MOHON UNTUK TIDAK MEMBACA NOVEL INI KARENA ALURNYA SEMENTARA MAU DI ROMBAK JADI BAB 1 DAN YANG LAINNYA TIDAK SEJALAN 😊
Dilraba dilmurat (Ilusi Nazia Rosalina Winata)
Wanita dengan paras cantik, kulit putih dan rambut panjang. Umurnya 20 tahun, Nazia adalah mahasiswa Ekonomi disalah satu Universitas di Australia. Selain menjadi seorang mahasiswa, Nazia bekerja di Perusahan ayahnya sebagai pegawai biasa. Nazia tidak ingin seperti anak-anak yang lain yang mengambil kesempatan dalam kekuasaan orang tua mereka.
Yang Yang, (Ilusi Robinson Winata) Kakak laki-laki Elina yang berumur 24 tahun. Robinson menjabat sebagai CEO di Perusahan Winata yang berada di New York.
Ji Sung (Ilusi Franden Winata) Ayah dari Nazia Rosalina Winata.
Lee Bo Young (Lestari Rosalina) Ibu dari Nazia Rosalina.
Di umur mereka yang ke 40 tahun, Franden dan Lestari berkeinginan memiliki cucu. Mereka meminta Nazia untuk menikah sekalipun masih kuliah. Namun, Nazia menolak. Nazia tidak ingin menikah muda, menurut Nazia di umur yang masih 20 tahun adalah waktu yang harus ia pergunakan dengan mengasa keahliannya.
"Sayang, besok malam kamu ikut Ibu dan Ayah ke Restaurant yang sering kita kunjungi. Ibu mau memperkenalkan kamu dengan anak teman Ibu," ujar Lestari saat di meja makan.
"Aku tidak mau," balas Nadira kemudian pergi meninggalkan ibu dan ayahnya yang sedang makan.
"Dasar anak keras kepala!" Lestari terlihat geram. Sedangkan Franden hanya menggeleng kepala.
"Umurnya sudah 20 tahun dan sebentar lagi dia akan wisudah. Apa lagi coba, apa salah jika aku memintanya bertemu dengan anak teman lamaku." Lestari mendengus kesal.
"Jangan paksa dia, biarkan dia melakukan apa yang dia inginkan" ujar Franden dengan santai.
"Apa kamu mau anakmu menjomblo seumur hidup! Coba kamu lihat, aktivitasnya hanya di kampus, Perusahan dan rumah. Kapan dia bisa menikah kalau itu terus yang dia lakukan" ujar Lestari kemudian ia berdiri meninggalkan suaminya seorang diri di meja makan.
Sky (Ilusi Erlando Magesta). Seorang pria yang berumur 24 tahun, berprofesi sebagai seorang dokter di Rumah Sakit Magesta. Ia menjabat sebagai direktur utama atau bisa dikatakan dialah pemilik Rumah Sakit Magesta. Bukan hanya sebagai seorang Dokter, Erlando juga merupakan seorang CEO di Perusahan peringkat pertama atau Perusahan terbaik di Australia. Sikapnya yang sopan membuat orang-orang menyayanginya.
Lee Dong Gun (Adiswa Magesta) Ayah dari Erlando Masesta.
Jo Yoon Hee (Ilusi Melyana Sanika) Ibu dari Erlando Magesta.
"Lan, apa kamu punya waktu luang sebentar malam?" tanya Melyana saat mereka sedang berada di ruang keluarga.
"Tidak ada, Buk. Aku aku harus ke Rumah sakit, banyak pasien di sana" jawabnya dengan lembut.
"Kan kamu bisa serahkan pada Dokter yang lain," sambung Adiswa.
"Aku tahu, Ayah. Tapi aku tidak mau melepas tanggung jawabku hanya karena hal yang tidak penting," ujar Erlando dengan santai. Ia tahu apa niat ibunya.
Melyana membulatkan matanya, "Tidak penting apanya! Itu hanya menurutmu tapi sangat penting bagi Ibu,"
"Buk, aku akan cari wanita yang menyayangi Ibu dan Ayah. Yang baiknya bisa membuat Ayah dan Ibu lupa akan kematian," ujar Erlando kemudian tersenyum. Ia sengaja mengatakan kalimat terakhirnya agar Ibunya kesal. Ia tahu ibunya suka sensitif.
"Jadi kamu menyumpahi Ibu!!" Melyana terlihat geram.
