NovelToon NovelToon

Pesona Kiana Andini

Episode.1

Suasana SMA Pelita tampak ramai. Kebetulan hari ini ada pertandingan basket antar sekolah. Semua siswa berkumpul di lapangan menyaksikan pertandingan basket yang sangat ramai itu. Bukan hanya siswa siswi dari SMA Pelita saja yang hadir, namun dari SMA lawan juga ada beberapa siswa yang datang untuk mendukung tim basket sekolah mereka.

Hanya ada satu siswi yang sama sekali tidak tertarik ikut berkumpul di lapangan. Dia Kiana yang di juluki gadis culun di sekolahnya. Bukan tanpa alasan Kiana tidak menyaksikan pertandingan basket, namun dia minder karena semua siswa selalu menghinanya. Jadi dia lebih suka menyendiri di sekolah.

Kiana duduk sendirian di dalam kelas. Dia sibuk membaca buku pelajaran.

Terdengar derap langkah kaki mendekat. Kiana menoleh ke sumber suara, melihat Meli yang merupakan teman satu-satunya dia di sekolah.

''Kiana, ada yang ingin aku bicarakan denganmu,'' sorot mata itu terlihat serius. Sepertinya Meli akan mengatakan hal penting.

''Ada apa, Mel?'' Kiana menutup buku yang sedang dia baca. Lalu beralih menatap sahabatnya.

''Aku akan pindah sekolah ke Kalimantan. Orang tuaku pindah kerja disana. Maaf ya, kita tidak bisa bersama-sama lagi,'' sebenarnya Meli merasa berat untuk pergi. Karena jika dia pergi, Kiana akan sendirian di sekolah. Hanya dia saja yang mau berteman dengannya di sekolah.

Raut wajah Kiana berubah sendu. Rasanya tak rela harus berpisah dengan sahabat satu-satunya. Selama ini Meli selalu melindunginya jika siswi lain suka usil terhadapnya.

''Aku pasti akan merindukanmu, Mel.'' Kiana memeluk Meli dengan erat. Rasanya berat untuk berpisah dengannya.

''Maaf karena aku tidak bisa menjagamu lagi. Kamu harus kuat ya, jangan lemah jika ditindas,'' Meli mengusap air mata Kiana yang menetes di sudut matanya.

''Aku akan berusaha, mungkin sekarang sudah saatnya aku mandiri tanpamu.''

Meli kembali memeluk Kiana. Sebenarnya tak tega jika harus meninggalkannya sendirian. Tapi mau bagaimana lagi, orang tuanya mau pindah jadi dia harus ikut.

''Mel, aku mau ke toilet dulu ya,'' Kiana melepaskan pelukan itu sambil berucap.

''Mau aku antar?'' tawarnya.

''Tidak usah, aku bisa sendiri kok,'' Kiana tersenyum menatap Meli yang duduk di sampingnya.

Kiana yang sudah berada di toilet, dia memegangi kepalanya yang tadi terasa sangat pusing. Jika di depan Meli dia selalu menahan rasa sakitnya.

Rasanya tak kuat lagi menopang berat tubuhnya. Kiana menyandarkan kepalanya ke tembok. Buru-buru dia mengambil tisu toilet saat melihat ada darah yang keluar dari hidung.

'Kenapa mimisan lagi? Sebenarnya aku sakit apa?' Kiana bertanya-tanya dalam hatinya.

Sudah beberapa hari ini Kiana merasakan sakit, namun dia tak mempunyai uang untuk memeriksakan diri ke rumah sakit. Ayahnya hanya seorang sopir angkot yang penghasilannya pun pas-pasan.

Setelah merasa baikan, Kiana keluar dari toilet. Dia akan kembali ke kelas menemui Meli. Saat melewati kelas 12 A, dia berpapasan dengan pangeran sekolah dan gengnya.

''Guys, ada si culun tuh,'' tunjuk Alan, lelaki yang di juluki pangeran sekolah karena parasnya yang begitu rupawan. Bahkan semua siswi mengantre untuk menjadi kekasihnya.

''Kita kerjain yuk,'' ajak Dito.

