Di sebuah mansion yang mewah yang terletak di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Tinggal seorang pemuda tampan yang bernama Naufal Alexander. Naufal memiliki sebuah perusahaan yang bernama NFL'Corp, Studio rekaman yang bernama KING STUDIO dan tempat olahraga yang diberi AVANA GYM.
Naufal saat ini sedang duduk santai di sebuah ruangan yang disebut ruang tengah sembari berkutat dengan laptop miliknya.
Ketika sedang fokus dengan laptop miliknya, tiba-tiba dirinya di kejutkan dengan suara ponsel yang berbunyi. Menandakan sebuah panggilan masuk.
Naufal langsung melihat ke layar ponselnya dan disana tertera nama 'Kak Rayyan' kakak ketiganya. Naufal pun langsung menjawab panggilan tersebut.
"Hallo, kak Rayyan. Ada apa?"
"Naufal. Kamu ada di mana sekarang? Kira-kira besok kamu sibuk tidak?"
"Aku ada dirumah, Kak. Eeemm. Sepertinya tidak terlalu sibuk. Memangnya kenapa, Kak?
"Daddy dan Mommy menyuruhmu untuk pulang. Apa kamu bisa pulang?"
"Bisa, sih. Tapi ada hal apa sampai-sampai Mommy dan Daddy menyuruhku pulang?"
"Kakak juga tidak tahu. Tapi sepertinya ada masalah yang ingin mereka sampaikan pada kita."
"Ya, sudah. Kalau kamu sudah mau berangkat besok. Hubungi kakak. Oke."
"Baik, kak!"
"Kalau begitu kakak tutup teleponnya."
PIP
"Sebenarnya apa yang ingin dibicarakan oleh Daddy dan Mommy?" batin Naufal
***
Keesokannya, Naufal sudah berada di KING STUDIO. Dirinya sedang mengurus sesuatu sekalian ingin berpamitan pada sahabat-sahabatnya yang bekerja membantunya di studio.
"Ricky, Theo, Henry, Nathan aku mau pulang ke Bandung. Ada urusan keluarga. Jadi aku titip Studio kepada kalian ya!" Naufal berbicara sembari menatap satu persatu wajah keempat sahabatnya
"Berapa lama kau di Bandung?" tanya Nathan
"Mungkin seminggu," jawab Naufal
"Ok. Kau tidak perlu khawatir. Serahkan pada kami!" seru Henry dan diangguki oleh Ricky, Theo dan Nathan
***
Naufal sudah didalam perjalanan menuju Bandung. Dirinya mengendarai mobil mewahnya.
"Aish!! Kenapa macet sekali?" gerutu Naufal
Naufal memutuskan untuk berhenti sebentar lalu dirinya mengirimkan pesan chat pada kakak ketiganya.
[CHAT]
FROM : Naufal Alexander
Kakak. Kau ada dimana?
Apa kakaka sudah sampai?
TO : Rayyan Alexander
Kakak sudah di Rumah.
Kamu ada dimana, Fal?
FROM : Naufal Alexander
Aku sudah di Jalan.
Tapi disini benar-benar macet, kak!
TO : Rayyan Alexander
Sabar, Fal!
FROM : Naufal Alexander
Kak. Apa kak Aditya juga pulang?
TO : Rayyan Alexander
Ya. Kak Aditya juga pulang.
FROM : Naufal Alexander
Ya, sudah.
Aku lanjut jalan, kak!
TO : Rayyan Alexander
Iya, Fal.
Hati-hati di jalan. Jangan ngebut, oke!
FROM : Naufal Alexander
Baik, kak!
Setelah selesai berbalas chat dengan kakak ketiga nya itu. Naufal pun kembali menjalankan mobilnya.
***
Di mansion mewah milik keluarga ALEXANDER telah berkumpul tiga Alexander bersaudara. Mereka sedang menunggu kedatangan adik kesayangan mereka. Mereka menunggu dengan rasa khawatir.
Bagaimana tidak khawatir? Adik kesayangan mereka pulang ke Bandung membawa mobil sendiri. Padahal mereka tahu kondisi adik mereka belum memungkinkan membawa mobil sendiri. Karena sang adik mengancam tidak akan pulang ke Bandung kalau tidak di izinkan bawa mobil sendiri. Dan akhirnya mereka pun terpaksa mengalah karena mendapatkan ancaman dari adik mereka.
