NovelToon NovelToon

Mantan Istri Mafia

Time Travel

"Halo, apakah Kamu sudah mempersiapkan berkas-berkasnya?" ucap Elliana, seorang wanita berambut hitam panjang dan berkulit kuning langsat.

"Tim kami sudah mempersiapkan semua berkasnya. Kami akan menunggu Nyonya di kantor."

"Oke, Aku akan segera sampai ke sana dalam 15 menit."

Klik

Setelah menutup teleponnya, wanita cantik berusia 25 tahun itu segera menginjak pedal gas mobil berlogo kuda jingkrak tersebut lebih dalam lagi.

Vroom

Seketika itu, laju kecepatan mobil pun meningkat hingga 120 km/jam.

Saat Elliana akan melewati sebuah pertigaan yang memiliki Traffic Light, Elliana berusaha menginjak pedal remnya karena saat itu, lampu Traffic Light menunjukkan warna merah, yang artinya dia harus berhenti

Tek Tek

"Kenapa tidak mau berhenti?!" Elliana kembali menginjak pedal Remnya dalam-dalam, namun semua itu sia-sia.

"Jika terus begini, Aku bisa mati! Aku masih punya urusan yang harus Aku selesaikan!"

Setelah mengucapkannya, tanpa ada keraguan, Elliana melompat dari mobilnya.

Buk

Tubuh Elliana pun terguling-guling di atas aspal. Untung saja, karena masih pagi, kondisi jalan masih sepi.

"Ugh…" Suara rintihan kesakitan keluar dari mulut Elliana. Dia berusaha bangkit berdiri dengan susah payah.

Sementara nasib mobil Elliana, kini telah menabrak tiang traffic light dan mengalami kerusakan yang amat parah, bahkan masih berjalan tanpa pengemudi, kemudian berguling ke jurang yang berada tak jauh dari jalanan ini.

Untung saja Elliana berhasil keluar dari mobil tersebut. Jika tidak, sudah bisa dipastikan Elliana akan ikut masuk ke jurang dan mati.

Namun sayangnya, secara tiba-tiba dari arah kanan, sebuah truk besar melaju dengan kecepatan tinggi. Melihat hal ini, Elliana tidak bisa bergerak untuk menghindar.

Namun di mata Elliana, dia melihat penampilan sang supir yang sangat aneh. Supir itu menggunakan setelan jas hitam, kacamata hitam, dan memiliki rambut panjang yang di kuncir.

Penampilan seperti ini bukanlah penampilan yang dimiliki oleh seorang supir truk.

Dengan cepat, tubuh Elliana pun diterjang oleh truk tersebut.

Bruakkk...

Setelah berhasil menabrak Elliana, sang supir tersebut turun dan memeriksa kondisi tubuh Elliana.

Setelah memastikan Elliana telah benar-benar mati, pria dengan tato kupu-kupu di punggung telapak tangan kanannya itu mengambil ponsel dari kantong jasnya.

"Saya sudah melenyapkannya. Saya akan segera membersihkan TKP dan membuatnya seperti kecelakaan."

***

"Ugh..."

Dengan mata yang terasa berat, Elliana mencoba membuka matanya.

Awalnya terasa sangat berat sehingga penglihatan matanya tampak kabur dan buram. Tapi, lama-kelamaan, penglihatan Elliana akhirnya mulai pulih dan dapat melihat dengan jelas.

"Aku ada di mana?" Elliana menoleh ke kanan dan ke kiri. Yang dapat dia lihat adalah sebuah kamar asing.

"Apa Aku selamat? atau jangan-jangan ini adalah akhirat? Yang artinya, Aku sudah mati?" gumam Elliana.

Mengingat kembali kejadian sebelum kematiannya, Elliana menjadi sedikit emosi.

'Supir truk itu jelas bukan orang biasa. Dimulai dari rem mobilku yang tidak berfungi, lalu kemunculan truk tersebut. Semua ini telah direncanakan!'

Saat Elliana sedang berpikir, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Dari luar pintu, masuk seorang pria dan wanita berusia di atas 45 tahun masuk ke dalam kamar.

Begitu mereka melihat Elliana telah sadar, raut wajah mereka pun langsung dipenuhi kegembiraan.

