Sah!
Sah!
Sah!
Sah!
Teriakan sah menggema pada rumah kecil mungil yang berada di tepi kota. Seorang wanita berumur dipaksa menikah karena jomblo seumur hidup.
Wanita itu tidak pernah berpacaran sama sekali. Bahkan mengenal cowok pun ia tidak pernah. Sekarang wanita itu harus dihadapan pernikahan konyol yang dibuat oleh orang tuanya.
Setelah mendengar kata sah dari para wali nikah, wanita itu bukannya bahagia malah mencebik bibirnya. Wajahnya juga tidak memasang wajah bahagia atau sumringah. Akan tetapi wanita itu malah memasang aura permusuhan di antara sang suami itu.
"Lihat saja nanti! Lu Sudah berani nikahin gue! Gue nggak akan melepas lo sampai nangis darah! Camkan itu Budiman!" geram wanita itu.
Bagaimana tidak? Seharusnya hari ini wanita itu pergi ke Amerika untuk mengambil S3 nya. Malahan sang ibu menyuruhnya menikah dengan pria dingin sedingin salju. Meskipun dirinya mengenal pria itu. Wanita itu tidak akrab sama sekali. Ia sering dicuekin bila bertemu dengannya. Di sinilah wanita itu membuka aura permusuhan.
Sebenarnya Wanita itu sangat baik sekali. Ia adalah seorang CEO dari perusahaan SM Company yang cukup terkenal di Indonesia. Banyak orang-orang yang tahu tentang dirinya. Ditambah lagi dirinya menjadi seorang artis dadakan. Karena wajahnya sangat imut dan menggemaskan. Namun siapa sangka wanita itu memiliki sifat barbar yang tanpa diketahui oleh seluruh orang.
Wanita itu bernama Adinda Susanto yang berusia dua puluh lima tahun. Di usianya itu Dinda nama panggilan akrabnya sudah memiliki prestasi yang tidak diragukan lagi. Dengan otak cerdasnya, Dinda berhasil membawa SM Company ke Asia. Bahkan Dinda sendiri akan membangun dua kantor lagi di negara Jepang dan Bangkok. Kemungkinan besar Dinda bisa mengepakkan sayapnya dengan membawa perusahaannya ke dunia luas.
Sedangkan mempelai pria bernama Budiman Wijaya. Pria yang sering dipanggil Budi Itu adalah pria dingin sedingin salju. Budi adalah seorang pria yang jarang sekali berbicara. Sekalinya berbicara ujung-ujungnya menjadi petaka untuk semua orang. Istilahnya perkataannya bisa membuat orang sakit hati.
Bagaimana dengan Dinda yang mengetahui si Budi seperti itu? Dinda tidak ambil pusing dengan kelakuan Budi seperti itu. Maka dari itu Dinda akan membentuk sebuah benteng. Yang di mana benteng itu tidak akan pernah disentuh oleh Budi.
Bagaimana dengan Budi yang mengetahui si istri kecilnya itu pemberontak? Budi hanya bisa menyerahkan sebuah map yang berisikan perjanjian pernikahan. Menurutnya perjanjian pernikahan itu sangat menguntungkan baginya. Namun sebaliknya perjanjian pernikahan itu akan merugikan Dinda supaya bisa pergi dari hidupnya.
Setelah para wali mengucapkan kata sah, mereka ditakdirkan untuk menjadi suami istri. Namun dalam hati mereka sudah mengibarkan bendera peperangan. Apalagi Dinda yang sangat mencolok sekali dengan aura permusuhan itu. Ia tidak mau ditindas seenaknya oleh si Budi Itu.
Memang Budi harus menghadapi istrinya yang memiliki jiwa barbar seperti itu. Begitu juga dengan Dinda, Dinda juga harus menghadapi pria seperti itu. Yang menurut mereka pernikahan ini tidak sama sekali diharapkan.
Untung saja kedua orang tuanya tidak membuat resepsi besar-besaran. Mereka sebagai pasangan suami istri sangat aman sekali. Jujur meskipun tidak bertemu mereka memiliki pemikiran yang sama. Yaitu pernikahannya tidak boleh diketahui oleh semua orang.
Sore yang cerah, setelah melakukan akad nikah, mereka berdua sangat cuek sekali. Mereka memang berada di dalam kamar yang sama. Mereka sangat sibuk dengan benda pipih yang berada di tangannya.
