NovelToon NovelToon

Kode 810 : Mayat Di Atas Bukit

Bab 1. Penemuan Mayat

Seorang laki-laki berjalan santai, menikmati udara pagi hari yang masih terasa dingin di sebuah bukit di desanya, sekalian pula dia berencana mencari beberapa pohon kecil dengan bentuk daun yang unik dan bunga yang cantik, yang bisa dia jual ke pasar tanaman hias.

Seekor kelinci berlari dari arah belakang tubuhnya, melewati celah diantara kedua kakinya, kelinci itu berhenti sebentar, memandang laki-laki itu lalu kembali berlari menjauh.

Melihat kelinci yang bertubuh gempal, laki-laki itu berniat menangkanya untuk dijadikan menu makan siang di rumahnya nanti. Laki-laki itu berlari mengikuti jejak langkah kelinci yang karena gesitnya, sudah hampir tak terlihat.

Namun laki-laki itu tidak mau kalah, dia percepat langkah kakinya masih berharap bisa meangkap kelinci putih yang bulunya begitu bersih.

Benar ssaja, laki-laki itu kehilangan kelinci itu, bahkan jejak kakinya kini sudah tak nampak sama sekali. Namun begitu, laki-laki itu tetap berusaha mencari keberaadaan kelinci itu. Dia menyingkap setiap ilalang yang berada di hadapannya hingga akhirnya dia melihat sepasang telinga panjang menyembul dari balik ilalang yang kemungkinan berjarak dua ratus meter dari tempatnya berdiri saat ini.

Melihat kedua telinga panjang itu, laki-laki tersebut begitu bersuka cita. Dia berjalan pelan menghampiri tempat dimana kelinci itu berada, dengan harapan tidak membuat kelinci itu kaget dan lari menjauh lagi.

Kira-kira hampir dua puluh meter lagi, laki-laki semakin memperlambat langkahnya dan dengan sangat berhati-hati menyingkap ilalang dihadapannya, namun dalam hitungan detik kelinci itu sudah kembali melompat dan hilang lagi dari pandangan namun apa yang ada di balik ilalang itu, sungguh membuat laki-laki itu kaget, jatuh terduduk hingga hampir pingsan.

Sesosok wanita dengan hanya mengenakan pakaian dalam terbaring, membiru dengan mata yang terbelalak. Laki-laki itu menjerit melihat pemandangan dihadapannya.

Susah payah dia bangkit dari jatuhnya, lalu berlari meninggalkan mayat wanita itu dan menuruni bukit tanpa berani lagi menoleh ke belakang sama sekali.

Sesampainya di bawah bukit, dia bertemu dengan seorang polisi hutan yang sedang melakukan patroli harian.

“Pak, tolong,” ujar laki-laki itu tergagap.

“Ada apa?“ tanya polisi hutan itu, kebingungan.

“Itu, pak! Di atas bukit, pak,” Laki-laki itu masih belum bisa berbicara normal karena ketakutan.

“Sabar, pak. Tarik nafas dulu,” polisi hutan itu memberi instruksi.

Laki-laki itu pun menurut, dia mengatur nafasnya sebaik mungkin. Memasukan oksigen dalam-dalam lalu menghembuskannya melewati mulutnya.

“Di atas bukit sana, ada mayat perempuan, pak,” ucap laki-laki itu ketika detak jantungnya sudah berkerja normal kembali.

“Di mana?“ tanya polisi hutan itu, dibareng dengan wajah kagetnya.

“Di atas pak, di antara ilalang, dekat pohon besar itu,” Laki-laki itu berusaha memetakan tempat dimana mayat itu dia temukan.

“Dekat pohon besar yang di tengah bukit?“ polisi hutan pun berusaha memastikan.

“Iya, pak. betul. Ayo saya antar bapak ke sana,” ujar laki-laki itu menawarkan diri untuk membawa polisi hutan itu melihat tempat dimana mayat itu berada.

“Tidak usah, pak. Akan lebih baik kalo kita langsung aja lapor ke pihk yang berwenang.“

“Iya, benar pak. Lebih baik langsung lapor ke polisi.“

“Baik, saya akan ke kantor saya. Dari sana saya akan melaporkan kejadian ini melalui alat komunikasi radio.“

Polisi hutan itu pun kemudian bergegas, menaiki motornya untuk kembali ke kantornya dan sesegera mungkin melaporkan penemuan mayat itu kepada pihak kepolisian.

