NovelToon NovelToon

My Step Brother

Episode 1

..."Hubungan berpacaran yang lama, tidak menjamin bahwa tidak akan akan perselingkuhan."...

..."Hubungan persahabatan yang lama, tidak menjamin bahwa tidak akan ada pengkhianatan."...

.

.

.

Seorang wanita terusik dalam tidurnya karena sinar matahari yang masuk dari sela-sela gorden. Ia mengusap matanya sambil mengumpulkan kesadarannya. Tiba-tiba ia terkejut melihat dirinya terbaring di samping seorang pria.

Ia segera bangun dan merasakan nyeri di selangkangannya. Ia sangat syok saat tahu ia tidak memakai busana apapun. Otaknya mengingat kembali kejadian memalukan yang terjadi semalam.

Melihat pria di sampingnya masih terlelap, wanita itu bergegas memungut bajunya tanpa memperdulikan nyeri pada selangkangannya.

Ia terkejut saat melihat bayangannya dari pantulan di kaca, banyak sekali tanda kemerahan di sekitar leher dan dadanya. Tangannya mengambil sebuah syal merah dan menutupi bagian itu.

Wanita itu keluar dari kamar dan segera pulang ke rumahnya menggunakan taksi. Ia menggeram dan mengacak-acak rambutnya, rasa penyesalan memenuhi dirinya dan kenangan buruk semalam selalu memutar di otaknya.

Flashback On

Jam sudah menunjukkan pukul satu malam. Seorang gadis cantik berbalut dress panjang berwarna sage green, sedang menata rambut coklat sebahunya. Ia adalah Bianca Fernandez, gadis berusia 22 tahun. Tubuhnya ramping dan tingginya semampai. Mata Hazel dengan pembawaan yang riang membuatnya terlihat sangat hangat. Tidak hanya cantik, ia juga sangat pintar. Bianca menjadi mahasiswa pariwisata dan mahir lima bahasa. Ia memang sesempurna itu, tidak heran berpacaran dengan seorang CEO tampan dari Miller Group, Brian Miller. Kalian pikir Bianca hanya seorang gadis yang materialistis? tentu jawabannya tidak. Ia berpacaran dengan Brian semenjak tiga tahun lalu, saat pria itu belum menjadi seorang CEO. Bianca juga bukan wanita yang langsung jatuh cinta saat melihat seorang pria tampan yang melintas. Ia menolak banyak laki-laki karena trauma akan hubungan ayahnya dengan ibunya. Ayahnya begitu tega meninggalkannya sendirian bersama sang ibu. Tapi Brian berbeda, ia mampu membuat Bianca percaya dan merasakan rasanya dicintai. Ia diperlakukan oleh Brian seperti seorang ratu.

Kembali pada aktivitas Bianca sekarang. Ia terlihat bersemangat karena akan menghadiri acara ulang tahun di rumah pacarnya. Ia tidak sabar memberikan surprise kepada Brian, karena tadi ia membohonginya bahwa ia sedang ke luar kota.

"Dia pasti senang karena tahu aku datang." Gumamnya.

Ia melihat notifikasi pesan pada ponselnya, ternyata temannya sedang menunggunya di luar. Sebelum pergi, ia memeriksa kembali penampilannya. Setelah merasakan tidak ada yang kurang, ia mengambil 2 paper bag yang berisi kue dan kado, lalu keluar bertemu temannya.

"Clara tidak ikut?" tanya Bianca saat memasuki mobil dan ternyata hanya ada satu sahabatnya yang bernama Hana yang duduk di kursi kemudi. Nama lengkapnya adalah Hana Smith, gadis berambut hitam sebahu dengan warna mata serupa dengan rambutnya. Ia adalah gadis tomboi, selalu tertarik dengan seni bela diri, ia juga suka memanah dan memakai pedang.

"Entahlah, aku telpon tapi tidak di angkat. Sepertinya ia sudah tidur, aku juga lupa memberitahunya dari sore." Jawab Hana.