Dinda sangat sibuk sekali memantau laporan divisi pemasaran. Ia sedang membuat strategi untuk memasarkan produk barunya itu. Perusahaan yang sedang dipegang oleh Dinda mengarah ke sektor makanan kaleng. Makanan paling tersebut sudah mulai mendunia ke Asia. Maka dari itu Dinda harus pintar-pintar untuk melihat strategi pasar.
"Sepertinya begini aku harus mencobanya. Bisa nggak makanan kalengku yang rasa sambalado dari level nol hingga level sepuluh bisa laku di pasaran?" tanya Dinda dalam hati.
Dengan penuh kepercayaan dirinya, Dinda mulai mengeksekusi produk tersebut. Ia tidak peduli atas kehadiran Budi.malah yang paling parah Dinda menganggap Budi sebagai patung untuk menghias kamarnya itu. Bener-bener deh Itu Dinda membuat keonaran untuk pertama kalinya di hari pernikahannya sendiri.
Bagaimana dengan Budi? Tiada hari tanpa bekerja, Budi memang seorang penggila kerja. Iya juga tidak memperdulikan atas kehadiran istrinya itu. Semenjak detik-detik pernikahan, Budi memang memilih untuk diam dan tidak bersuara sama sekali. Budi hanya mengeluarkan suaranya ketika pembacaan ijab Kabul. Setelah itu Budi tidak pernah berbicara sedikitpun.
Memang parah si Budi Itu. Cepat atau lambat si Budi akan menikmati hasilnya. Ia tidak akan mendapatkan kehangatan setelah pernikahan. Menurut logika Dinda, ia tidak mungkin menikah dengan pria seperti itu. Namun apa daya dirinya harus menuruti keinginan orang tuanya. Mau tidak mau Dinda menikah dengan Budi.
"Bener-bener deh gue... Nikah sama balok es seperti itu. Andaikan aku memiliki kekuatan akan gue lakukan. Jujur gue mau nendang dia kembali ke negara asalnya. Yaitu ke kutub selatan. Gue memang orangnya cuek. Tapi nggak secuek ini. Tapi ini orang sangat parah sekali. Pokoknya gue nggak pernah peduli lagi sama orang ini. Jangan pernah meminta tolong sama gue. Meskipun gue adalah istri lo!" kesal Dinda dalam hati.
Akhirnya Dinda memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Dengan mulut yang dimajukan beberapa senti, Dinda mencari keberadaan Andara. Andara adalah seorang gadis barbar yang memiliki talenta luar biasa. Andara sendiri seorang adik kandungnya si Budiman. Kedua Kakak adik itu tidak pernah cocok sama sekali. Mereka selalu saja membuat aura permusuhan.
Namun diam-diam Budi sangat menyayangi sang adiknya itu. Akan tetapi cara yang diberikan salah total. Karena diamnya itu Andara menjadi pemberontak. Jadi wajar jika Andara sendiri memulai permusuhan tersebut.
Andara dan Dinda memiliki jiwa yang sama. Mereka kalau sedang berkumpul langsung membicarakan cowok-cowok tampan. Karena kedua orang itu masih normal untuk menyukai seorang pria.
"Lho, kamu meninggalkan Budi di dalam?" tanya Tia sambil membawakan buah-buahan untuk Malik ayah dari Adinda.
"Siapa itu Budi Bu?" tanya Dinda balik yang tidak merubah wajahnya sama sekali.
"Masa kamu nggak tahu siapa itu Budi? Bukankah kamu sudah melakukan ijab kabul bersama Budi?" tanya Tia yang salah berbicara kepada sang putri.
Mata Dinda langsung melotot sempurna. Bagaimana tidak dirinya yang melakukan ijab Kabul? Dinda langsung menggelengkan dan protes ke sang ibu sambil mengatakan, "Aku tidak melakukan ijab kabul Bu. Yang melakukan ijab kabul itu adalah kulkas berjalan. Di mana-mana pengucapan ijab Kabul adalah pihak pria."
Tia akhirnya menganggukkan kepalanya. Memang benar apa yang dikatakan oleh Adinda. Kalau yang mengucapkan ijab kabul itu adalah kulkas berjalan.
"Dinda," panggil Tia dan menatap wajah sang putri sedang mengibarkan bendera peperangan.
"Iya Bu," jawab Dinda sambil menatap sang ibu. "Ada apa Bu?"