Bab 2. Olah tempat kejadian perkara

Tempat penemuan mayat sudah dipenuhi oleh para anggota kepolisian. Semua sudah sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Bahkan tim forensik sudah memulai melakukan pemeriksaan singkat.

Ditengah penyelidikan itu, datanglah dua orang detektif yang ditugaskan secara khusus oleh pihak kepolisian untuk menyelidiki kasus ini.

“Kenapa telepon dari gue, ngga lo angkat tadi, gan?“ tanya Keiko ketika keduanya melewati garis polisi yang sudah terpasang di sekitaran tempat kejadian perkara.

“Waktu lo telepon tadi, gue lagi di kamar mandi,” jawab Egan sambil memperhatikan TKP.

“Mayatnya di sebelah mana?“ tanya Keiko kepada salah satu petugas yang sedang melakukan pengamanan TKP.

“Mari, ikut dengan saya,” balas petugas itu sambil mengantar Egan dan Keiko menuju tempat dimana mayat itu berada.

Di sekitaran mayat sudah berkumpul beberapa orang dari tim forensik yang di kepalai oleh Birdella Siswanto, salah satu lulusan terbaik dari fakultas kedokteran forensik di Universitas terbaik di negara ini.

“Gimana keadaan mayat kita ini, del?“ tanya Egan sambil berjongkok di samping mayat itu, berusaha memperhatikan dengan seksama.

“Belum banyak info yang gue dapet, buat sekarang. Tapi kelihatannya, dia mati kehabisan nafas,” tutur Birdella.

“Mati dicekik kah?“ tanya Keiko.

“Iya.Kemungkinan besarnya itu, tapi gue belum bisa memastikan dengan apa dan apa alat kejahatannya,“ tutur Birdella sambil memberi perintah kepada timnya, untuk mengumpulkan benda-benda yang berserakan di dekat korban.

“Mayat ini, ditemukan dengan keadaan ini, tanpa busana kayak gini?“ Keiko berusaha mengumpulkan informasi.

“Menurut orang yang menemukannya pertama kali, kondisi mayat memang sudah seperti ini. Dia bahkan ngga berani mendekati mayat ini,” jawab Birdella.

“Mana orang yang pertama kali menemukan mayat ini?“ tanya Egan.

“Di sana. Lagi diambil keterangannya sama petugas, di bawah pohon besar itu,” Birdella menunjuk salah satu pohon yang ukurannya memang lebih besar daripada pohon yang lain.

Egan dan keiko berjalan menghampiri petugas yang memang sedang menanyai dan mencatat semua informasi yang di berikan oleh laki-laki itu, sementara di sebelahnya ada seorang petugas kesehatan dari kepolisian yang sedang mengecek kondisinya karena laki-laki itu mengeluh lemas setelah menemukan mayat tersebut.

“Egan Kusuma, dari kepolisan. Ini rekan saya, Keiko Bimala,” Egan memperkenalkan diri.

“Arya Aditya,” laki-laki itu memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya kepada Egan dan Keiko lalu disambut keduanya.

“Apa yang sedang anda lakukan pagi-pagi sekali di tempat seperti ini?“ tanya Egan.

“Saya hanya berniat untuk menghirup udara segar pagi ini, dan menurut saya bukit adalah tempat yang paling cocok.“

“Mencari udara segar sampai ke dalam ilalang?“ tanya Egan lagi.

“Tunggu, tunggu. Apakah kalian mencurugai saya?“ ujar Arya, tidak terima.

“Kami sebagai penyelidik, harus mempertimbangkan segala kemungkinan,” balas Egan enteng.

“Kalau saya pelakunya, untuk apa saya melaporkan penemuan saya ini? saya aja gemetarnya sampai sekarang ini, merasa kengerian yang teramat,” Arya memberikan keterangan.

“Tolong jawab saja pertanyaan rekan saya tadi pak,” Keiko menyela.