"Kenapa lama sekali sih? Seharusnya Naufal sudah sampai sepuluh menit yang lalu?" Aditya sangat mengkhawatirkan adik manisnya itu.
"Sabar Adity. Mungkin jalanan macet kali," hibur Elvan.
"Iya, Kak. Aku dan Naufal sempat berkirim pesan. Kata Naufal ada kemacetan di jalan!" ucap Rayyan.
"Kita tunggu saja. Mungkin sebentar lagi Naufal sampai," kata Elvan.
Dan benar saja. Detik kemudian terdengar suara bunyi klason mobil di luar.
TIN!
TIN!
"Nah. Itu pasti Naufal!" seru Rayyan.
Mereka bertiga pun menuju pintu utama untuk menyambut adik bungsu mereka. Dapat dilihat oleh mereka mobil adik mereka memasuki perkarangan rumah mewah milik mereka.
"Naufal," panggil mereka saat melihat adik kesayangan mereka turun dari mobil dalam keadaan baik-baik saja.
"Kakak!" teriak Naufal langsung berlari menghampiri ketiga kakak-kakak kesayangannya dan menghambur dalam pelukan mereka.
GREP!
Keempat Alexander bersaudara pun berpelukan.
Setelah mereka puas berpelukan. Akhirnya mereka melepaskan pelukannya masing-masing.
"Bagaimana perjalanan dari Jakarta ke Bandung, Fal?" tanya Elvan sambil berjalan memasuki mansion mewah tersebut.
"Awalnya lancar, Kak! Tapi setelah dua jam perjalanan, tiba-tiba macet. Mancetnya panjaaaaaang sekali. Sudah seperti kereta api! Huuuffff!" saut Naufal sambil menghempas tubuhnya di sofa ruang tengah.
Mereka hanya geleng-geleng kepala dan tersenyum mendengar keluhan sang adik.
"Aku haus kak," rengek Naufal
"Biar kakak ambilkan!" seru Elvan dan langsung pergi menuju dapur
Setibanya di dapur. Elvan membuka lemari pendingin. Terlihat minuman kesukaan sang adik yang sudah tersaji rapi di dalamnya.
Susu pisang adalah minuman kesukaan adiknya. Elvan mengambil dua botol lalu bergegas menuju ruang tengah. Dia tidak mau membuat adiknya terlalu lama menunggu.
Setelah sampai di ruang tengah. Elvan langsung memberikan susu pisang itu pada Naufal, adik bungsunya itu.
"Ini minumlah," ucap Elvan lalu menyodorkan dua botol susu pisang pada adiknya
Terukir senyuman dibibir Naufal. "Kak. Ini susu pisang kesukaanku!" seru Naufal lalu mengambil susu tersebut dan langsung meminumnya.
"Pelan-pelan, Naufal." Aditya menasehati adiknya
"Aku haus kak," saut Naufal
"Iya, kami tahu. Maka dari itu pelan-pelan minumnya. Nanti kamu bisa tersedak," kata Rayyan
Setelah puas menghabiskan dua botol susu pisang kesukaannya itu. Naufal pun beranjak dari tempat duduknya.
"Kakak. Aku ke kamar dulu ya. Aku lelah mau istirahat."
Naufal pun berlalu pergi meninggalkan ketiga kakak-kakak kesayangannya itu untuk menuju peraduannya yaitu kamar kesayangannya. Kamar Naufal berada di lantai dua
Naufal saat ini sudah berada di dalam kamarnya. Sesampainya di dalam kamarnya, Naufal langsung menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur kesayangannya. Dirinya benar-benar lelah membawa mobil selama 5 jam dari Jakarta ke Bandung. (Anggap saja seperti itu)
Saat Naufal hendak menutup kedua matanya, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Mendengar suara ponselnya, Naufal pun mengambil ponselnya yang ada di saku celananya.
Ketika ponselnya sudah ditangannya. Naufal melihat nama 'Henry' di layar ponselnya. Naufal pun segera menjawabnya.
"Hallo, Henry."
"Hallo, Fal. Apa kau sudah sampai di Bandung?"
"Sudah, Henry. Baru aja. Ini aku berada di kamar sekarang!"
"Ach, syukurlah. Aku khawatir tahu."
Naufal tersenyum saat mendengar ucapan dari Henry. "Makasih, ya."
"Dalam persahabatan tidak ada kata terima kasih. Semua yang kita lakukan adalah keikhlasan dan ketulusan. Kita sahabat dan juga saudara."
"Ya, kau benar."
