NovelToon NovelToon

Trapped In Mafia Love

Permulaan

Kolombia, 24 Januari 2006.

Seorang anak kecil berusia dua belas tahun tengah menyantap makan siangnya. Wajahnya sangat gembira melihat makan siang dengan menu bandeja paisa, makanan kesukaannya. Ia duduk di meja makan mengambil sendok untuk segera menyantapnya.

“Elizabeth,” panggil sang Ayah. Ia duduk di samping putri kesayangannya, Elizabeth Mustamu.

“Ada apa Ayah?” Elizabeth bertanya kala melihat ekspresi sang ayah yang berbeda dari biasanya.

Ayah Elizabeth mengeluarkan sebuah micro SD dan menyimpannya di telapak tangan putri semata wayangnya. “Pegang erat-erat Nak.”

Elizabeth memperhatikan micro SD tersebut sebelum tangannya mengepal sempurna. “Baik Ayah.”

Ayah Elizabeth berdiri saat mendengar suara pintu yang di dobrak. Di susul seorang wanita yang berlari menuju ke arah anak serta suaminya.

Lima orang pria bersenjata berlari masuk ke dalam, mencari penghuni rumah.

Dor!

Dor!

Dor!

Dor!

Tubuh wanita tersebut ambruk saat beberapa timah panas menerobos masuk ke dalam organ vital di tubuhnya.

Elizabeth menyimpan tangannya tepat di atas pahanya, menyembunyikan micro SD pemberian sang Ayah.

Dor!

Dor!

Dor!

Elizabeth dapat merasakan cipratan darah milik sang ayah yang mengenai pipinya.

Kepala Elizabeth bergerak perlahan menengok ke arah tubuh ayahnya yang tergeletak di lantai bersimbah darah.

“Elizabeth.”

Elizabeth menengok ke arah pria yang memanggilnya. Tatapan Elizabeth sangat datar, pria di hadapannya adalah orang kepercayaan Ayahnya.

“Kau pasti tahu di mana Ayahmu menyimpan barang berharganya?”

Manik hitam Elizabeth mengarah ke kamar orang tuanya, yang berjarak tiga meter dari tempatnya duduk.

Tiga orang pria masuk ke dalam kamar orang tuanya, Elizabeth mengambil kesempatan untuk melarikan diri dan melompat ke luar jendela. Kakinya berdiri di pembatas rumah, tubuhnya kembali melompat ke jalan sempit. Ia berlari sekuat tenaga.

Pria berbaju hitam segera menyusul Elizabeth, bahkan mereka meminta pasukannya untuk segera menangkap Elizabeth.

Elizabeth berlari menyusuri jalanan sempit. Tiga orang pria berlari dari arah berlawanan. Elizabeth segera berbelok dan lari sekencang mungkin. Ia memasukkan micro SD pemberian ayahnya ke dalam mulutnya lalu ia telan.

Saat bertemu di persimpangan gang sempit Elizabeth mendapatkan tempat persembunyian. Beruntung tong sampah tersebut hanya terisi sebagiannya saja. Ia masuk ke dalam tong sampah besar yang mampu menampung tubuhnya. Elizabeth meringkuk di dalam tong sampah, dan memasang kembali penutupnya. Baunya sangat menyengat, Elizabeth tidak dapat bernafas dengan leluasa.

Tiga orang pria yang mengejarnya kebingungan saat kehilangan jejak Elizabeth, mereka memutuskan untuk berpencar.

Elizabeth diam sesaat menunggu keadaan aman lalu keluar dari tong sampah. Ia berlari menuju jalan yang cukup besar. Elizabeth memperhatikan orang yang berlalu lalang di jalan, namun ia tidak dapat meminta bantuan pada siapa pun.

Sebuah mobil berhenti dan keluar empat orang pria yang tadi mengejarnya. Tidak ingin tertangkap Elizabeth melompat ke gorong-gorong sempit yang ada di pinggir jalan.

Gorong-gorong yang becek dan berlumut tak jadi masalah untuk Elizabeth selama ia bisa melarikan diri. Air di dalam gorong-gorong menciprat saat sepatu Elizabeth menginjaknya.

Elizabeth sudah berlari cukup jauh, dan ia dapat memastikan bahwa tidak jauh dari tempatnya berdiri ada kantor polisi. Ia membuka penutup gorong-gorong, dan keluar dari sana.

