Sekolah Di Perbatasan Dua Dunia
Perpisahan
Angin berembus sepoi-sepoi membelai rambut seorang gadis muda. Matanya menatap langit malam. Ia duduk di loteng, tepat di depan kamarnya. Yang terletak di lantai dua.
Puguh
Masuk, Neng Fay! Udara makin dingin di luar.
Gadis cantik bernama Fayre tadi, menolehkan kepala ke sumber suara.
Fayre
Ya, Kek. Sebentar lagi.
Puguh
Kamu sudah makan malam? Ibumu menunggumu di bawah.
Fayre
Ya, Kek. Fay sebentar lagi turun.
Fayre memanjat masuk ke jendela kamarnya. Menepuk-nepuk lembut pant*tnya sendiri. Noda seperti debu, mengotori bagian belakang celana pendeknya.
Fayre
(berbicara pada diri sendiri, memandang sebuah koper besar yang masih terbuka) Apa lagi yang kurang ya?
Ajeng
(Mengetuk pintu)
Fay! Turun cepetan, Nak! Beberapa menit lagi, truk pindahan datang. Kamu juga belum makan, kan?
Fayre
Ya, Mah. Fay masih ngecek, barang apa saja yang belum masuk koper. Oh, iya, Mah. Apa tempat barunya mengasyikkan?
Ajeng
Tentu saja. Hawanya masih seger, banyak pemandangan bagus. Di pedesaan, pula.
Fayre
(Mendecak kesal)
Pasti jauh dari peradaban. Gak seru, Mah!
Ajeng
(Tertawa)
Kata siapa? Di sana ojek online juga sudah ada. Ayo, cepat turun! Mamah ke bawah duluan.
Fayre membantu kedua orang tuanya, memasukkan barang-barang yang dianggap berharga ke sebuah mobil keluaran negara matahari terbit milik mereka. Sebelumnya, barang-barang di rumah tersebut, sudah diangkut menggunakan truk besar. Puguh, sang kakek hanya bisa mengantarkan putri, menantu dan cucunya sampai depan rumah.
Puguh
Kamu hati-hati ya, Fay. Ingat pesan, Kakek. ( Pria berusia senja itu berbisik kepada Fayre sebelum gadis tersebut masuk ke dalam mobil)
Fayre mengingat obrolan tempo hari dengan kakeknya di loteng.
Puguh
Di mana pun kita berada, pasti ada makhluk-makhluk tak kasat mata hidup di sekitar mereka. Seperti saat ini, aku yakin, kamu melihatnya beberapa, bukan?
Fayre
Ya, Kek. Ada banyak, beberapa di antaranya menguping pembicaraan kita. (Fayre berbisik)
Puguh tersenyum, tetapi dalam hati kecilnya, ia takut jika kemampuan cucu kesayangannya bisa menyeret gadis itu dalam bahaya.
Puguh
Kakek hanya bisa mengantarmu sampai di sini, jaga papah dan mamahmu, juga jaga dirimu!
Menuju Tempat Baru
Fayre duduk di belakang sang ayah yang menyetir mobilnya. Di luar, malam makin gelap. Gadis itu duduk terdiam. Memandangi kegelapan di luar kendaraan tersebut. Kepalanya menyandar pada bingkai jendela mobil. Kacanya ia turunkan separuh. Udara luar berebut masuk ke dalam mobil. Boneka kucing berwarna hitam di pangkuannya, ia peluk erat-erat.
Ajeng
Tutup rapat jendelanya, Neng. Udara luar makin dingin, loh!
Tanpa menyahut kalimat sang Mamah, Fayre menaikkan kaca mobilnya hingga tertutup sempurna.
Ridwan
Papah ngerti, kamu sebenarnya juga sangat berat meninggalkan kota itu, Fay. Maafkan, papah. Karena pekerjaan yang gak bisa papah tolak ini.
Fayre
Gak apa-apa kok, Pah. Fay gak keberatan.
Ajeng
Mamah harap, semua akan baik-baik saja di tempat baru nanti.
Ridwan
Papah juga berharap gitu, Mah.
Mobil berwarna hitam itu melaju kencang di jalan tol antarkota. Fayre masih terjaga meski matanya makin berat. Mengantuk.
Fayre
Tadi Kakek datang waktu kita mau pergi.
Kalimat yang baru saja diucapkan Fayre, membuat Ridwan reflek mengerem mobil.