"Sabrina..."

"Akhirnya kamu sadar Nak!"

"Huuuuu... hiks hiks hiks..."

Mendengar suara kedua pria dan wanita tersebut, mendadak ada banyak orang yang masuk ke dalam kamar.

"Sabrina sudah sadar!"

"Syukurlah…"

Elliana bingung dengan keadaan yang ada di depannya saat ini, sebab jauh berbeda dari rumahnya ataupun keadaan di rumah sakit. Ditambah lagi saat orang-orang menyebutnya Sabrina. Siapa Sabrina?

"Sabrina?" tanya Elliana dalam hati.

Dia ingin mengeluarkan suaranya, tapi terasa sangat sulit karena mulutnya kering, sehingga bibirnya tidak bisa dibuka untuk bersuara.

"Ya ampun Sabrina! Kamu sudah sadar? Kamu, apa yang Kamu pikirkan sehingga nekad Nak?"

Melihat gerak-gerik anaknya, Sabrina, Rizal menyadari bahwa tenggorokan anaknya sedang kering. Dia lalu meminta istrinya untuk segera mengambil segelas air hangat.

Melihat semua ini, Elliana benar-benar bingung, sebab tidak mengenal satu pun dari mereka yang mengerubunginya saat ini. Apalagi adanya sosok ibu-ibu yang terus menangis dan tadi memeluknya erat, dengan memberikan pertanyaan yang membuatnya semakin kebingungan.

Setelah ibu-ibu itu kembali dengan segelas air hangat, Rizal dan istrinya meminta Elliana segera meminum air tersebut.

Elliana menuruti permintaan dari mereka, di saat ibu-ibu itu memintanya untuk minum air putih hangat yang telah dibawakan untuknya.

Dengan cepat Elliana menghabiskan air putih yang ada di gelas, sebab dia memang merasa kehausan. Apalagi dia juga ingin segera bertanya, tentang kebenaran yang sesungguhnya ada padanya saat ini.

Dia ingin tahu, kenapa mereka semua memanggilnya dengan nama Sabrina, padahal namanya adalah Elliana.

"Kamu mau makan?" tanya ibu-ibu yang tadi memberinya air putih.

"Aku di mana?" tanya Elliana, setelah mulutnya tidak terasa kering lagi.

"Kamu di rumah Nak," sahut ibu-ibu tersebut.

"Iya, Kamu di rumah dan Ayah menemukanmu."

Kening Elliana mengerut heran dan penuh tanda tanya, karena semua jawaban mereka tidak bisa masuk ke dalam memorinya.

"Anda siapa?" tanya Elliana lagi, mencoba untuk memperjelas kebingungannya.

Laki-laki yang tadi memperkenalkan diri sebagai ayahnya, tampak seperti kebingungan juga. Dia melihat ke arah ibu-ibu, yang kemungkinan besar adalah istrinya.

"Aku ayahmu Sabrina, Ayah Rizal. Dan ini adalah ibumu. Ibu Mawarni."

"Apa Kamu tidak mengenali kami lagi?"

Orang yang memperkenalkan diri sebagai Rizal, mengajukan pertanyaan balik pada Elliana. Tapi Elliana benar-benar tidak mengenal mereka berdua, yang katanya ayah dan ibunya.

"Tapi Aku tidak mengenal kalian berdua."

Semua orang terkejut mendengar jawaban yang diberikan oleh Elliana. Mereka saling pandang, dengan pikiran mereka masing-masing.

"Apa dia hilang ingatan karena bunuh diri?"

"Apa dia pura-pura tidak ingat supaya tidak ditanya-tanya?"

"Apa Sabrina sudah mulai gila?"

Pertanyaan dan pernyataan orang-orang semakin membuat Sabrina heran, dan juga kebingungan pada situasinya saat ini.

Orang-orang yang selain Rizal dan Mawarni, justru mempertanyakan ingatan Elliana. Mereka berpikir bahwa Elliana sudah gila.

"Aku ada di mana? Bukankah Aku tadi telah ditabrak truk? Kenapa ada di sini? Dan siapa Sabrina sebenarnya?" tanya Elliana bertubi-tubi, membuat semua orang melihatnya dengan bingung juga.

