NovelToon NovelToon

Healer Dari Dimensi Lain

Hidup yang ke Seratus

Di antara lautan mayat manusia, terlihat seorang gadis berdiri tegak dalam kondisi badan penuh luka. Di tangan kanan, ia menggenggam erat sebilah tongkat sihir. Sepasang mata yang tajam laksana pedang menyorot ke arah seorang pria bermata tiga.

Gadis itu bernama Andressa, seorang healer tingkat tertinggi dan diberi gelar sebagai Dewi penyelamat. Pria bermata tiga itu disebut sebagai makhluk colling. Makhluk tersebut menciptakan kekacauan di tanah manusia hingga menyebabkan terjadinya perang sihir.

"Nona, saya mohon. Jangan korbankan nyawa Anda. Lawan Anda sekarang bukanlah manusia, melainkan makhluk colling."

Rekan-rekan Andressa mencoba menghentikannya berbuat nekat. Pasalnya, makhluk colling yang berada di depan mata ialah sang Raja colling itu sendiri. Tidak ada satu pun manusia yang sanggup menahan serangannya.

"Kalian pergilah dari sini! Aku sendiri yang akan menghadapinya," ujar Andressa.

"Tidak bisa! Kami adalah rekan Anda. Tidak mungkin kami meninggalkan—"

"Tolong pergilah dari sini sekarang juga! Aku takkan mengulangi perkataanku. Daripada kalian mengkhawatirkanku, lebih baik kalian khawatirkan diri kalian sendiri," tegas Andressa.

Pada akhirnya, seluruh rekannya terpaksa meninggalkan Andressa sendirian. Para kesatria serta para penyihir berhasil disingkirkan oleh Raja colling dalam waktu singkat. Kini Andressa sebagai healer sekaligus penyihir terkuat di kekaisaran terpaksa turun tangan.

"Apa yang kau lakukan gadis kecil? Apa kau bercanda ingin menghadapiku?"

Raja colling menertawakan Andressa. Belum pernah seumur hidup dia bertemu musuh sekeji Raja colling. Kali ini Andressa tak punya pilihan, ia juga tidak bisa mundur dari pertempuran.

"Aku tidak bercanda. Aku serius menghadapimu."

"Melihat sorot matamu, aku rasa kau tidak takut denga kematian."

Andressa menyeringai. "Tentu saja, karena aku sudah pernah mati sebanyak sembilan puluh delapan kali dan ini adalah kehidupanku yang ke sembilan puluh sembilan. Lagi pula aku yakin, setelah aku mati, aku akan hidup lagi di dimensi lain."

Raja colling tidak paham maksud perkataan Andressa. Gadis itu berbicara menggunakan bahasa yang tak pernah dia dengar seumur hidup.

"Aku tidak mengerti apa yang kau katakan, tetapi aku yakin kau takkan sanggup mengalahkanku."

Pertarungan pun terjadi. Andressa dan sang Raja colling bertempur di udara. Pergerakan mereka sangat cepat. Mata seorang manusia biasa takkan mampu mengikuti pergerakan serangan mereka.

Kilatan sihir terus menerus menyambar di langit merah. Hingga pertempuran pun berlalu selama lima jam lebih tanpa jeda. Raja colling kewalahan menghadapi Andressa. Sampailah ketika di mana Raja colling tersungkur ke permukaan tanah dan tak sanggup lagi menggerakkan tubuh.

"Sial! Wanita ini tidak bisa diremehkan. Dia jauh lebih kuat dari bayanganku. Tidak boleh begini, aku harus kabur sebelum aku mati di tangannya."

Dengan langkah tertatih-tatih, Andressa merapalkan mantra sihir yang sangat kuat. Si Raja colling nampak panik tatkala mantra itu merasuki badannya.

"Kematian akan datang pada makhluk penyebar kejahatan. Pintu neraka terbuka bagi makhluk berpeluh darah manusia tak berdosa. Makhluk sepertimu dikutuk membusuk di neraka paling mengerikan selamanya!"

Andressa mengangkat tinggi-tinggi tongkat sihir miliknya. Di ujung tongkat sihir, terkumpul energi sihir yang sangat besar hingga memberatkan tumpuan tangannya.

"Apa? Tidak! Aku tidak mau mati!"

Raja colling menjerit ketakutan. Gelombang sihir yang paling ia takutkan berada tepat di depan mata. Dia mencoba untuk kabur, tetapi langkahnya terhambat. Andressa telah lebih dulu memasang penghalang di sekitar area pertempuran.