''Ah ogah, Gue lagi nggak mood,'' entah kenapa kali ini Alan sama sekali tak berminat untuk mengerjai Kiana. Padahal biasanya dia paling antusias untuk hal itu.

Mereka hanya menatap Kiana yang lewat di hadapan mereka dengan tatapan jijik. Penampilan Kiana yang terlihat sangat jelek, bahkan seragam sekolahnya yang kebesaran membuat mereka menganggapnya seperti ondel-ondel sekolahan.

''Guys, Gue punya taruhan nih untuk kalian,'' Dito menyunggingkan seringai jahatnya.

''Apa itu?'' tanya Reyhan, lelaki yang paling baik di geng mereka.

''Siapa di antara kalian yang berani nidurin si culun, Gue kasih apartemen baru yang baru di beliin bokap,'' Dito menawarkan taruhan yang sangat menggiurkan.

''Gila, jangan mempermainkan anak orang,'' Reyhan terlihat tak setuju dengan taruhan yang di ajukan oleh Dito.

''Gue terima taruhan Lo, tapi Gue minta waktu. Tidak mungkin semudah itu untuk Gue nidurin dia,'' ucap Alan.

''Kalian jangan macam-macam dengan anak orang, nanti kalian sendiri yang kena imbasnya,'' Reyhan menentang taruhan konyol itu. Baginya kesucian seorang wanita itu harus di jaga bukan di rusak.

''Gue nggak peduli. Kalau Lo masih mau ada di geng kita, lebih baik diam deh tidak usah berkomentar,'' ucap Alan sang ketua geng.

....

....

Kiana sedang berdiri di depan gerbang sekolah untuk menunggu jemputan. Ayahnya selalu menjemputnya setiap hari. Namun kali ini entah kenapa ayahnya belum datang juga.

Alan dan gengnya melihat Kiana yang sedang berdiri di depan gerbang

''Guys, sepertinya Gue mulai beraksi nih,'' Alan menaiki motor sport miliknya sambil menatap ke arah Kiana berada.

''Semangat, Bro. Gue nggak yakin Lo berhasil dengan taruhan kita,'' ucap Dito.

''Gue bakal buktikan kalau Gue bisa nidurin tuh cewek cupu,'' Alan menyalakan mesin motornya, lalu pergi meninggalkan teman-temannya yang masih berada di parkiran.

Alan menghentikan motornya di hadapan Kiana.

''Hai, sendirian saja nih. Lagi nunggu jemputan ya?'' Alan bersikap manis seolah begitu perhatian.

''Iya,” jawab Kiana singkat. Dia takut jika kedatangan Alan itu untuk mengerjainya.

''Mau Gue antar tidak?'' tawarnya.

''Tidak usah, nanti juga ayah akan jemput,'' tolaknya.

''Lihat tuh langit mulai mendung, memangnya Lo mau disini sendirian? Mungkin ayahmu berhalangan untuk menjemputmu. Ayolah ikut denganku! Lo tenang saja, Gue tidak akan macam-macam,'' Alan terus membujuk Kiana agar mau ikut dengannya.

''Tapi aku ---'' ucapan Kiana terhenti saat mendengar petir. Dia menutupi telinganya karena jujur saja dari kecil dia takut petir.

''Tuh sepertinya sudah mau hujan. Ayolah ikut!'' Alan tak henti-hentinya merayu Kiana agar mau ikut dengannya.

''Iya,'' dengan terpaksa Kiana menerima tawaran itu. Padahal ada rasa takut di hatinya.

Alan bersorak senang dalam hatinya. Dengan begini dia bisa melakukan pendekatan dengan si culun.

''Pegangan dong!'' Alan memegang ke dua tangan Kiana dan menaruhnya di pinggangnya.

''Maaf, tapi tidak usah,'' Kiana menjauhkan tangannya dari pinggang Alan.

''Baiklah jika itu maumu,'' Alan langsung mengendarai motornya pergi dari sana.

Semakin lama Alan semakin menambah kecepatan motonya sehingga membuat Kiana mau tak mau harus berpegangan. Alan tersenyum saat melihat ke dua tangan Kiana memeluknya erat. Sepertinya Kiana ketakutan karena Alan mengendarai motor sangat cepat.