"Sepertinya otaknya sudah tergeser Pak Rizal. Jadi harus segera mendapatkan perawatan di rumah sakit."

"Iya Pak Rizal, mumpung belum lama!"

"Jangan sampai Sabrina merasa tertekan lagi dan melakukan bunuh diri."

Elliana masih ingat betul, bagaimana detik-detik terakhir sebelum dia mati ditabrak truk. Masih membekas jelas bagaimana perawakan sang supir truk yang telah membunuhnya memperlihatkan senyumannya.

Tapi kini dia mendapati dirinya bangun, di rumah asing dan juga orang-orang asing yang tidak dia kenal dan tidak mengenalinya sebagai Elliana.

Mereka semua justru memanggilnya dengan nama Sabrina, bahkan ada orang yang mengaku-ngaku sebagai ayah dan ibunya juga. Tentu saja ini adalah di luar nalarnya.

Elliana tidak menyadari jika saat ini jiwanya telah masuk ke dalam tubuh orang lain.

Tubuh seorang gadis yang bernama Sabrina.

"Aku Elliana, dan bukan Sabrina."

Suara Elliana yang memperkenalkan dirinya dengan nama Elliana, membuat semua orang memandang ke arahnya.

"Nak, sadar Nak! Kamu Sabrina, bukan Elliana. Kamu anaknya Ibu Nak." Ibu Mawarni menggelengkan kepala, ketika Elliana memperkenalkan dirinya yang sebenarnya.

"Aku Elliana, kenapa mereka ngotot jika Aku adalah Sabrina?"

Tapi Elliana tidak bisa memberikan penjelasan pada mereka semua, sebab orang-orang tersebut tetap menyebutnya sebagai Sabrina.

Dia tidak tahu apa dan bagaimana mereka mengenalnya sebagai Sabrina. Bahkan dia tidak pernah mengenal siapa Sabrina yang mereka sebutkan.

Hal ini membuat Elliana benar-benar merasa kebingungan dengan keadaan dirinya sendiri.

Kehidupan Baru

Melihat situasi yang tidak pernah dia sangka-sangka sebelumnya, akhirnya Elliana berusaha untuk bisa membiasakan diri dengan lingkungan baru. Dia mencoba untuk menggali memori dan informasi tentang dirinya. Dan dia menemukan fakta lain, bahwa ternyata saat ini dia bukan lagi Elliana, tapi Sabrina.

"Aaa..."

Dug dug

"Apa? Wajah siapa ini?"

Elliana memegangi wajahnya yang tampak pada cermin di depannya kali ini. Dia sangat terkejut, bahkan sampai mundur dua langkah karena menemukan wajah orang lain pada pantulan dirinya.

"Apakah ini wajah gadis yang..."

"Sabrina, ada apa?"

Dari balik pintu kamar terdengar suara ibu Mawarni yang bertanya pada Sabrina, sebab dia mendengar jeritan anaknya dari dalam kamar.

"Kamu tidak apa-apa Nak?" tanya Mawarni setelah dekat. Dia juga memegang bahu anaknya, mencoba menyadarkan Sabrina.

"Siapa Sabrina Bu?" tanya Elliana masih tidak mempercayai semua kenyataan yang ada di kehidupannya saat ini.

"Kamu Sabrina Nak, sadar ya... eling Sabrina!"

Raut wajah ibu Mawarni tampak sangat menyedihkan melihat kondisi anaknya yang dalam keadaan tertekan, apalagi sempat berusaha untuk bunuh diri.

Untung saja tadi suaminya cepat mengetahui keadaan anaknya sehingga bisa tertolong.

Sabrina berusaha untuk gantung diri di dalam kamarnya, dengan meninggalkan sepucuk surat di atas meja.

Mendengar semua cerita ibu mawarni, Elliana jadi berpikir bahwa mungkin saja saat ini dia mengalami perubahan takdir.

Saat dia mati terbunuh akibat ditabrak truk, dalam hati Elliana berdoa bahwa dia tidak ingin mati. Karena dia masih memiliki banyak urusan yang belum dia selesaikan.