"Ya, sudah kalau begitu. Sepertinya kau lelah. Kau istirahatlah."
"Hm."
"Bye."
"Bye."
Setelah mengatakan hal itu, baik Naufal maupun Henry sama-sama mematikan teleponnya.
Naufal meletakkan ponselnya di atas kasur. Beberapa detik kemudian, matanya pun terasa berat. Dan pada akhirnya, dirinya pun tertidur.
Di lantai bawah, Elvan, Aditya dam Rayyan masih duduk di ruang tengah. Mereka tampak bahagia saat melihat adik bungsunya pulang dengan selamat.
"Aku senang Naufal baik-baik saja dan tidak terluka sama sekali!" seru Aditya
"Apalagi, kakak. Kakak sangat-sangat bersyukur Naufal tidak kenapa-kenapa," sela Elvan
"Iya, kak. Aku tadi juga sempat khawatir akan Naufal yang belum kunjung sampai. Tapi saat melihat Naufal baik-baik saja. Aku bisa bernafas lega," ucap Rayyan
"Aku takut kejadian lima tahun yang lalu terulang kembali!" seru Aditya
Lima tahun yang lalu Naufal pernah mengalami kecelakaan maut yang hampir merenggut nyawanya. Dalam kecelakaan tersebut, Naufal sempat koma selama 6 bulan. Selama Naufal koma seluruh anggota keluarga bersedih. Tidak ada kebahagiaan sama sekali tersirat diwajah mereka semua.
"Semoga Naufal selalu baik-baik saja dimana pun Naufal berada!" seru Elvan
"Iya, kak. Semoga Tuhan selalu melindungi Naufal," saut Rayyan
"Semoga adik kita baik-baik saja," ucap Aditya
Setelah selesai sarapan pagi, kini Naufal dan keluarganya saat ini tengah berkumpul di ruang tengah.
"Sebenarnya ada hal apa sampai Mommy dan Daddy mengumpulkan kami disini?" tanya Elvan sebagai yang tertua.
"Baiklah! Begini anak-anak. Perusahaan kita yang ada di Jerman sedang ada masalah. Jadi mau tidak mau kami harus berangkat kesana dan akan menetap disana," jawab Albert Alexander.
"Berapa lama Daddy dan Mommy disana?" tanya sibungsu.
"Kemungkinan selama dua tahun sayang." jawab Helena Alexander sambil mengelus rambut putra bungsunya yang sedang memeluk dirinya.
"Selama itukah?" tanya Naufal yang tidak rela ditinggal terlalu lama oleh orang tuanya.
"Sayang..." belum selesai Helena menyelesaikan kalimatnya putra bungsunya sudah terlebih dahulu memotongnya.
"Aku mengerti!" saut Naufal yang sedikit tidak ikhlas.
"Kapan Daddy dan Mommy akan berangkat?" tanya Aditya.
"Sabtu depan," jawab Albert.
"Jadi kalian mengizinkan kami untuk berangkat kesana?" tanya Albert menatap satu persatu wajah putra-putranya.
Elvan, Aditya dan Rayyan mengangguk, tapi tidak dengan Naufal. Naufal masih setia memeluk Mommynya. Tanpa sadar air matanya mengalir membasahi pipinya.
"Aku pasti akan sangat merindukan kalian!"
Helena dan suaminya Albert menjadi tidak tega melihat air mata putra bungsunya itu. Tapi bagaimana lagi? Ini sudah terjadi dan mereka harus tetap berangkat.
Semua menjadi hening dan tidak ada satu pun yang bersuara.
Karena merasa jengah dengan keadaan yang hening. Rayyan pun bersuara sambil menatap adik bungsunya yang masih menangis dalam pelukan Mommy nya.
"Hei, siluman kelinci. Sejak kapan kau jadi cengeng seperti itu, hum? Kau itu laki-laki kenapa cengeng sekali?" goda Rayyan.
"Biarin. Jangan ganggu aku," sahut Naufal memanyunkan bibirnya.
"Hahahaha. Melihat wajahmu seperti itu, kau mirip seorang perempuan, Fal! Mana ada laki-laki yang wajahnya manis, cantik, imut dan menggemaskan sepertimu itu." Rayyan masih menggoda adiknya.
"Yak, kak! Kalau kakak ingin protes tentang wajahku. Kenapa tidak protes saja pada Mommy dan Daddy? Kan mereka yang membuatku ada di dunia ini," jawab Naufal polos.
