Seorang gadis mengetuk pintu ruangan milik owner tempatnya bekerja,
Tok .. tok..
Ada sahutan dari dalam untuk mengizinkannya masuk,
"Permisi, mas Rama, ayu mau antar pesanannya," Ucap gadis yang menggunakan kemeja pendek dan celana hitam serta tak lupa Appron dengan warna senada.
"Eh yu, tolong taruh di meja situ aja," ujar Rama menunjuk meja di depan sofa, "Ben, makan siang dulu yuk, belum makan siang kan Lo?" Lanjutnya bangkit dari kursinya menuju sofa yang ada di ruang kerjanya.
"Loh mas Ben kan ya?" Ucap Ayudia setelah meletakan dua bungkus nasi Padang beserta air mineral dalam botol.
Laki-laki yang menggunakan Hoodie dan celana hitam itu langsung melihat gadis yang memanggil namanya,
"Mas Ben lupa ya? Saya Ayu, yang mas Ben tolongin seminggu lalu di Kalimalang," ujarnya menjelaskan.
Benedict sejenak berfikir, "oh ya, saya ingat,jadi kamu kerja di sini?" Tanyanya
"Iya mas, mas Ben temennya mas Rama ya?" Tanya Ayudia.
"Jadi kalian saling kenal?" Tanya Rama menyela.
"Iya mas Rama, seminggu yang lalu Ayu sempat ijin dua hari kan? Terus Ayu udah ceritain sama mas Rama kejadian seminggu yang lalu, nah mas Ben ini yang nolongin Ayu," ucap Ayudia menjelaskan kejadian seminggu yang lalu saat dia pulang dari Bekasi mengunjungi budenya.
"Kebetulan Rama itu teman SMA saya, ini saya lagi iseng main gangguin Rama,"ucap Benedict sambil tertawa.
"Oh, ya udah silahkan dinikmati makan siangnya, Ayu undur diri dulu ya!" Ucapnya berlalu dari ruangan itu.
Sepeninggal Ayudia, Rama yang mulai membuka bungkusan makanannya bertanya pada Benedict sahabatnya, "Ben, Lo kok nggak cerita kejadian yang menimpa salah satu karyawan gue,"
Benedict yang baru saja mencuci tangan menjelaskan, "mana gue tau kalau dia karyawan sini, lagian gue juga nggak sengaja lewat, Lo tau kan seminggu yang lalu gue abis dari cluster yang di Bekasi barat buat mantau progresnya, emang pas itu gue rapat sama mandornya Sampai malam, sekalian makan bareng juga, gue balik sekitar jam setengah sebelas, pas lewat di Deket Kalimalang, ada cewek teriak minta tolong dari dalam angkot, awalnya gue cuek, cuman karena itu cewek teriak-teriak terus, dan kebetulan jalanan juga lagi sepi, abis gerimis kan? Mau nggak mau gue hentiin tuh angkot, nggak taunya itu cewek hampir di perkosa, ya udah gue selamatin lah, gue kan ingat Ade Lo, si Rani,"
"Untung Lo dateng tepat waktu ya Ben, kasian kalau sampai Ayu jadi korban pemerkosaan, dia tuh tulang punggung keluarga," ujar Rama sambil menyantap makan siangnya.
"Emang dia udah berapa lama kerja disini?"
"Sekitar dua tahunan lah, dan selama itu dia termasuk karyawan yang Rajin, jarang buat masalah, biasanya dia spesialis sif siang kalo week day, soalnya dia kan mesti ngurusin adik kembarnya yang masih SD, gue salut sama dia, tipe cewek pekerja keras, kadang kalau ada event, dia ikutan kerja juga, buat tambahan katanya," ucap Rama menjelaskan.
"Emang orang tuanya kemana?" Tanya Benedict mulai penasaran,
"Katanya ibunya meninggal abis ngelahirin adik kembarnya, terus bapaknya meninggal karena kecelakaan kerja pas dia baru lulus SMA, sejak itu dia jadi tulang punggung keluarga buat menghidupi ketiga adiknya, kadang gue suka kasihan juga sama dia,"
Keduanya melanjutkan obrolannya sembari menghabiskan makan siangnya.