"Tapi Aku masih ada urusan yang belum Aku selesaikan. Jika Aku mati, apakah mungkin Aku masih bisa menyelesaikan urusanku itu?"

Kini Elliana berpikir bahwa, bisa saja Tuhan mengabulkan keinginannya untuk menyelesaikan segala sesuatu yang menjadikan ganjalan bagi hatinya, sebelum terjadi kecelakaan tersebut.

Terpaksa dia pasrah dan menjadi Sabrina, karena dia yakin jika semuanya ini tidaklah kebetulan semata. Takdir dari Tuhan sudah membawanya menjadi gadis yang bernama Sabrina, yang katanya tertekan sehingga mengalami depresi dan berniat untuk bunuh diri.

Akhirnya Elliana menerima surat yang ditinggalkan Sabrina, yang diberikan oleh ibu Mawarni. "Jangan pernah merasa jika Kamu sendirian Nak. Dan jangan sampai Kamu punya niatan untuk bunuh diri lagi," kata ibu Mawarni, menyodorkan selembar surat pada Elliana.

Dengan ragu-ragu, Elliana menerima surat tersebut kemudian membacanya cepat.

Sekarang dia mengetahui siapa sebenarnya Sabrina, gadis yang baru saja gagal melakukan bunuh diri. Bukan. Bukan gagal, tapi roh mereka yang tertukar.

Elliana masuk ke tubuh Sabrina yang sudah bunuh diri, tapi selamat dengan kedatangan roh atau jiwanya. Sedangkan Sabrina sebenarnya sudah meninggal, dan kemungkinan besar menempati jasadnya di dalam jurang sana.

"Lalu Sabrina bunuh diri dengan alasan apa?" tanya Elliana bingung.

Di dalam surat yang dia baca, Sabrina hanya memberikan pesan bahwa dia menginginkan kematiannya sendiri. Gadis tersebut meminta pada ayah dan ibunya, supaya merelakan kepergiannya, meskipun dengan cara yang tidak benar.

Tapi di surat wasiat yang ditinggalkan Sabrina, tidak ada tertulis alasan yang menyebutkan kenapa dirinya ingin mengakhiri kehidupannya sendiri.

Hal ini menjadi sebuah teka-teki untuk Elliana, sebab tidak mungkin seorang gadis yang punya penampilan polos dan wajahnya juga lembut ingin mengakhiri hidupnya sendiri, tanpa alasan yang jelas.

"Pasti ada sesuatu yang terjadi pada Sabrina. Tapi apa ya?"

"Apa Aku menempati tubuhnya untuk mengungkap kebenaran tentang keadaan dirinya yang sebenarnya? yang tidak diketahui orang lain atau bahkan orang tuanya sendiri?"

Sekarang Elliana meraba lehernya, menatap dirinya sendiri di depan cermin.

Mulai dari wajah, leher dan semua yang membuatnya merasa penasaran, diraba Elliana satu persatu. Dan dia memang menemukan bahwa ini bukanlah dirinya.

"Ini memang bukan Aku. Dan bekas jeratan tali yang mungkin digunakan untuk bunuh ini…"

Mawarni tidak menegurnya dan hanya diam ikut mengamati segala gerak-gerik Elliana.

"Sabrina terkesan aneh sejak dia tidak berhasil bunuh diri. Bahkan dia tidak mengenal ayahnya dan juga diriku sebagai ibunya sendiri."

"Dia... dia juga menyebut namanya sebagai... siapa ya..."

"Ah tidak-tidak! Dia adalah Sabrina anakku. Anak yang Aku besarkan dan Aku banggakan. Dia akan segera menjadi sarjana beberapa tahun lagi, dan itulah impiannya selama ini."

Ibu Mawarni membatin dalam hati dengan semua perbedaan yang terlihat pada anaknya, sebelum dan sesudah kejadian bunuh diri itu.

Tapi dia tidak mempedulikan semua itu. Dia tetap menyakinkan dirinya, dan menganggap bahwa gadis yang berada di depannya ini memanglah anaknya, yaitu Sabrina.