"Ya sudahlah, kalau dia ngambek nanti tinggal belikan dia coklat saja."

"Hahaha... iya benar, dasar si maniak coklat."

Merekapun melanjutkan perjalanan ke rumah pacarnya Bianca. Bianca tersenyum sepanjang jalan, tak sabar memberikan surprise kepada pacarnya.

Bianca bingung melihat rumah pacarnya yang jauh dari ekspektasinya. Rumah yang sangat mewah itu terlihat sangat sunyi, jauh dari bayangan keramaian pesta.

"Apakah acaranya di batalkan?" tanya Hana. Bianca hanya menggeleng sebagai respon.

"Atau mungkin karena kau tidak bisa datang, dia tidak mau mengadakan pesta." Tebak Hana.

"Benarkah?" Hana tahu caranya mengembalikan mood sahabatnya itu, terbukti dari Bianca yang terlihat tidak murung lagi.

"Bagaimana kalau kau langsung ke kamarnya saja? siapa tahu dia di sana." Saran Hana.

"Baiklah, kau mau ikut?"

"Kau serius untuk mengajakku melihat kemesraan kalian? tidak! terimakasih, aku akan tunggu di mobil."

Bianca memasuki kediaman keluarga Smith, dan ada seorang penjaga menyapanya.

"Selamat malam, Nona Bianca. Anda mencari Tuan Muda?"

"Iya, Paman. Apakah ia ada di kamarnya?" tanya Bianca di jawab dengan anggukan pelan dari pria itu, dia terlihat ragu.

"Baiklah. Terimakasih, Paman. Aku akan segera kembali."

Sebelum masuk ke kamar, ia menyalakan lilin pada kue ulang tahun dengan wajah yang terus tersenyum. Setelah memastikan semua lilin menyala, ia membuka pintu dengan tangan kirinya.

"HAPPY BIRTHDAY TO YOU... HAPPY BIRTHDAY TO YOU... HAP-"

Nyanyian lagu selamat ulang tahun dari Bianca terhenti saat melihat pacarnya tidur dengan seorang wanita dan sekarang tidak memakai sehelai benang pun. Tubuhnya kian melemas saat tahu ternyata wanita yang berbaring di samping Brian itu adalah sahabat baiknya, yakni Clara. Karena syok, kue yang di pegang oleh Bianca jatuh begitu saja dari tangannya. Bunyi dentuman kue itu membangunkan Brian.

"Sa..sayang?" gumam Brian sambil berusaha menormalkan pandangannya. Clara yang berada di samping pria itupun merasa terusik dan akhirnya terbangun.

Pandangan Bianca memudar karena air matanya yang terus berjatuhan. Mulutnya keluh, tidak bisa mengeluarkan suara apapun. Clara sangat terkejut melihat Bianca yang berdiri mematung sambil menangis.

"Bianca... aku minta maaf ini seperti bukan apa yang kau pikirkan." Clara hendak berdiri namun menyadari dirinya tidak memakai sehelai benang pun, ia segera menarik selimut menutupi tubuh polosnya.

"Sejak kapan?" Bianca yang sedari tadi terdiam, akhirnya membuka suaranya.

"Tidak terjadi apapun diantara kami, Sayang. Ini hanya salah paham." Jawab Brian.

"AKU TANYA SEJAK KAPAN KALIAN MENGKHIANATI KU!" Seru Bianca.

"Hiks... kalian berdua tahu trauma terbesar aku itu apa, tapi kenapa kalian yang kembali merobeknya?" tanya Bianca dengan nada lirih.

"Aku janji ini tidak akan terulang lagi." Ujar Brian.

"Lalu bagaimana dengan janin yang ada di dalam kandungan ku, Brian?" tanya Clara. Terserah jika ia dianggap seorang pengkhianat, anak dalam kandungannya tidak bisa lahir tanpa seorang ayah.