''Dimana rumah Lo?'' tanya Alan.

''Di daerah jalan cempaka. Aku dan keluargaku mengontrak disana. Nanti turunkan aku di mini market depan saja,'' ucap Kiana.

''Yang sebelah kiri itu?'' tanya Alan memastikan.

''Iya,'' jawabnya.

Alan menghentikan motornya di depan mini market dekat gang kecil. Kiana segera turun dari motor lalu mengucapkan terima kasih kepada Alan karena sudah mau mengantarnya.

''Culun, tunggu!'' Alan menghentikan langkah Kiana yang hendak pergi.

''Ada apa?''

''Minta nomor ponsel Lo,'' Alan menyodorkan ponselnya kepada Kiana meminta Kiana menuliskan sendiri nomor ponselnya.

Kiana terpaksa memberitahu nomor ponselnya. Karena dia merasa tak enak kepada Alan yang sudah mengantarnya.

Episode.2

Waktu istirahat telah tiba. Semua siswa berbondong-bondong keluar dari kelas. Namun tidak dengan Kiana, dia masih setia dengan buku bacaannya. Lagian ngapain keluar? Selama ini dia tak pernah jajan di kantin. Selalu membawa bekal dari rumah agar lebih hemat.

Brak

Suara gebrakan di meja secara tiba-tiba membuat Kiana terlonjak kaget. Dia membenarkan kaca matanya lalu menatap ke samping. Terlihat Rani cs sedang berdiri disana menatapnya tajam.

''Ada apa ya?'' perkataan itu yang pertama kali Kiana lontarkan. Dia sedikit merasa bingung melihat keberadaan Rani cs yang di juluki sebagai geng wanita cantik di sekolah. Padahal mereka tak kenal.

Rani mendekatkan tangannya ke Kiana, memegang rambut yang di kucir panjang itu lalu menariknya.

''Lo beraninya jalan sama Alan. Dengerin ya gadis cupu nggak tahu diri, hanya Gue satu-satunya wanita di sekolah ini yang pantas jalan bersama Alan. Kalau Lo berani deketin dia lagi, Gue nggak akan segan-segan siksa Lo,'' kata-kata yang Rani ucapkan membuat Kiana menegang seketika. Selama ini Dia tak pernah punya masalah dengan Rani cs, tapi kali ini seolah menjadi sasaran mereka.

Rani semakin menarik rambut Kiana. Sedangkan teman yang lain mendorong tubuh Kiana. Kini tubuh kurus itu terjatuh ke lantai. Kaca matanya lepas dari matanya. Rani dan teman-temannya menertawakan Kiana yang sedang meraba-raba lantai mencari kaca matanya.

''Lo cari ini?" dengan sengaja Rani menginjak kaca mata milik Kiana.

Mereka berlalu pergi begitu saja dari kelas setelah merasa puas karena sudah melakukan peringatan kepada Kiana.

Bulir air mata menetes dari pelupuk mata. Kiana memegang kaca matanya yang sudah tak berbentuk. Entah bagaimana caranya dia belajar jika tanpa kaca mata. Dia tak bisa melihat jelas tulisan yang ada di buku. Sedangkan dia tak punya uang untuk membeli kaca mata baru.

''Cobaan apa lagi ini?'' Kiana mengusap pipinya yang basah. Beranjak dari duduknya, lalu menyimpan kaca mata miliknya ke dalam tas.

....

....

Jam pelajaran telah berakhir. Kiana menunggu semua temannya keluar dari kelas. Sedangkan dia memilih keluar paling akhir karena tidak mau berdesakan.

Kiana berjalan melewati lorong sekolah. Dia menatap sekitarnya saat mendengar ada yang memanggilnya. Sayang sekali dia tak bisa melihat jelas siapa yang memanggil, karena pandangannya kabur tanpa kaca mata.

''Hei, kamu lihatin kemana sih? Aku disini,'' ucap Alan yang kini sudah berdiri di samping Kiana.