***

Seminggu sudah Elliana ada di rumah Sabrina, berperan sebagai Sabrina juga. Gadis yang baru dia ketahui, jika masih berstatus sebagai seorang mahasiswi dan juga masih belia, sebab baru berusia 18 tahun.

Berbeda dengan Elliana yang dulunya sudah berumur 25 tahun, bahkan dia juga sudah bersuami. Dan kepulangannya ke Indonesia disebabkan karena perpisahannya dengan sang suami di negara Jepang sana.

Mengingat kembali hal tersebut, membuat Elliana mengepalkan tangannya kuat. Dia yakin jika apa yang terjadi padanya ini ada kaitannya dengan Alex atau adiknya Loly.

Alex adalah mantan suaminya, dan Loly merupakan atik tirinya Alex. Teman dan sahabatnya sewaktu masih kuliah di Jepang.

Dan dalam seminggu ini, Elliana terus mengawasi berita mengenai kecelakaan dirinya.

Berita ini cukup viral, karena berhubungan dengan kematian seorang istri pengusaha kaya yang mengalami kecelakaan saat akan menghadiri hari pertama sidang perceraian.

Tentu saja pengusaha kaya adalah kedok dari suami Elliana itu untuk menutupi bisnis haramnya sebagai pemimpin mafia.

Dalam berita itu, disebutkan bahwa ini adalah kecelakaan tunggal yang diakibatkan supir mengantuk. Sama sekali tidak ada pembahasan mengenai truk yang telah menabraknya.

Saat sedang berpikir, tiba-tiba Ibu Mawarni memanggilnya.

"Nak, ayo sarapan dulu. Kamu tidak mau berangkat kuliah?"

"Sudah seminggu lebih Kamu tidak masuk kuliah, apa tidak ketinggalan tugas-tugas nanti?" tanya ibu Mawarni, yang ada di ambang pintu kamar anaknya.

Dia melihat anaknya ada di depan cermin sambil menyisir rambut. Tapi belum mengenakan pakaian yang biasa digunakan anaknya ke kampus.

"Elliana, eh, Sabrina kuliah di mana?"

Mendengar pertanyaan anaknya, ibu Mawarni mengerutkan keningnya heran. Anaknya lupa, di mana tempat dia kuliah, apa ini masih wajar?

"Kamu lupa ya?"

Elliana mengangguk jujur, sebab dia memang tidak tahu-menahu daerah kota asal Sabrina.

Meskipun dia sempat membaca almamater kampus yang ada pada buku-buku tugasnya Sabrina, tapi dia tidak tahu di mana kampus tersebut.

"Nanti ayahmu akan mengantar. Tapi jika Kamu malu, biar Ibu pesankan ojek ya! Di depan jalan sana ada pangkalan ojek." Ibu Mawarni sabar menangani anaknya.

Melihat ketulusan ibu Mawarni, Elliana merasa terharu. Selama ini dia tidak pernah merasakan perhatian seorang ibu yang tulus seperti ibunya Sabrina ini.

"Jika ini memang sudah jalan takdirku, Aku akan mengubah semua yang terjadi pada Sabrina. Anak kesayangan dan kebanggaan ibu dan ayahnya."

"Aku akan menjadikan Sabrina sebagai gadis yang tidak biasa, sehingga tidak bisa mendapatkan tekanan dari manapun."

Begitulah kira-kira tekad yang dimiliki oleh Elliana saat ini, yang sudah menjadi Sabrina. Seorang mahasiswi pada semester awal.

"Lalu, apa yang menjadi penyebab kematian Sabrina yang sesungguhnya?" tanya Elliana dalam hati, sehingga dia bertekad untuk mencari tahu.

Preman Kampus

Ini kampusnya?" tanya Elliana pada tukang ojek yang mengantarkan ke kampus.

"Iya ini kampusnya, masa Kamu lupa sih?" tukang ojek justru bertanya balik.

Tadi, ibunya Sabrina memesan tukang ojek yang sudah sering mengantarkan anaknya pergi ke kampus. Jadi tidak akan salah lagi, karena menurut ibu Mawarni, keadaan Sabrina belum pulih benar. Ada beberapa hal yang dilupakan anaknya itu, termasuk kampusnya sendiri.

"Baiklah. Terima kasih Bang."