Jam kerja sif pagi selesai pukul dua siang namun untuk pengalihan pekerjaan dari sif pagi dan siang biasanya ada jeda waktu tiga puluh menit untuk mereka berdiskusi soal pekerjaan, sehingga sif pagi baru pulang jam setengah tiga.
Saat Ayudia baru saja menyelesaikan absennya di samping tangga, Benedict baru saja turun dari ruangan Rama, "mas Ben mau pulang?"sapa gadis yang sudah melapisi seragamnya dengan cardigan abu.
"Iya, ini baru selesai urusan sama Rama, Ayu mau pulang?" Ucap Benedict.
Keduanya berjalan beriringan menuju pintu keluar, sesampainya di parkiran, Ayudia angkat bicara, "Mas Ben, mau Ayu Traktir Bakso nggak, ya anggap aja sebagai ucapan terima kasih Ayu karena mas Ben udah nolongin Ayu tempo hari,"ajaknya malu-malu.
Benedict melihat jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya,
"Tapi kalau mas Ben sibuk, lain kali aja deh," ucap Ayudia tak enak, sepertinya laki-laki tinggi itu sedang buru-buru.
"Sebenarnya kamu nggak perlu traktir saya makan, toh saya ikhlas nolong kamu kok, tapi kalau kamu mau ngajak saya makan, saya nggak masalah sih," ujar laki-laki tampan itu.
Ayudia mengajak Benedict berjalan menuju warung bakso kaki lima sekitar lima puluh meter dari cafe tempatnya bekerja.
Setelah sampai dan menyebutkan pesanannya, keduanya duduk di bangku kayu panjang yang disediakan penjual bakso.
"Terima kasih banyak ya mas, kalau mas Ben nggak tolongin Ayu saat itu, Ayu nggak bisa bayangin apa yang akan terjadi," ucap Ayudia membuka obrolan.
"Kan sesama manusia wajib tolong menolong Ay, kalau boleh tanya kenapa kamu jam segitu ada di daerah sana? Bukankah itu angkot dari Bekasi," Tanya Benedict.
Obrolan mereka terhenti ketika Abang bakso menyajikan pesanan mereka, "Ayu dari rumah bude, kebetulan ada perlu, sebenarnya bude suruh Ayu nginep, tapi karena besoknya adik-adik harus sekolah,mau nggak mau, Ayu harus pulang," ujarnya sambil meracik baksonya.
Keduanya mulai makan bakso tanpa ada pembicaraan, hingga mereka menghabiskan bakso yang ada di mangkok mereka masing-masing.
"Kamu laper banget ya? Emang tadi nggak makan siang?" Tanya Benedict heran melihat perempuan itu lahap sekali makannya, biasanya perempuan suka malu-malu jika makan bersama laki-laki.
"Kok tau mas? Ayu tadi belum sempat makan emang,"jawabnya tertawa.
"Emang tadi sibuk banget ya?"
"Nggak terlalu sih, cuman males aja,"
"Lagi diet kah?"
"Nggak mas, lagi males aja, mas Ben mau nambah nggak?" Tanyanya sambil berdiri,
"Nggak, saya udah kenyang, kan. Tadi makan siang nasi Padang bareng Rama,"
Saat Ayudia akan membayar, Benedict mencegahnya, "biar saya yang bayar Ay," ujarnya mencegah gadis yang akan mengambil dompet di tasnya.
"Kan Ayu yang ngajak dan sedikit rasa terima kasih sama mas Ben karena udah nolongin Ayu,"
"Pantang bagi saya di bayarin makan sama perempuan,"
"Tapi kan Ayu memang sengaja traktir,"
"Lain kali aja kamu boleh traktir saya,"
Setelah berpikir sejenak, akhirnya Ayu menyetujuinya.
Keduanya berjalan menuju cafe, "kamu pulang naik apa?" Tanya Benedict.
"Naik angkot mas,"jawab Ayudia sambil mencari keberadaan angkot yang biasa melintas di jalanan sekitar cafe.
"Saya antar ya!"Benedict menawarkan hal langka yang jarang ia lakukan, entah mengapa dirinya pun bingung dengan ucapannya.
"Duh mas Ben, Ayu nggak mau ngerepotin, udah dibayarin makan eh sekarang dianterin pula, kan jadi enak,"Ujarnya sambil tertawa.
