NovelToon NovelToon

Jiwa Yang Mati

Bab 1

"Saya trima nikah dan kawinnya Amalia Rizki Putri dengan mas kawin seperangkat alat sholat di bayar tunai"

"Bagaimana para saksi, sah?"

Saaah.

...----------------...

Air mata Amalia menetes membasahi pipi cabinya. Tangannya gemetar mencengkeram erat sebuah figura yang berisikan foto pernikahannya dengan sang suami. Delapan tahun sudah ia menyandang sebagai nyonya Angga Pratama tepatnya di hari ini adalah hari anniversary pernikahannya. Di karunia seorang putri cantik yang baru berusia tiga tahun dan sekarang ia sedang hamil anak ke dua dengan usia kandungan yang sudah memasuki minggu ke dua puluh delapan. Puji syukur selalu ia ucapkan kala melihat putri cantiknya tumbuh dengan sehat dan pintar.

Brak. Terdengar pintu rumah di banting dengan keras, segera Amalia yang akrab di panggil dengan sebutan Lia itu meletakkan foto pernikahan yang sedari tadi di pegangnya diatas nakas, Lia bangkit berjalan menuju pintu depan sambil mengusap air matanya.

"Sudah pulang mas?"

"Hmm" hanya deheman yang Angga berikan sebagai jawaban.

"Mau makan?"

"Tidak perlu aku akan makan di luar"

Jam enam belas lebih tiga puluh menit Angga sampai di rumah. Ia meletakkan tas kerjanya asal dan melempar sepatunya ke segala arah, lalu memasuki kamar. Lia mengambil sepatu suaminya dan meletakkan di atas rak sepatu, mengambil tas kerja suaminya di bawa masuk ke dalam kamar. Sampai di dalam kamar Lia tak melihat keberadaan suaminya. Lia mendengar gemericik air di dalam kamar mandi, Lia membuka lemari dan mengambil kaos serta celana pendek untuk suaminya. Diletakkannya pakaian ganti suaminya itu di atas ranjang. Lia lalu duduk di tepi kasur menunggu Angga keluar dari kamar mandi.

"Sudah kusiapkan baju gantinya mas"

Angga hanya melirik pakaian yang telah disiapkan oleh istrinya itu. Ia lalu membuka lemari baju mengambil celana jeans panjang dan sebuah sweater. Tanpa berkata apapun kepada Amalia.

"Mau pergi lagi mas?"

"Iya" jawab Angga cuek.

"Kemana mas?"

"Kerja, ada klien yang minta ketemu malam ini"

Lia hanya diam memandang prianya yang sudah rapi dan bersiap untuk berangkat. Setelah memastikan penampilannya rapi Angga keluar dari kamar dan tak lama berselang terdengar suara mobil Angga berjalan meninggalkan rumah. Kamelia menarik nafas dalam kemudian dihembuskan nya perlahan. Mengambil stok kesabaran dan memohon agar diberikan kelapangan hati oleh Tuhan. Amalia sudah lama memendam rasa penasaran atas perubahan sikap suaminya. Tapi saat Lia mencoba menanyakannya ia hanya akan mendapat cacian dari Angga. Selalu dan selalu Lia bersabar menghadapi suaminya.

Jam sebelas malam Rania putri kecilnya menangis sangat keras, badannya panas membuat Lia kuatir. Lia mengambil handphone genggamnya untuk menghubungi Angga. Satu kali, dua kali hingga tiga kali panggilan yang di lakukan Amalia tapi tidak di jawab oleh Angga. Amalia lalu mengirim pesan untuk suaminya.

"Mas bisakah kamu pulang? Rania rewel badannya panas" send

Suamiku: "Iya nanti aku pulang"

"Cepat sekali dia balas pesanku tapi kenapa di telepon nggak diangkat" gumam Amalia.

Susah payah Amalia menggendong putrinya yang rewel, dengan kondisi perut yang sudah membesar Lia pun merasa cepat lelah walau baru sebentar menggendong putrinya. Tapi sekuat tenaga Lia menahan lelah tubuhnya karena sang putri tidak mau di turunkan. Amalia berharap Angga cepat sampai rumah agar ada yang menggantikan ia menggendong putrinya. Lia merasa badannya sangat lelah. Dilihatnya jam yang berada di dinding kamar, jam dua dini hari. Amalia mendesah lalu mengambil handphone nya untuk menghubungi suaminya kembali.