"Gugurkan saja janin sialan itu! aku tidak yakin dia adalah anakku!" Pekik Brian.

"Langsung saja Hamil? hebat sekali" Ucap Bianca.

"Ada apa ini?" tanya Hana yang ikut memasuki kamar Brian, ia terkejut dengan pemandangan di depannya. Ia mengikuti Bianca masuk karena ia melihat motor Clara, jadi ia ingin mengecek.

"Kau tanya apa kesalahan mu, Bianca?" tanya Clara.

"Kesalahanmu adalah kau mendapatkan kasih sayang dari semua orang, kau juga mendapatkan semua pria yang aku sukai. Ini tidak ada apa-apanya dibandingkan rasa sakit ku yang menjadi bayanganmu!" Lanjutnya.

Bianca mengusap air matanya. "Baiklah, aku tidak akan egois. Berbahagialah untuk kalian berdua." Bianca hendak pergi dari situ, namun ia berbalik dan menampar Brian.

PLAK!

"Wow! that my girl." Kagum Hana lalu berlari menyusul Bianca.

Hana mengikuti Bianca yang terlebih dahulu memasuki mobilnya.

Melihat kondisi Bianca seperti itu, Hana membawanya ke sebuah taman yang cukup terang. Ia keluar dari mobil dan berpindah ke jok belakang di samping Bianca dan memeluk wanita itu yang masih terisak.

"Hiks... hiks... tiga tahun Hana... tiga tahun kami berpacaran... hiks... aku mempercayainya dengan sepenuh hati. Hiks...hiks... Clara juga sudah aku anggap sebagai Saudari kandungku sendiri hiks.... Kenapa harus mereka berdua, orang-orang yang sangat aku percayai yang mengkhianati ku?" tanya Bianca sambil terus terisak.

Hal ini pasti akan mempengaruhi keadaan psikologis dari Bianca. Siapa yang baik-baik saja saat dikhianati oleh sahabatnya sendiri?

Hanna terdiam sambil memeluk Bianca, ia menepuk pundak sahabatnya itu. Hana mendengar semua keluh kesah dari Bianca, hingga tidak sadar ternyata ia juga menangis. Lalu terbesit ide gila padanya.

"Bagaimana kalau kita ke bar, hanya untuk party aja." Saran Hana.

"Terdengar menyenangkan, aku juga perlu sedikit hiburan." Jawab Bianca.

"Kita lepaskan semua masalah hari ini dengan party!" seru Hana, lalu kembali menyetir mobil ke salah satu bar yang biasa ia datangi.

.

.

.

Bianca menatap ragu sebuah bar di hadapannya itu. Seumur hidup ia tidak pernah memasuki tempat seperti ini. Walaupun sudah berumur 22 tahun, ia juga belum pernah mengonsumsi minuman alkohol.

"Apakah kau yakin, Hana?" tanya Bianca entah sudah ke berapa kalinya.

"Yakin, Bianca. Ayo masuk!" ajak Hana.

Seketika senyum Bianca merekah saat melihat lantai dansa yang penuh dengan orang yang asik bergoyang. Ia mengikuti Hana yang ingin memesan minuman.

"Kau ingin alkohol?" tanya Hana, Bianca hanya meresponnya dengan gelengan.

"Vodka dan perasaan lemon." Ujar Hana pada seorang bartender.

Di sebelah Bianca terdapat seorang pria yang sedang menatap datar pandangan di hadapannya. Pandangannya beralih pada seorang bartender untuk memesan minumannya.

"Whiskey." Ujar pria itu.

Ia sibuk memilih wanita yang sedang menari-nari di lantai dansa. Hingga tak sadar mengambil gelas yang salah dan tersedak karena rasa minuman itu yang sangat kecut. Ia melihat wanita di sampingnya yang sepertinya salah meminum minuman punyanya.

"Pahit sekali, tapi enak." Gumam Bianca.