''Eh maaf, tadi aku tak melihat. Aku pergi dulu,'' Kiana hendak berlalu pergi, namun Alan mencekal satu tangannya.

''Kenapa buru-buru? Kita belum mengobrol loh,'' Alan menarik tangan Kiana sehingga kini jarak mereka lebih dekat. Bahkan Kiana bisa merasakan deru napas Alan yang begitu hangat.

''Lepaskan! Nanti ada yang lihat,'' Kiana memberontak mencoba melepaskan diri. Namun tubuhnya yang kurus kalah kuat dengan Alan.

''Siapa yang mau melihat? Semua orang sudah pulang loh,'' Alan melepaskan cekalan tangannya saat melihat Kiana yang terlihat ketakutan. ''Maaf, Gue nggak sengaja. Habisnya Lo di ajak bicara baik-baik malah mau pergi,'' ucapnya lagi.

''Iya tidak apa-apa. Aku hanya tidak mau kamu dekat-dekat denganku,'' ucap Kiana.

Alan di buat heran mendengar penuturan Kiana. Selama ini tidak ada satu pun wanita yang tidak mau dia dekati. Bahkan hampir semuanya terpesona dengan ketampanannya. Namun kali ini hanya seorang gadis cupu saja beraninya menolak saat dia dekati. Sebisa mungkin Alan mencoba mengontrol emosinya. Menyembunyikan sifat aslinya dengan mencoba bersikap baik kepada Kiana.

''Maaf jika Gue mengusik kehidupan Lo, Tapi Gue deketin Lo itu tulus. Maaf karena selama ini Gue selalu ngerjain Lo,'' Alan menatap lekat bola mata Kiana yang terlihat indah.

''Iya, mulai sekarang tidak usah mendekatiku lagi,'' pinta Kiana.

Penolakan yang di lontarkan Kiana justru membuat Alan penasaran. Sebenarnya apa yang membuat gadis cupu itu menolak mentah-mentah saat dia dekati.

''Tidak semudah itu untuk Lo menolak Gue. Karena Gue jatuh hati untuk yang pertama kalinya sama Lo,'' Alan memulai permainannya mengeluarkan rayuan andalannya.

Blus

Wajah Kiana memerah, jantungnya berdetak dengan cepat. Ungkapan cinta dari Alan membuat hatinya berbunga-bunga. Selama ini Kiana memang diam-diam selalu memperhatikan Alan. Walaupun dia kesal karena Alan dan gengnya selalu mengerjainya, namun entah mengapa dia kagum dengan sosok Alan.

''Kalau senyum begitu tambah cantik,'' lagi-lagi perkataan Alan mampu membuat Kiana tersipu malu.

''Tidak kok, aku tidak cantik.''

''Lo itu cantik, Kiana Anjani. Eh tunggu, tumben tidak pakai kaca mata?'' Alan memang jeli, sampai-sampai memperhatikan Kiana segitunya.

''Rusak,'' ucapnya sambil menunduk. Jujur saja hanya memandang wajah tampan Alan saja membuat Kiana gugup.

''Ayo ikut!'' tanpa persetujuan dari Kiana, dengan lancang Alan menarik tangannya pergi dari sana.

''Hei, aku mau di ajak kemana?'' Kiana berucap sambil mencoba melepaskan tangannya yang di pegang oleh Alan. Namun usahanya sia-sia karena Alan memegang tangannya dengan erat. Akhirnya Kiana hanya pasrah saja.

Ternyata Alan membawa Kiana menuju ke parkiran. Dia mengambil helm lalu memberikannya kepada Kiana.

''Cepat pakai!'' pinta Alan sambil menyodorkan helm itu.

''Kita mau kemana? Aku belum setuju loh kalau mau ikut,'' Kiana tak suka melihat Alan yang pemaksa.

''Tidak usah protes!''

Kiana menghela napasnya, dia mulai memakai helm itu ke kepala. Dia hanya menurut kemana Alan membawanya pergi.

Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit, kini Alan menghentikan motornya di depan sebuah toko optik.

''Cepat turun!''

''Loh kok kesini?''