"Kemarilah. Ibu mau ngomong sebentar sama kamu," jawab Tia yang menyuruh Dinda mendekatinya.
Dinda mendekati Tia lalu memandang wajahnya. Dinda menatap wajah sayu sang Ibu sambil bertanya, "Ada apa Bu?"
"Kamu kan sudah menikah. Kamu harus melayani Budiman dengan baik. Meskipun Budiman jarang bicara. Ibu mau kamu jadi wanita yang manis. Sikap barbar mu harus dibuang jauh. Ibu nggak mau jika Budiman laporan jelek tentangmu," jawab Tia yang memberikan nasehat agar Dinda menurut dengan Budiman.
Langsung Dinda memasang wajah boringnya. Ia tidak akan mau menurut apa kata Budiman. Memangnya dirinya akan tunduk sama si kulkas berjalan itu. Tidak semudah itu. Enak saja kalau dirinya sampai tunduk ke Budiman. Cepat atau lambat Budiman harus tunduk kepada dirinya.
"Baik ma. Aku paham. Tapi untuk saat ini aku harus sibuk di perusahaan. Perusahaanku akan menelurkan produk baru. Yaitu ikan makarel ku masukkan dalam kaleng dan dijual ke luar," jawab Dinda yang tidak akan pernah mau nurut keinginan Budiman.
"Ingatlah. Kamu harus pulang ke rumah suamimu. Ibu akan menyegel apartemen kamu. Jika kamu pulang ke sana," Tia memberikan peringatan untuk Dinda agar tidak pulang ke apartemennya.
Jujur Dinda sangat malas sekali berdebat dengan sang ibu. Ia merasa dirinya dipaksa menikah dengan Budiman. Jika Dinda boleh milih, Dinda akan memilih seorang pria yang memiliki kriteria yang pantas dijadikan suaminya itu. Namun apa daya, kedua orang tuanya sudah memberikan jodoh yang cocok untuknya.
Mau tidak mau Dinda masuk ke dalam sambil membawa air mineral. Ia tidak menyangka melihat Budi sedang sibuk dengan laptopnya itu.
"Jika kamu nggak mau ngomong ya sudah. Aku juga nggak rugi Jika kamu tidak mengeluarkan suaramu itu. Justru itu kamu sudah merenggut kebebasanku. Mulai sekarang kamu berada di tanganku. Dan satu lagi aku tidak akan mau tunduk dengan peraturan-peraturan yang kamu buat seperti di novel-novel online itu! Apakah kamu paham Mr Budiman!" tegas Dinda yang hidupnya tidak mau diatur sama sekali.
"Oh, bagus itu. Ternyata kamu sadar diri ya. Kenapa kamu malah menerima lamaran dari orang tuaku?" tanya Budi yang tidak beranjak dari posisinya itu.
"Oh jadi begitu seorang suami yang tidak menghormati istrinya! Kamu mau tahu, apa alasanku menerima lamaran kedua orang tuamu!" jawab Dinda yang mulai mematik korek peperangan.
"Jangan bilang kamu kasihan sama aku," ucap Budi yang tidak melihat wajah Dinda sama sekali.
"Oh.... Percaya diri sekali kamu. Ternyata kamu itu kulkas berjalan yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Maaf Mr. Budiman anda salah. Saya sangat menghormati orang tua anda. Karena saya adalah teman dari adik anda yang bernama Andara. Dan satu lagi gara-gara kamu aku tidak jadi berangkat ke Harvard university untuk menempuh S3-ku. Apakah kamu mengerti akan hal itu?" tanya Dinda yang tidak terima dengan pernikahan ini.
"Kalau kamu mau pergi pergilah! Aku tidak memperdulikan pernikahan ini! Jangan pernah kembali lagi kepadaku!" geram Budi.
"Bener-bener deh. Aku menikahi seorang pria sialan sepertimu. Jujur kalau aku boleh memilih. Kamu tidak masuk ke dalam kriteriaku. Dengan senang hati aku akan tetap berada di sampingmu. Karena amanah dari kedua orang tuamu harus aku lakukan. Jika kamu nggak suka ya nggak apa-apa. Aku nggak peduli soal itu. Lagian juga aku nggak akan pernah mau mencampuri urusan kamu. Camkan itu Mr. Budiman," jelas Dinda yang membuat Budiman frustrasi.