"Matilah kau, makhluk menjijikkan!"

Andressa melempar sihirnya sampai mengenai tubuh sang Raja colling hingga menimbulkan dentuman kuat. Tubuh Raja colling pun hancur bersamaan gelombang sihir yang diciptakan Andressa.

Andressa terkapar di permukaan tanah. Langit merah perlahan kembali menjadi langit cerah. Bibirnya mengulas senyum sendu, samar-samar kesadarannya mulai terenggut.

"Sepertinya aku mati lagi. Ke mana setelah aku akan dibawa? Namun, aku berharap ini adalah yang terakhir. Aku tidak mau hidup lagi, aku cukup lelah menghadapi dunia yang tak ada habisnya."

***

Sesosok gadis bersurai perak panjang terlihat sedang berada di tengah bahaya. Gadis itu berlarian ke hutan bagian dalam dengan kondisi tanpa alas kaki. Netra berwarna merah delima miliknya tiada henti meneteskan air mata.

Raut ketakutan membara membakar garis parasnya yang cantik jelita. Dari belakang punggungnya, tampak sekelompok bandit berlari mengejar gadis itu.

"Kenapa kau tega melakukannya? Kenapa kau ingin membunuhku, Miria?! Padahal selama ini kau bersikap baik padaku dan menganggapku sebagai saudarimu. Namun, mengapa kau ingin membunuhku? Apa salahku padamu?"

Gadis cantik itu bernama Andressa. Dia terus bertanya-tanya mengenai kesalahan apa yang telah ia perbuat sampai seseorang yang ia percayai malah menyewa bandit untuk membunuhnya.

"Aku tidak mau mati! Aku masih ingin hidup lebih lama. Aku tidak boleh tertangkap oleh mereka."

Andressa menyeka air mata. Para bandit itu tak berhenti mengejarnya.

"Hei, jangan membuat kami kesulitan! Serahkan saja dirimu untuk dibunuh."

"Tidak ada gunanya kau lari dari kami karena di hutan ini tak ada pilihan lain selain merelakan nyawamu untuk mati."

Bertepatan detik itu, ujung jemari Andressa tersandung batu hingga kepalanya terbentur ke batang pohon yang sangat keras. Darah menitik dari sudut luka di kening Andressa. Pandangannya memudar, tak bersisa sedikit pun kekuatan untuknya bangkit dari situasi tersebut.

'Pada ujungnya, semua percuma saja aku lakukan. Hidupku tidak berguna, kemampuanku sebagai tabib sangatlah buruk. Mungkin kematian memang pilihan terbaik bagi diriku.'

Kelopak mata Andressa terpejam sepenuhnya. Nyawanya telah pergi meninggalkan tubuhnya yang terluka. Para bandit itu pun segera memastikan keadaan Andressa.

"Perempuan ini sudah mati! Dia tidak lagi bernapas!" seru seorang bandit.

"Bagus! Dengan begini, tugas kita selesai. Mari kita kembali melaporkannya kepada Nona Miria."

Tatkala mereka memutar badan, tiba-tiba sebuah balok kayu menerjang kepala mereka. Alangkah terkejutnya para bandit itu mendapati Andressa kembali dari kematian.

"Apa yang kalian lakukan terhadap tubuh ini, sialan?!"

Ya, benar! Andressa yang berada di depan mata mereka bukanlah Andressa yang mereka kenal. Melainkan, Andressa yang berasal dari dimensi lain. Nama mereka memang sama-sama Andressa, tetapi jiwa yang berada di dalamnya sangat jauh berbeda.

Begitu Andressa sang healer mati di ujung perang sihir, jiwanya langsung terbang ke dimensi lain lalu merasuki tubuh ini. Oleh sebab itulah, Andressa yang sebelumnya lemah berubah menjadi sosok gadis kuat.

"Kenapa dia hidup lagi? Apa yang terjadi?"

Para bandit itu ketakutan. Mereka menyerang Andressa untuk membuat si gadis mati lagi. Akan tetapi, Andressa dengan sangat lincah bergerak memukul hingga membuat mereka terluka parah dan berakhir mati.

"Padahal aku baru saja membuka mata di tubuh orang lain, tetapi aku langsung dihadapkan dengan para bajing*n ini. Sialan! Aku harus keluar segera dari hutan untuk membuat perhitungan kepada wanita bernama Miria itu."