Tubuh Elizabeth berdiri di tengah jalan, ia kembali menutup pintu gorong-gorong. Dan segera berlari menuju kantor polisi.

Semua mata memandang ke arahnya, namun ia tidak memedulikannya. Ia duduk untuk segera memberi laporan.

Petugas polisi tersebut memandang aneh pada tubuh Elizabeth yang tampak lusuh dan bau. “Ada yang bisa saya bantu gadis kecil?”

Elizabeth menusuk tenggorokannya, hingga ia memuntahkan isi lambungnya serta micro SD pemberian ayahnya.

Petugas polisi memandang jijik pada mejanya yang penuh dengan muntah Elizabeth. Namun pandangannya tertuju pada micro SD. Ia mengambilnya dan segera membersihkannya dengan sapu tangan.

Petugas polisi segera mengecek isi micro SD tersebut, ia memandang gadis kecil di hadapannya dengan terheran-heran. “Milik siapa ini, dan di mana orang tuamu?”

“Orang tuaku sudah mati,” jawab Elizabeth dengan wajah datarnya.

Petugas polisi segera memberi tahu atasannya. Mereka tidak bisa menahan Elizabeth lebih lama di sini, karena membahayakan.

Petugas polisi membawa Elizabeth menuju kantor pusat. Elizabeth kini ada di ibukota Kolombia, tempat tujuannya.

Petugas polisi berbincang dengan kantor pusat tentang Elizabeth. Mereka memberikan uang saku serta pakaian baru untuk Elizabeth kenakan.

Petugas polisi mengantar Elizabeth ke kamar mandi. Ia menyerahkan uang untuk Elizabeth dan baju ganti. Elizabeth menerimanya dan masuk ke kamar mandi. Ia berganti pakaian dengan cepat lalu keluar lewat jendela kecil yang ada di kamar mandi.

Elizabeth berlari cukup jauh, dan menghampiri sebuah taksi yang terparkir di pinggir jalan. “Bisakah antar saya ke Tunja.”

“Tempat itu sangat jauh, memangnya kau sanggup membayarnya?”

Elizabeth memberikan semua uang yang ada di tangannya kepada sopir taksi.

Sopir taksi menghitung uang pemberian Elizabeth. “Masuklah.”

***

Seorang pria bertubuh tegap memiliki jambang tipis berdiri di depan tawanannya yang sedang di interogasi. “Cepat katakan siapa yang menyuruhmu!”

Tawanan yang terduduk di kursi tidak menjawab ucapan pria di hadapannya. Ia tersenyum meremehkan.

Pria berjambang tipis tersebut memukul kepala tawanannya dengan tongkat bisbol yang di pegangnya. “Cepat katakan!”

Elizabeth memasuki ruangan tersebut, matanya menatap pria yang terduduk di kursi dengan wajah penuh luka memar yang mengeluarkan darah.

“Tuan Alfanzo ada Elizabeth Mustamu ingin bertemu.”

Pria berjambang tipis membalikkan tubuhnya ke belakang. Tepat di pintu masuk ia melihat gadis kecil yang menatapnya datar. Alfanzo menyerahkan tongkat bisbol yang berlumuran darah ke pada anak buahnya.

Alfanzo membawa Elizabeth ke ruangan pribadi miliknya. “Kenapa orang tuamu tidak mengabariku jika hendak kemari?”

Elizabeth berdiri menatap sahabat Ayahnya. “Mereka mati!”

Alfanzo cukup terkejut pasalnya Ayah Elizabeth seorang mafia yang berkuasa.

“Siapa yang berani membunuh orang tuamu?”

“Bryan.” Elizabeth menarik sebuah kertas dan bolpoin. Ia membuat lambang yang ia lihat di setiap pergelangan tangan pria yang mengejarnya. “Tangan mereka memiliki tanda ini,” ujar Elizabeth memberikan hasil gambarannya.

Alfanzo meneliti hasil gambaran Elizabeth. “Red Bold.” Alfanzo tidak mungkin salah menebak ia hafal betul lambang tersebut, akhir-akhir ini Red bold yang di ketuai oleh Thomas sedang gencar merebut kekuasaan para mafia di Kolombia.

