NovelToon NovelToon

TRAP OF LOVE

#1

Gavin Adelio Neutron adalah putra dari Chris Neutron dan Clara Ansilla Ginea. Ia memiliki perawakan seperti Chris, yakni tinggi, tampan dan juga cerdas. Saat ini usianya sudah memasuki 27 tahun. Mereka sekeluarga tinggal dan menetap di Switzerland, kadang juga mengunjungi keluarga mereka yang berada di Indonesia.

Kisah percintaan Gavin, begitu biasa ia disapa, sebenarnya jauh lebih baik dari kedua orang tuanya. Ia berhasil menikah dengan pujaan hatinya yang sudah menjadi kekasihnya selama 3 tahun, Elisa Ivano, yang merupakan seorang model.

Ia memiliki seorang adik bernama Givanie Adelia Neutron. Seorang gadis kecil yang kini sudah menjadi seorang wanita cantik dengan rambut berwarna hitam kecoklatan, lurus dan ikal di bagian bawah, berusia 24 tahun.

Gavin dan Elisa memiliki seorang putri bernama Grizelle Aileen Neutron, yang baru berusia 1 tahun.

Namun hari itu, bak disambar petir, ia mengetahui bahwa ternyata ia hanya dijadikan sebagai pelengkap dan bahkan mereka menargetkan perusahaan Neutron dengan menjatuhkan nama baik Gavin.

Jebakan untuk menjatuhkan Gavin pun direncanakan dengan matang dan membuat nama Gavin akhirnya jatuh dan berdampak pada perusahaannya. Bagaimana Gavin akan keluar dari situasi tersebut?

Ini adalah pertama kalinya saya membuat sekuel dari novel sebelumnya. Tanpa mengurangi rasa hormat, harap tak memberikan rating buruk jika tak suka. Teman-teman bisa langsung meninggalkan novel ini, tanpa melanjutkan membaca. Terima kasih 🙏🏻

Yuk cusss baca

👇🏻👇🏻👇🏻

Pagi itu, seperti biasa Gavin sedang bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Hari ini ia ada meeting penting yang melibatkan beberapa investor. Ia tak ingin terlambat karena tak ingin membuat imej-nya buruk di hadapan relasi Dad Chris.

Hampir semua investor di Perusahaan Neutron adalah relasi Dad Chris. Dad Chris bisa dikatakan berjuang dari nol untuk sampai ke titik sekarang ini. Ia tak ingin Dad Chris kehilangan muka hanya karena keterlambatannya.

"Aku berangkat," kata Elisa singkat tanpa melihat ke arah Gavin.

Elisa memang sering bersikap acuh kepada Gavin sejak pernikahannya.

"Kamu mau kemana, honey?" tanya Gavin saat melihat Elisa yang sepertinya terburu-buru.

"Hari ini aku ada jadwal pemotretan."

"Elle?"

"Babysitter."

"Kamu tidak bisa memberikan Elle pada babysitter terus, honey. Ia membutuhkanmu," kata Gavin. Elle adalah putri mereka yang baru berusia 1 tahun.

"Bawel."

"Honey .... "

"Sudahlah, aku pergi."

Elisa pun meninggalkan Gavin seorang diri di dalam kamar tidur mereka. Gavin hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat sikap Elisa yang semakin lama semakin membuat Gavin tak mengenalinya lagi.

**

Gavin sampai di rumah sekitar pukul 6 sore. Hari ini ia hanya menghabiskan waktu untuk meeting dan meeting saja. Sebenarnya ia ingin melanjutkan pekerjaannya dengan menandatangani berkas-berkas yang sudah disiapkan oleh sekretarisnya, Ilona, tapi ia sudah rindu dengan putrinya, Grizelle.

"Jack, besok?"

"Besok hanya ada meeting dengan Triumph Group setelah jam makan siang,” jawab Jack.

"Baiklah, selain itu kamu kosongkan jadwalku."

"Baik bos."