"Baiklah. Jadi aku akan membuat suatu perjanjian yang di mana kamu tidak boleh mencampuri semua urusanku. Kamu boleh tinggal di rumahku. Asalkan kamar kita berbeda. Dan satu lagi, Kamu tidak akan pernah menyentuhku sama sekali. Karena aku sudah memiliki kekasih. Apakah kamu paham soal itu?" tanya Budiman yang masih asik dengan layar laptopnya itu.
"Sepertinya kekasihmu itu adalah seorang kuntilanak. Yang di mana kamu membawanya setiap malam untuk memuaskan nafsumu itu. Jujur kekasihmu itu adalah seorang wanita yang ingin menguasai hartamu itu. Tapi kamu itu sangat bodoh sekali. Jika aku tinggal di sana. Aku yang akan menentukan kekasihmu itu bisa masuk apa tidak!" ancam Dinda yang benar-benar ingin menciptakan suasana rumah yang hangat tanpa seorang pelakor.
Terus terang saja Budiman sangat terkejut atas Adinda yang sudah berani mengatur hidupnya. Bisa-bisanya Dinda hidupnya menjadi hancur seketika. Tapi Budiman tidak akan menyerah. Ia akan melakukan sesuatu untuk menyingkirkan Adinda dari rumah.
"Oke kalau begitu. Aku setuju apa yang kamu mau," Budiman mengeluarkan suaranya dengan nada tegas.
"Ada udang dibalik batu. Sepertinya kamu sedang merencanakan sesuatu. Okelah... Sebentar lagi laksanakan rencanamu. Aku yakin kamu tidak akan berhasil sama sekali. Karena aku adalah Adinda sang gadis barbar yang tidak bisa tersentuh olehmu," Dinda tersenyum manis tapi mengerikan buat Budiman.
Budiman langsung tercekat tenggorokannya. Bagaimana bisa gadis itu langsung membaca pikirannya. Ia mulai frustrasi menghadapi Dinda. Kalau sudah ketahuan begini, dengan terpaksa dirinya akan melakukan rencana demi rencana untuk menyingkirkan Adinda.
"Mari kita bermain dengan indah. Siapa dulu yang akan tersingkir dari rumah ini? Aku atau kekasih kuntilanak kamu itu!" tegas Dinda.
Setelah berakhirnya perdebatan itu, Dinda memutuskan untuk mengerjakan laporan. Ia sudah tidak mempedulikannya lagi. Memang Dinda adalah gadis barbar. Namun dirinya sangat membenci keadaan ini.
Laporan demi laporan akhirnya selesai juga. Dinda memutuskan untuk tidur di sofa. Ia memang mempersilakan Budi tidur di ranjang king size nya itu.
Pagi yang cerah di kota S. Seorang gadis sedang menikmati teh hijau di taman. Gadis itu meraih ponselnya dan melihat kotak pesan. Namun dirinya tidak menemukan sesuatu di kotak pesan tersebut. Gadis itu sangat gelisah menanti pesan dari temannya itu.
"Apakah Dinda baik-baik saja menghadapi kulkas berjalan itu?" gumam gadis itu hingga terdengar ke telinga sang ibunda.
"Ibu ndak tahu. Bagaimana kabar Dinda sekarang? Apakah Dinda tertindas oleh kakakmu itu? Jangan sampai Dinda pulang-pulang ke sini menangis meratapi nasibnya," jawab ibu Kamila nama ibunda Budiman.
Seketika gadis itu matanya membelalak sempurna. Ia lupa kalau temannya itu memiliki jiwa barbar. Gadis itu menatap wajah sang ibu sambil menata kata demi kata.
Melihat sang anak sedang menatapnya, Kamila menegurnya, "Kamu kenapa Andara? Sepertinya kamu sangat bingung sekali."
"Maaf Bu. Aku melupakan sesuatu. Ibu jangan marah ya soal ini. Apalagi marah kepada Adinda. Memang aku salah yang telah memberikan Adinda kepada ibu untuk dijadikan istri dari Kak Budiman," jawab Andara yang mulai ketakutan.
"Memangnya ada apa? Kok kamu tiba-tiba saja takut? Ada apa dengan Adinda? Apakah kamu memiliki salah sama dia?" tanya Kamila yang khawatir dengan hubungan sang putri dan menantunya itu.
Andara menggelengkan kepalanya. Lalu Andara menatap sang Ibu sambil menceritakan sesuatu, "Andara lupa Bu memberitahukan Adinda bagaimana? Selama ini Ibu tahu kalau Adinda itu adalah gadis yang manis. Tapi kenyataannya tidak."