"Mas, kenapa belum pulang" send

Suamiku: "Aku ini lagi kerja, lagi ngobrol sama klien membahas kerjaan"

"Ini jam dua dini hari mas, mana ada klien minta ketemu jam segini" send

Suamiku: "Aku kerja juga buat kamu, buat ngasih makan kamu"

"Aku tau mas, pulanglah dulu. Aku sudah tidak tahan mas, badanku capek sekali. Rania tidak mau turun dari gendongan" send

Suamiku: "Nanti aku pulang"

"Begini banget ya mas punya suami karyawan perusahaan swasta, jam segini masih sibuk kerja. Bagaimana ya kalau suamiku seorang anggota dewan atau presiden" send

Suamiku: "jaga mulutmu, kurang ajar. Aku juga bisa menjadi anggota dewan. Suruh keluargamu memberiku modal agar aku bisa menjadi anggota dewan seperti yang kau inginkan. Dasar wanita brengsek"

Amalia mengelus dada membaca balasan pesan dari suaminya. Berharap sang suami cepat pulang dan membantunya menenangkan putrinya yang rewel malah cekcok yang ia dapatkan. Lia meletakkan handphone nya di atas nakas, masih dengan gerakan berjalan mondar mandir menggendong putrinya agar bisa segera terlelap. Sudah hampir jam tiga pagi Rania baru bisa diam dan tertidur pulas, dengan pelan Lia membaringkan putrinya diatas tempat tidur. Lia melakukannya dengan sangat hati hati agar Rania tidak kembali bangun. Alhirnya Amalia bisa merasa lega, bahunya yang sampai kebas karena tekanan kain gendongan dipijat pijat nya dengan jari. Baru saja Amalia ingin merebahkan badannya terdengar pintu depan terbuka menandakan Angga telah pulang. Amalia berusaha bangun menyambut suaminya. Sampai di ruang depan Lia sudah melihat suaminya dengan wajah merah padam karena marah.

"Dasar wanita tak tau diri. Kamu pikir kamu siapa hah. Seandainya kamu tidak hamil sudah aku usir kamu dari sini. Nanti, lihat saja. Setelah kamu melahirkan akan aku buang dirimu" Angga berkata keras dengan cacian dan hinaan yang terus terlontar untuk istrinya.

Amalia yang mendengar itu hanya bisa diam. Entah rasa apa yang ada di dalam hati Amalia, dia sendiripun tidak mampu mendeskripsikan. Rasa panik memikirkan anaknya yang sakit, rasa lelah yang hampir semalaman menggendong anaknya yang rewel, rasa kecewa kepada suaminya yang selalu menyalahkannya. Lia hanya diam, bahkan dengan rasa hati yang sangat sedih air matanya tak mampu lagi menetes. Mungkin sudah terkuras habis. Sudah hampir satu tahun ini suaminya selalu mengeluarkan kata pedas untuknya. Tidak pernah pulang ke rumah. Apalagi untuk dirinya untuk Rania putri merekapun Angga tak pernah punya waktu. Seolah Angga lupa bahwa dia mempunyai putri kecil yang mengharap perhatian dan kasih sayangnya. Angga menginjakkan rumahnya hanya untuk mandi dan berganti baju saja. Kalaupun dia ada di rumah, dia tak pernah mau tidur seranjang dengan Lia. Amalia berjalan dengan lesu memasuki kamarnya, di baringkannya tubuh lelah itu. Tak di perdulikan lagi ocehan suaminya yang masih melontarkan cacian dan makian untuknya. Seolah dia sudah terbiasa dengan semua itu.

Jam lima pagi Lia sudah terbangun dan memulai aktifitas memasaknya. Dia bangun seperti biasa, memasak seperti biasa, dan menyeduh kopi untuk suaminya seperti biasanya. Sudah tak di hiraukan lagi apapun nanti respon suaminya. Dia menyerah. Tubuh hatinya sudah lelah untuk beradu dengan suaminya, "akan tetap aku lakukan kewajibanku, sedangkan apapun yang akan mas Angga lakukan aku sudah pasrahkan pada yang maha pencipta" gumam Amalia.

