Nusantara, sebuah negara kuno yang membentang di Benua Saia.
Kisah turun-temurun yang mengatakan tanah ini adalah tempat suci karena kaya akan budayanya yang eksotis.
Dijelaskan dalam kisah nenek moyang bahwa orang-orang di Nusantara adalah bangsa yang pertama kali ada di Planet Sfaunt.
Dengan sistem pemerintahan monarki, negara ini dipimpin seorang ratu yang bijaksana bernama Nyi Roro Kidul, Kandita.
Istilah Nyi Roro Kidul atau Nyai adalah sebutan pengganti ratu yang sudah dipakai sebagai adat leluhur mereka.
Nusantara memiliki tiga puluh empat pulau. Setiap pulau dipimpin oleh satu kepala suku sebagai penanggung jawab daerah otonom mereka.
Energi positif selalu terpancar dari setiap sudut negeri ini, menjadikannya kedamaian antar puluhan suku adat.
Keberagaman negara ini menjadi aspek penting kekuatan Nusantara.
Namun, dunia memiliki keseimbangan. Sisi negatif muncul beriringan dengan energi positif.
Ada saja kegelapan yang pasti datang memanfaatkan cahaya yang kian benderang.
Seseorang mencoba menggunakan sihir hitam untuk mengacaukan Nusantara dengan cara membangkitkan sosok mengerikan yang tertidur selama ribuan tahun.
Makhluk ini diduga-duga sebagai eksistensi yang menjaga Planet Sfaunt. Merupakan identitas terkuat dari ras Dragnaks—ras Naga.
Kekuatan kegelapan mulai menyelimuti Nusantara.
Badai petir disertai angin tornado yang ganas menghancurkan semua yang menghalanginya, gelombang ombak yang tak menentu arahnya mengombang-ambing lautan.
Malapetaka itu memicu aktivitas tektonik yang memecah tiap lempengan tanah.
Sontak, akibat bencana dahsyat yang tiba-tiba datang itu menggegerkan setiap orang di Nusantara.
Kepulan asap hitam pekat dari langit seakan muncul akibat letupan gas yang tak tertahankan.
Sekilas bersamaan dengan munculnya geledek, terlihat sebuah siluet yang menampakkan sosok menggeliat di balik awan badai.
Ada apa ini? Apakah bencana ini akan membunuh kita? Bagaimana ini bisa terjadi? Semua berderu gelisah.
“GROUAHHH!!” Raungan mengerikan keluar dari sela-sela langit.
Hawa dingin dan mencekam mulai menerjang kegelisahan mereka menjadi ketakutan.
Kepanikan semakin bertambah saat makhluk yang bersembunyi itu muncul perlahan.
Bola mata ungunya bercahaya, tiga tanduk yang melancip dengan rambut biru toska yang lebat dan rambut gelambir semrawutan seakan menunjukkan seberapa tuanya naga itu telah ada di planet ini.
Memiliki sisik putih pada bagian tubuh depan dan punggungnya berwarna ungu kehitaman menambah kesan mengerikan pada naga tersebut, pun cakar tajam serta duri punggung yang runcing.
Ujung ekornya yang berbentuk mega mendung mengeluarkan aura hitam pekat, sekali kibasan keras dapat memunculkan angin kencang yang dapat merobek segalanya.
Naga Kuno, Antaboga--dijuluki sebagai “Naga Kekacauan”.
Makhluk besar itu mulai memporak-porandakan Nusantara, oang-orang yang melihatnya dibuat ketakutan sampai bulu kuduk mereka berdiri.
Mereka berlarian seperti tikus-tikus yang dikejar oleh mangsanya.
Tentunya, para kepala suku tidak akan diam saat rakyatnya dilanda ketakutan.
Mereka berinisiasi untuk menyerang naga tersebut dengan prajurit yang maju digaris depan. Akan tetapi, serangan mereka tidak cukup efisien untuk mengalahkan Antaboga.
Di bagian tengah Nusantara sebagai pusat negeri, terdapat sebuah kerajaan yang berdiri di atas pulau kecil--Pulau Tritis.
Tidak lain adalah kediaman Nyai Kandita. Ia merasakan hawa keberadaan yang jahat dari kejauhan.
Nyai pun beranjak dari singgasana. Wanita dengan gaun kebaya hijau dan hiasan emas berjalan melewati beberapa menteri dan pasukan dengan anggun keluar dari aula Nyi Roro Kidul. Diikutinya oleh mereka Nyai dari belakang.