***

Sepuluh tahun berlalu kini Elizabeth kecil tumbuh dewasa dengan identitas barunya. Dengan nama Queresha Mavelin, yang akrab dengan panggilan Resha.

Resha duduk di ruangannya dengan kaki terangkat ke atas meja. Sementara punggungnya bersandar pada kursi kerjanya.

“Resha,” panggil Alfanzo.

Resha segera menurunkan kakinya, dan duduk dengan tegap.

Alfanzo mengeluarkan berkas yang ia bawa. “Untuk malam ini.”

Resha menerimanya, ia membaca setiap lembar berkas tersebut hingga habis. Resha hanya perlu membunuh dua belas orang saja. “Aku bisa mengerjakannya sendiri,” pungkas Resha.

Alfanzo tidak ingin banyak berdebat, ia tidak perlu menghawatirkan Resha. Saat Resha datang Alfanzo mendidik Resha untuk menjadi pembunuh bayaran yang handal, dalam lima tahun Resha dapat menguasai berbagai teknik membunuh, dan Resha mampu melakukannya dengan sangat apik. Alfanzo tidak pernah meragukan kemampuan Resha, apalagi dua belas orang penjaga jumlah yang cukup sedikit.

Resha berjalan menuju lemari pakaian yang ada di ruangannya. Ia berdiri untuk meneliti kostum yang cocok untuk ia pakai malam ini. Pilihannya jatuh pada pakaian serba hitam yang melekat pas di tubuh langsingnya. Tidak lupa ia menyelipkan beberapa senjata di tubuhnya.

Pertemuan

Sebuah motor sport melaju kencang di tengah keheningan kota Bogota. Resha menghentikan motornya sedikit lebih jauh dari lokasi.

Langit malam bertabur bintang, dan terangnya bulan memantul dalam genangan air. Sepatu boots yang di pakai Resha menginjak genangan air tersebut hingga keindahan langit malam terkoyak dalam hitungan detik.

Langkah tegapnya terus berjalan ke belakang sebuah rumah mewah di pinggir kota Bogota. Resha memanjat dinding penghalang rumah. Kakinya mendarat sempurna di antara rumput hijau. Kepalanya meneliti keadaan sekitar. Satu orang pria tampak berjalan untuk mengecek keadaan. Resha berjalan mengikutinya, langkahnya mengikuti irama pria tersebut. Ia mengeluarkan senjata ampuh miliknya, Jagdkommando. Sebuah pisau yang memiliki tiga sisi yang di gabung dan di putar spiral, serta memiliki ujung yang runcing.

Dari sudut pandang penjaga tersebut melihat sebuah pisau di sampingnya, namun gerakannya kalah cepat hingga pisau tersebut berhasil menancap di lehernya.

Resha menusuk dan menarik kembali pisaunya dalam gerakan cepat. Pisau yang ia gunakan menimbulkan luka yang cukup lebar dan mengeluarkan darah tiada hentinya.

Resha berjalan melangkahi tubuh pria tersebut. Empat orang berjaga di pintu utama. Resha mengeluarkan dua Jagdkommando miliknya, ia berlari menuju ke arah pintu utama.

“Penyusup!” teriak salah satu penjaga saat melihat keberadaan Resha.

Dalam hitungan detik Resha berada tepat di antara mereka, tangannya yang memegang Jagdkommando mengayun dengan lihai menusuk bagian vital ke empat lawannya. Lima orang penjaga sudah mati di tangannya. Kakinya mendorong pintu utama hingga terbuka lebar, sebuah timah panas hampir mengenai kepalanya namun Resha dapat menghindar dengan cepat. Ia melemparkan Jagdkommando hingga menancap di kepala pria yang memegang pistol.

Melihat temannya mati begitu saja, ia segera mengeluarkan pisau untuk menyerang Resha.

Resha menahan tangan pria yang hendak menusuknya, sementara tangan kirinya yang memegang Jagdkommando menusuk jantung lawannya.

Resha menarik kembali senjatanya dari tubuh pria tersebut dan mendorong tubuh lawannya hingga ambruk ke lantai.

Kaki Resha berjalan menuju pria yang tergeletak di lantai, ia berjongkok untuk mengambil Jagdkommando miliknya yang menancap sempurna di dahi lawannya.