Terlihat Angga bangun dari tidurnya, setelah pertengkaran mereka tadi pagi Angga tidur di sofa ruang tengah depan TV. Angga masuk ke dalam kamar. Tak berselang lama Angga sudah keluar dengan pakaian kerja yang Amalia siapkan sebelum keluar menuju dapur tadi. Dengan diam Angga duduk di kursi meja makan menyeruput kopi yang Lia sediakan. Pagi ini Lia hanya diam, tak seperti biasanya yang menawari suaminya sarapan.

"Ambilkan aku sarapan" Angga berkata tanpa menatap Amelia.

Amelia pun segera mengambilkan sarapan untuk Angga tanpa mengucapkan sepatah katapun. Lia mengambil sepiring nasi lengkap dengan sayur dan lauknya lalu meletakkan piring berisi makanan itu di depan Angga masih dengan mulut yang terkunci rapat.

Bab 2

Sayup sayup terdengar kicau burung menyambut terbitnya matahari. Lamat merambat kabut menemani embun berjalan pergi. Amalia berjalan pelan menapaki jalanan pagi, tangannya erat menggenggam jemari kecil milik malaikat cantiknya. Pagi ini jadwal Amalia memeriksakan kandungannya. Dia berangkat ke rumah sakit dengan mengajak putrinya.

Tadi malam saat Amalia sengaja menunggu suaminya pulang. Ingin meminta di antar ke dokter untuk periksa kandungan tapi jawaban sang suami tak sesuai harapannya. "Aku sibuk, aku harus kerja untuk memberimu makan" itulah jawaban Angga waktu Amalia mengutarakan keinginannya untuk diantar ke dokter. Amalia hanya diam mendengar jawaban suaminya. Itulah kenapa pagi ini Amalia berangkat sendiri bersama putrinya menaiki angkot.

Turun dari angkot, Amalia menggandeng putrinya memasuki rumah sakit menuju pendaftaran dokter kandungan.

"Bayinya sehat ibu, ini saya resepkan vitamin di minum dengan rutin ya bu" kata kata dokter barusan membuat hati Amalia lega. Pasalnya akhir akhir ini tubuh dan juga pikirannya sangat lelah. Amalia yang mempunyai usaha dengan berjualan pakaian online ternyata lumayan menguras tenaga ibu hamil yang cepat lelah itu. Serta memikirkan perubahan sikap suami yang lumayan membuat stres dirinya.

Pulang dari rumah sakit Amalia mampir ke sebuah mall untuk membeli keperluan bayinya. Satu hal yang membuat Amalia tetap tersenyum yaitu tingkah putri cantiknya yang yang selalu ceria serta tingkahnya yang lucu membuat Amalia terkekeh. Bahagia Amalia melihat putrinya tumbuh dengan sehat. Setelah lelah berkeliling Amalia menuju food court untuk sekedar istirahat dan meminum es teh kesukaannya.

Sambil menunggu Rania menghabiskan makanannya, Amalia memijit betisnya yang terasa pegal. Tak sengaja Amalia melihat seorang laki laki yang berjalan di depan sebuah toko tas dengan merangkul wanita dengan mesra. Terlihat mereka masuk ke dalam toko itu dan prianya memilih tas untuk sang wanita. Mereka terlihat bahagia sekali. Amalia tertegun melihat pemandangan di depannya, ia susah payah menelan ludah melihat suaminya menggandeng mesra wanita lain. Ya laki laki itu adalah Angga suaminya. Belum juga Amalia mengalihkan pandang Angga juga melihat ke arahnya. Angga terlihat kaget dalam waktu sebentar lalu ekspresi mukanya terlihat biasa. Amalia menunduk, menghembuskan nafas panjang. Terjawab sudah apa penyebab perubahan sikap suaminya. Feelingnya sangat tepat. Sang suami punya wanita lain, itu juga yang di rasakan Amalia selama ini tapi dia tidak mau menuduh tanpa bukti dan suudzon sama suaminya. Tapi kini terjawab sudah, Tuhan sudah memperlihatkan di depan matanya sendiri.

"Mama, aku cudah celesai" Rania meminum sisa minumannya yang tinggal sedikit lalu melompat turun dari atas kursi.

Amalia tersenyum memandang putrinya lalu mengangguk. Dia lalu beranjak dari kursi mengambil barang belanjaannya lalu menggandeng tangan putrinya untuk keluar dari mall. Tidak satupun air mata jatuh di pipinya. Ia terlihat seperti tidak ada apapun yang terjadi barusan.