Mendengar penuturan Naufal yang sedikit keluar jalur membuat mereka cengo. Mereka tak habis pikir kalau Naufal akan mengatakan hal itu. Mereka terus memperhatikan Naufal.
Sedangkan Naufal yang tahu dirinya ditatap hanya menunjukkan ekspresi cuek.
"Yayaya! Wajahku memang tampan dan bahkan lebih tampan dari Daddy dan kakak. Jadi tidak perlu melihatku seperti itu juga. Apa kalian mau bola mata kalian keluar bila melihatku terus?" Naufal berbicara dengan nada yang kesal.
"Pedemu terlalu tinggi, Fal!" ucap Aditya mengejek.
"Lebih baik pede daripada minder dan tidak berani melakukan apapun? Kapan mau berkembang," jawab Naufal acuh.
Albert dan Helena tersenyum bangga mendengar ucapan sang bungsu.
"Sudah.. Sudah. Kenapa jadi ribut dan adu mulut begini sih?" lerai Helena pada putra-putranya.
"Jadi, Mommy dan Daddy akan tetap pergi? Apa tidak bisa ditunda? Apa tidak ada orang lain yang menggantikan Daddy dan Mommy?" tanya Naufal bertubi-tubi.
"Tidak bisa sayang. Harus Daddy dan Mommy yang turun tangan," jawab Helena sambil mengelus rambut Naufal.
"Ya sudah. Aku akan menginap disini. Aku ingin ikut mengantar Mommy dan Daddy kebandara!" ucap Naufal sedih.
"Lalu bagaimana dengan perusahaan NFL'Corp, KING STUDIO dan AVANA GYM ITU, hum?" tanya Albert.
"Peduli amat dengan dengan semua itu. Yang penting saat ini aku ingin bersama kalian. Dan membuang semua urusan yang lain," jawab Naufal.
Mendengar jawaban dari Naufal, mereka hanya geleng-geleng kepala.
"Lalu bagaimana dengan kak Aditya dan kak Rayyan? Kalian berdua akan menginap disini jugakan?" tanya Naufal.
"Ya, iyalah! Memangnya kamu saja yang akan menginap. Putra Mommy dan Daddy itu ada empat bukan kamu saja. Kita tidak akan membiarkan kamu menguasai Daddy dan Mommy sendirian. Apalagi Mommy," ejek Aditya.
"Kalian itu lebih tua dariku. Seharusnya kalian lebih mengalah, Kak" protes Naufal.
"Enak saja. Kalau masalah manja-manja bukan kamu saja yang diperbolehkan. Kami juga berhak bermanja-manja dengan Mommy," pungkas Rayyan menambahkan.
Naufal mempoutkan bibirnya. Dirinya tidak terima kalau kedua kakaknya itu merusak momentnya bersama ibunya.
"Kakak Elvan. Kenapa kakak diam saja? Bantu aku dong, kak." mohon Naufal.
Sedangkan Elvan hanya mengangkat kedua bahunya acuh. Dirinya sengaja membuat adik bungsunya bertambah kesal.
Naufal menatap kakak tertuanya itu horor dengan bibir dimanyunkan.
"Tidak perlu menunjukkan wajah seperti itu, Naufal Alexander. Kakak juga tidak mau ketinggalan untuk bermanja-manja ria dengan Mommy. Kakakkan anak Mommy juga. Yang paling tua lagi. Jadi kakak juga ingin bermanja dengan Mommy!" seru Elvan yang tidak tinggal diam ikut menjahili adiknya.
"Terserah kalian. Pokoknya Mommy hanya milikku!" seru Naufal dan mengeratkan pelukannya dipinggang Mommynya.
Sedangkan Helena dan Albert hanya tersenyum bahagia melihat pertengkaran kecil keempat putra-putra kesayangannya itu.
Adity melirik Elvan lalu beralih melirik Rayyan. Mereka yang mengerti dari lirikan Aditya pun mengangguk.
Mereka kemudian kembali melihat kearah Naufal dan tersenyum menyeringai. Naufal menyadari bahwa ketiga kakak-kakaknya menatapnya dan mengerutkan kedua alisnya.
"Mencurigakan." batin Naufal.
Detik kemudian Elvan, Aditya dan Rayyan mendekati Naufal. Kemudian mereka mengangkat tubuh Naufal secara bersama.
"Yak, kakak! Kalian mau ngapain?" tanya Naufal.
Mereka bertiga hanya tersenyum horor pada adik bungsu mereka.