Setengah berlari kaki Resha menaiki undakan tangga, lima orang pria berlari ke arahnya. Resha menyimpan Jagdkommando miliknya, ia mengeluarkan pistol saat melihat pria incarannya hendak melarikan diri.

Resha berlari ia menembak satu lawannya yang mendekat.

Dor!

Di susul dua pria dengan pistol di tangannya, kaki Resha dengan cepat menendang pistol tersebut sebelum lawannya menarik pelatuk. Sudut mata Resha menangkap pergerakan pria lain yang hendak menembak ke arahnya, dalam jarak dekat Resha menjadikan pria di hadapannya sebagai tameng. Sementara ia berjongkok.

Dor!

Peluru tersebut mengenai tubuh pria yang Resha jadikan tameng.

Dor!

Resha melepaskan tembakannya. Dua orang mati dalam waktu bersamaan. Kini Resha hanya tinggal menghabisi dua penjaga yang mengawal targetnya.

Satu pria berbalik hendak melihat ke belakang, ia cukup terkejut dalam hitungan detik Resha menghabisi tiga rekannya. Ia mengeluarkan pistol untuk menembak Resha.

Resha melepaskan tembakannya pada pria yang menghentikan langkahnya. Dor! tubuh pria tersebut ambruk ke lantai.

Pria pengawal tuannya menghentikan langkahnya ia melemparkan gas air mata.

“Merepotkan saja!” batin Resha. Ia menendang gas air mata agar menjauh dari tempatnya. Ia berlari mengejar targetnya. Resha sudah muak dengan permainannya, ia mempercepat larinya. Tangannya mengayun ke atas untuk bersiap untuk mengakhiri nyawa pengawal tersebut dengan Jagdkommando miliknya.

“Argh,” pengawal tersebut memekik kesakitan saat sebuah benda tajam menancap di punggungnya.

Target Resha menghentikan langkahnya ia menengok ke belakang saat melihat pengawalnya ambruk ke lantai.

Resha mengambil senjata miliknya. Tubuh Resha kembali berdiri tegap, bibirnya tersenyum miring. Ia menyimpan pistolnya dan mengeluarkan Jagdkommando satunya lagi. Kedua tangan Resha memegang Jagdkommando yang berlumuran darah.

Langkah tegas Resha berjalan ke arah targetnya, sementara pria tersebut mundur ke belakang dengan wajah yang sangat ketakutan.

Kaki Resha berjalan semakin cepat, dalam jarak dekat Resha menendang dada pria itu hingga tubuhnya terjengkang ke belakang.

Resha semakin gembira melihat targetnya masih berusaha untuk mundur menghindari Resha.

Tangan Resha memegang erat-erat Jagdkommando, ia mendekat ke arah target. Resha menusuknya secara brutal hingga darah dari targetnya menciprat kemana-mana.

Tubuh target Resha tergeletak di lantai dengan keadaan nahas. Sepuluh tusukan Resha yang mengenai organ intinya.

Kaki Resha melangkah menuju kamar mandi, ia sudah hafal betul letak bangunan rumah ini dari berkas yang di berikan Alfanzo. Ia berdiri di depan wastafel dan membersihkan tangannya yang penuh dengan darah. Pakaian hitam yang ia kenakan dapat menyamarkan noda darah, sehingga Resha tidak perlu repot-repot membersihkan bajunya.

Resha menatap pantulan dirinya di cermin, wajahnya tampak datar. Tak ada rasa gembira sedikit pun padahal ia sudah melaksanakan tugasnya hanya dalam hitungan menit saja.

Resha berjalan keluar, ia melangkahi mayat-mayat yang menghalangi jalan keluarnya. Kaki Resha melangkah kembali menuju motornya.

Suara bising dari knalpot motor Resha memecah heningnya malam. Ia membawa motornya kembali menuju markasnya di El Pozo.

Di perjalanan ada hal yang membuat Resha tertarik. Sebuah mobil mewah dengan lambang rusa yang sampai sekarang ia ingat, melaju di depannya. Resha menambah kecepatan motornya, ia membuka kaca helmnya untuk melihat siapa pria yang berada di dalam.

Senyum sinis tercetak jelas di balik helm yang Resha kenakan. Gilbert Abhivandya, pria yang terkenal kejam dan dingin. Gilbert anak kandung dari Thomas. Dari yang Resha ketahui Red Bold sekarang di pimpin oleh Gilbert.