“Saya tak mau menjawab pertanyaan itu!“ Arya membuang mukanya.

“Kalau begitu, anda harus ikut kami sekarang juga ke kantor polisi, karena sudah mempersulit penyelidikan dan berusaha menutupi fakta-fakta yang ada. Saya rasa anda bisa langsung kami kenakan pasal—,” Egan mengeretak.

“Tidak perlu, tanyakan saja apa pun yang kalian ingin tahu dari saya, di sini,” Nyali Arya menciut seketika.

“Kita ulang dari pertama, oke?“ Egan meminta persetujuan dan Arya menganggukan kepalanya pelan tanda setuju.

“Kenapa anda sampai menyingkap ilalang yang posisinya jauh sekali dari jalan setapak, yang biasa dilalu oleh warga desa?“ tanya Egan.

“Waktu saya berjalan-jalan sambil coba mencari tanaman yang bentuknya unik, serta bunga untuk saya jual di pasar tanaman hias, saya melihat seekor kelinci berlari. Melihat ukurannya yang lumayan besar, saya jadi berpikiran untuk menangkapnya, untuk saya makan siang ini.“

“Anda? makan kelinci?“ sela Keiko.

“Apakah itu juga menjadi sebuah masalah?“ Arya memamerkan ekspresi wajah keberatan.

“Tidak. Lanjutkanlah,” balas Keiko cepat.

“Saya mengejar kelinci itu sampai ke semak-semak itu. Saya hampir saja mendapatkannya tapi dia berhasil melarikan diri. Setelahnya, saya baru menyadari bahwa di dalam semak ilalang itu ada mayat wanita itu,” Arya melanjutkan cerita bagaiman dia menemukan mayat wanita itu.

“Apa sejak awal anda menemukannya, kondisi mayat wanita itu sudah seperti itu?“ tanya Keiko.

“Saya tak terlalu memperhatikan, karena saya terlalu takut saat itu,” jawab Arya.

“Tapi, apakah mayat itu memang sudah tak berbusana saat anda menemukannya?“ tanya Keiko lagi.

“Kalo itu, iya. Sejak saya pertama kali melihat, dia sudah tak berbusana. Hanya ada pakaian dalam bagian atas dan bawah,” jawab Arya dengan yakin.

“Apakah, anda yang langsung menghubungi pihak kepolisian?“ tanya Egan.

“Tidak. Tadi waktu saya berlari sampai bawah bukit, saya bertemu dengan polisi hutan. pak David. Dia yang melapor ke polisi,” ujar Arya.

“Baiklah, terima kasih atas kerjasamanya. Selanjutnya, jika kami ada pertanyaan lagi, kami harap anda akan koopeatif seperti ini lagi.“ ujar Egan berusaha ramah.

Kini egan dan Keiko melintasi TKP dan mendekati Polisi hutan yang melaporkan kejadian ini kepihak kepolisian.

“Saya Keiko Bimala. Ini rekan saya, Egan Kusuma. Kami Detektif dari kepolisian yang bertugas melakukan penyelidikan di kasus ini,” Keiko memperkenalkan diri.

“Saya David Putra, polisi hutan yang bertugas di wilayah sekitar bukit ini,” David memperkenalkan dirinya.

“Anda yang menghubungi pihak kepolisian?“ tanya Egan.

“Betul, pak.“

“Bisa ceritakan kronoliginya sampai akhirnya petugas dari kepolisian sampai ke sini?“ pinta Keiko.

“Saat saya akan melakukan patroli ke lapangan seperti biasanya, baru saja saya akan naik ke bukit, saya melihat seorang laki-laki berlari kencang menuruni bukit. Dia hampir saja terjatuh, menggelinding dari atas bukit,” cerita David.

“Apa yang dikatakan oleh laki-laki itu saat bertemu dengan anda?“ tanya Keiko sambil mencatat keterangan David sebelumnya.

“Dia hanya bilang bahwa dia melihat ada mayat di atas bukit. Waktu dia bercerita, jelas sekali wajahnya pucat, kemungkinan karena ketakutan,” ujar David sambil mengingat-ingat kejadian pagi itu.

“Lalu?“ Keiko menunggu kelanjutan cerita David.