"Kakak, lepaskan aku!" teriak Naufal.
Mereka tidak mempedulikan teriakan dari sibungsu. Mereka terus saja mengangkat dan membawa tubuh adik mereka menuju teras belakang rumah mereka.
"KAKAAAAKKKK. LEPASKAN AKU. KALIAN MAU APA?" teriak Naufal lagi.
Tapi yang diteriaki malah acuh tak acuh. Mereka masih sibuk dengan kegiatan mereka.
Dan sekarang mereka sudah berada di teras belakang. Tepatnya di depan kolam renang.
Naufal yang menyadarinya menatap satu persatu kakak-kakaknya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kakak. Apa yang akan kalian lakukan?" tanya Naufal.
"Menurutmu?" seringai para kakaknya.
"KAKAAAAKKK. AWAS SAJA KALAU KALIAN BERANI-BERANI MENYEMBURKAN KU KE KOLAM RENANG!" ancam Naufal.
Tapi para kakaknya tidak peduli ancamannya. Elvan, Aditya dan Rayyan saling melirik lalu mereka mengangguk.
1
2
3
BYUURR
Mereka melempar tubuh Naufal ke kolam renang. Tubuh Naufal terjun bebas di dalam kolam renang atas ulah kakak-kakaknya.
"Hahahaha." tawa para kakak-kakaknya.
"KAKAAAAKKK!! KALIAN BENAR-BENAR MENYEBALKAN. AKU TIDAK AKAN MAU BICARA DENGAN KALIAN!" teriak Naufal.
"Kau benar-benar lucu, Fal!" setu Aditya sambil tertawa.
Naufal naik ke atas permukaan. Dirinya benar-benar kesal atas ulah ketiga kakaknya itu.
Saat sudah sampai di atas. Naufal langsung pergi tanpa melihat ketiga kakaknya yang menyebalkan itu. Kakinya terus melangkah. Dia ingin segera sampai di kamarnya dan mengganti pakaiannya.
"Naufal," panggil Elvan.
Tapi Naufal tetap tak berhenti. Dia terus melangkah.
Saat sampai di ruang keluarga, kedua orang tuanya menghampirinya. Tapi Naufal malah acuh dan kembali melangkah menuju kamarnya.
Saat tiba di depan pintu kamarnya. Naufal membukanya.
CKLEK
Pintu itu terbuka. Setelah Naufal berada di dalam kamar. Naufal kembali menutup pintu kamar itu
BLAM
Naufal menutup pintu kamarnya dengan cara membantingnya. Dan membuat kedua orang tuanya terkejut, tak terkecuali ketiga kakaknya.
Mereka menyesal sudah menjahili adik mereka. Padahal mereka tahu bahwa mood adik mereka sedang buruk.
"Bagaimana ini, kak?" tanya Rayyan.
"Biarkan saja dulu. Nanti kita bicara padanya," jawab Elvan.
Keesokan paginya semuanya telah berkumpul di meja makan untuk melakukan ritual pagi mereka yaitu sarapan pagi. Hanya satu yang belum bergabung bersama mereka yaitu sibungsu Naufal Alexander.
"Oh ya, Naufal mana? Apa Naufal belum bangun?" tanya Helena saat dirinya tidak melihat keberadaan sibungsu.
"Sepertinya belum, Mom." Aditya bersuara.
"Kalau begitu biar aku saja yang membangunkan Naufal."
Setelah mengatakan hal itu, Rayyan pun beranjak dari tempat duduknya dan menuju kamar sang adik.
Naufal masih berada di kamarnya. Dirinya enggan untuk beranjak dari tempat tidurnya tersebut. Ditambah lagi rasa kesalnya terhadap ketiga kakak-kakaknya yang sudah menceburkan dirinya kedalam kolam renang.
CKLEK..
Pintu kamar Naufal dibuka. Rayya pun memasuki kamar tersebut. Dan dapat dilihat adik kesayangannya yang masih terlelap.
Rayyan mendekati ranjang sang adik berniat untuk membangunkannya. Berlahan Rayyan menarik pelan selimut yang menutupi tubuh adiknya itu. Lalu mendekati wajahnya tepat di telinga adiknya.
"Fal. Ayoo, bangun. Mommy, Daddy, kak Elvan dan kak Aditya sudah menunggu di meja makan," ucap Rayyan ditelinga Naufal.
Ada pergerakan sedikit dari Naufal. Tanpa membuka mata, Naufal bersuara.