"Ya udah yuk," ucap Benedict ketika mereka sudah sampai di parkiran cafe dimana motor sport miliknya terparkir di sana,
"Tapi mas, helmnya kan cuman satu, jam segini biasanya sering ada razia loh, nggak apa emang?" Ujar Ayudia saat Benedict sudah menaiki motornya dan memakai helm full face nya,
Benedict menaikan kaca helmnya, "entar didepan ada toko helm kok, belilah,"ucapnya.
Ayudia menjadi ragu untuk membonceng, karena uangnya tak mungkin cukup untuk membeli helm di toko, karena beberapa hari yang lalu ia menemani salah satu barista cafe untuk membeli helm yang harganya bisa untuk makan dia dan adik-adiknya selama satu Minggu, "mas, Ayu naik angkot aja ya!"
Benedict menghela nafas di balik helmnya, ia memegang tangan Ayudia, untuk mengarahkannya agar gadis itu menaiki motornya, mau tak mau, gadis itu hanya pasrah mengikutinya.
Kejadian seminggu lalu
"Nduk, kamu nggak nginep aja di sini?" Ujar bude Marini kakak mendiang ibunya Ayudia.
"Maaf bude, Ayu nggak bisa nginep disini, Besok adik-adik kan pada sekolah," ucap Ayudia sambil berpamitan pada budenya.
Ayudia menuju jalan besar diantar oleh mas Samsul anak dari bude Marini, "maaf ya Yu, mas nggak bisa antar kamu sampai ke rumah, mas harus masuk sif malam," ujar laki-laki yang bekerja di salah satu pabrik elektronik.
"Nggak apa-apa mas, Ayu bisa naik angkot, masih rame ini," ujarnya sambil menyalami kakak sepupunya itu.
"Pokoknya kalau udah sampai rumah, kabarin mas ya, terus salam buat Adik-adik kamu ya!"
"Iya mas, angkotnya udah Dateng, Ayu pamit ya mas!" Samsul mengangguk.
Didalam angkot ada beberapa penumpang, namun setelah sekitar satu kilo penumpang hanya tinggal Ayudia dan dua orang laki-laki dan supir yang ada di depan.
Awalnya Ayudia tak mempedulikan hal itu, namun sepertinya, angkot berbelok tidak sesuai trayek seperti biasanya, "bang kok nggak lurus?" Tanya Ayudia pada supir,
"Saya mau isi bensin dulu neng," jawab supir berdusta.
"Tapi kan di depan juga ada pom bensin," sangkal Ayudia.
Karena kesal dengan kebawelan gadis berkemeja hitam itu, salah satu penumpang menatapnya tajam, "diem Lo!" Ujar lelaki yang duduk berhadapan dengan Ayudia
Gadis itu menjadi ketakutan, ia menggeser jendela kaca dan berteriak minta tolong, namun karena jalanan sepi, tak ada satupun orang yang menolongnya.
Melihat hal itu salah satu laki-laki itu, menarik tangan Ayudia dan membekap mulutnya, "diem Lo, Lo mau gue perkosa di sini," bentaknya.
Ayudia memberontak sekuat tenaga, karena pemberontakan gadis itu, teman satunya yang sedari tadi diam membantu temannya untuk memegangi gadis itu.
Karena pemberontakan gadis itu, angkot sempat oleng, dan menyenggol pengendara motor sport yang baru saja melintas.
Melihat ada orang lain, Ayudia menendang dan menjambak dua lelaki yang sedang menyanderanya, dan berteriak sekuat tenaga meminta tolong.
Tak lama kemudian, angkot tiba-tiba berhenti, "kenapa berhenti bang?" Tanya salah satu lelaki yang memegangi Ayudia di belakang.
"Ada yang ngalangin jalan tuh!" Ujar supir menunjuk motor yang berhenti tepat di depan angkot yang ia kendarai.
"Hajar aja bang, ganggu kesenangan kita aja!" Sahut salah satu rekannya.
Supir dan salah satu lelaki itu turun dari angkot, dan terjadilah perkelahian diantara mereka.
Melihat teman-temannya kewalahan menghadapi satu orang, lelaki yang sedang memegangi Ayudia, langsung turun dari angkot dan membantu temannya, namun belum sampai satu menit ia sudah tumbang.
Pengendara motor itu, langsung mengajak Ayudia untuk pergi dari sana dengan motornya.
