hal yang membuatnya tersenyum, lembar bon.

Sang gadis ternyata memiliki banyak hutang dengan beberapa orang.

Bahkan pinjaman dari bibinya, ibu kos, sampai tunggakan bayar apartemen.

Sang gadis memiliki hidup yang sulit.

Ale membawa barang milik Enza bersamanya, dia tidak akan pernah menyerah sebelum Enza ia dapatkan.

Selain tertarik, dia juga begitu ingin memberikan hukuman lain.

Satu malam yang nyata tanpa alkohol.

.

.

.

Di markas sang mafia ...

Dua anak buah sedang berbincang mengenai CCTV yang baru saja di dapatkan dari pemilik bar.

Mereka berdua sangat fokus dalam memeriksa tiap detail setiap adegan yang ada di CCTV itu.

"Gadis macam apa yang dikencani bos? kenapa begitu rumit, aku tahu semua gadis bos sangat berkelas, kenapa dia seperti ini," ujar anak buah Ale.

"Iya, kau benar, dari CCTV ini sangat jelas jika hidup gadis ini sangat rumit. Aku tidak yakin bos akan bahagia bersamanya. Dia adalah pria pemilih."

Anak buah lain mengiyakan kata-kata temannya, hanya saja bos Ale memang tidak bisa di lawan, selain pria yang jago berbisnis, dia juga pandai merayu wanita.

Semua wanita tidak bisa jauh darinya, sang bos yang selalu meninggalkan gadis itu, bukan Ale.

Namun, gadis ini kabur, membuat dua anak buah semakin heran dan tidak habis pikir.

Hingga panggilan telepon dari sang bos membuat panik.

"Halo bos, ada apa?"

"Aku sudah tahu identitas gadis itu, kalian cari dengan benar, aku akan mengirim beberapa foto wajah dan data alamat rumah gadis itu, segera temukan, jangan sampai lolos."

"Siap bos!"

*****

Tak Mungkin Lepas

Enza telah sampai di negara tujuannya, rasanya seperti terbebas dari semua kisah yang akan membelenggunya.

Tidur dengan seorang pria tidak dikenal, tak bisa dibayangkan oleh Enza.

Pria yang bersamanya memang tampan, namun Boby masih menjadi nomor satu di dalam kehidupannya.

"Baru saja sampai di negera baru, ingatanku selalu padanya, pria yang ada di sampingku saat membuka mata, sialan!"

Sang gadis merasa jika otaknya sudah tidak waras sebab mengingat hal yang sangat ingin dia lupakan.

Tapi sentuhan itu tidak bisa membohonginya.

Meskipun dia takut, pada akhirnya Enza lebih menghargai pria asing daripada Boby yang menyakitinya, tetapi masih tetap ia cintai hingga kini.

.

.

.

Sang gadis masih berada di depan bandara, masih bingung dengan map negara barunya, dia segera menelepon Bram.

"Woy, mana temanmu?" tanya sang gadis di sambungan telepon.

"Ada di bandara, dia sudah menunggumu di tempat pengisian bahan bakar, ada di dekat bandara," jawab Bram.

"Astaga, haha ... oke, ternyata aku yang salah sangka. Maaf ya."

"Dih, kau ini."

"Aku mau pergi menemui temanmu, pasti dia sudah lama menunggu."

"Oke."

Enza segera berjalan menuju tempat pengisian bahan bakar, yang berjarak beberapa meter saja dari bandara.

.

.

.

Sesampainya di sana ...

Enza memanggil seorang pria yang terlihat menatap matanya, pria yang paham dengan kode sang gadis, perlahan menghampiri sambil mendekati Enza naik mobilnya.

Setelah jaraknya dekat, si pria meminta Enza masuk ke dalam mobil.

"Huft, aku salah orang ya? maaf nona."

"Aku yang maaf pak, soalnya hanya menunggu di area bandara. Bram yang mengatakan jika kau ada di sini."