"Aku masih ngantuk. Lebih baik kakak keluar dari kamarku."
"Tapi kamu juga harus ikut sarapan, Fal! Apalagi kamu kan tidak ikut makan malam semalam." Rayyan berusaha terus untuk membujuk adiknya.
"Berisik. Jangan ganggu aku," saut Naufal.
"Ayolah, Fal. Kamu harus sarapan." Rayyan masih membujuk Naufal.
"Kakaaaakkk. Kau ini cerewet sekali. Kepalaku pusing. Dan sekarang biarkan aku tidur sebentar. Aku tidak akan mati hanya karena tidak makan!" Naufal yang masih memejamkan matanya dan membalikkan badannya memunggungi Rayyan.
Rayyan terkejut saat mendengar penuturan dari adiknya itu. Apalagi saat adiknya mengatakan bahwa kepalanya pusing. Lalu Rayyan menangkup telapak tangannya kekening adiknya.
"Astaga, Naufal! Badanmu panas sekali!" teriak Rayyan.
"Mommy, Daddy. Naufal demam!" teriak Rayyan dari kamar Naufal yang berada di lantai atas.
"Kakak, tolong jangan berteriak. Kepalaku tambah sakit tahu," keluh Naufal.
"Maafkan kakak, Fal! Kakak hanya khawatir padamu," ucap Rayyan menyesal sambil tangannya membelai lembut rambut Naufal dan mengecup kepala sang adik.
Selang beberapa menit masuklah Albert, Helena dan kedua putranya Elvan dan Aditya datang menghampiri Rayyan dan Naufal.
"Naufal!" teriak mereka yang masuk ke kamar Naufal lalu mereka menghambur ke tempat tidur Naufal.
"Aish. Kenapa kalian hobi sekali berteriak di kamarku?" protes Naufal yang masih dalam keadaan setengah tidur.
Helena menyentuh kening putra bungsunya. "Astaga, sayang! Naufal, kamu demam, nak!" Helena benar-benar panik mengetahui putra bungsunya demam.
"Aku baik-baik saja, Mom! Mommy tidak perlu lebay seperti ini," ucap Naufal yang matanya masih terpejam.
Elvan langsung menghubungi pamannya yaitu Kishan Alexander dan memintanya untuk datang ke rumah.
Semuanya tampak khawatir dan panik terhadap sibungsu padahal sibungsu hanya demam biasa. Tapi Jangan dianggap sepele. Walaupun Naufal hanya demam biasa. Tapi kalau tidak segera diobati akan makin parah. Naufal itu gampang sekali jatuh sakit, gampang kelelahan. Beda dengan ketiga kakak-kakaknya yang kuat dan jarang sakit.
"Apanya yang baik-baik saja, sayang? Badan kamu saja panas begini," ucap Helena yang masih setia mengelus rambut serta pipi putih Naufal dari belakang. Tanpa mereka sadari, Naufal mengerang kecil merasakan sakit dikepalanya
"Aaakkkhhh." lalu detik kemudian, Naufal kehilangan kesadarannya.
"Naufal." panggil Elvan. Tapi yang dipanggil tidak merespon atau mendengar sama sekali.
"Mommy. Coba balikkan tubuh Naufal menjadi telentang. Biar kita bisa melihat wajahnya Naufal!" pinta Aditya.
Helena pun mengiyakan permintaan Aditya putra keduanya. Dirinya pun membalikkan tubuh putra bungsunya menjadi telentang.
Saat mereka melihat wajah Naufal. Mereka sangat terkejut.
"Wajah Naufal pucat sekali Mommy, Daddy!" teriak Elvan saking paniknya.
"Astaga, Naufal." Helena menangis saat melihat wajah pucat putra bungsunya. "Naufal. Hei, sayang. Bukalah matamu, nak!" Helena menepuk pelan pipi putranya.
"Sepertinya Naufal pingsan, Mommy!" Rayyan terlihat panik.
Disaat mereka semua dalam keadaan panik dan khawatir melihat kondisi sibungsu. Terdengar suara pintu kamar dibuka..
CKLEK
Pintu kamar dibuka. Masuklah Kishan ke kamar tersebut dengan menenteng sebuah tas di tangannya.
"Ach, Kishan! Syukurlah kau sudah datang. Tolong periksa putraku," mohon Albert.
"Tanpa kakak minta pun. Aku akan dengan senang hati memeriksa keponakan tampanku itu," jawab Kishan tersenyum lalu berjalan mendekati ranjang Naufal.