Beberapa saat kemudian, lelaki pengendara motor itu menghentikan laju motornya, di salah satu minimarket yang buka 24 jam,
Dia membeli minum, untuk gadis yang baru saja ia tolong, "minum nih,"ujarnya sambil memberikan air mineral yang masih tersegel kepada gadis yang masih sesenggukan.
Gadis itu menerimanya, dan langsung meminumnya hingga tersisa setengah,
"Rumah kamu dimana? Saya antar," ujar lelaki itu, namun tak ada tanggapan apapun dari gadis yang sedang duduk di bangku di depan minimarket itu, "atau kamu mau saya antar ke rumah sakit? Apa kamu ada luka?"
Gadis itu tak menjawab ia hanya menggeleng, lelaki itu menghembuskan nafasnya, "oke, kalau gitu, kamu ikut ke kosan saya dulu, entar kalau kamu udah tenang, nanti saya antar ke rumah kamu,"namun tetap tak ada tanggapan dari gadis itu.
Sesampainya di kosan, lelaki itu mengajak gadis itu untuk memasuki kamar kos, "kamu bisa memakai kamar mandi di sana," ujarnya menunjuk pintu yang terletak di samping pintu masuk kamar, "dan kamu bisa ganti pakai baju saya dulu, sepertinya baju kamu udah nggak layak pakai," ujarnya saat melihat keadaan kemeja yang di kenakan gadis itu.
Ayudia membersihkan dirinya dan memakai kaos putih kebesaran milik lelaki yang menolongnya.
Melihat gadis yang ditolongnya baru saja keluar dari kamar mandi menggunakan kaos miliknya membuat dada lelaki itu tiba-tiba berdebar-debar, ia mengalihkan pandangannya.
"Apa kamu sudah makan?" Tanyanya tanpa menatap lawan bicara. Gadis itu hanya mengangguk.
"Oh ya nama saya, Benedict, kamu bisa memanggil saya Ben, silahkan kamu tidur di ranjang dan saya akan tidur diluar," ujarnya bangkit dari ranjang.
Namun saat Benedict menuju pintu kamarnya, lengannya di tahan oleh gadis itu, "jangan tinggalkan aku, aku takut,"ujarnya lirih.
"Tapi tak mungkin saya tidur di sini, apa kamu tidak takut dengan saya? Bagaimanapun saya ini lelaki, tidak mungkin saya bisa satu ranjang dengan seorang gadis, itu bisa berbahaya buat kamu,"ucap Benedict menolak permintaan gadis itu.
"Aku percaya kamu tidak akan melakukan hal buruk padaku, jadi jangan tinggalkan aku, aku masih takut," ucap gadis itu gemetaran.
Terpaksa Benedict menyetujui permintaan gadis itu, keduanya tidur berdampingan di ranjang berukuran sedang itu.
Sepertinya gadis disampingnya, tak lagi ketakutan, setelah mandi ia lebih tenang.
Untuk menghilangkan rasa canggung diantara keduanya Benedict angkat bicara, "Siapa nama kamu?"
Gadis yang berbaring terlentang memandang langit-langit kamar kos, mengalihkan pandangannya kepada lelaki disampingnya, "nama aku Ayudia,"
"Em.. Ayudia,"
"Panggil saja aku Ayu, mas," ucap gadis itu menyebutkan nama panggilannya.
Mendengar ucapan gadis disampingnya mendadak dadanya semakin kuat berdetak, "apa gue punya penyakit jantung? Kenapa dari tadi jantung gue berdebar-debar?" Ujarnya dalam hati. "Tidur Ayu, udah malam,"
"Tapi tolong jangan tinggalin aku ya mas, aku takut penjahat itu ngikutin aku," ujar Ayudia kembali merasa takut.
"Iya, saya tetap di sini temenin kamu,"
Ayudia meringkuk dibalik selimut yang menutupi sampai lehernya,
Benedict yang ada disampingnya berusaha menenangkannya, ia memeluk gadis itu dan mengelus punggungnya, belum sampai sepuluh menit ia sudah tertidur, "ini cewek nggak waspada banget ya! Padahal abis ngalamin pelecehan, bisa-bisanya dia malah mau dipeluk sama laki-laki asing macam gue, dan gue lebih nggak percaya sama diri gue sendiri, kok bisa gue tahan nggak ngapa-ngapain padahal sedekat ini sama cewek, huh..." Ungkap Benedict dalam hati.