"Hai Sabrina, Kamu biasa memanggilku Pak Lek. Kenapa sekarang memanggil Bang?" tukang ojek tersebut bertanya dengan heran.

Tapi Elliana hanya tersenyum tipis, dan terlalu menuju ke arah gerbang kampusnya. Dia akan mencari tahu, di mana letak gedung fakultas Sabrina. Sebab dia hanya tahu jika Sabrina mengambil jurusan sastra Inggris.

Kondisi Elliana, yang berada di tubuh sabrina semakin membaik, membuatnya bertekad untuk mencari tahu segala sesuatu tentang Sabrina. Seorang mahasiswi yang mendapatkan tekanan, karena bully-an dari teman-temannya di kampus.

Hal ini baru diketahui Elliana semalam, pada saat dia secara tidak sengaja membaca coretan-coretan buku diary milik Sabrina.

Bahkan dari diary tersebut, Elliana juga tahu siapa cowok yang dia sukai Sabrina secara diam-diam.

Jiwa petualang Elliana akhirnya keluar. Dia bertekad untuk memberikan kehidupan baru pada Sabrina, agar bisa lebih percaya diri dan membalas dendam pada teman-temannya yang sudah membullynya di kehidupan yang dulu.

Setelah menyelesaikan itu semua, barulah Elliana akan menyelidiki siapa dalang dari pembunuhnya.

Bahkan dia juga bertekad untuk membuat cowok yang disukai oleh Sabrina bertekuk lutut, sebab sekarang ini dia bukanlah Sabrina yang lemah. Tapi Elliana, yang merupakan mantan istrinya Alex. Salah satu pengusaha dan juga kelompok mafia di Jepang.

"Sabrina!"

"Hai Sabrina tunggu!"

"Duh... duh, tuh anak!"

Elliana yang belum terbiasa dengan nama Sabrina, tidak segera menolehkan kepalanya ke belakang, pada saat ada dua orang cewek yang memanggil-manggil nama Sabrina.

Pluk!

"Brin!"

"Ehhh..."

Elliana sangat kaget, pada saat bahunya di tepuk dari belakang dan ada satu lagi yang memanggil.

"Siapa?" tanya Elliana bingung.

Dia tentunya tidak mengenal satu pun teman-temannya Sabrina di kampus, sehingga dia tidak mengenali dua cewek yang saat ini ada didepannya.

"Gue Yani Brin!"

"Masa lupa sih dengan teman sendiri!"

Cewek yang mengaku bernama Yani memasang wajah cemberut, karena Elliana tidak mengenalinya.

"Kamu gak masuk seminggu kok aneh sih?" tanya yang satunya lagi.

"Aneh? Tapi beneran, Aku gak tahu nama kalian berdua." Elliana berkata dengan jujur.

Tapi kejujurannya itu tentu saja membuat kedua teman Sabrina mengerutkan keningnya heran, dan juga bingung dengan sikapnya.

"Kamu kok jadi sombong sih kayak gengnya Ryan CS," ujar Yani dengan muka masam.

"Emhhh... gini aja, kalian berdua sebutkan nama kalian, jika memang Aku ingat, pastinya Aku juga ingat. Tapi jika tidak mau bagaimana lagi." Elliana berkata dengan cueknya, sebab dia tidak merasa kenal dengan dua gadis di depannya ini.

"Iya deh... gue Yani!"

"Gue Widia," sahut yang satunya lagi, memperkenalkan diri.

Tapi Elliana mengerutkan keningnya sambil menggeleng, karena memang dia tidak mengenal mereka.

"Ihhh... Kamu sedang ngeprank kita ya!"

"Sabrina jahat ih, gak masuk seminggu, sudah gak kenal kita lagi!"

"Apa mereka berdua memang teman dan sahabatnya Sabrina? Aku tidak boleh percaya begitu saja, karena bisa jadi mereka adalah bagian dari orang-orang yang membully Sabrina." batin Elliana dalam hati.

Dia tidak mau gegabah untuk mengenal orang-orang baru, sebab niat bunuh diri dari Sabrina bukanlah kesalahan yang kecil.