Kegaduhan di Klinik

Andressa membasuh muka di sebuah sungai yang terletak tidak jauh dari tengah hutan. Dia memandangi wajahnya di pantulan jernihnya air. Sesekali ia berdecak dan memuji wajah tersebut.

"Lagi-lagi aku merasuki tubuh wanita yang sangat cantik. Rambut peraknya berkilau dan matanya bulat seindah permata. Bibir tipis merah mudah serta kulit putih mulus. Namun, sayangnya dia hanyalah seorang tabib tak berguna."

Andressa menyibakkan rambut lalu mengikatnya satu ke belakang. Bola matanya bergerak menyusuri sekitar. Dia mengamati baik-baik di dunia seperti apakah ia akan tinggal mulai sekarang.

"Alam yang damai. Tidak ada aliran mana, sepertinya ini dunia di mana tidak ada sihir. Berdasarkan ingatan tubuh ini, kekuatan yang mendominasi di sini ialah aether yakni kekuatan untuk memperkuat senjata. Kekuatan ini jauh lebih lemah dari sihir, tetapi masih cukup berguna."

Andressa meregangkan otot sejenak sebelum memulai perjalan keluar dari hutan.

"Gadis ini punya nama yang sama denganku. Dia seorang anak yang besar di panti asuhan alias seorang rakyat jelata. Rambutnya yang berwarna perak dianggap sebagai sebuah keanehan sebab di dunia ini hanya ada tiga warna rambut yaitu hitam, pirang, serta coklat."

Andressa menghela napas panjang, cukup lelah baginya menjalani hidup yang tiada ujung.

"Lebih baik aku segera keluar dari hutan ini. Aku ingin melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana rupa dunia yang aku tinggali saat ini."

Memakan waktu sekitar satu jam sampai Andressa keluar dari hutan tersebut. Dia menemukan pemandangan pemukiman penduduk yang beraktivitas melakukan pekerjaan masing-masing.

"Wah, jadi inilah Kekaisaran Emilian? Cukup sederhana dari bayanganku."

Andressa perlahan mulai melangkah memasuki kerumunan pemukiman warga. Lokasinya saat ini ialah berada di pusat ibu kota. Andressa yang terbiasa dengan perubahan terhadap dunia yang ia tinggali, bisa lebih mudah menerima perbedaan yang ada.

Bola matanya tiada henti mengedar serta mengamati pergerakan semua orang. Di samping itu, tanpa ia sadari, ada puluhan pasang mata yang menatap asing ke arahnya.

'Apakah karena warna rambut ini? Terserah saja, aku tidak peduli.'

Andressa pun membelokkan langkah menuju persimpangan masuk ke klinik tabib. Di sana adalah tempat si pemilik tubuh tinggal dan bekerja sehari-harinya.

'Menjadi seorang tabib ya? Ini jauh lebih melelahkan dari yang aku pikirkan. Andaikan di dunia ini ada sihir, aku bisa menjadi healer. Sialan! Siapa sebenarnya yang mengirimku ke dimensi kuno ini?!'

Di tengah pergulatan pikirannya, Andressa tiba-tiba dikejutkan oleh suara gaduh dari halaman depan klinik. Bergegas ia pergi untuk melihat apa gerangan yang terjadi.

"Tolong obati anak saya ... saya mohon, saya akan melakukan apa saja asalkan anak saya selamat."

"Apa kau pikir klinik ini melayani rakyat jelata?! Memangnya kau punya uang untuk membayar kami? Kalau tidak, lebih baik kau pergi sana dan cari tabib lain yang bisa kau bayar murah."

Baru saja Andressa tiba di dunia ini, dia langsung disuguhkan pemandangan tak mengenakkan. Sesosok Ibu muda berpakaian lusuh menggendong bayinya yang sakit untuk meminta pengobatan. Dia memohon sampai bersujud, tetapi pihak klinik enggan membantunya.

'Diskriminasi di dunia ini masih sangat kental. Mereka mengaku sebagai tabib? Omong kosong! Tabib macam yang membiarkan pasien terlantar hanya karena uang?' gerutu Andressa.

Andressa paling tidak bisa membiarkan kejadian seperti demikian terjadi di depan mata. Tanpa berpikir panjang, Andressa menerobos kerumunan orang dan menengahi permasalahan tersebut.