Entah mengapa, baru beberapa menit setelahnya Benedict menyusul terlelap, padahal ia adalah salah satu penderita insomnia.
Mentari pagi bersinar, cahayanya masuk melalui sela-sela gorden yang tidak tertutup rapat, Benedict menggeliat, ia membuka matanya.
Lelaki itu duduk, namun ia merasa sepertinya ada yang kurang, ia berpikir kejadian yang dialaminya semalam, ia mengalihkan pandangannya ke samping, seharusnya ada seorang gadis yang tidur bersamanya, ia menyentuh bagian sisi ranjang yang lain, terasa dingin, yang artinya, gadis yang mengaku bernama Ayudia itu sudah pergi lama.
Rasanya seperti mimpi, ia bangkit hendak berniat menuju kamar mandi, untuk memulai ritual paginya.
Terasa segar setelah lelaki itu membersihkan diri, ia membuka gorden tepat berada ditengah-tengah ranjang dan meja belajar yang bersisian.
Di meja itu iya menemukan sebuah note
Mas Ben, terima kasih ya udah tolongin Ayu, maaf nggak bangunin, soalnya kayaknya pules banget tidurnya, terus pinjam kaosnya dulu ya, Ayu pulang dulu.
Membaca note kecil itu, rasanya seperti kehilangan, Benedict meremas note kecil itu, ada rasa tidak terima yang menyelinap dihatinya.
Keesokan harinya.
"Lo balik lagi ke US kapan?"tanya Rama saat ia bersama Benedict selesai mengaudit keuangan usaha milik mereka bersama.
"Ngapain Lo nanya-nanya," jawab Benedict ketus.
"Kok Lo ketus si? Biasa aja bro, sensi amat, gue cuman nanya doang," ucap Rama heran dengan sahabatnya itu.
"Gue mau lama di sini,"
"Terus kemarin gue nggak sengaja ketemu Tante Anna, beliau nanyain Lo,"
Mendengar ucapan sahabatnya, raut wajah Benedict berubah, "terus Lo bilang apa?" Tanyanya.
"Ya gue bilang Lo baik-baik aja, terus beliau juga kirim salam sama Lo, terus berharap Lo bisa nemuin beliau,"
Benedict bangkit, moodnya mendadak jelek, "gue balik dulu," ucapnya berlalu meninggalkan ruangan itu.
Saat lelaki turun ke bawah, pekerja cafe sedang bersih-bersih setelah tadi jam sepuluh cafe ditutup, Benedict melihat gadis yang sedang mengelap meja, lelaki itu menghampirinya.
"Ay, masih lama nggak?" Tanya Benedict tiba-tiba,
Ayudia yang sedang melamun, "eh, mas Ben kaget aku, ada apa ya? Bisa ayu bantu?"
"Kamu ngelamun ya? Saya nanya, kamu pulangnya masih lama nggak?" Tanyanya lagi,
"Oh paling nanti setengah sebelas Ayu udah selesai, kenapa mas?"
"Ya udah, saya tunggu di parkiran ya," ucap Benedict berlalu meninggalkan gadis itu.
Salah satu rekan Ayudia menghampirinya, "Ayu, Lo kenal sama temennya mas Rama yang ganteng itu?" Tanya gadis bernama Ica.
Ayu mengalihkan pandangannya, "iya, nggak sengaja kenal, emang kenapa? Naksir Lo ya?" Tanyanya.
"Kalau cewek sampai nggak suka sama cowok kayak gitu berarti dia itu, matanya jereng, kalau nggak ya penyuka sesama jenis, ganteng gitu Ayu," ungkap Ica mendramatisir.
"Ya emang ganteng sih! elo mau gue kenalin , tapi beliin gue nasi uduk lusa pas masuk sif pagi," ujar Ayudia mulai membereskan kursi.
"Jangankan nasi uduk, nasi Padang gue beliin, asal bisa kenalan sama itu cowok, sampai gue dapat nomor handphonenya, Lo gue kasih duit lima puluh ribu," tutur Ica,
"Serius Lo? Tapi gue aja nggak punya nomor handphonenya, lagian kan gue cuman sebatas kenal aja si, nggak Deket juga, gue juga baru dua kali ketemu," ujar Ayudia.