“Awalnya dia ingin mengajak saya ke sini, melihat mayat itu tapi saya menyarankan agar kami melaporkan kejadian ini kepada polisi. Setelah itu saya segera kembali ke pos saya, menghubungi pihak kepolisian dengan radio komunikasi yang kami miliki di sana,” lanjut David.

“Jadi anda belum melihat kondisi mayat itu?“ tanya Egan.

“Belum, pak. Saya tak berani naik ke sini, terlebih lagi laki-laki tadi juga kehilangan keberaniannya untuk naik lagi ke sini. Kami naik ke sini, berbarengan dengan para petugas yang akan melakukan olah tempat kejadian perkara, pak,” lanjut David.

“Baiklah, kalau begitu,” ujar Keiko yang masih fokus dengan catatannya.

“Apa sedari tadi anda berdiri di sini?“ tanya Egan.

“Sejak saya datang, saya tak bergeser dari tempat ini. Saya terlalu takut, pak,” jawab David.

Egan dan Keiko saling meleparkan pandangan lalu mengangukkan kepala mereka, tanda sama-sama bersepakat.

“Baiklah David, terima kasih atas kerjasamanya Jika nanti kami butuh informasi lagi, mohon bisa membantu kami,” ujar Egan.

Baik, pak. Saya akan membantu semaksimal yang saya bisa,” balas David dengan suara yang mantap.

3. Memulai penyelidikan

Detektif Egan dan Keiko sedang menyantap hot dog di pinggir jalan, untuk makan siang kilat mereka ketika sebuah telepon masuk ke ponsel Egan.

    "Iya, del!" ujarnya.

    "Kalian udah beres makan siang, belum?" tanya Birdella.

    "Ini kita lagi makan hot dog. Mau gue bawain ke tempat lo nanti?" tanya Egan lalu dia menyedot cola yang sejak tadi dia tenteng.

    "Ngga usah, makasih. Tadi gue udah makan gimbab,"

    "Beli gimbab dimana?" tanya Egan.

    "Di mini market bawah." Jawab Birdella.

    "Mereka jual gimbab?"

    "Jual. Udah lama mereka jual, enak pula."

    "Ngomong-ngomong, lo ngapain ngehubungin gue? Sekedar nanya udah makan siang apa belum, atau... ?" tanya Egan.

    "Ngga gitu. Kalau kalian udah selesai makan siang, cepet deh mampir ke ruangan gue ya," ujar Birdella.

    "Apa udah ada perkembangan?"

    "Iya. Beberapa hasil pemeriksaan udah keluar. Makanya kalian ke sini deh."

    "Oke!"

Egan memutus hubungan telepon keduanya.

    "Birdella bilang apa?" tanya Keiko

    "Beberapa hasil pemeriksaan udah keluar, kita disuruh ke sana sama dia."

    "Ya udah, cepetan deh lo makannya," balas Keiko, sekalian membuang sampah gelas kertas bekas minumnya.

*****

    "Jadi, hasil apa aja yang udah keluar?" tanya Egan begitu masuk ke ruang otopsi.

    "Seperti dugaan gue sejak awal, korban mati karena kehabisan oksigen, dan setelah gue periksa lebih seksama lagi, gue menemukan ada bekas jerat di leher korban," ujar Birdella lalu menyerahkan sebuah map berwarna coklat kepada Egan.

    "Udah tahu, apa yang digunakan pelaku untuk menjerat leher korban?" tanya Keiko.

    "Melihat dari jejak di leher korban, dari motifnya yang tertera di leher kerban, menunjukan itu adalah seutas tali. Kemungkinan tali tambang berukuran kecil," Birdella berusaha menjabarkan sebuah kemungkinan dari apa yang dia teliti.

    "Jadi nama korban kita, Tania Akbar?!" ujar Keiko, melempar pandangannya dari berkas ke tubuh korban yang terbujur diatas meja otopsi.

    "Ya, menurut data base sih, begitu," jawab Birdella.

    "Lo dapet dari mana semua data korban ini?" tanya Egan.

    "Gue ambil dari sidik jari korban, terus masukin ke data base milik kepolisian. Karena sidik jari korba memiliki bentuk yang berbeda-beda di tiap manusia. Terlebih lagi saat ini tiap sidik jari pun udah ada data base sendiri di tiap kepolisian."