"Whiskey 1 botol." Ia kesal karena salah meminum dan memutuskan membelinya 1 botol langsung.

"Tolong minumnya yang seperti tadi, 1 botol." Ucap Bianca.

Tanpa sadar mereka terus menambah minuman mereka. Hana di tarik seseorang pria untuk menari bersama. Wajah Bianca sudah memerah karena mabuk lalu bergabung bersama dengan yang lainnya di lantai dansa. Ia menari dengan tubuh yang sudah tidak sadar akan apa yang sedang di lakukannya. Tanpa sadar ia menabrak pria tadi yang berdiri di sampingnya.

"Brian..." Gumamnya lalu mencium pria itu.

Awalnya pria itu terkejut, tapi akhirnya mengikuti permainan dari Bianca. Sehingga tak sadar mereka semakin memanas.

"Kita ke hotel milikku." gumam pria itu dengan suara serak.

Episode 2

Drttt... Drttt

Getar pada handphone milik seorang pria yang masih terbaring di kasurnya itu akhirnya membuatnya terbangun. Kepalanya terasa sangat berat, sepertinya ia sangat mabuk semalam. Otaknya mengingat kembali kejadian semalam, dan akhirnya sadar bahwa wanita yang semalam tidur dengannya sudah tidak ada disampingnya lagi. Biasanya para wanita yang tidur dengannya akan menunggunya bangun lalu mengantar wanita itu pulang.

"Mungkin saja ia telah mengambil uangku." Gumamnya sambil melirik celana yang berada di atas sofa.

Ia tidak memperdulikan itu dan segera bangun untuk mengenakan kembali pakaian lainnya yang entah berada di mana. Namun kali ini ia terkejut melihat bercak darah di atas kasur yang ia tiduri.

Ternyata yang semalam itu bukan mimpi, ia telah meniduri seorang gadis perawan. Saat ia hendak memakai celananya kembali ternyata dompetnya masih berada di sakunya. Wanita itu juga tidak mengambil uang atau barang lainnya.

Fokusnya kembali teralihkan kepada handphonenya yang kembali bergetar. Di layar handphonenya itu tertera nama ayahnya.

"Jangan sampai malam ini kau tidak menghadiri lagi, acara makan malam dengan calon ibumu." Ujar Ayahnya di seberang telepon.

"Ayah... aku sibuk." Jawabnya.

"Ini sudah berapa kalinya kau menolak untuk makan bersama dengan mereka, kamu membuat malu ayah. Ayah tidak mau tahu sebentar kau harus hadir, karena kita akan membicarakan soal pernikahan ayah dan calon ibumu itu. Sampai kau tidak datang, ayah akan mencabut posisi CEO dari kamu."

"Iya... baiklah ayah."

Ia adalah Lukas Taylor, anak pertama dari keluarga Taylor. Lucas merupakan CEO dari Taylor Company, perusahaan yang bergerak pada bisnis hotel dan resort. Ia memiliki wajah yang terpahat sangat tampan dengan lesung pipinya. Matanya yang gelap, segelap malam. Sudah tampan dan mapan, wanita mana yang akan menolak pria sepertinya?

Walaupun sudah berumur 28 tahun, Lucas belum juga mendapatkan pasangan, padahal banyak wanita yang mengantri untuknya. Ia tidak menyukai hubungan yang terikat, menurutnya wanita bisa saja ia beli dimana pun dan kapan pun itu.

Ia memiliki Ayah bernama Paul Taylor, pemilik Taylor Company dan adik perempuannya bernama Lusy Taylor. Sama seperti Bianca, ibunya juga meninggalkan keluarga kecil mereka setelah melahirkan Lusy.