''Tidak usah banyak tanya,'' ucap Alan.

Alan melangkah duluan memasuki toko optik terbaik di ibukota. Sedangkan Kiana mengikutinya dari belakang.

Alan melihat deretan kaca mata di hadapannya.

''Kak, saya mau kaca mata yang ini,'' Alan menunjuk kaca mata model kekinian untuk wanita.

''Sebentar,'' pelayan itu mengambilkan kaca mata yang di tunjuk oleh Alan, lalu memberikan kepadanya.

Alan menatap Kiana yang berdiri di sampingnya.

''Lo minus berapa? Lo suka kaca mata ini nggak?'' tanya Alan.

''Aku minus empat, maaf tapi aku tidak punya uang untuk membeli,'' jawab Kiana.

''Lo tenang saja, Gue yang belikan kaca mata ini.''

''Tapi kaca mata ini terlalu mahal,'' Kiana menolak karena merasa tak enak hati.

''Ini itu murah, mahal dari mananya coba,'' Alan beralih menatap pelayan yang ada di hadapannya. ''Kak, tolong ini kasih lensa. Kakak bisa tanya-tanya ke dia. Saya mau urus pembayaran dulu,'' ucap Alan.

''Baik,'' ucapnya.

Mau tak mau Kiana menerima kaca mata yang di belikan oleh Alan, karena Alan yang terus memaksanya. Yang pasti dia begitu senang mendapat perhatian dari Alan. Apalagi Alan adalah lelaki pertama yang mendekatinya. Selama ini jangankan yang mendekati, lelaki yang melirik pun tak ada.

''Terima kasih, aku janji jika nanti punya uang, akan mengganti uangmu,'' ucap Kiana.

''Tidak usah memikirkan itu. Oh iya, minggu depan Gue ulang tahun, dan Lo harus datang.''

''Tapi aku .... '' Kiana menghentikan perkataannya saat Alan menaruh jari telunjuk di bibirnya.

''Stt tidak ada penolakan.''

Kiana sebenarnya takut jika nanti dia datang ke ulang tahun Alan, membuat Rani cs semakin membencinya. Kiana tidak ingin mempunyai masalah lagi dengan mereka.

Episode.3

Kiana enggan untuk datang ke acara ulang tahun Alan,  namun tadi sore Alan meneleponnya dan memintanya untuk datang.

Kiana tampak menatap isi lemari. Tidak ada satu pun pakaian yang pantas untuk di kenakan ke pesta. Dia tidak punya gaun yang bagus dan mahal. Yang ada hanya baju murahan yang di beli di pasar.

'Aku harus pakai baju apa?' Karena tidak menemukan pakaian yang cocok akhirnya Kiana memilih untuk menutup kembali pintu lemari.

Kiana mendengar ada yang mengetuk pintu rumah. Dia bergegas keluar untuk melihat siapa yang datang. Ternyata ada seorang pengirim paket yang sedang berdiri di depan rumahnya.

"Maaf, cari siapa ya?"

"Apa benar ini alamat rumah Nona Kiana? Saya berniat mengirimkan paket," ucap lelaki yang saat ini berdiri di hadapan Kiana.

"Benar ini rumah saya. Tapi maaf, saya tidak memesan paket apa pun," ucapnya.

"Ini dari Tuan Muda Alan. Mohon di terima," ucapnya.

Kiana menerima paket itu lalu dia masuk ke dalam rumah. Kiana membuka paket berbentuk sebuah kotak yang sedang dia pegang. Ternyata isinya gaun berwarna pink muda. Di kotak itu juga ada sebuah surat.

To : Kiana

Kiana, jangan lupa nanti malam kamu pakai gaun itu. Pasti akan sangat cantik jika kamu yang mengenakannya.

From : Alan

Kiana senyum-senyum sendiri membaca isi pesan yang di tuliskan oleh Alan. Dia merasa seperti upik abu yang tiba-tiba mendapatkan cinta seorang pangeran.

'Perhatian sekali dia,' batin Kiana.