"Liaaa"

Di dekat pintu mall, Amalia mendengar ada orang yang memanggil namanya. Dia berhenti dan menoleh ke arah sumber suara.

"Bilqis, kok kamu jam segini ada di mall? nggak kerja?" ternyata Bilqis sahabatnya lah yang memanggilnya.

"Aku lagi ambil cuti selama tiga hari. Kemarin papa aku sakit dan harus di rawat inap"

"Ow ya, om sakit? kok kamu nggak kasih tau aku sih"

"Udah nggak apa apa kok Li. Sekarang sudah sehat dan sudah diperbolehkan pulang. Papa hanya sehari semalam di rumah sakit"

"Syukur alhamdulillah kalau om sudah sehat"

"Iya, Alhamdulillah. Besok juga aku sudah masuk kerja lagi.

Eh Li aku tadi lihat suamimu di atas dia___" Bilqis tidak sampai hati untuk melanjutkan perkataannya, dia melihat sahabatnya itu dengan wajah sendu.

"Aku tau, aku juga melihatnya" jawab Amalia.

"Benarkah? Sabar ya Li" Bilqis mengusap usap pundak Amalia.

Amalia tersenyum sambil mengangguk menanggapi Bilqis.

"Sekarang kamu mau kemana?"

"Aku mau pulang Bil, aku capek sekali sedari tadi berkeliling. He he he he tenaga ibu hamil ternyata tidak bisa diandalkan"

Bilqis dan Amalia tertawa bareng karna penuturan Amalia.

"Ayo aku antar pulang. Sudah lama juga aku tidak ke rumahmu"

"Nggak ngerepotin nih?"

"Enggak Li, mumpung aku nggak kerja. Aku mau main di tempatmu sampai sore"

Mereka keluar meninggalkan mall menuju rumah Amalia.

Sampai di rumah, Rania langsung tergeletak di sofa ruang tengah depan TV tertidur pulas. Selain capek bocah itu juga terlalu kenyang memakan burger keju kesukaannya tadi di food court.

Amalia dan Bilqis duduk meleseh di atas karpet depan TV. Mereka menikmati minuman dingin dan kue basah bikinan Amalia tadi pagi sebelum berangkat ke rumah sakit.

"Kau hebat Li. Tak setetes pun air mata jatuh di pipimu. Padahal kau melihat dengan mata kepalamu sendiri suamimu berjalan dengan wanita lain"

Amalia tersenyum, lalu menghembuskan nafas lelah.

"Siapa sih perempuan yang nggak sakit melihat suaminya mendua Bil. Begitupun juga aku"

"Iya, betul Li. Kalau aku jadi kamu pasti aku sudah ngamuk ngamuk dan melabrak mereka tadi"

"Aku juga ingin melakukannya tadi he he he he, tapi sayang Rania ikut dan aku tidak mau Rania melihat itu. Dan asal kamu tau Bil, ini bukan yang pertama"

"Benarkah Li? apa dulu suamimu juga sudah pernah selingkuh?"

Amalia mengangguk sendu, "bahkan kali ini juga bukan yang kedua"

"Hah" Bilqis terkejut dengan pengakuan Amalia.

"Hatiku rasanya sudah kebas Bil, sekuat tenaga aku mempertahankan keluargaku walau banyak kesakitan. Ingin rasanya aku menyerah saat ini, tapi kala aku melihat Rania aku tak sanggup untuk melakukannya. Sekarang ku pasrahkan saja sama yang maha Esa"

"Memang permasalahan kalian apa Li? coba kamu komunikasi dengan suamimu, siapa tau hubungan kalian bisa di perbaiki"

Amalia tersenyum mendengar perkataan Bilqis.

"Aku tau, awalnya suamiku hanya sedang make sure pada dirinya sendiri. Bagiku suami istri itu saling memberi dan saling menerima. Tapi suamiku tidak memiliki pemahaman yang sama sepertiku. Dia menganggap dialah yang selalu memberi dan akulah yang selalu menerima karena aku yang tidak bekerja, tidak memiliki penghasilan. Hingga aku merintis usaha berjualan online, ya penghasilannya memang tidak seberapa. Hanya cukup untuk membeli bumbu dapur he he he he"

Amalia menghentikan ceritanya sebentar, menghapus air mata yang mulai menggenang dengan ibu jarinya. Bilqis mengusap bahu Amalia memberikan kekuatan.