"Gue juga baru liat beberapa hari ini sih, gue denger dari barista, katanya, dia tinggal di Amrik, kesini cuman main doang,"
Sambil membersihkan cafe, mereka terus berbincang, "oh gitu, Tapi kok bahasa Indonesia nya fasih banget, nggak ada sama sekali logat bule,"
"Emang Lo pernah ngobrol banyak sama dia?" Tanya Ica penasaran,
"Jangankan ngobrol, tidur di kasur yang sama aja gue pernah,"ucap Ayu dalam hati, namun tak mungkin ia mengungkapkan hal itu pada rekannya.
"waktu gue nganterin nasi Padang pesanannya mas Rama, kemarin gue sempet ngobrol sama dia," ujarnya.
"Nyesel gue malah minta tolong Lo yang nganter, harusnya kan itu jatah gue, karena gue masih males ngeliat mas Rama, ingat kan pagi-pagi gue diomelin gara-gara gue telat," ungkap Ica teringat kejadian beberapa hari yang lalu,
"Salah Lo si, udah tau masuk sif pagi, Lo malah bergadang maraton Drakor,"
"Ya orang seru, udah gitu aktornya kan favorit gue,"Keduanya berbincang hingga selesai membersihkan cafe.
"Jangan lupa kenalin gue sama temennya mas Rama," ucap Ica saat keduanya berjalan menuju pintu keluar cafe,
Di parkiran keduanya melihat lelaki yang mereka maksud sedang duduk di bangku yang tersedia di pinggir parkiran cafe, "ingat ya ca, nasi uduk kalo dapet nomor tambah duit lima puluh ribu, jangan lupa Lo! Apa lagi ngutang,"Ayudia mengingatkan.
"Iya tenang aja,"
Keduanya menghampiri lelaki yang sedang merokok itu, "Hai mas Ben,"Sapa Ayu,
Benedict bangkit sembari mematikan rokoknya, "hai," sapanya kembali, namun ia heran mengapa gadis itu datang bersama rekannya,
"Oh ya, mas Ben kenalin ini teman aku, namanya Ica, salah satu waiters cafe juga,"
Ica mengulurkan tangannya, mau tidak mau, Benedict membalas uluran tangan gadis itu, keduanya menyebutkan nama masing-masing,
Sempat beberapa saat tidak ada pembicaraan, sampai Ayudia angkat bicara, "em Ica, mas Ben, Ayu pulang dulu ya, udah malam," pamitnya meninggalkan kedua orang berbeda jenis kelamin itu,
Melihat gadis yang sedari tadi ditunggunya malah meninggalkannya, mendadak raut wajah Benedict berubah masam, tanpa mengatakan sepatah katapun lelaki itu berlalu meninggalkan Ica sendirian, "ya ampun dingin banget itu cowok, tapi emang rata-rata orang ganteng kan dingin, biar keliatan Cool gitu," ucap Ica berbicara sendiri, ia pulang berjalan kaki menuju tempat kosnya,
Disisi lain, Ayudia sedang menunggu angkot yang biasanya masih lewat, walau sudah jarang, hal itu ia lakukan agar bisa mengirit ongkos dibandingkan jika dia harus menaiki ojek.
Belum sampai lima menit, motor sport berhenti tepat di halte dimana Ayudia menunggu angkot,
Lelaki itu membuka helm, dan menghampiri gadis yang mengenakan cardigan cokelat, "loh mas Ben, kirain tadi mau nganterin Ica, kok malah di sini,"ujar Ayudia tak enak,
Benedict mengerutkan keningnya, "saya nunggu kamu, nggak nunggu teman kamu," ucapnya ketus.
"Kenapa mas Ben nunggu Ayu?" Tanyanya heran.
"Memangnya saya nggak boleh nunggu kamu atau antar kamu? Kan udah ada helm juga buat kamu, sayang kalau nggak dipakai," ucapnya beralasan.
"Ya boleh sih, tapi Ayu nggak enak kalau ngerepotin mas Ben terus," ujarnya tak enak,
"Saya seneng kok kalau kamu repotin, udah yuk balik," ucapnya sambil memberikan helm berwarna biru muda yang dibelinya kemarin lalu.
Di perjalanan, saat motor berhenti di lampu merah, "Ay, kamu lapar nggak?" Tanya lelaki yang menggunakan jaket kulit berwarna hitam,
"Agak lapar sih, mas Ben mau makan?"