"Maksud kamu apaan?" tanya Kamila yang sangat penasaran sekali dengan cerita Adinda.
"Sebenarnya Adinda itu adalah gadis barbar. Dia adalah gadis yang sangat pemberontak sekali. Dia juga tidak mudah ditindas seperti gadis-gadis lainnya. Makanya aku sengaja meminta ibu untuk melamar Adinda untuk kakakku," jawab Andara yang berhati-hati sekali memberitahukan sifat Adinda.
Gelak tawa Kamila pun akhirnya pecah. Kamila membayangkan Bagaimana putranya itu terkena tindas oleh Adinda. Bahkan Kamila akan mendukung, apa yang akan dilakukan oleh menantunya itu.
Dari arah kiri seorang pria paruh baya mendekatinya. Pria itu menghempaskan bokongnya di samping Kamila. Lalu ia melihat Kamila yang masih tertawa.
"Kenapa ibumu? Kok tiba-tiba saja tertawa seperti itu? Apakah ibumu kesambet setan pasar?" tanya Kartolo nama Pria paruh baya itu.
Seketika Kamila menghentikan tawanya dan menatap wajah suaminya. Ia tidak bisa membayangkan kejadian demi kejadian yang akan dialami putranya itu.
"Aku tidak kesambet setan pasar. Ayah tahu nggak kalau kita memberikan istri yang tepat buat Budiman?" tanya Kamila.
"Ayah nggak tahu soal itu. Ayah sedang memikirkan Perusahaan kita yang sedang dipegang oleh Budiman. Cepat atau lambat Budiman akan memberikan perusahaan itu kepada Kanaya," jawab Kartolo yang merasakan ada yang tidak beres dengan Budiman.
"Oh Tenang saja Ayah... Ibu tidak salah kok mencari menantu buat Budiman," sela Andara yang meyakinkan ayahnya untuk tidak terlalu khawatir.
"Maksud kamu apa? Apa hubungannya menantu dengan perusahaan ayah?" tanya Kartolo yang bingung dengan pernyataan Andara.
"Begini... Andara belum pernah bilang sama sekali sama ayah dan juga Ibu. Adinda itu teman solid Andara sejak SMP. Aku sering main ke rumahnya dan orang tuanya welcome banget. Terus orang tua Adinda memiliki perusahaan makanan kaleng. Makanan kaleng itu sudah terkenal beberapa puluh tahun yang lalu. Kita juga sering mengkonsumsinya. Dan sekarang perusahaan itu sudah jatuh ke tangan Adinda. Dia sekarang adalah CEO sangat terkenal di negara ini. Bahkan Adinda memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Tapi Adinda memiliki jiwa barbar. Yang di mana jiwa itu tidak bisa diatur oleh siapapun. Aku yakin Kak Budiman tidak akan pernah bisa mengatur Adinda," jelas Andara.
"Maksud kamu apa? Kok Adinda nggak bisa diatur?" tanya Kartolo yang tidak paham juga dengan penjelasan Andara.
"Bukankah Ayah menginginkan Kanaya meninggalkan Budiman? Kita bisa mengajak Adinda bekerja sama," jawab Kamila.
"Apakah Adinda tahu soal itu?" tanya Kartolo.
Andara menggelengkan kepalanya karena tidak tahu. Memang sebelum terjadi pernikahan itu, Andara tidak cerita ke Adinda.
"Nah.... Ini kesempatan buat kita untuk meminta bantuan kepada Adinda. Kita bisa memberikan misi untuk Adinda. Misi itu adalah mengusir Kanaya dari hidup Budiman. Aku harap misi ini berhasil," jelas Kamila yang membuat mereka menganggukkan kepalanya.
"Kalau begitu Ibu saja yang mengaturnya. Aku tidak yakin menantu kita bisa mengusir Kanaya dari hidup Budiman. Ibu tahu kan kalau Budiman itu adalah kulkas berjalan. Yang ke mana-mana selalu dingin terhadap wanita," ucap Kartolo yang menyerah pada keadaannya.
"Kapan-kapan kamu ajak gih Adinda ke sini. Ibu ingin berbicara sebentar. Semoga saja menantu kita bisa diajak kerjasama," pinta Kamila kepada Andara.