"Tidak masalah nona, Bram mengatakan segalanya dengan benar. Dia tahu jika kau suka panik dan kebingungan dengan kondisi yang sangat tidak pasti ini."

"Iya, memang orang seperti itu. Sekali lagi aku meminta maaf."

Pak sopir yang menjadi teman Bram tersenyum, dia sudah lebih dewasa dari Enza, jadi paham akan situasi yang terjadi.

Dia meminta Enza memilih tempat tinggal. Bram akan menghitungnya hutang.

"Dih, jahat amat sih, mana bisa memintaku menjadi mesin penghutang."

Sang sopir hanya bisa tersenyum melihat tingkah Enza.

Hanya saja ada satu hal yang membuat gadis itu merasa cemas, pria tampan di sampingnya saat itu.

Dimana kondisinya sedang tidak fokus karena mabuk.

"Pak, istrimu hamil karena apa?" tanya sang gadis.

"Haha ya karena main kuda-kudaan lah."

"Berapa kali pak? Kalau sekali jadi bayi tidak?"

"Kau pernah kuda-kudaan?"

"Singa-singaan pak."

"Hahaha. Kau memang lucu, aku jelaskan dengan singkat saja. Intinya tidak bisa dikatakan hamil jika satu kali saja."

"Oh, oke pak."

Sang gadis merasa aman, Enza tersenyum puas.

Sedangkan pak sopir hanya diam, dia paham siapa yang dihadapi. Si Enza, teman dari Bram.

.

.

.

Apartemen ...

Pak sopir berhenti di sebuah apartemen yang sudah menjadi pilihan dari Bram.

Dia membangunkan sang gadis yang sedari awal meminta izin untuk tidur, dia lelah sekali.

"Nona, sudah sampai. Kau bawa kuncinya, masuk ke dalam kamar no. 125."

"Siap pak, terima kasih atas bantuannya."

"Oke, sama-sama."

Sang gadis perlahan turun dari mobil dan membawa barang-barangnya.

Perlahan ia segera menuju pintu utama apartemen, tempat itu sangat bagus dan cukup ramai, dia merasa aman di sana.

.

.

.

Di depan kamar no 125 ...

Kini sang gadis telah berada di depan kamar yang di maksud.

Dia terlihat santai sambil membuka kunci kartu pintu apartemen, tapi ada yang aneh dengan kunci itu, sepertinya tidak berfungsi dengan baik, hingga suara pria tiba-tiba terdengar dari ujung lorong apartemen.

"Bagus nona, kau sudah berlari sejauh ini, tapi apakah kau yakin jika bisa lari?" ucap sang pria dengan suara yang lantang.

"Siapa kau?"

"Apakah kau lupa denganku? kau telah tidur denganku lalu kabur!"

Deg!

Sang gadis menyadari jika pria yang mengeluarkan suara menyeramkan, adalah pria yang sama dengan waktu itu.

Dia lari, tapi di ujung lain, terdapat dua anak buah lain yang siap menahan kepergian sang gadis.

"Kau mau apa?"

Sang gadis tidak berdaya dengan semua kekuasan yang di miliki oleh pria bernama Ale, apapun keinginan sang pria, harus di penuh dengan baik tanpa penolakan.

"Aku mau kau menjadi budakku, paham?"

"Mana bisa seperti itu tuan, satu malam kemarin adalah kesalahan terbesar dalam hidupku, jangan jadikan alasan untukmu memberikan hukuman. Aku ingin pergi, lepaskan aku!"

"Aku tidak akan semudah itu melepaskan gadis yang telah mencampakkanku!"

"Mohon ampun tuan, aku tidak bermaksud mengambil perjaka tuan, apalagi kabur dari tuan. Maaf, jangan bunuh aku."

"Kau merasa menyesal?"

"Iya tuan, aku berharap kau mau memaafkan aku."

"Jadilah kekasihku, aku akan memaafkanmu."