"Suamiku menghina penghasilan ku yang kecil, dan disaat penjualan ku lumayan banyak aku mencoba membantu suamiku saat kesulitan ekonomi. Tapi suamiku salah paham denganku, dia menganggap aku sombong karena memiliki penghasilan yang lumayan. Dan saat dia sudah mempunyai gaji yang besar dia kembali meremehkan penghasilan ku, menghina usahaku"

"Sepasang suami istri itu bagaikan sepasang kaki kanan dan kiri, bila salah satunya tidak ada maka jalannya pun akan pincang. Seperti aku saat ini, saat ini aku berjuang dengan jalan terpincang. Tapi suamiku tidak memiliki pemahaman yang seperti itu. Menurutnya dialah kaki tunggal yang berjalan lancar tanpa pendamping nya".

"Sudah beberapa bulan dia tidak memberiku nafkah. Apalagi untukku, untuk anaknya pun tidak. Aku tau, dia ingin membuktikan bahwa hanya dialah yang memberi dan akulah si penerima. Dia seolah akan memberi bukti bahwa aku dan Rania akan kelaparan tanpa pemberian nafkah darinya. Aku stay di tempat menunggu suamiku sadar kembali Bil, aku tidak pergi. Tapi ternyata suamiku belok, tidak pulang ke rumahku. Walau begitu aku tetap sabar menunggunya, dengan harapan suatu saat nanti dia akan ingat rumahnya yang sesungguhnya. Walau banyak sekali kesakitan yang harus aku terima. Kesakitan demi kesakitan yang aku dapatkan membuat hatiku kebas tak dapat merasakan"

"Kamu tau Bil, kesakitan itu ibarat virus. Terasa begitu sakit saat pertama kali merasakan, dan tak begitu terasa karena sudah pernah merasakannya saat kesakitan itu datang lagi. Dan lama kelamaan akan menjadi kebas dan kebal. Kesakitan kesakitan yang lalu membentuk kekebalan untuk hati kita. Kekebalan itu mengeraskan hati kita, hingga membuat jiwa kita mati"

Bilqis memeluk Amalia dengan sedih, dia neteskan air mata mendengar cerita sahabatnya itu.

"Saat ini aku maju menggantikan nahkodaku yang sedang pergi. Ku layarkan kapal semampuku walau tanpa ketrampilan dan keahlian yang memadai. Kembali atau tidak nahkodaku yang sedang pergi, aku tetap akan terus melayarkan kapal. Karena kalau aku menyerah, hanya aku yang akan selamat di sini. Penumpang ku belum punya keahlian untuk berenang dan aku tidak punya pelampung untuk memfasilitasi nya" kata Amalia sambil mengelus putrinya yang tidur pulas di sofa.

"Aku yakin kamu dapat melakukannya Li, aku yakin karena aku tau kamu wanita yang kuat dan tidak akan pernah menyerah. Apalagi penumpangmu akan bertambah satu" Bilqis mengelus punggung sahabatnya itu.

Amalia tersenyum dan mengangguk, "trimakasih Bil, kamu memang sahabat terbaikku"

"Aku bukan sahabat terbaikmu Li, kalau aku sahabat yang baik aku pasti sudah melabrak gundik suamimu tadi"

"Kalau ngelabrak ya dua duanya dong Bil, kan yang melakukan bukan cuma wanitanya tapi juga laki-lakinya"

Amalia dan Bilqis tertawa bersama.

Jam empat sore Bilqis pamit pulang, Amalia lalu memandikan Rania dan memasak di dapur. Tak berselang lama terdengar suara mobil Angga memasuki pelataran rumah.

Seperti biasa Angga memasuki rumah meletakkan tas kerjanya asal, membuka sepatunya dengan meletakkannya di sembarang tempat. Amalia berjalan ke ruang depan dalam diam, dia ambil sepatu suaminya untuk di letakkan nya di rak, diambilnya juga tas kerja suaminya dimasukkan ke dalam kamar. Di dalam kamar Angga terlihat duduk di tepi ranjang sambil memegang handphone nya. Wajahnya datar dan biasa saja, mulutnya pun diam tak bersuara, seolah tidak pernah ada kejadian apapun. Seolah dia tidak melakukan kesalahan apapun. Begitupun dengan Amalia, dia hanya diam dan tetap melakukan kewajibannya sebagai istri. Diambilkan nya suaminya baju ganti dan diletakkannya di atas ranjang setelah itu dia keluar menuju dapur melanjutkan memasak.