Setahun terakhir ini Ayahnya dekat dengan seorang wanita perancang busana di salah satu butik yang terkenal, dan akhirnya ayahnya memutuskan untuk menikahi wanita itu. Walau ayahnya sudah dekat dengan wanita itu cukup lama, namun Lukas belum juga menjumpai calon ibu tirinya itu. Ia hanya mendengar cerita dari adiknya mengenai sosok calon ibu tirinya yang diceritakan memiliki kepribadian sangat baik, karena adiknya sering bertemu dengannya. Lusy juga bercerita mengenai anak perempuan dari wanita itu yakni calon saudarinya juga merupakan orang yang sangat baik. Tentu saja ia tidak percaya. Di pikirannya wanita itu semuanya sama saja, mereka hanya menginginkan harta milik keluarganya. Jadi Lucas tidak begitu tertarik sehingga ia selalu menghindari pertemuan dengan keluarga calon ibu tirinya itu, namun kali ini ia tidak dapat menghindarinya.

......................

"Sayang, kenapa lama mandinya?" tanya seorang wanita paruh baya di luar kamar mandi yang sedang digunakan oleh Bianca.

"Tadi aku pup, Bun." Jawabnya dengan sedikit berteriak.

Bianca sedang duduk di bawah shower yang masih menyala, ia menangisi kejadian menyakitkan yang terjadi semalam. Pacarnya berselingkuh dengan sahabat yang dikenalnya dari kecil dan sudah dianggap seperti saudari kandungnya sendiri. Terlebih lagi dari kejadian perselingkuhan itu membuatnya kehilangan keperawanannya dengan orang yang tidak ia kenali. Ia sangat menyesal sehingga takut untuk melihat wajah ibunya. Ia berusaha berpikir positif, kejadian semalam tidak akan berdampak pada kehidupannya selanjutnya. Lagian ia hanya berbuat sekali saja, jadi sangat kecil kemungkinan jika terjadi kehamilan.

"Ini bukan akhir dari hidupmu, Bianca. Mana Bianca si gadis tangguh itu?" Ucapnya pada dirinya sendiri.

Ia segera menyelesaikan kegiatan mandinya, dan segera bersiap-siap untuk pergi makan malam dengan keluarga calon ayah tirinya.

Bianca tersenyum melihat wanita paruh baya yang terlihat sangat bahagia memilih dress untuk acara makan malam kali ini, wanita itu adalah Anastasia Fernandez yakni ibunya. Mereka memang sering makan malam bersama, tapi kali ini berbeda karena mereka sekaligus membicarakan tentang pernikahan Ibunya dan calon ayah tirinya Bianca. Melihat ibunya bahagia seperti itu, Bianca sangat berterimakasih pada calon ayah tirinya yang berhasil menyembuhkan ibunya dari trauma terhadap pria. Senyumnya langsung luntur saat teringat Brian, ia takut ibunya akan mengalami hal yang sama sepertinya.

Dulunya ibunya di ditinggalkan oleh ayahnya saat mengandung Bianca. Orang tua ayahnya merupakan keluarga terpandang dan tentunya harus menikahkan anak mereka dengan keluarga yang sekelas mereka. Karena ayahnya di jodohkan, mereka akhirnya berpisah. Akhirnya ibunya membesarkannya sendirian dan dibantu oleh keluarganya. Bianca hidup tanpa tahu identitas ataupun wajah ayahnya seperti apa. Keluarga ibunya sangat membenci ayahnya sehingga membahas tentang ayahnya itu merupakan sesuatu yang haram.

......................

Acara makan malam pun tiba, Bianca dan ibunya telah berada di restoran yang telah ditentukan. Sepasang ibu dan anak itu menunggu calon suami sang ibu.

Tampak dari kejauhan seorang pria seumuran dengan ibunya berjalan dengan seorang wanita seumuran dengan Bianca yang perutnya telah membesar. Pria itu adalah Paul Taylor dan Anaknya Lusy Taylor. Lusy memang sedang mengandung.

"Maafkan keterlambatan kami. Apakah kalian telah menunggu lama?" tanya Paul Taylor. Anastasia hanya menggeleng sambil tersenyum.