Saat setelah selesai Kishan memeriksa Naufal, matanya menatap satu persatu tiga keponakannya yang lain.
"Pasti kalian bertiga habis menjahili adik kalian kan?" tanya Kishan.
Aditya dan Rayyan saling melirik lalu kemudian melihat kearah Elvan. Elvan merasa dilirik dan dilihat oleh kedua adiknya pun melihat kearah mereka.
"Kami kemarin menceburkan Naufal ke kolam renang, Paman!" Elvan menjawab dengan wajah yang bersalah.
"Sudah Paman duga. Naufal demam gara-gara kalian ceburin ke kolam renang dan kemungkinan setelah itu Naufal hanya berganti pakaian tanpa membersihkan diri terlebih dahulu," ujar Kishan.
"Kalian kan tahu. Baik Naufal kehujanan atau habis berenang. Naufal itu harus mandi lagi. Tapi karena kalian habis ngerjain Naufal. Jadi Naufal lebih memilih untuk berganti pakaian tanpa mandi terlebih dahulu. Nah.. inilah yang terjadi. Naufal demam," ucap Kishan lagi.
"Maafkan kami Paman, Mom, Dad!" seru mereka Kompak sambil mata mereka memandangi wajah damai sang adik.
"Bagaimana keadaannya, Kishan?" tanya Albert.
"Kak Albert tidak perlu khawatir. Naufal baik-baik saja. Aku sudah memberikan suntik penurun panas. Satu jam panasnya akan hilang," jawab Kishan.
"Ini obat pereda sakit kepalanya. Aku sangat yakin pasti Naufal mengeluh sakit kepala. Berikan obat ini saat Naufal sadar nanti," ucap Kishan lalu meletakkan obat tersebut di atas meja di samping tempat tidur Naufal.
"Baiklah," ucap mereka semua.
Kishan Alexander mencium kening Naufal lalu berdiri dari tempat tidur tersebut.
"Ya sudah. Kalau begitu aku permisi dulu. Ada jadwal operasi hari ini. Jaga keponakanku baik-baik kak," ucap Kishan.
Albert tersenyum, "Baiklah."
Setelah kepergian Kishan. Mereka memandangi wajah sibungsu. Mereka kini telah mengerubungi tempat tidurnya.
Helena menggenggam tangannya. Albert mencium keningnya. Dan para kakak-kakaknya masih memandangi wajah adiknya dengan perasaan bersalah.
Lima menit kemudian terdengar suara lenguhan dari bibir Naufal yang menandakan dirinya tersadar.
"Euugghh."
Mereka semua tersenyum bahagia saat melihat mata bulat itu terbuka.
"Naufal." Helena menatap wajah pucat putra bungsunya. Sementara tangannya yang masih menggenggam tangan Naufal.
"Mommy," lirih Naufal.
"Apa yang kamu rasakan sekarang, hum?" tanya Helena.
"Kepalaku pusing, Mom!" jawab Naufal.
Elvan mengambil minuman yang ada di meja samping tempat tidur Naufal bersama obat. Lalu memberikannya pada Naufal.
"Ini kamu minumlah biar sakit kepalanya reda," ucap Elvan.
Helena yang masih duduk di samping putra bungsunya membantu putra bungsunya untuk bangun dan menyandarkan tubuh putranya di kepala tempat tidur.
"Kak Elvan. Kau disini juga?" tanya Naufal saat dirinya baru menyadari kehadiran Elvan dan menerima obat dan segelas air minum dari Elvan lalu dengan segera meminumnya.
"Kami juga disini, Naufal!" seru Aditya dan Rayyan bersamaan.
Naufal hampir tersendat saat mendengar suara Aditya dan Rayyan. Lalu pandangan tertuju kearah kedua kakaknya itu dan terakhir Daddy nya.
Naufal mengerutkan keningnya bingung. "Kenapa kalian semua ada di kamarku?" Mereka hanya tersenyum melihat wajah bingung Naufal.
"Kami semua ada di kamar Naufal karena kami mendengar suara teriakan dari Rayyan yang mengatakan bahwa kamu demam. Jadi kami semua langsung berlari ke kamarmu," tutur Albert.
Naufal pun langsung ingat bahwa dirinya sedang kesal dan marah pada ketiga kakak-kakaknya lalu wajahnya seketika berubah menjadi kesal.