"Hahahaha," tawa Erlando. "Aku hanya bercanda, Buk. Pada intinya, untuk sekarang-sekarang ini aku belum memikirkan pernikahan. Aku nyaman dengan apa yang aku lakukan sekarang," ujarnya.
Drt drt drt...
Ponsel Erlando bergetar, "siapa yang menelpon?" tanya Melyana saat Erlando hendak berdiri.
"Teman," balasnya singkat.
Erlando menjauh dari Ibu dan ayahnya kemudian ia mengangkat panggilan dari sahabatnya.
"Halo," sapa Erlando.
"Lan, sebentar malam ada acara reuni. Aku harap kamu bisa datang, nanti aku kirim alamatnya." ujar Vano, rekan Dokter di Rumah Sakit Magesta.
"Akan aku usahakan," balasnya.
"Oke, aku tutup telponnya ya," ujar Vano kemudian menutup panggilan telepon mereka.
Malam hari/pukul 8:00
Nazia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, ia takut terlambat ke alamat yang sudah dikirimkan oleh ibunya. Awalnya ia menolak, tapi demi ibunya Nazia mengiyakan. Toh hanya untuk makan malam bukan menjodohkan mereka.
Akkkh...
Teriak Nazia, Nazia menabrak pohon yang berada di pinggiran jalan saat ia mencoba menghindari seseorang yang tiba-tiba berdiri digaris putih.
"Tolong aku," ujar Nazia sebelum ia kehilangan kesadaran.
Wiung... wiung... wiung... mobil ambulance terdengar di perjalanan kota. Tak berlangsung lama, ambulance pun sampai di Rumah Sakit. Karena kejadian tidak jauh dari Rumah Sakit Magesta maka Nazia di bawah ke Rumah Sakit Magesta untuk tangani.
Di Restaurant, keluarga Winata dan keluarga Magesta sedang menunggu Nazia. Erlando tetap bersikap santai saat menyaksikan 2 kerabat yang baru bertemu bercanda gurau.
Kring... kring... ponsel Lestari berdering bersamaan dengan ponsel Erlando.
"Ibu, aku angkat panggilan sebentar" pamit Erlando, ia agak menjauh dari orang tuanya.
"Dokter, cepat ke Rumah sakit. Ada pasien yang baru saja di bawa ke Rumah sakit dan kondisinya sangat parah," ujar seseorang sebelum Erlando menyapa.
"Aku ke sana sekarang," balasnya.
Erlando memutuskan panggilan kemudian ia menoleh, dilihatnya tante Lestari sedang terisak. "Tante kenapa?" tanya Erlando.
"Anak Tante Lestari kecelakaan, kita harus ke Rumab sakit sekarang." kata Melyana.
"Aku tidak bisa ikut, Buk. Ada pasien yang baru saja di bawa dan kondisinya sangat parah," ujar Erlando. Ia tidak tahu kalau wanita yang dimaksud perawat tadi adalah Nazia.
"Kita satu tujuan, Nak. Kami juga akan ke Rumah Sakit Magesta," ujar Melyana.
Rumah Sakit Magesta
Erlando dan keluarganya berjalan tergesa-gesa, begitupun dengan orang tua Nazia.
"Tante jangan panik, aku akan berusaha untuk menyelamatkan anak Tante" kata Erlando meyakinkan.
"Tolong selamatkan anak Tante. Hikz... hikz... hikz..." pintah Lestari sembari menangis.
Satu jam kemudian, Nazia dipindahkan ke ruang perawatan. Kepanya diperban begitupun dengan kakinya.
"Bagaimana dengan Nazia, Nak?" tanya Lestari.
"Benturan di kepalanya tidak terlalu keras hingga hanya terluka sedikit. Tapi di bagian kakinya ada cendera yang membuat Nazia sulit untuk berjalan. Dilihat dari CCTV, Nazia mencoba melopat untuk menghindari kecelakaan itu namun akibatnya lebih fatal." jelas Erlando.
"Tante jangan khawatir, kami akan melakukan terapi agar Nazia dapat berjalan seperti sedia kala." lanjunya.
"Lakukan apapun asalkan Nazia bisa berjalan lagi," ujar Lestari.
Di dalam ruang perawatan Nazia, Lestari memegang tangan anaknya sedang suaminya duduk di sofa bersama dengan Melyana dan suaminya.
"Lestari, kamu harus sabar dan kuat. Jika kamu lemah bagaimana dengan dia, kamu harus menguatkannya di saat dia sadar nanti," ujar Melyana.