"Tidak mau tuan, aku masih memiliki cinta untuk pria lain. Kau jangan membuatku menjadi gadis tidak tahu aturan."

"Kau memang sudah menjadi gadis yang tidak tahu aturan jadi, jangan banyak bicara. Jadilah orang yang baik, ikuti semua yang aku katakan."

Sang pria juga memberikan ancaman dengan menodongkan senjata api ke arah kening Enza.

Enza tidak mau mati. Dia berpura-pura menerimanya.

"Masih mau melawan?"

"Tidak tuan, aku bersedia menjadi kekasihmu, jadi jangan sakiti aku."

"Haha, bagus, sebagai hukuman karena kau telah kabur, masuk ke dalam kamar 126, ini kuncinya. Jadilah gadis yang penurut. Jangan lupa dandan yang cantik, karena aku ingin melakukan pertunjukan dengan kesadaran penuh."

"Astaga pria ini mau lagi apa ya? dalam keadaan mabuk saja badanku remuk, apa lagi sedang sadar. Orang ini memang tidak waras," batin Enza.

Dia di paksa masuk ke dalam kamar no 126, sang gadis hanya bisa pasrah.

Enza membuka kunci kartu dan segera masuk ke dalam apartemen.

Sang gadis merasa aneh dengan semua ini karena ruangannya sangat megah dan penuh dengan pernak-pernik mahal.

Ale meminta sang gadis untuk masuk ke dalam ruang ganti, sebab dia tidak sabar untuk melihat aksi Enza.

Di dalam ruang ganti, terlihat banyak sekali baju, tapu kurang bahan semua.

Bagus sih, tapi masak iya, harus pakai baju bolong-bolong.

"Dih, orang kayak bajunya cuma kain segaris, apalagi ini, bolong. Apa tingkat kekayaan seorang di tunjukkan dengan baju bolong-bolong ya? entahlah, tinggal pakai doang."

Enza begitu percaya diri menggenakan pakaian serba minim.

Ini lebih baik daripada harus mati, apalagi pria yang bersamanya tampan, jadi tidak terlalu bermasalah dengannya.

.

,

,

Kamar utama ...

Sang gadis yang sudah siap untuk dihukum, langsung masuk ke dalam kamar utama. Dia ingin menyudahi semua hukuman dengan cepat.

"Kau sangat pandai berdandan."

"Tidak juga."

Sang pria yang hanya mengenakan handuk kimono, perlahan mendekati Enza.

"Kau senang melihatku?" bisik Ale.

Sang gadis merasa aneh dengan tubuhnya, semua ini hanya bisa di rasakan saat Enza bersama Boby.

Namun rasa ini agak lain, dia bisa merasakan lewat hembusan nafas di balik telinganya.

*****

Harus menikah denganku

Dua jam berlalu ...

Sang gadis masih merasa takut, sebab tidak melakukan apapun ketika sang bos memberikan perintah.

"Kau kenapa diam saja? harusnya kau menyerangku! aku sudah memberikan kesempatan yang bagus tapi kau justru menyia-nyiakannya dengan diam dan hanya diam!" ujar Ale.

Dia merasa kesal karena sang gadis enggan melakukan hal yang sesuai dengan serangan sebelumnya.

Seketika Ale mengancamnya, sang gadis juga cerdik.

Dia meminta sang mafia menutup mata jika ingin segera terlaksana niat itu.

Ale percaya dengan Enza, hanya saja sang gadis tidak segera melakukannya, dia justru kabur ke kamar mandi.

Ale begitu kesal, hingga mengumpat tiada henti.

Meski begitu, Ale tetap bisa menahan diri.

Seorang bos mafia tidak boleh terlalu keras dengan cinta.

Sentuhan sang gadis begitu memabukkan baginya, ia memang harus bersabar.

Sejak dua tahun ini, ia menolak semua gadis, dia bahkan masih perjaka.