Gavin langsung menuju kamar putrinya. Ia melihat babysitternya sedang bermain bersama dengan putrinya itu. Ia datang menghampiri. Elle yang melihat Gavin datang pun langsung berdiri dan berlari menghampirinya, meskipun masih dengan perlahan karena ia belum lama bisa berjalan.

"Hallo Elle cantik, kamu main apa sayang?" tanya Gavin.

"Da da da ..."

Gavin mengecup kedua pipi putrinya.

"Apa Nyonya sudah pulang?" tanya Gavin pada Poppy, pengasuh Elle.

"Belum, Tuan,” jawabnya

"Ke mana dia?" gumam Gavin sambil menautkan kedua alisnya.

Gavin menemani Elle bermain sebentar, kemudian ia meminta babysitter tersebut untuk menidurkan anaknya itu, sementara ia akan membersihkan diri dan makan malam.

Sampai larut malam, Gavin tidak melihat tanda-tanda kepulangan istrinya. Ia membuka laptop-nya dan memeriksa beberapa berkas yang sempat ia bawa pulang ke rumah tadi.

Ia duduk di tempat tidur, bersandar di kepala tempat tidur, sambil memangku laptop miliknya. Sesekali ia melihat jam di ponselnya dan melihat apakah ada panggilan atau pesan dari istrinya, tapi hasilnya nihil.

Ia pun akhirnya mematikan laptopnya dan pergi menyikat gigi, kemudian beranjak tidur. Ia ingin menunggu istrinya, tapi ia sudah sangat lelah karena padatnya jadwal yang harus ia lalui hari ini.

**

Gavin terbangun, matanya mengerjap karena masuknya cahaya matahari dari sela-sela gorden kamar tidurnya.

Ia mengambil ponselnya yang ia letakkan di atas nakas dan melihat bahwa jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Ia melihat sebelah tempat tidurnya masih kosong, artinya Elisa tidak pulang lagi.

Sudah beberapa kali memang Elisa melakukan hal ini dan ia selalu beralasan bahwa jadwal pemotretannya sangat padat, sehingga ia harus menginap di lokasi yang memang menyediakan kamar bagi para model-model yang turut andil dalam pemotretan tersebut. Semua itu disiapkan oleh pihak manajemen yang menaungi para model tersebut.

Gavin beranjak dari tempat tidur dan masuk ke dalam kamar mandi. Ia membersihkan diri, kemudian ia mempersiapkan dirinya untuk berangkat bekerja.

"Py, kamu tolong jaga Elle. Kalau ada apa-apa, segera kamu hubungi saya," kata Gavin saat melihat Poppy sedang memakaikan baju untuk Elle.

"Baik, Tuan,” balas Poppy.

Gavin pun mendekati Elle, kemudian mengecup kedua pipi anak manisnya itu.

"Daddy berangkat dulu, sayang. Daddy love you," kata Gavin.

Gavin pun segera menuju ruang depan, tempat dimana biasa Jack sudah menunggunya. Hari ini ia akan sarapan di kantor saja, demikianlah pikir Gavin.

"Jack, kamu cari orang untuk mengawasi istriku. Ingat, jangan sampai ia tahu. Laporkan semuanya padaku dan jangan terlalu lama," perintah Gavin pada Jack saat di dalam mobil menuju ke perusahaan.

"Siap bos."

Jack selama ini memang sedikit menaruh curiga pada istri atasannya itu, karena pernah sekali waktu Jack melihatnya bersama seseorang, hanya saja Jack tidak berani mengatakan hal itu kepada Gavin.

"Sepertinya anda harus bersiap-siap Nyonya," gumam Jack sambil tersenyum penuh makna. Ia sudah tidak sabar untuk membongkar kebusukan istri atasannya itu.

Sesampainya di kantor,

Gavin membuka ruangannya setelah melewati meja Ilona, sekretarisnya.

"Dad," ucap Gavin yang melihat ayahnya ada di dalam ruang kerjanya.

"Hi, Son,” sapa Dad Chris.

"Apa yang membawa Daddy ke sini?"