"Ini semua salahku, Mel. Aku yang memintanya untuk cepat-cepat" ujar Lestari sambil sambil memegang tangan putrinya.
.
.
.
.
Bersambung....
Halo readers. Terimakasih sudah mampir di karya aku baik di "Apa Salahku" mau pun di "Awal Tanpa Cinta" Jangan lupa tekan like sebelum membaca 😊 serta up, komentar dan fav dan juga votenya 😆😆
Happy Reading 😊
.
.
.
****
5 tahun kemudian
Pagi hari...
Saat Neska dan Adiswa ke Luar Negri. Bi Syam dan Bi Inah sedang menyiapkan sarapan. Erlando keluar dari kamarnya menuju dapur untuk mengambil sebotol air es, Bi Syam dan Bi Inah saling tatap. Mereka tahu apa yang akan dilakukan Erlando. Erlando menaiki anak tangga, ia berhenti tepat di depan kamar Nazia. Erlando masuk tanpa mengetuk pintu, ia menghampiri Nazia menyiramnya dengan air es. Sontak membuat Nazia bangun dari tidurnya.
"Apa kamu lupa hah!!" bentak Erlando.
"Maafkan aku Kak, aku lupa," jawabnya dengan gemetar.
"Sudah aku katakan padamu! Kamu harus menyelesaikannya di malam hari!" bentak Erlando lagi.
Nazia hanya diam, matanya mulai berkaca-kaca. Kedua pembantunya hanya bisa diam dan tak berani membantu. Sudah menjadi hoby bagi Erlando di saat kedua orang tuanya ke Luar Negri. Ia akan menyuruh Nazia menyelesaikan tugas Erlando yang di berikan guru saat di sekolah.
Erlando keluar dari kamar Nazia, dengan senyum kemenangan. Sedangkan Nazia mulai menangis, ia bangkit dari tempat tidurnya menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Sikap Erlando tak bisa dimengerti, kadang ia jahat, kadang ia baik.
****
"Bibi! Tolong panggil Nazia untuk sarapan," pinta Melyana sembari duduk di kursih.
"Iya nyonya," sahut Bi Syam dari arah dapur.
Tap tap tap.
Bunyi sendal Bi Syam saat menaiki tangga. Bi Syam pun sampai di depan pintu kamar Nazia.
Tok tok tok...
Suara pintu diketuk.
"Non, ayo turun sarapan dulu non," panggil Bik Syam dari balik pintu.
"Iya, Bik. Nanti aku turun," sahut Nazia dari dalam kamar.
Di Meja makan, Melyana menasehati, Erlando. Erlando yang tak begitu menyukai dinasehati membuatnya merasa risih. Ia mencoba mengunyah sarapannya dengan cepat. Saat hendak berdiri Melyana menyuruhnya untuk tetap duduk.
"Erlan, kami harap kamu bisa menerima adikmu. Apa kamu tidak kasihan padanya, sudah 5 tahun dia tinggal bersama kita dan kamu masih saja membencinya. Coba kamu posisikan dirimu dengannya, Nak, mungkin dengan begitu, kamu bisa menerimanya." Melyana mencoba menasehati Erlando.
"Untuk apa aku menganggapnya sebagai Adiku! Sejak dia berada di rumah ini aku sudah membencinya dan kalian selalu membelanya!" terang Erlando dengan mengepal tangannya.
Melyana kembali terbawa emosi, "bukannya kami mau membelanya Erlan!" seru Melyana, "tapi coba kamu pikirkan perasaannya. Dia tidak punya Ibu dan Ayah lagi, dan sekarang kita adalah keluarganya."
Erlando tetap tak bisa menerima Nazia sebagai adiknya, membuat Melyana semakin dilanda emosi melihat tingkah anaknya yang semakin menjadi-jadi. Bukan hanya sekali dia menasehati Erlando, tapi sudah berulang kali. Namun, tak sekalipun Erlando mencoba untuk menerima Nazia. Kini sudah 5 tahun Nazia tinggal bersama mereka. Namun bagi Erlando, Nazia tetaplah seorang benalu.
"Aku tidak perduli, Buk. Erlan pamit."
Erlando mengambil tasnya, menaiki sepeda motornya dan pergi menuju sekolah tempat ia belajar.
Nazia yang menyaksikan berdebatan itu membuatnya ragu. Ia ingin pergi dari rumah, akan tetapi Ibu dan ayahnya tidak mungkin mengizinkannya. Jika ia bertahan, maka Erlando dan ibunya akan terus berdebat.