Bab 3

Amalia menggenggam erat tangan putri mungilnya. Sudah hampir satu minggu putrinya terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Perut Amalia yang sudah membesar membuat punggungnya nyeri karena terlalu lama duduk. Ia meringis memegang pinggangnya. Melihat putrinya sudah tertidur pulas, Kamelia melepas genggamannya dengan pelan. Ia beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah sofa panjang di samping ranjang. Di rebahkannya tubuhnya yang lelah. Diusap nya perut buncit miliknya.

"Sabar ya sayang, kita tungguin kakak lagi sakit" Amalia berbicara dengan janin yang ada di dalam perutnya.

Amalia meringis mendapat tendangan keras dari calon anaknya. Dielus nya perut yang menonjol panjang seperti siku. Amalia tersenyum sambil terus mengelus nya.

"Sehat terus ya sayang. Baik baik kamu di dalam perut bunda" ucap Amalia untuk sang buah hati yang masih bergelung di dalam rahimnya itu. Seolah mengerti janinnya bergerak pelan di dalam tempat nyamannya.

Amalia memandang kontak suaminya, berharap ada sebuah pesan atau telpon masuk darinya sekedar menanyakan kabar tentang putri mereka. Saat Rania putrinya masuk rumah sakit Amalia menghubungi Angga untuk memberikan kabar. Lima kali panggilan Amalia tak terjawab, lalu ia memutuskan untuk memberi tau suaminya lewat pesan. Hati Amalia lega melihat pesan yang dikirimnya sudah tercentang biru. Amalia lalu mengirim nama rumah sakit, alamat rumah sakit dan nomor kamar rawat inap nya. Tapi sayang pesan yang tidak ada balasan ataupun kedatangan suaminya. Satu yang Amalia syukuri Rania tak menanyakan ayahnya saat berada di rumah sakit. Rania terbiasa mencari keberadaan ayahnya saat sakit. Tapi kali ini Rania seolah mengerti dengan kondisi bundanya yang tidak mungkin memaksa ayahnya untuk datang menjenguknya.

"Gimana dokter?" tanya Amalia saat pagi ini dokter datang untuk memeriksa anaknya.

"Kondisinya sudah membaik bu, besok adik Rania sudah bisa pulang" jawab dokter muda itu dengan tersenyum ramah.

"Trimakasih dokter" ucap Amalia dengan menghembuskan nafasnya lega.

...****************...

Amalia memesan sebuah taksi untuk mengantarnya pulang dari rumah sakit. Amalia mengusung barang barangnya terlebih dulu sebelum membawa anaknya keluar. Amalia menggendong anaknya keluar rumah sakit menuju dimana taksi pesanannya terparkir. Sebelum nya Amalia sudah memasukkan barang barangnya terlebih dahulu ke dalam taksi.

Puji syukur Amalia ucapkan saat taksi yang di tumpangi nya memasuki pelataran rumah.

Amalia memasuki rumah dengan menggendong Rania. Matanya memandang ke segala penjuru rumah. Sepertinya suaminya tidak ada di rumah. Setelah mengantar putrinya masuk ke dalam kamar, Amalia berjalan menuju dapur, dia menghembuskan nafas lelah ketika melihat perabot kotor menumpuk serta berbau. Amalia berjalan ke arah cucian, pakaian kotor menggunung di atas mesin cuci. Amalia menyingsingkan bajunya mulai membereskan semua pekerjaan. Di dalam hati Amalia terus beristighfar agar di beri kesabaran dan kekuatan fisik untuknya.

Amalia mengistirahatkan tubuhnya dengan berselonjor di kursi sofa ruang tengah depan TV. Dia senderkan punggungnya pada tangan sofa, di pijit nya kaki yang sedikit membengkak mungkin karena tubuhnya yang kurang gerak saat menunggui putrinya selama di rumah sakit. Merasa sedikit enakan dia beranjak, berjalan menuju dapur untuk memasak. Perutnya yang sudah mulai minta diisi dan juga anaknya yang sebentar lagi waktu meminum obat membutuhkan makanan untuk mengisi perut. Dengan menahan tubuh yang terasa lelah, Amalia memaksa tubuhnya untuk tetap berdiri menyelesaikan masakannya.