"Bisa-bisanya aku menjadi pria tidak berguna? semua gadis ingin bersamaku. Namun, aku hanya bisa bersamanya saja? bahkan setelah gadis itu mencampakkan aku?"

Ale tidak habis pikir dengan semua hal yang ada di dalam kehidupannya, ia memiliki banyak kesempatan untuk menjadi pria paling kejam di dunia ini.

Dia ingin sekali mendobrak pintu kamar mandi dan memaksa sang gadis, tapi hatinya tidak ingin melakukannya.

Ale telah masuk ke dalam cinta semu sang gadis, padahal semua itu hanyalah kebahagian sesaat, si gadis juga hanya mabuk.

Enza menganggap semua ini seperti hal tidak masuk akal yang pernah ia lakukan, sebab cintanya pada sang kekasih telah membuatnya meminum semua botol minuman keras itu sampai dimana harus tidur dengan Ale.

Sang pria turun dari ranjang, dia mengenakan handuk kimono.

Langkahnya yang tegas, telah sampai di depan pintu.

Sang pria mengatakan hal yang akan membuat sang gadis tidak akan bisa lepas darinya.

"Aku tahu kau sangat licik, tetapi kala kau meninggalkan aku, semuanya akan berakhir. Bukan hanya kau saja. Keluargamu akan terlibat," teriak Ale.

Sang gadis diam saja, tapi perlahan membuka pintu kamar mandi.

"Heh, aku tidak ada urusan denganmu. Malam itu, aku berada di dalam pengaruh alkohol. Jika menjadikanmu baper, sory. Aku hanya melihat mantan kekasihku di saat itu," ucap Enza.

Dia berkata dengan sejujurnya, tapi Ale tidak mau tahu.

Sang mafia memang angkuh dan keras kepala. Apapun yang ia inginkan, pasti akan mendapatkannya.

Begitu pula dengan semua hal yang sedang terjadi.

Dia tidak peduli.

Pada intinya, Enza telah membuatnya jatuh cinta dan harus bertanggung jawab dengan menjadi istri sang mafia.

"Kau jadi istriku."

"Kau sangat lancang tuan."

"Kau berani padaku?"

Sang mafia mendorong tubuh itu masuk ke dalam dan menutup pintu kamar mandi.

Enza tidak habis ide, dia membuang apapun yang ada di sekitarnya untuk mencegah sang mafia mendekat padanya.

Hanya saja tekanan yang diberikan sang mafia, sangat kuat.

"Kau mau membuang apa lagi?"

Enza terpojok, dia berada di bawah shower dan pundaknya mendapatkan dorongan cukup kuat dari Ale.

"Kau akan pergi dariku? coba saja kalau bisa."

Suara air gemericik semakin deras, sang pria menghidupkan shower lalu melahap bibir itu dengan rakus.

Ale tidak pernah basa-basi.

Enza menolak, hanya saja dorongan kedua tangan sang mafia, begitu kuat.

Dalam guyuran air shower, dua orang yang saling memiliki perasaan berbeda, mencoba mencari makna dari setiap sentuhan intens.

Hingga sang gadis tersedak, sentuhan itu terhenti.

"Kau baik-baik saja?" tanya sang pria dengan suara lembut.

"Bagaimana bisa baik? kau mendorongku, membuatku berada dalam masalah."

"Menikahlah denganku, kita akan segera menjadi pasangan yang bahagia. Kau ingin tiada atau menjadi istriku?"

Sang gadis tidak bisa menjawab dengan segera.

"Aku akan tiada jika kabur?"

"Iya, benar sekali."

"Jika aku menikah denganmu, kau mau melepaskan aku?"

"Tidak."

Sang gadis berada di dalam tekanan yang sangat besar, cintanya tak ada sama sekali, tetapi mendapatkan ancaman.

Cinta macam apa yang akan dia berikan, sedangkan dia tak suka dengan sang mafia?

*****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!