"Kami juga baru saja sampai, Paman." Jawab Bianca.

Bianca langsung saja bangun untuk membantu Lusy yang cukup kesusahan untuk duduk.

"Terimakasih, Bianca." Ucap Lusy.

"Sama-sama, Lus. Bagaimana kabar kamu dan Si Janin?"

"Aku merasakan kami berdua baik-baik saja, tapi besok aku harus pergi untuk pemeriksaan rutin lagi."

"Perlu aku temani? aku luang besok."

"Benarkah? terimakasih. Besok akan sangat menyenangkan."

"Tentu. Tidak perlu sungkan."

"Bagaimana dengan, Lucas?" tanya Anastasia.

"Entahlah anak itu... aku telah berulang kali mengajaknya. Aku akan mencoba untuk menghubunginya lagi." Paul hendak menelpon Lucas, namun di tahan oleh Anastasia.

"Tidak apa-apa jika ia tidak bisa datang, sebagai seorang CEO pastinya sangat sibuk. " Namun ternyata pria yang sedang mereka bahas sedang berjalan mendekati meja itu.

"Abang!" panggil Lusy.

Bianca pun menoleh ke asal suara. Betapa terkejutnya ia melihat pria yang di panggil dengan sebutan 'abang' dari Lusy itu. Wajah familiar itu membuat otak Bianca memutar kembali memori semalam.

"Lucas... senang melihatmu ikut bergabung makan malam bersama kami." Sapa Anastasia pada calon anak tirinya itu. Sedangkan Lucas menatap Bianca dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Aku juga senang akhirnya dapat bergabung bersama kalian, mohon maaf selama itu tidak sempat bergabung." Jawab Lucas masih dengan menatap Bianca, sedangkan wanita itu sibuk mengalihkan pandangannya.

"Ini anak Tante, ayo Bianca perkenalan diri kamu."

"Saya Bianca Fernandez, senang berkenalan denganmu." Akhirnya Bianca memberanikan diri untuk menatap Lucas.

"Lucas Taylor, senang berkenalan dengan mu. Wajahmu tidak asing, apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Lucas sambil tersenyum miring.

Bianca terbelalak kaget dengan aksi Lucas yang sepertinya menyindir kejadian semalam. Ia tahu betul bahwa pria itu pasti mengingat dengan jelas wajahnya semalam. Walaupun mabuk, siapa yang dapat melupakan orang yang tidur dengannya semalaman?

"Aku rasa kau keliru, kita belum pernah bertemu sebelumnya." Jawab Bianca sambil berusaha tersenyum tenang.

Episode 3

Lucas sedang berenang pada kolam renang di salah satu hotel milik keluarganya itu. Ia begitu serius berenang hingga tidak menyadari bahwa ada seorang wanita yang sedang memandanginya sambil menyesap tehnya.

"Apa yang menggangu pikiranmu sehingga kau berenang pada larut malam ini?" tanya wanita itu saat Lucas telah sampai tepi kolam renang. Lucas memang memiliki kebiasaan berenang jika memiliki sesuatu yang menggangu pikirannya.

Wanita itu adalah Gabby Douglas, seorang wanita model yang cukup terkenal. Ia cukup dekat dengan Lucas, mereka sering tidur bersama. Namun tidak dapat di pastikan hubungan jelasnya mereka seperti apa, karena Lucas adalah tipe pria yang tidak menyukai hubungan yang terikat. Gaby akan datang jika Lucas membutuhkannya dan ia akan menghubungi Lucas jika ia ingin membeli suatu barang mahal. Sungguh hubungan yang saling menguntungkan bukan?

"Bukan apa-apa. Aku akan pergi berpakaian dulu." Lucas pun beranjak dari dalam kolam renang ke kamarnya untuk berganti pakaian.

Ia mengecek persediaan alat pengaman, dan ia baru sadar ternyata telah habis sekitar beberapa hari yang lalu.