Ridwan
Sudah papah dan mamah bilang berkali-kali, Kakekmu sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, Fay! (suaranya terdengar gusar)
Fayre
Fay gak bohong, Pah. Kakek datang melepas kita tadi. Kakek juga pesan sama Fay, untuk menjaga Mamah dan Papah.
Ajeng
Kamu gak pusing kan, Fay? Mabuk kendaraan?
Fayre
(Mendengkus kesal)
Apaan sih, Mah?
Ridwan
(Berbisik kepada istrinya)
Apa anak kita benar-benar 'normal', Mah?
Fayre
Fay denger, Pah. Fay gak gila.
Ajeng
Bukan itu, maksud Papah, Neng.
Fayre membuang muka. Menatap ke luar jendela mobil.
Fayre
Fay gak akan merepotkan Mamah dan Papah, kok. Seperti biasa, Fay akan diam dan gak banyak tingkah. Menyembunyikan apa yang Fay dengar dan lihat, meski orang lain gak bisa lihat.
Ajeng
(Menghela napas)
Anak pintar!
Rumah di Tepian Kota
Suasana damai kota kecil di pinggiran, menyambut sebuah mobil berwarna hitam yang baru saja menepi.
Rumah sederhana berlantai dua, pemandangan pertama yang dilihat keluarga kecil Ridwan saat turun dari mobil.
Fayre
Gak jelek-jelek amat. Lumayan!
Ajeng
Seger banget memang udaranya!
Langkah Fayre terhenti saat melihat sesosok perempuan berdiri di balik jendela lantai dua.
Gadis itu terdiam mengamati sosok di atas sana.
Ajeng begitu mengenal anaknya. Hingga ia paham, ada sesuatu hal "lain" yang dilihat putrinya.
Ajeng
Ada apa, Neng? Ada orang di atas sana?
Fayre
(Mengangguk)
Cewek, Mah. Dia memandang sayu ke arah kita.
Ajeng
Duh, moga aja, dia gak ngapa-ngapain. (Berbisik sambil mengelus dada)
Ajeng
Gak apa-apa. Ayo, masuk, Sayang! (Merangkul Fayre)
Ada beberapa tetangga yang berdatangan, membantu keluarga Ridwan menurunkan barang-barang. Baik dari truk atau pun mobil.
Ridwan menahan napas. Gerakan yang cekatan para tetangga justru membuatnya khawatir.
Takut jika beberapa barangnya rusak.
Ajeng
(Berjalan mendekati sang suami)
Papah kenapa?
Ridwan
Apa di sini, kayak gitu semua, Mah?
Ridwan
Grasak-grusuk ngangkat barang seperti itu.
Ajeng tertawa kecil. Ia pernah tinggal di kota kecil. Tahu benar adat dan tradisi di kota-kota kecil pinggiran.
Ajeng
Santai aja, Pah! Aman kok, aman.
Di sisi lain, Fayre memandang sekeliling. Seorang ibu dan anaknya yang seumuran, berjalan mendekati Ajeng.
Juleha mengulurkan tangan pada Ajeng. Tersenyum, menyalaminya.
Begitu pula April, anak perempuannya.
Juleha
Saya Juleha, Bu. Itu rumah saya. (Menunjuk sebuah bangunan di seberang jalan)
Juleha
Dan ini, anak saya, April.
Juleha
Selamat datang di desa kami, Ibu ....
Juleha
Oh, ya. Bu Ajeng. Selamat datang pokoknya di desa kami. Semoga kerasan.
Ajeng
Terima kasih. (Tersenyum)
April menangkap sosok Fayre yang berdiri mematung di samping rumah berlantai dua itu.
Kemudian, gadis itu berjalan mendekat.
April
Hai, kamu anaknya Bu Ajeng?
Fayre menoleh, membalikkan badan. Menyambut salaman April.
Ia terkejut, ada sosok lain di belakang April. Seorang nenek-nenek yang menunduk.
Fayre
Ah, ya. Aku Fayre. Panggil saja, Fay. Kamu bersama nenekmu?
April
Nenek? Bukan, itu ibuku. (Menggerakkan kepala ke arah Juleha dan Ajeng yang sedang mengobrol)
Fayre
Ah, Sial! (Menggumam tidak jelas)
Fayre
April memandang heran pada Fayre. Ia tahu ada sesuatu yang tidak beres di sekitarnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!