Ketiga kakak-kakaknya yang menyadari akan perubahan dari wajah adik mereka itu, akhirnya mereka pun mendekati Naufal.
"Maafkan kakak ya. Gara-gara kakak kamu jadi sakit begini," ucap Elvan.
Naufal yang mendengar permintaan maaf dari kakak pertamanya itu hanya diam dan tidak mau menjawab.
"Kakak juga minta maaf, Fal!" seru Aditya sambil mengelus rambut Naufal.
"Kakak juga, Fal. Maafkan kakak ya!" ucap Rayyan.
Tidak ada jawaban dari Naufal. Dirinya masih diam dan tidak mau menjawab apapun yang diucapkan oleh ketiga kakak-kakaknya itu.
"Naufal. Ayolah! Jangan diam saja. Katakan sesuatu pada kami," mohon Elvan.
Hasilnya tetap sama. Naufal masih bungkam. Dan itu sukses membuat ketiga kakak-kakaknya frustasi.
"Kakak akan lakukan apapun untuk Naufal. Kakak akan menuruti semua kemauan Naufal. Asal Naufal mau bicara dan mau memaafkan kakak," tutur Aditya.
Naufal pun mendongakkan kepalanya dan menatap manik mata kakak keduanya itu.
"Benarkah? Apa kakak yakin akan menuruti semua kemauanku dan melakukan apapun yang aku mau?" tanya Naufal dengan wajah sedihnya.
Aditya yang menatap wajah sedih adiknya menjadi tidak tega. "Iya. Kakak akan melakukan apapun untuk kamu dan menuruti semua kemauanmu."
Lalu tatapan beralih pada Elvan dan Rayyan. Elvan dan Rayyan yang mengerti tatapan sang adik pun mengangguk sebagai jawaban atas pernyataan dari Aditya.
"Apa kalian yakin?" tanya Naufal memastikan.
"Apapun untuk adik kami yang manis dan tampan ini. Kami akan melakukannya!" seru Elvan.
Terukir senyuman manis di bibir Naufal. Lalu terlintas ide jahil di benaknya. "Hari ini aku mau dibelikan semua makanan dan minuman kesukaanku oleh kak Elvan. Aku mau minta dibelikan ponsel keluaran terbaru oleh kak Aditya. Dan aku mau minta dibelikan aksesoris mobil lengkap oleh kak Rayyan Karena aksesoris mobilku sudah jelek," tutur Naufal panjang lebar.
Elvan, Aditya dan Rayyan melotot dan mulut mereka terbuka lebar saat mendengar permintaan dari sang adik. Mereka kemudian saling lirik lalu kembali menatap adik mereka.
Naufal yang mendapatkan tatapan dari ketiga kakak-kakaknya memperlihatkan wajah masam dan wajah sedihnya.
"Jadi kalian tidak mau. Ya, sudah! Tidak apa-apa? Aku tidak memaksa," ucap Naufal kembali menundukkan kepalanya dan hal itu sukses membuat ketiga kakaknya menjadi makin merasa bersalah.
"Bukan begitu, Naufal. Ach.. baiklah," jawab ketiga kakak-kakaknya dengan kompak.
Mereka harus siap-siap merogoh kocek mereka demi adik bungsu kesayangan mereka dari pada melihat adik bungsu mereka yang mengabaikan mereka. Itukan tidak bagus.
"Aku mau sekarang, kak!" Naufal merengek di depan kakak-kakaknya.
"Ach, baiklah! Kami akan pergi sekarang!" jawab mereka kompak.
Setelah mengatakan, mereka pun langsung pergi meninggalkan Naufal dan orang tua mereka di kamar Naufal.
Sedangkan kedua orang tua mereka hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan keempat putra-putra mereka.
Kini tinggallah mereka bertiga. Naufal dan kedua orang tuanya.
"Kamu tega sekali menjahili mereka, hum! Kasihan kan kakak-kakakmu itu,"ucap Helena.
"Biarin aja, Mom. Siapa suruh mereka menjahiliku terlebih dahulu? Itu balasan untuk mereka," jawab Naufal tanpa merasa bersalah.
Albert dan Helena hanya bisa menghela nafas mendengar ucapan sibungsu. Ya! Mereka tahu, keempat putra-putra mereka memang sangat kompak, rukun, damai, solit, peduli dan saling berbagi serta saling menyayangi satu sama lain. Tidak heran kalau mereka selalu menyaksikan perdebatan dan kejahilan putra-putra mereka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!