Baru saja merasakan hari bahagia beberapa hari lalu. Hari ini Puri Sutrisna yang akrab di panggil Puri sudah harus kembali kecewa karena tunangannya terpaksa menikah terlebih dahulu dengan wanita lain yang di hamilinya sebulan yang lalu.
Hidupnya memang tidak se -kacau dulu saat pertama kali Puri pernah mengalami hal yang sama. Rasanya ia malah bersyukur di tunjukkan lebih awal bahwa Arka, tunangannya itu adalah lelaki yang tidak baik dan tidak pantas mebdapatkan Puri, wanita mandiri yang memliki value dan berdedikasi tinggi.
Satu hal yang saat ini menjadi pikiran Puri. Bagaimana ia bicara pada kedua orang tuanya dan semua keluarga besarnya yang baru saru minggu lalu menghadiri acara mewah pertunangan antara dirinya dan Arka, sang pengusaha.
Brak ...
"Ngelamunin apa loe!! Kerja Ri!! Mana dokumen yang gue minta mau gue satuin teru gue kasih ke bos," ucap Aji santai. Ia nyomot kue kering yang ada di toples di atas meja kerja bilik khusus milik Puri.
Puri yang tadinya bermalas -malasan dan melerakkan kepalanya di atas meja kerja pun langsung bangkit dan menegakkan duduknya. Aji Adidarma adalah atasannya. Ia menjabat sebagai kepala bagian.
"Arghh elo Ji!! Bikin gue kaget aja. Dokumen apaan sih?" tanya Puri yang benar -benar lupa sama tugasnya yang di berikan kemarin.
Aji melotot tajam ke arah Puri dan berteriak keras.
"Loe lupa? Apa pura -pura bodoh!!" ucap Aji geram.
Jelas kemarin Aji memberikan tugas itu secara sadar pada Puri di meja ini, saat Puri akan keluar untuk makan siang bersama Jeni.
Puri menggaruk jepalanya yang tidak gatal. Aji benar -benar marah dan tidak sedang bercanda. Dokumen itu snagat penting tentang rincian biaya untuk SPJ dinas mereka nanti dinakhir bulan. Mereka akan pergi satu team ke pulau seberang untuk menjadi audit ekternal di Perusahan Mesin yang terkenal seantero negara ini.
Direktur Chow sudah meminta lama tentang estimasinya. Tapi, belum juga semlat di kerjakan. Hari ini di tunggu malah belim selesai.
Puri menatap map hijau yang masih nangkring di rak bagian belakang tepat berada di belakang kursi kerjanya.
Dengan gerakan cepat, Puri menyambar map hijau yang ada di belakang dan membuka isinya. Cukup di baca sekilas saja oleh Puri dan Puri langsung mengetik di komputer. Tangannya sudah lihai dan terampil lancar tanpa hambatan. Otak da jari -jarinya sudah sinkron dan benar -benar bisa di ajak kerja sama dengan baik.
"Kasih waktu buat gue satu jam. Loe tunggu di sini," titah Puri tegas.
Aji menatap tajam ke arah Puri dan duduk di kursi plastik tang ada di dalam bilik itu. Puri sangat fokus dan sama sekali tak peduli dengan apa yang sedang di lakukan oleh Aji.
Klinting ...
Suara benda terjatuh dari atas meja saat Puri menggeser map hijau itu agak ke samping.
Aji menatap benda berkilau bubdar terjatuh dari atas dan menggelinding drekat kakinya. Aji memungutnya dan meletakkan cincin yang sudah di ukir nama Arka di sana ke atas meja.
Puri hanya melirik dan diam. Lalu menatap Aji yang pasti akan banyak pertanyaan setelah ini. Kenapa cincin iru di lepas dan bisa jatuh. Sungguh teledor sekali.
"Punya loe kan? Ada nama Arkanya," ucap Aji kepada Puri.
Puri hanya mengangguk pasrah.
Aji meletakkan cincin itu di meja kerja Puri.
"Kenapa loe lepas cincinnya. Bukannya lie selama ini bahagia dan menggebu- gebu saat Arka ngajakin tunangan," ucap Aji penasaran.
Puri sengaja tak menjawab pertanyaan Aji. Ia tidak mau terluka lagi batinnya. Cukup beberapa hari ini ia menyesali semuanya dan ingin kembali ke masa lalu. Masa di mana ia tak mengenal dan tak bertemu Arka di kantor cabang lain saat Puri bertugas di sana.
Ia masih fokus dengan tugas yang di berikan Aji. Membuat laporan SPJ lebij penting di bandingkan mencetitakan masalah yang sedang ia hadapinya.