Applecross Senior High School
"Hei kamu, berhenti! Dasar benalu!" teriak Erlando dengan kesal.
"Ada apa, Kak?" tanya Nazia.
"Berhenti memanggilku kakak!!" bentak Erlando
Nazia diam dan tak tahu harus bagaimana lagi agar Erlando bisa menerimanya.
"Sebentar jam 8 malam, kamu masuk dalam kamarku ambil semua buku di atas meja lalu kerjakan semua tugasku. Ingat! Jangan sampai kamu ketahuan," titah Erlando.
Nazia hanya mengangguk, ia tak berani menatap Erlando. Matanya mulai berkaca-kaca. Ia tak mampu lagi menahan semua rasa sakit.
"Sudah 5 tahun, dan Kakak masih membenciku. Apa salahku?" tanya Nazia.
"Jika Kakak ingin aku pergi, maka aku akan pergi, maaf jika selama aku hadir dalam keluarga Kakak, aku malah menjadi penyebab luka untuk Kakak. Aku pastikan, Kakak akan hidup bahagia," sambungnya.
Nazia berlari pergi dengan tangis dan kekecewaan yang mendalam. 5 tahun ia berusaha untuk membuat Erlando bisa menerimanya. Jika tidak sebagai Adiknya setidaknya sebagai temannya. Akan tetapi usahanya gagal.
Waktu sudah menunjukan pukul 6 sore. Namun Nazia belum juga pulang. Ibu dan Ayah Nazia mulai hawatir, tidak biasanya Nazia pergi tanpa izin mereka. Rasa cemas mulai menghampiri keduanya. Dan Erlan hanya duduk diam di kamarnya. Bahkan tak sedikitpun ada rasa penyesalan dalam dirinya.
"Sampai kapan kamu akan pergi. Hahahhaha, dasar anak cemen, paling sebentar juga pulang" gumam Erlando tersenyum sinis.
Waktu sudah menunjukan jam 8 malam. Nazia belum juga pulang. Melyana dan Adiswa menyuruh orang-orang kepercayaan mereka untuk mencari Nazia. Namun, usaha mereka gagal. Nazia masih belum ditemukan.
Erlan yang sedari tadi diam kini beranjak pergi mencari Nazia. Namun ia tidak tahu di mana harus mencarinya. Selama ini ia mengabaikan Nazia. Erlan mulai frustasi dan meruntuki dirinya yang begitu bodoh.
Di tempat lain, Nadira hanyut dalam pikirannya. "Ibu, ayah, kenapa kalian meninggalkanku sendiri di sini. Aku takut Buk, aku kangen Ibu dan Ayah" gumam Nazia, seketika tangisnya pecah.
Nazia berjalan seorang diri menelusuri jalan, menikmati indahnya pemandangan malam dan ramainya Kota Australia. Saat pandangannya disebrang jalan, ia melihat Ibu dan Ayah kandungnya, Nazia mencoba untuk memastikan itu hanya mimpi atau kenyataan. ia mencubit pipinya, terasa sakit. Nazia bangkit dari duduknya untuk menemui Ibu dan ayahnya. Saat menyebrangi jalan, ada anak kecil berdiri tepat di garis putih, Nazia mencoba untuk menolong anak itu. Saat ia mencoba untuk menolongnya ada mobil putih yang melaju dengan kecepatan tinggi, Nazia berlari dan mendorong anak kecil itu.
Bruuuuk...
Seseorang terlempar jauh, darah segar mengalir membanjiri jalanan. Orang-orang di tempat kejadian terlihat histeris menyaksikan kecelakaan itu.
Erlando melihat kerumunan membuatnya gelisa. Ia mencoba menghilangkan semua prasangka buruk dalam benaknya. Saat ia melihat tas sekolah milik Nazia, seketika rasa hawatir mulai menyelimuti dirinya. Erlando berjalan secepat mungkin. Ia bertanya pada seorang pria yang berada di tempat kejadian.
"Ada apa di sana?" tanya Erlando.
"Ada seorang wanita yang tertabrak, ia menggunakan seragam sekolah," ujar orang tersebut.
Deg, seperti tamparan untuknya. Erlando mempercepat langkahnya, berjalan menghampiri dan betapa terkejutnya Erlan saat melihat siapa yang tertabrak.
.
.
.
.
Bersambung .....
Mohon kritik dan Sarannya 😊
Maaf jika banyak typo. Semoga di part ini dapat dimengerti.