Gilbert yang berada di dalam mobil cukup geram mendengar suara bising motor di sampingnya, yang seperti memberikan kode untuk berhenti.

Sopir mobil melihat kaca spion, dari raut wajah tuannya ia bisa membaca bahwa Gilbert menyuruhnya untuk menghiraukan pengendara motor tersebut.

Tidak kehilangan akalnya, Resha menyalip mobil dan menghentikan motornya begitu saja.

Sopir Gilbert yang terkejut segera menginjak pedal rem dalam-dalam. Beruntung ia tidak menyenggol motor tersebut, jika mobil yang ia kendarai sampai lecet habis nyawanya di tangan Gilbert.

Manik Gilbert tertuju ke depan, kesabarannya sudah habis. Ia hanya ingin pulang dan beristirahat.

“Bunuh dia!”

Sopir tersebut keluar dari mobil dengan wajah marahnya, ia mengeluarkan pisau tajam untuk membunuh Resha.

Resha tersenyum meremehkan saat melihat pisau biasa yang di gunakan lawannya. Saat pisau tersebut hampir mengenai perutnya, tangan Resha merebut pisau itu dan membuangnya. Resha memegang rambut kepala sopir tersebut dan menghantamkannya ke kap mesin. Tubuh sopir luruh ke lantai tak sadarkan diri, Resha menatap kap mobil yang penyok karena ulahnya. Namun ia tidak peduli.

Kakinya melangkah menuju pintu penumpang, ia mengetuk jendela tempat Gilbert duduk.

Gilbert membuka jendela tersebut. Ia memperhatikan wanita tersebut yang membuka helmnya, kepalanya bergerak ke sana kemari merapikan rambutnya yang terurai.

Manik Resha menatap Gilbert sesaat, ternyata Gilbert lebih tampan dari foto yang tersebar di media. Tubuh bagian atas Resha masuk ke dalam, jari lentiknya merapikan dasi Gilbert yang miring.

Gilbert menahan nafasnya saat wajah pengendara motor tersebut berada tepat di depan wajahnya. Bahkan Gilbert dapat merasakan embusan nafasnya. Ada hal yang mengusik Gilbert, wangi parfum yang di pakai wanita tersebut bercampur dengan bau amis darah, yang berhasil menimbulkan tanda tanya dalam diri Gilbert.

Wajah Resha terlihat bangga bisa merapikan penampilan Gilbert. Ia membungkuk hormat lalu kembali memakai helmnya.

Gilbert memperhatikan wanita yang tidak ia ketahui namanya, namun berhasil membuat rasa penasaran Gilbert muncul ke permukaan. Tanpa rasa bersalah wanita itu pergi begitu saja dengan motornya. Hal yang membuat Gilbert tertarik pada wanita barusan ialah keberaniannya, dan keahlian dalam bela dirinya. “Kau tidak akan bisa lari dariku!”

Pemberian

Malam ini Resha pergi bertugas dengan rekannya, Danilo. Resha sudah membabat habis penjaga di lantai dua, sementara Danilo menghabisi para penjaga di lantai satu.

Danilo sudah selesai menghabisi seluruh nyawa pengawal di lantai satu, sebuah tanda masuk pada headset kecil yang terpasang di telinganya. “Resha, Danilo.”

“Ya Tuan ada apa?” Tanya Danilo. Ia berjalan dengan santai melewati mayat-mayat yang berserakan hasil maha karyanya.

“Resha kau bisa mendengarku? ... Di mana Resha, apa dia sudah sudah membunuh target?”

“Saya belum bertemu dengannya,” jawab Danilo. Dari suara Alfanzo ia mendengar nada cemas. “Memangnya ada apa Tuan?”

“Cepat hentikan Resha, dia tidak boleh membunuh target kita. Klien memintanya dalam keadaan hidup-hidup.”

Danilo berlari sekencang mungkin menuju lantai dua. Danilo berkeliling mencari keberadaan Resha, sudah dua ruangan yang ia cek namun tidak ada tanda-tanda keberadaan Resha.

Langkah Danilo terhenti saat melihat Resha tengah menusukkan Jagdkommando ke dada target. “Hentikan Resha!”