Aji hanya melirik sekilas ke arah Puri. Ia tahu bagaimana Puri. Puri adalah wanita cerdas, mandiri dan selalu ceria. Selama ini ia tak pernah terlihat murung dan bersedih. Ia selalu bisa membuat lelucon hingga membuat semua teman -temannya satu ruangan kerjanya tertawa terbahak -bahak karena kekonyolan Puri.
"Kalau loe mau cerita. Gue siap nampung cerita loe. Anggap saja kita sahabat," ucap Aji lirih.
Sebenarnya Aji juga sedang tidak baik -baik saja. Ia juga sedang kecewa luar biasa karena kekasihnya memutuskannya begitu saja dan ia dengar gosip dari sahabat kekasihnya kalau Marsya, mantan kekasih Aji tengah mengandung dengan pria lain. Itu yang membuat Aji 'gedek'. Bisa -bisanya Marsya menipunya dan kini dengan mudahnya mengkhianati dirinya tanla ada rasa bersalah sedikit pun.
"Selesai ...." teriak Puri dengan suara keras. Rasanya lega sekali bisa menyelesaiakn laporan estimasi tersrbut. Setidaknya minggu depan Puri bisa pergi dai kota ini dan melupakan sejenak permasalahan pribadinya walaupun acara tersebut adalah tugas kantor.
Aji yang melamun pun langsung menoleh ke arah Puri yang bertetiak keras karena kegirangan. Jelas terlihat di wajahnya hanya ada senyum lebar penuh kepuasan bukan kesedihan dan kekecewaan seperti tadi.
Berkas itu langsung di print oleh Puri dan muncul dari mesin printet lalu di satukan hingga rapi dan di jepret menggunakan steples. Lalu di berikan kepada Aji.
"Selesai ya Bos," ucap Puri tersenyum.
"Makasih ya Ri. Loe emang bisa gue andelin. Makan siang yuk, guebyang traktir," ucap Aji penuh semangat. Entah kenapa Aji jadi simpati pada Puri sejak kejadian jatuhnya cincin tunangan Puri.
Puri menatap Aji lekat.
"Yakin? Loe mau traktir gue? Makan gue banyak lho? Gak tajit rugi bandar nih," tanya Puri kepada Aji.
"Gak lah. Loe mau ngabisin berapa piring juga tetep gue bayar. Santai aja," ucap Aji semangat.
"Oke ... Gue mau. Loe tahu aja gue lagi tongpes. Belum gajian ini," ucap Puri tertawa. Ia membereskan tempat kerjanya dan mematikan komputer dan CPU nya. Tidak lupa menyimpan cincin tunangannya di tempat bolpoin yang ada di meja itu.
Aji menatap Puri dengan tatapan aneh.
"Loe gak salah tuh cincin di taruh di situ. Itu cincin tunangan lho, Ri. Cincin emas yang ada berliannya?" ucap Aji menasehati.
Puri hanya tersemyum simpul dan senyumnya kecut sekali.
"Udah loe kasihin tuh berkasnya sama Pak Direktur. Nanti gue samper kesana. Gue tunggu di depan ruangan bos besar ya?" titah Puri pada Aji.
Aji mengangguk setuju. Ia langsung menumpuk smeua beraks dan membawanya ke ruang Direktur. Kebetulan sekali, Pak Direktur memang sedang menunggu Aji. Baru saja ia akan menyuruh team lain, jika Aji tak menyelesaiakn sekarang juga. Karena tugas itu jadwalnya di majukan dan harus berangkat besok. Kedua, tugas itu hanay di kerjakan oleh team yang hanya beranggotakan dua orang. Tentunya Aji, sebagai kepala bagian dan Aji harus memilih salah satu bawahannya yang di anggap tepat dan kompeten.
Tok ... tok ... tok ...
"Permisi Pak. Ini berkasnya sudah selesai," ucap Aji pelan.
Aji menyodorkan berkas itu kepada Pak Direktur. Direktir sedang membuka dan membaca serta mempelajarinya. Semuabya bagus dan sempurna termasik eatimasi biaya yang di buat begiti ringkas dan tidak bertele -tele.
"Baik. Saya terima. Uang untuk perjalanan dinas sudah di siapkan dan akan di transfer ke rekening kamu, Ji. Kamu bawa satu bawahan kamu yang bisa kamu andalkan. Pekerjaan ini berat dan hanya boleh di kerjakan dua orang saja. Sesuai budget," ucap Pak Direktur dengan suara lantang dan mantap.
"Apa? Besok berangkat? Aji bawa siapa Pak?" ucap Aji bingung.
"Ya gimana kamu saja. Tapi saran saya sih, Puri. Dia cekatan dan cerdas serta bisa di andalkan. Saya rasa pekerjaan kamu akan sangat terbantu sekali jima pilihanmu membawa partner kerja itu tepat," ucap Direktur kepada Aji.