“Jadi kapan waktu resmi kematian korban?“ Egan bertanya.

“Dilihat dari tanda-tanda kematian, badannya udah kaku banget, bahkan gue butuh usaha lebih untuk meluruskan salah satunya yang terlipat, gue bisa pastikan waktu kematiannya antara satu sampai dua hari yang lalu, karena udah muncul juga tanda pembusukan walau belum jelas,” jawab Birdella menerangkan dari sisi ilmu pengetahuan yang dia kuasai.

    "Ada lagi info yang perlu kita tau, sampai saat ini?" tanya Egan.

    "Ada sisa cairan di alat kelamin korban," ujar Birdella

    "Jadi, sebelum korban meninggal, dia diruda paksa terlebih dahulu oleh pelaku?! dasar sinting!" umpat Keiko.

    "Sebenernya akan mudah menemukan pelakunya dari cairan semen yang dia tinggalkan di tubuh korban tapi gue butuh DNA pelaku buat gue cocokin sama sample yang ada," ujar Birdella lagi.

    "Tapi, tersangka aja belum kita dapet sama sekali," timpal Keiko.

    "Kita punya satu tersangka," ujar Egan.

    "Maksud lo, Arya?" ucap Keiko.

    "Iya, kita bisa masukin dia ke dalam list tersangaka. Dia orang yang pertama kali ada di TKP," balas Egan.

    "Berarti kita harus minta DNA-nya," ujar Keiko.

    "Kalo kalian bisa, lebih cepat akan lebih baik," sambut Birdella.

    "Akan lebih baik kalo kita gali informasi lebih dalam dan lebih luas dulu," ujar Keiko.

    "Gue setuju," Birdella mengemukakan pendapatnya.

    "Lagi pula, kita perlu menyampaikan kabar penemuan ini kepada keluarga korban," tambah Keiko.

    "Ah, gue benci banget kalo harus ketemu kelurga korban dan menyampaikan kabar buruk kayak gini." Wajah dan gerak gerik Egan terlihat sangat tidak nyaman.

    "Tapi, bagaimana pun kita harus mengabari keluarga korban," ucap Keiko sambil membolak balik berkas yang ada di dalam map.

    "Coba kita cek dulu, apa ada laporan orang hilang beberapa hari ini," ujar Egan, lalu mengecek data base laporan yang terhubung di laboratorium tempat Birdella melakukan pekerjaannya.

    "Ngga ada! Sejauh sebulan kebelakang, ngga ada laporan orang hilang satupun di wilayah kerja kita inj," ujar Egan lagi.

Matanya belum terlepas dari layar komputer. Berkali-kali dia menaik dan menurunkan daftar yang ada di layar komputer, meneliti dengan baik.

    "Berarti orang tuanya ngga tau, kalo dia hilang? Apalagi meninggal?!" Keiko berpikir dalam kengerian.

    "Bagaimana pun kita memang harus pergi ke rumah korban."

*****

    Mobil Egan berhenti tepat di depan sebuah rumah bergaya pedesaan, mungkin karena lokasi rumah itu memang berada di pinggiran ibu kota.

    "Lo udah siap?" Keiko bertanya kepada rekannya yang sedang duduk di belakang kemudi, menyandarkan kepala di atas sandaran kepala jok mobil.

    "Kasih gue waktu lima menit lagi," Egan menarik nafas dalam, memejamkan matanya dan berusaha untuk santai.

Keiko memberi waktu dan ruang untuk rekannya itu, agar bisa menggendalikan dirinya, karena Keiko tahu, dati semua tugas sebagai detektif, bagi Egan tugas seperti ini adalah tugas paling berat untuk dia jalani.

Disaat yang bersamaan, Keiko membunuh waktunya dengan meneliti kembali tiap lembar laporan lab yang diberikan oleh Birdella tadi.

    Egan mengangkat kepalanya dan menegakkan tubuhnya yang selama lebih dari lima menit tersandar pada jok mobil yang dia miringkan posisinya.

"Yuk! Gue udah siap!" ujar Egan dengan Yakin.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!