"SIAL!" ujarnya. Ia menggeram kesal karena ia baru sadar bahwa beberapa hari yang lalu saat tidur dengan Bianca ia tidak menggunakan pengaman. Ini kali pertamanya ia kecolongan seperti ini.

Gaby memasuki kamar Lucas dan melihat pria itu sedang frustasi. Ia mendekatinya dan memijat bahu pria itu.

"What do you mean? Ada masalah apa hm?" tanya Gaby dan mulai melancarkan aksinya. Lucas sedang berada di situasi yang membuatnya tidak bersemangat.

"Kau pulanglah, aku sedang tidak ingin." Ujar Lucas.

Gaby mengernyit bingung, ini kali pertamanya Lucas menolak dirinya.

"Ada apa Dengan pria ini?" batin Gaby.

Perkataan Lucas itu sedikit mencoreng harga dirinya.

.

.

.

Bianca bersama Hana baru saja selesai makan di kantin kampus. Karena mereka berdua sudah tidak ada kelas, jadi mereka berencana langsung pulang, namun mereka berpapasan dengan Brian dan Clara. Tawa di wajah Bianca langsung memudar begitu saja.

"Bianca..." gumam Brian.

Bianca langsung saja menarik Hana agar segera pergi dari situ. Dia belum siap untuk berbicara lagi dengan mereka berdua. Cukup mereka berdua yang menyakitinya, ia tidak ingin dirinya sakit lebih jauh lagi. Untuk saat ini menurutnya lebih baik untuk menjauh dari mereka.

Setelah sampai ke tempat parkiran Hana langsung memeluk sahabatnya itu yang sudah menangis. Tragedi yang menimpa Bianca tidak bisa dianggap sepele.

"Kau ingin aku mengantarmu?" tanya Hanna saat tangis Bianca mulai mereda. Bianca menggeleng pelan.

"Makasih, Han. Aku mau lanjut jemput Lusy, mau temenin dia check up." Jawabnya.

"Jadi fiks nih... bunda sama om Paul bakal nikah?"

"Iya begitulah, sekitar 2 mingguan lagi."

"Kamu undang aku kan? aku pengen banget cobain seluruh makanan di acara pernikahan orang kaya."

"Kau pasti di undang, lagian kau ini seperti bukan orang kaya saja."

Hana tersenyum melihat Bianca yang mulai tertawa kembali.

"Oh iya aku hampir lupa, aku harus cepat-cepat menjemput Lusy. Makasih ya Hana sudah jadi sahabat terbaikku." Hana terdiam saat Bianca memeluk dirinya.

Bianca menaiki mobilnya dan segera menjemput Lusy yang telah menunggunya. Tak berselang lama ia sampai pada kediaman keluarga Taylor itu. Lusy menyambutnya sambil mengusap perut besarnya.

"Apakah kalian berdua baik-baik saja?" tanya Bianca lalu mengusap perut buncit ibu hamil itu.

"Aku dan dia baik-baik saja, tapi aku tidak enak merepotkan kamu." Jawab Lusy. Bianca menggeleng pelan.

"Aku sama sekali tidak sibuk, aku senang jika bisa menghabiskan waktu bersama kalian berdua."

Sebuah mobil yang sangat mewah memasuki pekarangan rumah keluarga Taylor itu. Bianca dan Hanna yang sedang asik mengobrol pun menyadari kedatangan seseorang itu. Lucas keluar dari mobil itu dan berjalan mendekati mereka. Lagi-lagi Bianca menghindari kontak mata dengan calon kakak tirinya itu.

"Tumben, Abang mampir ke rumah." Ujar Hana saat kakaknya mengecup dahinya.

"Ini jadwalnya kamu check up kan? berhubung lagi sedikit kerjaan, mau Abang temenin?" tawar Lucas, sesekali ia memandang Bianca.

"Gimana yah... Lusy udah janjian sama Bianca. Dia mau nemenin Lusy check up hari ini."