"Apa kau tidak kangen dengan Daddy mu ini, Son? Sudah hampir 1 bulan kamu tidak mengunjungi kami di rumah," ungkap Dad Chris.

"Sorry Daddy, pekerjaanku saat ini sedang banyak sekali, apalagi aku harus menyiapkan bahan-bahan untuk meeting bersama investor kemarin.”

Dad Chris tertawa sejenak, "Daddy tahu, Son. Hanya saja mommy-mu itu yang tidak tahan ingin bertemu denganmu dan juga Elle."

"Baiklah, akhir minggu ini aku akan membawa Elle ke rumah, bagaimana?"

"Ah sepertinya kita tidak akan bisa melakukannya juga."

"Kenapa?" tanya Gavin.

"Besok Daddy dan Mommy akan berangkat ke Indonesia. Grandpa Brandon sedang kurang sehat sehingga Mommy ingin menemaninya."

"Grandpa sakit apa, Dad?" tanya Gavin yang terlihat kuatir juga.

"Daddy belum tahu pasti, karena itulah akan lebih baik kalau kami mengunjunginya. Apa kamu mau ikut, Son?" tanya Dad Chris.

"Sebenarnya aku ingin Dad, tapi pekerjaanku sedang banyak sekali. Lagipula tidak ada yang bisa menggantikanku saat ini.”

"Baiklah, kita bergantian saja nanti. Saat Daddy sudah kembali ke sini, kamu bisa mengunjungi Grandpa dan Grandma. Mereka pasti sangat merindukanmu."

"Okay, Dad. Lalu bagaimana dengan Gia?"

"Ahhh adikmu itu, Daddy sudah berusaha mengajaknya, tapi dia selalu bilang sibuk,” ungkap Dad Chris sedikit berdecak kesal.

"Memang apa yang dilakukannya? bukankah dia baru menyelesaikan kuliah masternya? atau dia sudah mendapatkan pekerjaan?" tanya Gavin.

"Dia sedang mengambil sabuk hitam."

"Whattt???" Gavin tak percaya bahwa Gia akan meneruskan latihan taekwondonya, "Bukankah dia sudah kapok ikut taekwondo?"

"Dad juga kurang tahu pasti, tapi sepertinya ada yang membuatnya ingin meneruskan latihan tersebut, karena beberapa minggu terakhir ia sempat menjadi pendiam dan hanya duduk di dalam kamar. Kami sudah bertanya, tapi ia selalu bilang tidak apa-apa."

"Baiklah Dad, aku akan meminta Gia untuk tinggal bersamaku sementara Daddy dan Mommy ke Indonesia."

"Thank You, Son."

🌹🌹🌹

#2

Gavin menghubungi ponsel istrinya berkali-kali, namun selalu saja tidak tersambung ataupun berada di luar jangkauan. Ia meletakkan ponselnya di atas meja, kemudian kembali berkutat dengan pekerjaannya.

Tak lama, Jack pun masuk ke dalam ruangannya.

"Bos, saatnya makan siang."

"Baiklah, kita makan siang dulu setelah itu kita langsung meeting," kata Gavin.

"Baik bos."

Jack langsung mengambil berkas-berkas yang dibutuhkan kemudian memanggil supir untuk menyiapkan mobil.

Saat Gavin tiba di lobby, mobilnya sudah siap di sana. Jack membukakan pintu belakang untuk Gavin, sementara ia duduk di kursi depan, di samping supir.

"Mau makan di mana bos?" tanya Jack.

"Cari cafe yang dekat dengan tempat meeting saja Jack, aku tidak ingin terlambat."

Gavin memang dikenal sebagai pribadi yang sangat tepat waktu dan ia juga membenci orang yang terlambat.

Jika ia bertemu dengan orang yang akan mengadakan kerja sama dengannya dan orang tersebut terlambat, maka jangan harap Gavin mau bekerja sama dengan orang tersebut. Ia akan langsung membatalkan kerjasama tanpa berpikir lagi. Ia menganggap bahwa kredibilitas seseorang dilihat dari bagaimana orang tersebut menggunakan waktunya.