"Kalian menjadi tabib hanya karena uang?"

Suara Andressa terdengar lantang dan menggelegar di halaman luas klinik. Para tabib yang berkumpul serentak mengarahkan pandangan pada gadis itu.

"Andressa, dari mana saja kau?! Apa kau pikir bisa bermalas-malasan seenaknya dan mengabaikan pekerjaanmu?" tegur Chris, salah seorang tabib di klinik tersbeut.

"Aku tidak bermalas-malasan. Justru aku datang untuk bekerja. Namun, siapa sangka kalau aku langsung dihadapkan dengan situasi menjengkelkan," jawab Andressa.

"Apa?"

Seluruh orang di sana tercengang melihat Andressa begitu berani. Biasanya gadis itu hanya mengiyakan setiap kata yang dilontarkan Chris. Akan tetapi, sorot matanya nan tajam sekaligus aura pemberani miliknya membuat Andressa berubah menjadi gadis berbeda dalam sekejap.

"Mari aku bantu."

Andressa membantu Ibu muda itu untuk bangkit dari atas tanah. Sungguh kasihan melihat bayinya menangis tiada henti akibat sakit.

"Nona, apakah Anda juga tabib? Tolong, tolong bantu bayi saya," lirihnya terdengar putus asa.

"Aku memang berencana membantumu, tetapi sebelum itu lebih baik kita lakukan di rumahmu. Orang-orang di klinik ini takkan membiarkanmu masuk," kata Andressa.

Betapa leganya hati Ibu muda itu mendengar Andressa berencana mengobati anaknya.

"Terima kasih, Nona. Saya akan membawa Anda ke rumah saya."

Andressa dituntun oleh Ibu muda itu menuju jalan ke rumahnya. Para tabib sepertinya tidak membiarkan Andressa bergerak sesuai keinginannya.

"Siapa yang mengizinkanmu pergi dari sini?! Andressa! Kalau kau membantu rakyat jelata itu, maka klinik akan memotong gajimu!" teriak Chris.

Andressa menjeda langkah sejenak sembari berbalik badan.

"Chris, apa kau pernah merasakan pukulanku?" tekan Andressa.

Raut muka Chris berubah masam saat mendengar Andressa berkata seakan-akan sedang mengancamnya.

"Apa yang kau katakan?! Kau berani melawanku sekar—"

Bugh!

Sebuah pukulan kuat mendarat ke pipi Chris. Amarah Andressa menggebu-gebu, bahkan kala itu dia sangat ingin membunuh pria tak berhati nurani tersebut.

Chris terjerembab ke lantai sebab tak kuasa menahan beban diri ketika Andressa memukulnya. Mengalir darah segar dari sudut bibir Chris. Rasa pedih bercampur menjadi satu dengan rasa malu.

"Kau baru saja memukuliku? Apa kau sadar dengan apa yang kau lakukan barusan?"

"Tentu saja aku sadar. Kau itu jangan sok memerintahku. Aku tidak mau mengikuti perintahmu lagi. Jangan pernah berpikir kau dapat mengendalikanku sesuka hatimu."

Andressa menginjak punggung tangan Chris. Beberapa potong ingatan mengalir di kepalanya. Dahulu Chris sangat kurang ajar terhadap si pemilik tubuh. Dia menyiksanya dengan menyuruh melakukan pekerjaan berat. Bahkan, sesekali dia mencoba melecehkannya, tetapi untung saja rencana cab*lnya itu tidak berhasil.

"Wanita kurang ajar! Siapa yang mengizinkanmu membuat keributan di klinik?!"

Niana, sang Kepala Klinik datang menghentikan kehebohan yang diciptakan Andressa. Dia berteriak, meninggikan suaranya sampai seisi klinik bisa mendengarnya.

Andressa melirik tajam Niana, wanita itu yang seringkali menjadi penyebab utama Andressa mengalami stres berat. Berapa kali pun Andressa mengadu atas ketidakadilan yang dia dapatkan, Niana tak pernah menggubris aduannya.

"Dia yang memulainya lebih dulu. Aku hanya memberi dia sedikit pelajaran," kata Andressa enteng.

"Mau Chris yang memulainya lebih dulu atau tidak, kau tidak punya hak melawan! Yang harus kau lakukan hanyalah mengikuti perintah dari orang yang berposisi lebih tinggi darimu."