Kiana pergi ke kamar untuk menaruh gaun pemberian dari Alan. Kemudian dia mengambil celengen miliknya yang ada di dalam lemari. Kiana memecahkan celengannya ke atas lantai. Memunguti uang yang selama ini dia tabung dan mulai menghitungnya. Ternyata hanya ada dua ratus ribu.

"Apa cukup uang segini untuk membeli kado? Tapi, apa Alan akan menerima kado dariku?" Kiana bertanya-tanya dalam dirinya.

"Ah terserah deh mau dia terima atau nggak, yang pasti aku berniat memberikan kado dengan tulus,'' gumam Kiana.

Kiana menyambar tas kecil miliknya llalu rgi keluar. Niatnya dia akan membeli kado untuk Alan.

Kiana memutuskan untuk pergi ke toko jama tangan. Dia berniat untuk membelikan jam tangan untuk Alan. Walaupun bukan jam tangan yang mahal, namun setidaknya dia sudah berusaha membalas kebaikan Alan yang sudah memberikannya gaun dan kaca mata.

....

....

Kiana sedang berdiri di depan cermin smabil menatap penampilannya sendiri. Walauapun dia memakai gaun mahal. namun tetap terlihat kuno karena masih memakai kaca mata dan juga rambutnya di ikat dua. Kiana hendak melpaskan ikatan rambutnya, namu  dia urungka  saat dia teringat pesan terakhir dari ibunya sebelum ibunya meninggal. Ibunya melarangnya untuk mengubah penampilan karena sesuatu. Ya, Kiana mendadak sedih saat mengingat kejadian empat tahun yyang lalu. Dimana dia yang hendak di lecehkan oleh seorang preman. SEjak itulah i unya melarangnya merubah penampilan.

Kiana mengambil tas selempang miliknya yang tergeletak di atas ranjang. Dia juga mengecek kado yang akan di berikan kepada Alan. Takunya dia kelupaana dengan kado itu.

Kiana berpamitan kepada ayahnya yang sedang duduk sambil emndnegarjan radio. Ya, hanya radio saja yang mereka punya di kontraakan. Ayahnya tidak mampu untuk membeli televisi.

''Pah, Kiana mau pergi dulu ya,'' KIana berdiri di hdapan ayahnya yang sedang duduk.

Pak Bima menatap penampilan anaknya dari atas sampai ke bawah. Baru kali ini Pak Bimo melihat anaknya memakai pakaian yang terlihat mahal, dan itu sudah di pastikan bukan pemberian darinya.

''Kamu mau kemana, Nak? Lalu itu pakaian milik siapa yang kamu pakai?'' tanya Pak Bima.

"Kia mau ke pesta ulang tahun teman, Pah. Gaun ini Kia pinjam," bibir Kiana sedikit bergetar saat berucap, karena sebelumnya dia tidak pernah mengatakan kebohongan. Kali ini terpaksa dia berbohong demi kebaikan. Lagian jika dia bilang kalau gaun yang dia pakai itu pemberian orang, pasti ayahnya akan curiga.

"Kamu pergi naik apa, Nak? Apa perlu papah antar?"

"Tidak usah, Pah. Kia bisa pergi sendiri kok."

"Jangan menolak, Nak. Papah ingin memastikan jika putri kesayangan papah selamat sampai tujuan."

"Baiklah, Kia mau di antar sama papah."

Kiana dan Pak Bima berlalu pergi keluar dari rumah. Kiana tak malu walaupun dia naik angkot. Justru dia merasa bangga karena ayahnya seorang supir angkot yang pekerja keras.

Sepanjang jalan Kaina menatap ke arah luar. Banyak lampu-lampu di sepanjang jalan yang membuat jalanan ibukota terlihat indah. Tak terasa sudah cukup lama mereka di perjalanan. Kini angkot yang di kemudikan oleh Pak Bima berhenti di depan sebuah kompleks perumahan elit. Tadinya Pak Bima hendak mengemudikan angkot masuk kompleks itu, namun di cegat oleh satpam yang sedang bekerja.

"Maaf, tapi kompleks ini tidak sembarang bisa di masuki oleh angkot," ucap seorang satpam kepada Pak Bima.