Jack membukakan pintu mobil tersebut saat mereka telah sampai ke sebuah restoran yang menyajikan masakan Italia.

"Silakan Bos," kata Jack sambil membukakan pintu.

Gavin turun dari mobilnya, lalu memasuki restoran tersebut ditemani oleh Jack.

"Apa perlu kita pesan ruang VIP bos?" tanya Jack.

"Tidak perlu, kita di sini saja," sambil menunjuk salah satu tempat di sana yang langsung menghadap ke arah jendela.

"Baik Bos."

Mereka akhirnya duduk dan meminta buku menu. Selesai memesan, mereka membicarakan sedikit mengenai materi yang akan dibahas dengan PT Triumph.

Saat mereka sedang menyantap makan siang mereka, mata Gavin menangkap sosok istrinya sedang bersama seseorang. Ia mengepalkan tangannya karena melihat begitu mudahnya Elisa bergelayut manja di tubuh laki-laki itu.

Untung saja Gavin bukan pribadi yang suka meluapkan emosi di muka umum. Ia akan melakukannya di belakang dengan cara yang lebih menyakitkan.

Ia terus memperhatikan gerak-gerik Elisa. Jack yang melihat Gavin sedang memperhatikan sesuatu, akhirnya menoleh ke arah tatapan mata Gavin. Di sana ia bisa melihat apa yang saat ini sedang dilihat oleh bos nya itu dengan tatapan membunuh.

"Selidiki laki-laki itu Jack, aku menunggu kabar secepatnya darimu,” perintah Gavin.

"Baik Bos."

Mereka melanjutkan makan siang mereka dan segera pergi menuju lokasi meeting mereka bersama PT Triumph.

Mereka menunggu di sebuah ruangan yang tidak terlalu besar, tapi memiliki interior yang cukup mewah. Tak lama, pintu pun terbuka.

Seorang wanita? - batin Gavin.

"Selamat siang, Tuan Gavin," sapa wanita itu sambil mengulurkan tangannya.

Menggunakan blazer berwarna navy dan rok selutut berwarna senada membuat tampilan wanita itu sangat anggun dan berkelas. Tapi Gavin juga yakin kalau wanita itu masih sangat muda, mungkin seumuran dengan Gia.

Gavin membalas uluran tangan wanita itu dan tersenyum.

"Perkenalkan nama saya Aransena Luca. Anda bisa memanggil saya Sena. Dan ini asisten saya Flo."

Mereka pun akhirnya duduk bersama, membicarakan kesepakatan bisnis yang akan mereka lakukan.

Setelah berhasil meraih kesepakatan dengan sedikit perubahan pada surat kontrak, mereka akhirnya bersalaman.

"Terima kasih Tuan Gavin atas kesempatan yang diberikan untuk bekerja sama dengan perusahaan kami."

"Saya juga mengucapkan terima kasih. Kalau ada sesuatu mengenai project ini, anda bisa langsung menghubungi asisten saya, Jack."

"Baik Tuan. Saya akan meminta Flo mengirimkan surat kontrak itu setelah kami selesai merevisinya."

Mereka akhirnya bersalaman, dan meninggalkan tempat itu.

**

"Flo, kamu revisi semua sesuai kesepakatan kita tadi. Apakah aku masih ada meeting setelah ini?" tanya Sena saat ia sudah berada di dalam ruang kerjanya.

"Tidak ada Miss."

"Baiklah, aku keluar dulu ya kalau begitu dan mungkin tidak akan kembali lagi ke kantor."

"Baik Miss."

**

Di sebuah cafe,

"Giaaaa, apa kamu sudah lama menungguku?" tanya Sena.

"Tentu saja, aku sudah mulai berlumut," katanya dengan wajah datar dan sedikit berdecak kesal.

"Ah jangan merengut begitu, nanti cantikmu pindah ke meja," kata Sena sambil terkekeh.

"Apa sekarang kamu sudah tidak sibuk? belakangan susah sekali rasanya bertemu denganmu, meski hanya untuk sekedar minum kopi," gerutu Gia.