Topeng Miria

Andressa berdecak kesal. Hatinya memanas menekan emosi yang tak kunjung padam. Niana dan Chris membuatnya sakit kepala. Padahal dia berniat untuk beristirahat sejenak, tetapi banyak orang yang mencari masalah dengannya.

"Aku tidak peduli. Seberapa tinggi pun posisimu, aku tidak akan menaruh hormat terhadap orang-orang yang mengganggu ketentraman hidupku. Termasuk kalian berdua, para sampah tak berguna."

Niana menggertak geram. Semakin banyak mata yang menyaksikan keributan ini. Niana tidak peduli situasi yang ia hadapi saat ini, yang dia inginkan hanyalah memberi pelajaran kepada gadis tersebut.

"Sampah? Bukankah kau yang sampah? Kau itu hanyalah seorang tabib yang tak berbakat sama sekali. Berapa lama kau bekerja di klinik ini? Apakah ada peningkatan dirimu? Tidak ada kan? Maka dari itu, jaga sikapmu, Andressa," tekan Niana.

"Benarkah begitu?" Andressa tiba-tiba saja menjambak rambut Niana, cengkeraman tangannya sangat kuat. "Yang membuat aku tidak berkembang adalah kalian! Sekarang usiaku delapan belas tahun, aku menjadi tabib selama lima tahun. Namun, kalian memperlakukanku seperti pesuruh. Apa kalian merundungku hanya karena warna rambutku berbeda?!"

Niana merintih kesakitan. Kulit kepalanya seperti akan lepas. Akan tetapi, dia tidak punya kekuatan lebih mengalahkan Andressa.

"Kenapa kau seperti ini? Lepaskan aku! Biasanya kau menuruti setiap perintahku. Lalu mengapa kau tiba-tiba berubah drastis?"

Andressa tersenyum miring. Ingatan si pemilik tubuh terus menerus menghujam kepalanya seperti rintik hujan.

"Kau tidak perlu tahu penyebab aku berubah!"

Andressa menghantam kepala Niana menggunakan lututnya. Kesadaran Niana nyaris menghilang. Langkahnya pun menjadi sempoyongan tak tentu arah.

"Beraninya kau—"

Bruk!

Niana terjatuh ke tanah. Tiba-tiba saja dia merasakan sekujur badannya menjadi mati rasa.

"Apa? Apa yang terjadi pada tubuhku?"

"Kau akan lumpuh sementara waktu. Kau tabib hebat kan? Coba saja sembuhkan dirimu sendiri, hahaha," kekeh Andressa.

Selepas melakukan itu, Andressa membawa Ibu muda tadi untuk pergi dari klinik. Kondisi anak si Ibu muda menunjukkan gejala panas yang tak kunjung mereda.

"Sudah berapa lama anakmu seperti ini?" Andressa melontarkan pertanyaan pertama.

"Saya rasa sudah tiga hari. Demamnya tidak kunjung turun."

"Apa ada juga gejala seperti muntah dan diare?"

"Ada, Nona."

Andressa memeriksa seteliti mungkin tubuh si bayi. Dia berharap tidak ada sesuatu yang serius terjadi.

"Apa kau menyusui bayimu atau kau menggunakan susu pengganti?"

"Air susu saya tidak keluar selama hampir dua minggu ini, Nona. Jadi, saya memberinya susu sapi murni," jelas sang Ibu.

Mendengar jawaban barusan, Andressa langsung mengetahui penyebab demam bayi si ibu muda itu.

"Baiklah, aku sudah tahu apa yang dialami anakmu. Sepertinya bayimu keracunan susu, kau tidak bisa memberinya susu sapi yang baru diperah karena itu tidak sesuai dengan bayimu sehingga menjadi racun bagi tubuhnya."

"Untung saja kau membawanya ke klinik dengan cepat. Jadi, aku masih bisa menangani masalahnya," papar Andressa panjang lebar.

Sang Ibu begitu mendengar sakit yang diderita anaknya, langsung pucat dan panik.

"Lalu apa yang harus saya lakukan? Tolong obati anak saya, Nona," pinta si Ibu memohon.

"Tenang saja. Aku pasti menyembuhkannya. Sekarang aku akan meresepkan obat untuk anakmu dan beberapa ramuan memperlancar air susumu."

Andressa menuliskan sebuah resep obat di selembar kertas. Untungnya, tubuh ini punya pengetahuan luas soal tanaman herbal atau obat-obatan biasa sehingga tidak sulit baginya menuliskan resep sederhana.