"Baik. Saya kondisikan pada Puri. Bisa atau tidak. Ekhem maksud saya, siap atau tidak. Soalnya Puri suka gak mau kalau cuma pergi berdua walaupun itu urusan tugas kantor," ucap Aji menjelaskan.
"Oke. Nanti sore, Fera akan kasih kau tiket keberangkatan untuk besok pagi. Ingat!! Email seriing kamu cek. Satu minggu kamu di sana dab harus selesai," ucap Direktur itu dengan suara lantang.
"Siap Pak," jawab Aji penuh semangat.
Aji pamit undur diri untuk makan siang. Ia mau bicara pada Puri bahwa Aji akan memilih Puri untuk menjadj partner kerja teamnya selama tugas di Bali.
Aji dan Puri sudah berada di kafe favorit anak audit nongkrong.
Puri sudah memesan banyak makanan sesuai dengan keinginannya. Puri memang doyan sekali makan. Tapi tubuhnya tetap saja kurus dan kecil seperti kurang gizi. Tubuhnya kutilang darat, begitu katanya untuk sebutan kurus tinggi langsing dada rata. Memang jauh dari kata seksi dan bahenol.
Aji menatap satu per satu makanan yang datang adalah makanan pesanan Puri.
"Loe gak salah? Pesenannya banyak amat? Bakal habis? Loe yakin? Kayak orang ngidam aja," tanya Aji menyelidik.
"Habislah. Loe masih gak yakin sama gue? Kalau gak habis, gue yang bayarin semuanya. Kalau habis, loe bayarin semua plus makan siang gratis selama sebulan tanpa ada limit. Gimana? Setuju?" tanya Puri pelan. Ia sudah mulai memasukkan beberapa makanan ke dalam mulutnya dan mengunyah dengan tenang.
"Oke. Boleh. Gue malah ada tawaran menarik buat loe. Loe mau gak tugas bareng gue. Kita berangkat besok ke Bali. Semua akomodasi sudah di persiapkan tinggal berangkat. Dari kantor hanya satu team saja dan hanya untuk dua orang saja. Gimana?" tanya Aji melipat tangannya di atas meja.
"Cuma berdua? Loe sama gue aja? Tuh cewe loe si Marsya kagak ngomel?" tanya Puri terkekeh.
Satu ruangan sudah tahu. Betapa bucinnya Aji pada Marsya. Hubungan mereka memang LDR -an. Tapi Marsya sering datang untuk menemui Aji.
Aji berdecih keras saat Puri mengatakan soal Marsya.
"Gue udah putus sama Marsya. Jadi loe gak usah sebut nama perempuan itu lagi," titah Aji tegas.
"Hah? Putus? Kapan? Gue kok gak tahu?" tanya Puri melotot. Mulutnya masih mengunyah makanannya.
"Emang loe siapa gue? Harus tahu gue putus," cetus Aji masa bodoh.
"Ya. Gue kan bawahan loe. Maksud gue, kita di ruangan itu kan sudah kayak saudara. Biasanya apa yang terjadi pada siapa pun pasti akan celat di ketahui. Tapi loe kok santuy amat. Setahu gue, loe kan bucin banget sama Marsya. Jadi gue agak gimana nih, denger loe putus. Tapi ... gue gak tahu harus seneng apa sedih ya. Cuma gue mau bilang innailahi aja. Semoga ke depannya loe dapat cewek yang lebih baik dari Marsya," ucap Puri lembut mendoakan yang baik -baik untuk Aji.
"Thanks ya doanya," ucap Aji pelan.
"Ekhemm ... Gue terima deh kerjaan besok ke Bali. Lumayan lah uang lump sum -nya. Tul gak? Jadi besok pagi gue langsung ke Bandara kan?" tanya Puri semangat.
"Yes. Apa mau gue jemput? Rumaj loe masih yang dulu kan?" tanya Aji pelan.
"Iya lah. Masih yang dulu. Kan rumah bokap nyokap gue. Gue kan belum nikah jadi belum ada yang bawa gue keluar dari rumah bokap nyokap gue," ucap Puri tertawa lepas.
"Itu ada Arka. Bukannya loe bentar lagi married?" tanya Aji menyelidik. Ia masih penasaran dengan cincin tunangan yang di lepas dari tangan Puri dan hanya di letakkan di dalam keranjang tempat alat tulis. Apakah cincin berlian itu se -tak berhaga itu buat Puri. Apakah terlalu murah atau Puri tak suka dengan modelnya.
Puri berpura -pura fokus pada makanannya seolah tak mendengar pertanyaan Aji barusan.
"Loe sengaja gak mau cerita? Ya gak apa -apa. Itu juga bukan urusan gue. Tapi setidaknya loe itu hargain gue dong. Jawab apa kek, jangan sok budeg," ketus Aji kesal.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!