Gadis tersebut sampai berniat bunuh diri, menghilangkan nyawanya sendiri. Jika tidak ada masalah yang besar dan berat untuk dihadapi, itu tidak mungkin. Melihat dan mendengar bagaimana kondisi keluarga Sabrina yang sederhana tapi saling mendukung satu sama lain.

"Sorry. Gue agak pusing."

"Ya sudah ayo ke kelas aja!"

Widia menarik tangan Elliana, saat mendengar temannya itu mengeluh pusing. Dia dan Yani cukup mengerti keadaan Sabrina, yang baru saja sembuh dari sakit.

Mereka berdua memang tidak tahu betul sakit yang diderita oleh Sabrina, tapi melihat kondisi temannya yang tidak mengenali mereka berdua, membuat mereka merasa prihatin atas kondisi kesehatan Sabrina.

***

"Wehhh... sudah masuk lagi dia! Aku pikir sudah masuk kuburan!"

"Aku malah berpikir bahwa dia mengundurkan diri dari kampus ini!"

"Mana ada? Eman banget lah... orang miskin! kapan lagi bisa masuk kampus keren ini, hanya dengan mengandalkan otaknya saja."

"Dasar gadis miskin!"

Elliana mengerutkan keningnya, mendengar kata-kata yang keluar dari mulut teman-temannya di kelas. Tapi Yani dan Widia memberikan isyarat dengan gelengan kepala, meminta pada Sabrina untuk tidak menggubris dan memasukkan ke dalam hati, atas semua perkataan mereka.

"Kenapa?" tanya Sabrina bingung.

"Sudah tidak usah diladeni!" bisik Yani dengan suara ditekan.

Widia mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan oleh Yani. Membuat Elliana mulai berpikir bahwa, mereka semua yang tadi mengatakan hal-hal buruk tentang Sabrina, adalah bagian dari teman-temannya yang suka membully dan memberikan tekanan pada pemilik tubuh yang sekarang dia tempati.

"Ck! Hanya preman dan tikus-tikus kecil di kampus. Heh, belum tahu mereka siapa Aku!"

Elliana tersenyum kecut, menanggapi permintaan kedua temannya, Yani dan Widia. Tapi dia juga berpikir bahwa saat ini belum waktu yang tepat, karena dia masih memiliki banyak waktu untuk mencari kesempatan. Agar bisa membalas dendam atas kematian Sabrina.

"Tunggu saja waktunya!" tekad Elliana dengan mengepalkan kedua tangannya.

"Sabrina, ingat ya! Riyan itu memiliki banyak berpengaruh di kampus ini. Jadi sudahlah, Kamu tidak usah ladeni dia dan juga teman-temannya yang lain."

Widia kembali mengingatkan pada Sabrina, agar tidak usah mengurusi orang-orang tadi.

Di sudut ruangan, di tempat duduknya, seorang cowok menatap tajam pada Sabrina. Ada senyuman miring yang tersungging di sudut bibirnya. Tapi Elliana belum bisa memastikan siapa cowok tersebut.

"Ehhh, duduk sini!"

Yani menarik tangan Sabrina, yang hampir saja berjalan terus ke arah sudut ruangan, di mana ada cowok itu.

"Dia siapa?" tanya Elliana menuju ke arah cowok yang duduk tenang di tempatnya.

"Dia Riyan, masa Kamu juga lupa sih?"

Sekarang Widia yang mengajukan pertanyaan balik, karena heran dengan sikap dan perilaku Sabrina yang menurutnya sangat aneh.

"Ohhh..."

Mulut Elliana hanya membola, menanggapi jawaban yang diberikan oleh Widia.

"Jadi dia yang bernama Riyan."

"Cukup keren, tapi gak level buat Aku. Masih ingusan karena hanya preman kampus saja!"

Elliana tersenyum sinis memandang ke arah Riyan, membuat cowok tersebut mengerutkan keningnya heran, melihat bagaimana Sabrina yang tidak takut menatapnya, bahkan menyungingkan senyuman sinis.

"Aku pastikan Kamu akan mendapatkan ganjarannya!" batin Elliana.

Apakah Elliana akan berhasil dalam misinya untuk membalaskan dendam dan sakit hati Sabrina?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!