"Ini, silakan kau pakai resep ini untuk membeli obatnya. Tenang saja, kau tidak perlu pergi ke klinik Glory karena resep ini juga ada di klinik-klinik kecil. Kau paham?" kata Andressa.

"Terima kasih, Nona. Berapa saya harus membayar Anda? Saya tidak punya banyak uang—"

"Kau tak perlu membayarku. Gunakan uangmu untuk membeli obat bayimu biar dia cepat sembuh," sela Andressa.

"Apakah Anda yakin, Nona?"

Si Ibu muda itu berlinangan air mata sebab Andressa begitu baik terhadap dirinya. Dia merasa tidak enak hati sehingga dia mencoba memastikan kebaikan hati Andressa.

"Ya, aku yakin. Simpan uangmu dan pergilah beli obat untuk anakmu."

"Baik, terima kasih banyak, Nona."

Sesudah itu, Andressa pun beranjak pamit kembali ke rumahnya. Rumah yang dihuni si pemilik tubuh hanyalah rumah kecil yang tidak jauh berlokasi dari klinik.

"Ini rumahnya? Jauh lebih kecil dari bayanganku."

Begitu Andressa masuk ke dalam, butiran debu seketika menyerang indera penciumannya. Rumah Andressa terlihat seperti tidak pernah dibersihkan. Dia dalamnya sangat berantakan dan banyak sampah berserakan di mana-mana.

"Ini lebih pantas disebut sebagai tempat pembuangan sampah dibanding sebuah rumah," gerutu Andressa.

Terpaksa ia membereskan rumah terlebih dahulu sebelum berpikir langkah selanjutnya. Pada saat rumahnya sudah rapi, terdengar langkah kaki yang bergerak menuju ke arah kediamannya.

"Andressa, apa kau di dalam?"

Terdengar suara seorang wanita yang tidak asing. Andressa bergegas membukakan pintu untuk menemui wanita itu.

"Miria, apa yang membawamu kemari?" Rupanya perempuan itu adalah Miria, orang yang telah membunuh si pemilik tubuh.

"Kenapa responmu seperti itu? Aku kemari ingin melihatmu. Aku dengar kau baru saja membuat masalah di klinik."

Benar-benar wanita bermuka tebal. Miria tidak merasa bersalah dan memilih berpura-pura tidak tahu tentang apa yang telah dia perbuat.

"Iya, aku menghukum binatang yang mengotori klinik," balas Andressa bernada sindiran.

"Apa maksudmu? Aku sangat khawatir ketika kau melukai Niana dan Chris. Kau tahu sendiri kan klinik itu milik keluargaku? Aku tidak mau Ayahku sampai tahu kau membuat masalah," tutur Miria.

Andressa menghembuskan napas kasar. Dia bersandar di ambang pintu sambil melipat kedua tangan di dada.

"Miria, aku tahu kau seorang bangsawan yang terhormat. Aku juga tahu kau berupaya membunuhku. Jadi, berhentilah berpura-pura. Aku muak melihatmu berakting sepanjang waktu."

Miria tersentak. Andressa yang lemah lembut dan selalu tersenyum ramah kini berubah menjadi sosok yang tajam serta dingin. Tiada lagi senyum ramah atau pun tatapan penuh kehangatan. Hanya tersisa aura mengerikan berselimut di diri Andressa.

"Apa yang kau katakan? Kita adalah sahabat. Mana mungkin aku mencoba membunuhmu."

Miria mendekat lalu menggandeng tangan Andressa. Selalu saja seperti ini, dia menggunakan kata-kata sahabat untuk melunakkan hati Andressa.

"Jauhkan tanganmu dariku. Aku paling tidak suka disentuh manusia munafik sepertimu." Andressa menyentak tangan Miria.

"Hei, apa yang terjadi padamu? Padahal sebelumnya kita baik-baik saja. Apa kau marah karena Tuan Muda Gibson berkencan denganku? Aku tahu kau juga menyukainya."

Nama Gibson ialah nama yang paling sering muncul di kepala Andressa. Si pemilik tubuh dahulunya menyukai Gibson. Dia melihat Miria berkencan dengan Gibson tepat beberapa hari yang lalu.

"Dasar menjijikkan! Hentikan aktingmu itu dan perlihatkan padaku sisi dirimu yang sesungguhnya."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!