Jangan lupa tap jempolnya ya Kak dan jangan lupa fav serta vote, dibagikan juga bisa 😊
Terimakasih
Rumah Sakit Magesta
Melyana dan Adiswa tiba di Rumah Sakit Magesta, ia melihat anak semata wayangnya duduk menyendiri, seperti orang yang tak bersemangat. Melyana menghampiri Erlando untuk menghiburnya. Saat Melyana menepuk bahu Erlando, Erlando tak bergeming.
"Ini semua salahku Buk. Hiks, hiks. Maafkan aku, Buk." Erlando menangis dalam pelukan Ibunya.
"Bagaimana keadaan anakku, Dok?" tanya Melyana, saat seorang Dokter keluar dari dalam ruangan.
"Anak Ibu banyak mengeluarkan darah. Dan kami tidak memiliki stok darah yang sama dengan golongan darah anak ibu" terang sang Dokter
"Apa golongan darah Nazia dok?" tanya Erlan pada dokter.
"A+,"
"Ambil darahku saja dok, darahku juga A+,"
"Maaf, Nak. Kamu belum masuk dalam kriteria pendonor, umur kamu belum cukup,"
Erlando beranjak dari duduknya, berjalan menghampiri Nazia. Ia duduk tepat di samping Nazia. Erlando meraih tangan Nazia.
"Nazia bangun Nazia, maafin aku."
Erlando tak dapat menyembunyikan kesedihannya, ia menangis sesegukan. Ini pertama kalinya ia meneteskan air mata karena Nazia.
Sudah dua bulan Nazia berada di Rumah Sakit Magesta. Namun belum juga ada kemajuan sedikit pun. Erlando mulai frustasi, ia beranjak dari tempat duduknya menuju ruangan tempat di mana Nazia di rawat. Ia melihat suster berjalan tergesa-gesa menuju ruangan Nazia. Di sana ada Ibu dan ayahnya. Pikirannya kacau ia takut Nazia kenapa-napa, saat hendak menghampiri Ibu dan ayahnya. Ia mendengar percakapan seorang Dokter dengan Melyana.
"Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Melyana.
"Maaf, kami sudah berusaha. Namun anak Ibu tidak dapat kami selamatkan," ujar seorang Dokter.
Mata Erlando mulai berkaca-kaca. Ia tak kuasa menahan rasa sakit, seketika air matanya kembali membasahi pipinya. Erlando sendiri tidak tahu, kesedihan ini karena kesalahannya atau karena ia menyayangi Nazia. Erlando berjalan menghampiri Nazia yang kini pucat dan tak beryawa lagi.
Kediaman Magesta
Jenazah Nazia di bawah pulang ke rumah Magesta, kerabat maupun tetangga mereka berdatangan. Suasana di rumah Magesta sangat ramai. Banyak orang yang ikut mengantar jenazah ke tempat istrahat terakhir nya. Semua asisten rumah Magesta dan para pekerja lainnya ikut mengantar jenazah Nazia. Saat di pemakaman, Erlando mencoba kuat. Melyana belum bisa menerima kenyataan hingga membuatnya terus menangis.
Erlando dan Adiswa mencoba untuk menenangkan Melyana. Saat Melyana hendak berdiri, tiba-tiba Melyana jatuh pingsan. Erlando segera mengendong ibunya dan membawanya ke mobil, mereka pun pulang meninggalkan Nazia seorang diri di dalam sana.
Saat Melyana membuka mata. Ia melihat disekelilingnya, tak ada wajah yang ia rindukan.
"Lan, Di mana adikmu?" tanya Melyana.
Pertanyaan itu berhasil membuat seisi rumah Magesta meneteskan air mata. Melyana kembali mengingat apa yang telah terjadi, air matanya jatuh.
"Tidak mungkin, Nazia anakku tidak mungkin pergiii... Kalian pasti bohong kan! Naziaaaa jangan tinggalin ibu Naziaaa," teriak Melyana histeris. Ia menangis meraung-raung memanggil nama Nazia.
Erlando memeluk ibunya, mencoba untuk menenangkan, Melyana semakin terisak membuat Erlando kembali merasa bersalah. Ia melepaskan pelukannya, meraih tangan ibunya.
"Maafkan aku, Buk. Ini semua salahku." ucapnya. "Jika dulu aku memperlakukannya dengan baik. Mungkin Nazia takan pergi ninggalin kita." lanjutnya sambil memegang tangan ibunya.
Melyana melepaskan tangannya dari genggaman tangan Erlando.
"Keluar kamu dari sini!" seru Melyana.