Andara langsung menganggukkan kepalanya tanda setuju. Sementara itu Andara akan mencari celah untuk mengajak Adinda bertemu dengan sang ibu.
***
Suasana di rumah Adinda, meskipun waktu sudah menunjukkan jam sembilan pagi, Adinda masih terlelap tidur. Ia tidak memperdulikan kehadiran Budiman di kamarnya itu.
Sinar matahari sudah masuk ke dalam kamar. Sang pemilik kamar itu masih meringkuk di atas sofa. Tiba-tiba saja ponsel Adinda berdering dengan keras. Dengan terpaksa Adinda bangun dan melihat siapa yang menghubunginya.
Lalu Adinda keluar dari kamarnya dan mengangkat telepon itu. Hanya sebentar saja Adinda mengangkat telepon itu. Kemudian masuk ke dalam sambil melihat Budiman yang masih tidur.
Diam-diam Adinda mendekatinya dan memandang wajah Budiman. Namun dirinya tidak memuji sang suami. Melainkan memaki Budiman di dalam hatinya.
"Awas aja kamu berbuat kurang ajar sama aku. Aku tidak akan membiarkan kamu hidup bahagia bersama kekasih kuntilanak mu itu. Jangan harap kamu bisa menyentuhku dan memegang kendali atas hidupku. Camkan itu Budiman!" Adinda sangat geram sekali kepada Budiman.
Meskipun wajah Budiman sangat tampan sekali bak artis Korea, namun Adinda tidak tertarik sama sekali. Jujur Adinda memiliki prinsip. Kalau wajah Budiman itu adalah wajah pasaran.
"Cih... Pasaran sekali mukanya. Beneran deh aku nggak suka cowok seperti ini. Rata-rata pemilik wajah seperti Budiman itu wajah Playboy. Jadi aku tidak akan tertarik sama wajah Playboy ini," ucap Adinda dalam hati.
Setelah itu Adinda memutuskan untuk membersihkan tubuhnya. Ia lebih memilih mandi dengan cepat. Karena sebentar lagi dirinya akan pergi ke kantor.
Di bawah orang tua Adinda sudah berkumpul. Mereka sedang menikmati waktu bersantainya. Lalu Tia pun berkata, "Ayah."
Pria paruh baya itu pun langsung menoleh dan menatap wajah sang istri. Pria itu mengerutkan keningnya sambil bertanya, "Ada apa?"
"Sepertinya aku tidak yakin dengan pernikahan ini. Kita tahu Budiman itu adalah seorang pria brengsek. Yang di mana Budiman memiliki kekasih bernama Kanaya," jawab Tia.
"Sepertinya Ayah merasakan hal yang sama. Mudah-mudahan Ayah berharap masalah ini akan cepat selesai. Sebenarnya aku tidak mengizinkan Adinda menikah dengan Budiman. Namun apa daya, Pak Kartolo adalah teman sekolahku zaman SD SMP dan SMA. Kami sering bermain-main bersama," jelas Malik nama pria itu.
"Jika ayah nggak suka. Kenapa ayah tidak menolaknya pas waktu lamaran kemarin?" tanya Tia yang tidak tega dengan nasib putrinya itu.
"Nanti deh kalau Dinda sudah bangun. Ayah akan ngomong sama Dinda bagaimana enaknya," jawab Malik.
Malik pun menganggukkan kepalanya. Malik tidak yakin kalau Sang Putri akan bahagia di pernikahannya ini. Inilah yang menjadi masalah besar buat dirinya. Ia tidak mau melihat Sang Putri kecewa atas pernikahannya. Mau tidak mau Malik menunggu kedatangan Adinda di dapur.
Tak lama Adinda turun lalu melihat kedua orang tuanya sedang santai. Dengan cepat Adinda mendekati Malik sambil berkata, "Ayah... Aku sayang sama ayah."
Sang ayah pun tersenyum sumringah sambil membalasnya, "Ayah juga nak."
Selesai memeluk Malik, Adinda memeluk sang ibu sambil mengucapkan hal yang sama. Memang mereka adalah keluarga yang sangat harmonis sekali. Mereka sangat kompak di berbagai acara manapun. Tapi ada yang kurang dari keluarga itu.
Ada satu anggota yang tidak hadir dalam pernikahan itu. Dia adalah Faris kakak kandung Adinda. Penyebabnya adalah Faris memegang manajer pemasaran untuk wilayah Eropa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!