Teriakkan Danilo menghentikan aksinya Resha, ia berbalik menatap Danilo. “Ada apa?”

“Jangan bunuh dia.”

Bibir Resha mengerucut ia kesal mendengarnya. Padahal resa ingin bersenang-senang malam ini. Akhirnya Resha mencabut senjatanya yang baru masuk ujungnya saja ke dalam tubuh targetnya. Kakinya menendang kepala target cukup kuat, hingga tak sadarkan diri.

Danilo melihat telinga Resha yang tampak tidak memakai headsetnya. “Ke mana headsetmu? Alfanzo baru saja memberikan perintah.”

Resha meraba telinganya, ia jadi teringat saat salah satu dari bedebah sialan itu menendang bagian kepalanya hingga tubuhnya jatuh ke lantai. Saat itulah Resha kehilangan headsetnya. “Perintah apa?”

“Klien memintanya hidup-hidup.”

Resha memandang Jagdkommando miliknya yang masih bersih, selama melawan para penjaga Resha menggunakan pistolnya. “Sayang sekali pisauku tidak dapat jatah darah segar malam ini,” keluh Resha. Ia kembali menyembunyikan Jagdkommando miliknya.

Danilo menggelengkan kepalanya melihat tingkah aneh rekannya yang kecewa karena tidak bisa menghabisi nyawa targetnya.

Danilo mengikat tubuh target sebelum membawanya ke mobil.

Resha duduk dengan tenang di kursi penumpang samping kemudi. “Kenapa kita kemari?” tanya Resha saat mobil yang di Kendari Danilo memasuki kawasan Red Bold.

Danilo menunjukkan ponselnya. “Alfanzo memintaku untuk mengantarkannya kemari.”

Resha sedikit heran. Red Bold tidak pernah memakai jasa pembunuh bayaran dari luar, karena mereka juga memiliki pembunuh yang cukup di takuti di Kolombia.

Gerbang yang menjulang tinggi dengan logo rusa mulai terbuka, Danilo melajukan kendaraannya memasuki area khusus Red bold. Sebuah sepeda motor mengarahkan jalan untuk Danilo.

Resha menghitung jumlah orang yang menjaga pintu utama Red Bold. “Dua luluh lima orang penjaga,” batin Resha. Jumlah yang cukup fantastis. Belum lagi di setiap gedung Resha melihat beberapa orang berjaga di depan.

Danilo mengikuti motor tersebut hingga berhenti di sebuah gedung yang berada di paling ujung.

Resha dan Danilo turun dari mobil. Mereka mengeluarkan tubuh target yang masih dalam keadaan pingsan.Danilo mengangkat bagian atas tubuh target, sementara Resha mengangkat bagian kakinya. Mereka mengikuti pria yang memakai motor tadi. Ada sepuluh pria yang berjaga di depan. Resha kesal melihatnya karena mereka tidak inisiatif untuk membantu. Tubuh targetnya cukup berat.

Resha masuk ke dalam. Ia cukup terkejut saat melihat wajah tenang Gilbert. Tubuh Gilbert di jaga oleh dua orang yang berdiri tegap di sampingnya.

“Letakan saja di situ!” Perintah Gilbert.

Resha menurunkan tubuh tersebut ke lantai dan menunggu perintah selanjutnya.

Pandangan Gilbert tertuju pada dada pria tersebut yang mengeluarkan darah. “Siapa yang melukainya?”

“Saya tuan,” jawab Resha. Ia menundukkan kepalanya.

“Ikut saya!” Gilbert berjalan di ikuti para pengawalnya.

Sementara Resha menengok ke arah Danilo. Resha menangkap perintah dari Danilo untuk ikut bersama Gilbert.

Resha berjalan cepat saat melihat tubuh Gilbert berdiri di dalam lift. Ia masuk dan berdiri di belakang Gilbert.

Lift mulai melaju sampai ke rooftop. Kaki Resha berjalan keluar mengikuti langkah Gilbert.

Resha ikut menghentikan langkahnya saat Gilbert berhenti berjalan. Tatapan Resha tertuju pada meja yang berada di depannya. Sebuah meja bundar, di atasnya terdapat hiasan lilin serta hidangan berat.

Gilbert duduk di kursinya ia menatap dress hitam selutut berbahan satin yang di pakai Resha, tampak sangat sederhana. “Duduk!”