"Sorry, Gi. Oya, mana Anna?" tanya Sena.

"Dia lagi, sudah pasti lebih ngaret daripada kamu,” gerutu Gia.

"Apa kamu tidak bersamanya? bukankah kamu berlatih taekwondo bersama?”

"Hari ini aku tidak ada latihan. Lagi pula, dia itu udah master of master, mana perlu latihan, yang ada sekarang dia sedang mendapat jatah untuk melatih anak-anak."

Seketika Sena tertawa saat membayangkan Anna sedang melatih anak-anak.

"Dia pasti akan sangat kerepotan."

Tak lama, bel di pintu cafe kembali berdenting. Seorang gadis dengan T-shirt berwarna putih yang dipadu dengan cardigan di bagian luar, serta celana jeans, memasuki cafe tersebut.

"Aku tahu kalian pasti sedang membicarakanku," kata gadis itu pada dua orang sahabatnya yang duduk tidak jauh dari pintu cafe.

"Memang!" ungkap Gia.

"Dasar kamu ini," kata Anna sambil menjitak kepala Gia.

Anna memesan segelas teh hangat, sementara kedua temannya sudah menyesap kopi di hadapan mereka.

"Anna, bagaimana keadaan Uncle?" tanya Sena.

"Masih sama, bahkan saat ini Daddy sudah tidak bisa lagi menggerakkan kakinya."

"Apa kamu tidak ingin membawa Uncle ke dokter?" tanya Gia yang terlihat kuatir.

"Aku sudah membujuknya, bahkan berkali-kali. Tapi Daddy tetap dengan pendirian yang sama. Ia bilang itu hanya akan membuang-buang uang. Katanya akan lebih baik jika aku menyimpannya untuk masa depanku."

"Bawalah ke rumah sakit. Aku punya kenalan seorang dokter," kata Sena.

"Aku akan coba membujuk Daddy lagi, mudah-mudahan kali ini ia mau mengubah pendiriannya," kata Anna sambil menyesap teh hangat miliknya.

"Daddy dan Mommyku akan pergi ke Indonesia. Grandpaku sedang sakit."

"Apa kau akan ikut ke sana?" tanya Anna.

"Tidak. Aku sedang malas bepergian, ada sesuatu yang harus aku lakukan."

"Apa kau memerlukan bantuan kami?" tanya Sena.

"Belum. Saat ini aku bisa mengatasinya."

Mereka pun melanjutkan obrolan mereka. Anna dan Gia adalah teman sejak mereka SMA, sementara Sena adalah teman Gia saat mereka menempuh pendidikan master di London. Kini ketiganya menjadi sahabat.

🌹🌹🌹

#3

Gavin yang sudah berada di atas tempat tidurnya sambil memangku laptop melihat ke arah pintu yang sedang dibuka oleh istrinya.

"Kamu baru pulang?" tanya Gavin dengan nada biasa.

"Ya, 2 hari pemotretan membuat tubuhku benar-benar kelelahan. Rasanya aku ingin langsung berbaring dan memejamkan mataku.”

Lelah? apa kamu kelelahan karena habis bergelayut manja di dada laki-laki lain? - batin Gavin.

"Aku mandi dulu ya, honey," kata Elisa sambil membuka pakaian yang ia kenakan begitu saja lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Gavin tak menjawab perkataan Elisa, bahkan untuk melihat ke arahnya saja ia sudah malas. Ia kembali larut dalam pekerjaannya, menatap ke arah laptop dan berkas-berkasnya.

Gavin mengambil ponselnya dan menghubungi adiknya, Givanie.

"Halo."

"Gi, besok kamu ke tempat kakak. Menginaplah di sini selama Daddy dan Mommy pergi ke Indonesia,” kata Gavin.

"Aku di rumah saja kak."

"Kamu harus menginap di sini. Tak ada bantahan!"

"Ahhh kakakkk!!! menyebalkan!" gerutu Gia.