"Ada rekomendasi buat makan malam nggak?"
"Kalau mau, ada sate Deket gang masuk rumah Ayu,"
Lampu berubah menjadi hijau, Benedict menjalankan motornya kembali tanpa menjawab ucapan gadis dibelakangnya,
Benedict memarkirkan motornya disamping warung tenda yang menjual sate rekomendasi dari Ayudia.
Gadis itu menyebutkan pesanannya pada penjual sate, lalu ia dan Benedict duduk di bangku plastik yang disediakan untuk pengunjung.
Ayudia teringat ucapannya dengan Ica tadi saat di cafe, "Mas Ben, boleh Ayu minta nomor ponselnya nggak?" Tanyanya menyodorkan ponselnya.
Dengan senang hati Benedict mengetikan beberapa angka lalu memberikannya pada gadis di hadapannya.
"Mas Ben seumuran sama mas Rama ya?" Tanya Ayu setelah menerima ponselnya kembali.
"Iya, kami dulu teman dari SD,"jawab lelaki yang sedang mengetikan sesuatu di ponselnya,
Sedikit ragu, namun Ayudia memberanikan diri, "em... Mas Ben udah punya pacar belum?"Tanyanya malu-malu,
"Kok tiba-tiba nanya gitu? Emang kalau saya belum punya pacar, kamu mau jadi pacar saya?" Tanya laki-laki itu kembali.
"Ih... Mas Ben, kan Ayu cuman pengen tau, tinggal jawab udah atau belum apa susahnya gitu," ungkap Ayudia kesal.
"Belum Ay, saya jomblo, nah sekarang kamu mau jadi pacar saya?" Ucap laki-laki itu tersenyum dengan tatapan lembutnya.
"Apaan sih mas, Ayu tuh cuman nanya doang, lagian mas Ben itu terlalu bagus buat Ayu yang kelewat biasa aja,"ujarnya.
Obrolan mereka terhenti sejenak ketika sate pesanan mereka datang, "kok kamu ngomongnya gitu, saya juga cuman laki-laki biasa yang kerjaannya cuma lontang Lantung nggak jelas," ujarnya merendah sembari memakan sate kambing yang disiram saus kacang itu.
Ayudia yang juga sedang menyantap sate Ayamnya berucap, "Lontang Lantung kok, punya motor sport semahal itu, udah gitu kosannya ada AC nya segala,"
Benedict yang melihat sudut bibir gadis dihadapannya ada saus kacang, berinisiatif mengusapnya menggunakan jari tangannya, lalu saus kacang yang menempel di jarinya ia jilat tanpa rasa jijik,
Melihat hal itu, wajah Ayu memerah malu, "ih mas Ben apaan si,"
"Udah makan dulu, lanjut nanti ngobrolnya,"
Keduanya makan dengan lahap, sepertinya mereka kelaparan.
Setelah menyelesaikan makannya Ayudia menemui penjual sate itu dan memesan lagi untuk di bungkus,
"Kenapa, kamu mau nambah?" Tanya Benedict.
"Nggak, aku pesan buat adik-adik di rumah,"
"Oh, kamu besok masuk apa?" Tanya Benedict.
"Besok Ayu Off, lusa baru masuk pagi,"
"Besok kamu ada acara nggak?"
"Paling Ayu ngerjain kerjaan rumah, nyuci sama beres-beres rumah aja,"
"Biasanya selesai jam berapa?"
Ayudia sejenak diam berpikir,"em paling sekitar jam sepuluh, kenapa emang?"Tanyanya heran.
"Ikut saya yuk,"
"Kemana?"
"Jalan-jalan aja, besok saya jemput,"
"Tapi mas, aku belum gajian, nggak enak kalau jalan-jalan mas Ben yang bayarin,"
"Kan saya yang ajak, jadi saya yang bayarin,"
"Ayu kabarin besok ya?"
Keduanya bangkit setelah penjual menyodorkan sate yang sudah dibungkus, "mas biar aku bayar sendiri sate yang di bungkus,"
Namun Benedict tidak mempedulikannya, ia membayar seluruh pesanan,
Ayudia melarang Benedict mengantarkannya hingga ke rumahnya, katanya motor sport milik lelaki itu akan menarik perhatian tetangganya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!