"Eng... Nggak apa-apa kok, Lusy. Kamu sama Lucas aja, nanti aku bisa temenin lain waktu kok."

Bianca cukup peka menyadari Lucas yang sedari tadi menatapnya, otaknya dengan refleks memutarkan kembali kejadian beberapa hari yang lalu.

"Atau kita bertiga aja sekalian?" usul Lusy. Bianca langsung menggeleng cepat, akan makin buruk jika ia berlama-lama dekat Lucas.

"Aku tidak ingin mengganggu waktu kalian."

"Bukan ide yang buruk... bukankah kita akan menjadi keluarga? ini akan lebih mempererat hubungan kita." Ujar Lucas, Bianca terbelalak mendengar ucapan enteng dari pria itu. Sedangkan Lusy sangat senang mendengar itu.

"Ayolah Bianca..." bujuk Lusy. Ia hanya menjawab dengan anggukan lemah.

Mereka pun memasuki mobil dan pergi ke klinik yang biasa Lusy datangi. Sepanjang perjalanan Bianca menjadi pendiam dan hanya sesekali menjawab pertanyaan dari Lusy. Hingga tak sadar mereka telah sampai di tempat tujuan. Lusy dengan semangat memasuki ruangan check up. Bianca duduk di samping Lucas, wanita itu merasa nyeri di dadanya setiap kali melihat Lusy mengelus perut besarnya. Terlebih lagi disaat semua ibu hamil datang ke klinik bersama suaminya, Lusy tidak. Karena sekitar delapan bulan yang lalu, kejadian tragis menimpa gadis cantik itu. Ia diperkosa oleh pacarnya dan teman-teman, sehingga berujung hamil. Pacarnya itu hilang bagai di telan bumi, sampai sekarang tidak di ketahui keberadaannya. Tak terasa air mata Bianca turun begitu saja, sebagai perempuan ia mengerti betul apa yang di rasakan oleh Lusy. Bahkan ia tahu kalau waktu wanita itu hamil muda, beberapa kali ia ingin menggugurkan kandungannya dan bahkan ingin bunuh diri. Masih sangat jelas di ingatan Bianca bagaimana kondisi terpuruk dari wanita itu. Namun ia menemani Lusy ke salah satu psikiater, minimal ia harus membantu Lusy memperbaiki mentalnya. Untung saja itu berdampak baik bagi Lusy, mentalnya mulai membaik dan ia mulai menerima janin yang ada di dalam kandungannya.

Lucas menatap gadis di sampingnya yang sedang terisak saat melihat Lusy memasuki ruangan itu. Ia tahu gadis ini berperan besar saat adiknya terpuruk. Ia sama sekali tidak terenyuh dengan apa yang sudah dilakukan oleh Bianca. Ia selalu berpikir bahwa itu adalah salah satu akal bulus dari mereka, untuk mengambil hati ayah, Lusy, dan dirinya. Ayahnya orang terkaya di negaranya, jadi siapa yang tidak ingin menjadi istrinya?

"Kau tidak lupa kejadian beberapa hari yang lalu kan?" tanya Lucas. Bianca langsung mematung, ia segera mengusap kasar air matanya.

"Apa maksudmu?"

"Malam waktu kita bertemu di bar dan berakhir ti-"

"Tutup mulutmu, kau tidak malu apa?"

"Kau pura-pura tidak tahu, jadi aku menjelaskannya lagi. Pokoknya aku tidak akan minta maaf, kita sama-sama mabuk dan kau duluan yang menci-"

"Sudah aku katakan tutup mulutmu. Lupakan kejadian waktu itu, anggap saja tidak pernah terjadi."

"Kau yakin? kebanyakan para gadis akan susah melupakan kali pertama mereka berhu-"

"Sialan... tutup mulutmu, brengsek. Karena mabuk makanya terjadinya kecelakaan seperti ini, aku juga tidak sudi berakhir pada pria brengsek seperti mu!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!