Gavin pun mematikan sambungan ponselnya saat melihat Elisa sudah keluar dari kamar mandi. Wanita itu seperti biasa menggunakan lingerie seksi untuk tidur, kali ini berwarna hitam sedikit menerawang.

Apa dia kira aku akan tergoda? - gerutu Gavin dalam hatinya.

"Apa kamu sudah melihat Elle?" tanya Gavin frontal.

"Bukankah sudah ada Poppy," jawab Elisa.

"Tapi kamu itu Mommynya."

"Ah aku lelah, honey," kata Elisa sambil naik ke tempat tidur dan menutupi dirinya dengan selimut.

Ia mendekati suaminya dan memainkan jari jemarinya di dada bidang Gavin.

"Honey, apa kamu tidak merasa lelah?" tanya Elisa sambil terus memainkan jemarinya.

Gavin kemudian membereskan berkasnya. Ia bangkit dari tempat tidur sambil membawa laptopnya, lalu duduk di sofa.

"Kamu tidurlah dulu. Masih banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan malam ini,” kata Gavin.

Gavin tak akan pernah menyentuh wanita yang sudah disentuh laki-laki lain, meskipun itu hanya bergelayut manja. Ia justru merasa jijik. Ia memang seorang laki-laki dewasa yang juga memiliki nafsu saat melihat keseksian seorang wanita, tapi ia juga punya harga diri.

**

Semalam Gavin tidak tidur di kamarnya, ia lebih memilih tidur di ruang kerjanya. Ia sudah bangun sedari pagi, membersihkan diri dan menggunakan pakaian kerjanya, sementara istrinya masih tertidur dengan nyenyaknya.

"Py, apa Elle sudah bangun?" tanya Gavin yang melihat Poppy sedang berjalan ke arah dapur.

"Belum, Tuan,” jawab Poppy.

"Baiklah. Oya, hari ini Gia akan ke sini dan menginap. Kamu minta Lio untuk mempersiapkan semuanya, karena Gia akan lama berada di sini."

"Baik, Tuan."

Gavin menyantap sarapannya, lalu menghampiri Jack yang sudah menunggunya.

"Ayo berangkat Jack."

Mereka pun segera berangkat ke kantor. Jack bisa merasakan aura yang tidak menyenangkan, sepertinya ada sesuatu yang membuat bos-nya itu sedang tidak dalam mood yang baik.

Di rumah, Elisa yang baru saja terbangun, langsung mengambil ponselnya yang berada di atas nakas.

"Halo, beib ... good morning."

" ..... "

"Benarkah?"

" ..... "

"Baiklah, aku akan segera bersiap-siap."

" ..... "

"I love you too, beib."

Elisa langsung beranjak dari tempat tidurnya, menanggalkan pakaiannya dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.

Setelah itu, ia menyiapkan kopernya dan memasukkan pakaian, sepatu, alat make-up, dan keperluan lainnya. Kemudian ia segera berdandan, menggunakan dress sabrina dengan panjang di atas lutut, sehingga memperlihatkan kaki jenjangnya.

Ia mengambil kacamata hitamnya, kemudian segera menarik kopernya. Ia siap untuk berangkat.

"Siang, Nyonya,” sapa Poppy.

"Aku pergi, kamu jaga Elle."

"Tapi Nyonya, Elle tidak mau makan."

"Kamu ini sebagai babysitter kerjanya bagaimana. Kamu harus tahu kalau anak tidak mau makan, kamu harus bagaimana.”

"Sudah saya coba Nyonya untuk mengajaknya sambil bermain, tetapi ia tetap tidak mau. Malah kadang ia memuntahkannya."

"Apa kamu mau saya pecat?!" ancam Elisa.

"Ti ... tidak Nyonya."

"Kamu dibayar untuk menjaga Elle, bukan untuk mengeluh,” kata Elisa dengan geram.

Elisa kembali menarik kopernya dan segera pergi meninggalkan rumah. Ia tak mempedulikan putrinya karena ia akan pergi untuk bersenang-senang.

🌹🌹🌹

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!