"Tapi saya hanya mau antar anak saya ke rumah temannya."

"Maaf, tapi tetap saja angkot bapak tidak bosa lewat."

"Pah, biar Kia jalan kaki saja sampai ke rumah teman Kia. Lebih baik Papah pulang saja.

"Lalu bagaimana nanti kamu pulangnya?"

"Nanti biar Kia minta teman lain untuk antar Kia pulang."

"Apa kamu yakin, Nak? Papah takut kamu kenapa-napa."

"Pah, Kia sudah besar loh. Percayalah! Kia akan baik-baik saja," Kiana mencoba untuk meyakinkam ayahnya.

"Baiklah, kamu hati-hati ya, Nak."

Kiana masih berdiri di tempatnya menatap angkot yang di kemudikan oleh ayahnya hingga sampai tak terlihat lagi dari pandangan matanya.

Kiana bertanya alamat rumah Alan kepada satpam, lalu dia bergegas pergi dengan berjalan kaki. Lagian jarak rumah Alan dari sana cukup dekat.

Kiana menatap tak percaya bangunan meeah berlantai tiga yang ada di hadapannya. Dia kurang percaya diri berada disana. Mungkin hanya dia orang susah yang datang ke pesta itu.

Tin tin

Kiana menggeser tubuhnya saat mendengar klakson mobil dari belakangnya. Terlihat Rani membuka kaca mobil dan menatap ke luar. Rani mengernyitkan kening saat melihat keberadaan si cupu.

"Woy cupu, ngapain kamu disini? Ah aku tahu, kamu pasti mau numpang makan," setelah berucap Rania tertawa. Begitu juga dengan teman-temannya yang juga ikut tertawa.

Kiana tak menjawab, dia memilih diam karena tak mau punya masalah dengan Rani cs.

"Eh cupu, selain bugek ternyata lo belagu juga ya. Gue ngomong dari tadi kagak lo jawab. Ah sudahlah, malas bicara sama cewek kampungan seperti lo," Rani menutup kembali kaca mobilnya. Mengemudikan mobilnya memasuki gerbang rumah Alan. Sedangkan Kiana masih berdiri di tempatnya. Dia menunggu Rani cs masuk, barulah dia masuk.

Kiana menatap kanan kirinya mencari keberadaan Alan. Dia akan langsung memberikan kado yang sudah dia siapkan kepada Alan. Keberadaan Kiana tentu menjadi pusat perhatian. Semua temab sekolahnya yang datang menatapnya jijik. Namun Kiana mencoba untuk mengabaikan tatapan itu.

Kiana melihat Alan yang sedang duduk bersama dengan teman-temannya.

"Kak Alan," ucap Kiana dari arah belakang.

Alan langsung menoleh ke belakang saat mendengar ada yang memanggil namanya. Dia tersenyum sebentar kepada Kiana.

"Eh Kia, kamu sudah datang?"

"Iya, Kak. Ini ada kado untuk kakak," Kiana memberikan kado berukuran kecil kepada Alan. Kado itu berisi jam tangan. Walaupun hanya jam tangan yang di jual di toko pinggir jalan.

"Wah terima kasih. Harusnya kamu tidak usah repot-repot loh."

"Tidak apa-apa, Kak."

"Silakan kamu bergabung dengan teman yang lain. Nikmati pestanya!"

"Baik, Kak." Kiana berlalu pergi dari sana. Namun beberapa menit kemudian dia hendak kembali menghampiri Alan. Kiana akan bertanya dimana letak toilet. Tapi justru dia mendengar sesuatu yang mencengangkan.

Alan dan teman-temannya sedang membahas mengenai taruhan.

"Lo tenang saja, Bro. Malam ini Gue pasti bisa nidurin itu cewek cupu dan menangin taruhin," ucap Alan.

Kiana diam di tempat sambil mencerna perkataan Alan. Dia tak pernah berpikir jika perlakuan baik Alan kepadanya itu karena ada maunya. Kiana memutuskan meninggalkan pesta. Dia akan mencari toilet umum saja. Untuk sekarang lebih baik dia menyelamatkan diri dari niat jahat Alan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!