Resha mengikuti perintah Gilbert untuk duduk. Ia menatap Gilbert tanpa rasa takut, bahkan secara terang-terangan Resha memperhatikan wajah Gilbert. Sorot matanya sangat tajam, tak ada kelembutan sedikit pun. Bibirnya yang cerah tak menampilkan sebuah senyuman. Rahangnya tampak tegas, bulu-bulu halus tumbuh tipis di sana. Rambutnya yang berwarna hitam tersisir sangat rapi. Tuksedo membalut rapi tubuh Gilbert, sangat di sayangkan Resha tidak menemukan celah untuk menggoda Gilbert seperti malam itu. Bahkan dasinya yang melingkar terbentuk sangat sempurna di kerah Gilbert.

Gilbert tahu bahwa Resha tengah memperhatikannya, namun raut wajah wanita di depannya sangat datar. Biasanya jika wanita menatap ke arahnya wajah mereka berbinar-binar seperti melihat berlian di antara tumpukan batu.

“Makan!” nada dingin berbentuk perintah keluar dari mulut Gilbert untuk yang kedua kalinya.

Resha menatap daging di atas piringnya, ia mengambil pisau dan memotong daging tersebut. “Sialan dia sengaja memberikanku hukuman!” batin Resha.

Daging steak milik Resha memiliki kematangan well done, Resha tidak suka dengan steak kering. Sementara mata Resha melihat steak milik Gilbert dengan tingkat kematangan rare, favorit Resha. Tanpa ragu Resha menukar piringnya dengan milik Gilbert.

Empat orang pria maju karena tindakan tidak sopan yang Resha lakukan, namun ia mengeluarkan Jagdkommando miliknya dan melemparkannya tepat mengenai jantung penjaga yang berlari. Akibat pisau yang menancap sempurna di dadanya, tubuh penjaga tersebut ambruk ke lantai. Sementara ketiga rekannya hendak menghampiri meja namun tangan Gilbert terangkat memberikan perintah kepada mereka untuk berhenti dan kembali ke tempat.

Resha menikmati steak milik Gilbert dengan sangat lahap. Tidak memedulikan dengan siapa ia sedang makan. Satu buah steak di lahap habis oleh Resha dalam waktu tiga menit.

Gilbert menuangkan anggur ke dalam gelas Resha. Dengan senang hati Resha menerimanya, lalu ia tenggak habis minuman tersebut. Ia berdiri lalu membungkuk hormat. “Terima kasih untuk makan malamnya Tuan.”

Gilbert memandangi tubuh Resha yang berjalan meninggalkannya.

Resha berjongkok untuk menarik Jagdkommando miliknya, dan memasuk kembali ke tempat penyimpanannya. Ia berjalan tanpa rasa ragu melewati sepuluh orang yang berjaga di depan lift.

Tubuh Resha berbalik ke arah depan, ia dapat melihat Gilbert yang masih duduk di tempatnya hingga pintu mulai tertutup dan lift bergerak turun.

Gilbert menatap kosong kursi di depannya, wanita yang ia ketahui namanya Queresha Mavelin. Seorang pembunuh bayaran, yang berani mengusik ketenangan hatinya. Setiap bertemu dengan Resha tidak ada satu pun sikap wanita itu yang di buat-buat, sangat natural, Gilbert bisa melihatnya dengan jelas. Resha seperti medan magnet yang menarik seluruh perhatian Gilbert agar mencari tahu tentangnya.

Seorang anak buah Gilbert menghampiri meja makan dan menunduk hormat. “Apa yang harus kita lakukan dengan pria di bawah?”

“Habisi saja!” Tujuan Gilbert menyewa Resha hanya agar dapat bertemu dengan wanitanya.

Gilbert mencoba memasukkan steak yang sudah di potong Resha ke dalam mulutnya. Namun tidak cocok di lidahnya, Gilbert mengambil tisu dan memuntahkannya. “Bunuh koki baru itu!”

“Baik Tuan.”

Gilbert sudah mengambil keputusan hal apa yang ia akan lakukan pada wanitanya. “Kirimkan hadiah untuk Resha ke markasnya. Pastikan hadiah tersebut di terima Alfanzo sebelum Resha datang.”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!