Akhirnya Amalia bisa mengistirahatkan tubuhnya. Dia rebahkan tubuh yang sudah terasa lelah dari tadi itu di samping putrinya. Malam ini dia tidur di kamar sang putri untuk menemani putrinya yang masih dalam masa pemulihan.

Disaat Amalia ingin memejamkan mata terdengar suara deruman mobil suaminya. Amalia hanya mendengarkan kedatangan suaminya dari dalam kamar. Hati dan tubuhnya enggan untuk menyambut kedatangan suaminya. Amalia memejamkan matanya menyusul putrinya yang sudah pulas dari tadi.

...----------------...

Angga memeluk tubuh polos wanita yang baru saja disetubuhi nya. Dia bergeser mengambil handphone genggamnya yang terletak diatas nakas saat terdengar bunyi tanda pesan masuk. Tadi ada beberapa panggilan yang ia abaikan. Dia enggan menjawab panggilan karena sedang mengarungi kenikmatan. Dibukanya pesan dari istrinya yang mengabarkan bahwa putrinya sedang sakit dan masuk rumah sakit. Dengan malas Angga meletakkan kembali handphone nya di atas nakas tanpa membalas pesan dari istrinya. Angga mengira itu adalah alasan yang istrinya buat agar dirinya pulang. Dengan cuek Angga mengabaikan pesan itu. Malam hari saat dia pulang dari apartemen selingkuhannya ia mendapat kan rumah yang gelap. Angga membuka pintu rumah menggunakan kunci cadangan yang ia bawa. Masuk kedalam rumah lalu menyalakan lampu. Ia berputar mengelilingi rumah mencari keberadaan istri dan anaknya. Tapi nihil. Angga baru sadar apa yang di kabarkan istrinya itu memang benar. Tapi karena gengsi Angga tak mau melihat putrinya di rumah sakit. Dia sadar bahwa dirinya sangatlah keterlaluan. Tapi sudah terlanjur dia merasa akan kehilangan harga diri bila menyusul anak dan istrinya di rumah sakit. Rasa khawatir terhadap putrinya terkalahkan dengan rasa gengsi terhadap istrinya. Entah seberapa besar harga yang di patok Angga untuk dirinya sehingga membuatnya menjadi manusia sombong dan angkuh terhadap istrinya sendiri.

Beberapa hari pulang kerja tanpa di sambut oleh sang istri membuat Angga merasa ada yang hilang. Tapi hatinya yang telah mengeras membuat dirinya gengsi untuk mengakuinya.

Hari ini Angga pulang agak awal tidak seperti biasanya. Dia melihat lampu rumahnya yang sudah menyala. Di bukanya pintu rumah yang ternyata tidak di kunci. Ia meletakkan tas kerjanya di atas sofa dan berjalan memasuki ruang makan. Dilihatnya ada makanan terhidang di atas meja. Dia duduk mengambil piring yang sudah tersedia di meja. Dia mengisi piringnya dengan nasi dan juga lauk pauk yang sudah tersedia di sana. Lidahnya mengecap rasa nikmat masakan yang lama tak di rasakannya. Dalam hatinya mengakui kehebatan istrinya dalam segala hal. Tapi entah kenapa dia masih bisa melirik wanita lain di luaran sana. Jika di tanya, apakah dia bersedia melepas istrinya dengan mantap ia akan menjawab tidak. Tapi entah kenapa dia selalu menyakiti hati istrinya. Mungkin karena istrinya yang selalu diam di saat disakiti membuat Angga berada di atas angin. Membuat Angga mengira istrinya tidak akan bisa tanpa dirinya. Tanpa ia ketahui istrinya tetap bertahan hanya demi sang buah hati. Rasa cinta yang ada di dalam hati istrinya terkikis sedikit demi sedikit oleh perilaku nya. Terkikis hampir habis oleh kesakitan kesakitan yang istrinya terima dari nya.

Ada dua perilaku yang dapat mengubah hati manusia. Yang pertama perilaku baik yang akan merubah hati manusia dari yang keras menjadi lembut. Yang kedua perilaku buruk yang akan merubah hati manusia yang lembut menjadi keras dan kebas.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!