Erlando yang mendapatkan perlakukan seperti itu membuat hatinya hancur berkeping-keping.
"Buk, aku mohon Buk. Jangan seperti ini, aku tahu aku salah dan aku minta maaf!" ujar Erlando meraih tangan ibunya.
Malam hari
"Ibu, ibu makan ya nanti aku suapin." Erlando membujuk ibunya.
Prang.....
Melyana membuang makanan yang Erlando bawa.
"Pergi kamu dari sini!!" pekik Melyana.
"Ibu, aku mohon Buk. Ibu jangan seperti ini lagi." Erlando menenangkan ibunya.
"Nazia... ibu kangen kamu Nazia..." tangis Melyana pecah.
"Pergi kamu!!!" Melyana semakin marah.
Erlando keluar dengan mata yang kini merah menahan tangis, ia tidak menyangka ibunya akan membencinya.
"Akulah yang bersalah, akulah penyebab Nazia meninggal. Akulah penyebab kehancuran keluarga ini." Batin Erlando saat duduk di sofa samping jendela kamarnya.
Sikap Melyana yang selalu menyalahkan Erlando membuat Erlando semakin terluka. Sikap kasar Erlando pada Nazia bukan tanpa alasan, Erlando memiliki alasan kenapa ia tidak mau menerima Nazia sebagai adiknya.
Esok hari.....
"Ayah, Ibu, aku pamit ya." Erlando pamit pada kedua orang tuanya untuk ke sekolah.
"Iya sayang. Hati-hati ya," ujar Adiswa seorang, Melyana hanya diam dan tak ingin menatap anaknya.
Erlando menatap ibunya sejenak. "Mungkin ibu masih marah padaku," batin Erlando.
Erlando keluar dari rumah menuju garasi motor miliknya, ia menaiki sepeda motornya kemudian pergi meninggalkan rumah Magesta. Dalam perjalanan ia terus memikirkan Nazia.
"Aku menolakmu untuk hadir tapi kamu bersikukuh untuk tetap tinggal. Lantas, akukah yang salah atas kepergianmu?" batin Erlando.
Sepeda motor Erlando terparkir di tempat parkir sekolah, dengan segera Erlando turun dari motor menuju kelasnya. Terdengar sorak dan canda tawa dari siswa dan siswi.
"Hai, Lan." sapa Anata
"Hai, Anata!" balas Erlando dengan senyum.
"Ada yang ingin aku katakan padamu," kata Anata.
"Aku turut berduka atas kepergian Nazia," kata Anata.
"Akhirnya Nazia pergi untuk selama-lamanya." batin Anata dengan senyum.
"Terimakasih Anata." kata Erlando.
Erlando kembali pada aktivitasnya yaitu sebagai siswa di salah satu sekolah ternama di Australia. Kepintarannya membuat banyak wanita yang dekat dengannya. Erlando yang memiliki sifat play boy membuatnya semakin mengikuti gaya tren. Ia sangat populer di sekolahnya. Selain pintar ia juga sangat tampan. Ia sangat dingin dan membenci wanita yang suka mencari perhatian. Baginya wanita yang seperti itu adalah wanita murahan.
Waktu begitu cepat berlalu, tak terasa jam pertama telah usai. Erlando keluar dari kelas menuju tempat terakhir ia membentak Nazia. Matanya mulai berkaca-kaca. Bayangan tentang Nazia kembali hadir. Seketika Erlando jatuh tersungkur di tanah.
"Nazia, maafkan aku. Akulah penyebab semua ini. Akulah anak pembawa sial! Kenapa kamu tidak mendengarku! Aku memintamu pergi dari rumah dan kenapa kamu tetap tinggal. Maafkan aku, Naumi, Maafkan Aku Nazia." batin Erlando dengan bulir air mata.
Aaaaaaaaaak.. Erlando berteriak sekuat mungkin.
"Naumi, Nazia, maafkan aku hikz hikz hikz. Aku tidak pantas menjadi kakak kalian. Aku anak pembawa sial. Aku tidak pantas untuk kalian panggil kakak." tangis Erlando pecah.
"Apa yang kakak lakukan di situ? Apa kakak merindukan kami. Kami sangat menyayangi kakak. Kami titip ibu dan ayah ya kak."
"Naumi, Nazia. Apa kalian di sini?" Erlando berdiri saat mendengar kalimat yang baru saja ia dengar.
"Akhhhh... ternyata itu hanya halusinasiku saja," pekik Erlando.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung....
Jangan lupa tap jempolnya ya kak 😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!