Tatkala di lorong istana, terdengar suara langkah kaki yang bersamaan dengan decitan zirah menghampiri Nyai Kandita dan kemudian berlutut dihadapannya.
Mereka adalah Geni Wetan, Watu Kulon, Gludhug Lor, dan Hawa Kidul--dijuluki sebagai ‘Empat Jenderal Mata Angin’.
“Nyi Roro Kidul, tolong berikan kami perintah untuk bertarung melawan naga itu dan menghentikan kekacauan ini!” pinta Geni Wetan pada Nyai.
“Baiklah, kalian berempat tolong siapkan para pasukan untuk berada pada posisi menyerang dan bertahan!” titah Nyai tegas. “Para menteri, aku ingin kalian memastikan agar setiap kepala suku menjaga daerah otonomnya dan keselamatan rakyat!”
“Baik, Nyai!” Suara mereka menggema.
Sementara Antaboga membumihanguskan Nusantara, para kepala suku mengevakuasi rakyat dan Nyai Kandita menyiapkan pasukan istana untuk menggempur naga itu.
Untuk memancing Antaboga, Nyai Kandita melepas energi pada dirinya.
Seperti yang diharapkan oleh Nyai, Naga itu merasakan kekuatan yang besar.
Lantas Antaboga menghampiri sumber energi yang kuat itu.
Antaboga bergegas menuju keberadaan Nyai Kandita.
Tubuhnya yang besar dan panjang membuatnya terbang tak lama menghampiri Nyai dan kini ia berada dihadapannya dengan mata yang penuh kebencian.
“Wahai Naga Agung, Antaboga! Engkau adalah makhluk suci yang telah menjaga Planet Sfaunt, namun karena suatu kesalahan dan engkau pun harus tertidur selama ribuan tahun. Kini engkau telah bangkit kembali dan menghancurkan Nusantara, aku tidak akan memaafkan siapapun yang mengacaukan kedamaian di negara ini!” ucap Nyai Kandita, mata mereka saling tertuju satu sama lain seakan memiliki dendam masing-masing.
Antaboga melebarkan matanya, seketika hawa dingin mencekam seluruh anggota istana dan bahkan membuat mereka gentar tak berdaya. Keempat jenderal mencoba tetap tegar dari cekaman itu.
Naga itu menyerang tepat ke depan wajah Nyai, tak sedikitpun ia tunduk dihadapan kekuatannya itu.
Cahaya mengelilingi istana bak perisai, menahan serangan Antaboga.
Para jenderal dan juga menteri yang ikut serta dalam perang ini meyakinkan seluruh pasukan untuk tidak gentar.
Hingga pertarungan antara cahaya dan kegelapan tak dapat dicegah untuk menjaga perdamaian di tanah pertiwi.
Peperangan itu mengguncangkan Nusantara, dua pihak kekuatan yang mempertaruhkan nasib negara ini.
Nyai menggunakan trisula bernama 'Cokro Langit' bersama seluruh pasukan menyerang mati-matian melawan Antaboga.
Menyadari banyaknya korban yang berjatuhan akibat kekuatan dahsyat itu, Nyai Kandita memberikan perintah kepada empat jenderalnya untuk membentuk ‘Segel Catur Jiva’ agar menyegel pergerakan dan membatasi kekuatan Sang Naga Kekacauan.
Empat Jenderal Mata Angin membentuk posisi sedemikian rupa, bermeditasi untuk memfokuskan keberhasilan segel ini.
Seketika bertuturan dengan cahaya, keluarlah instrumen alat musik yang disebut 'Gamelan' dihadapan mereka.
Alunan dimulai oleh Geni Wetan yang memukul nada bilah Saron dari rendah hingga lambat laut menuju oktaf tinggi.
Diikuti gemanya instrumen Bonang oleh Watu Kulon dan Slenthem dari Gludhug Lor, serta alunan Rebab yang dimainkan Hawa Kidul menyempurnakan aliran tangga nada instrumen Gamelan.
Not nada yang keluar bergerak mengalir mengelilingi Antaboga.
Barisan nada itu masuk ke tubuh Antaboga melalu indra pendengar, menyebabkan ia seakan kesakitan seperti digenggam paksa.
Makhluk itu meronta-ronta di udara tak terkendali.
Sungguh sulit bagi mereka untuk menahan amukan naga itu.
“Cukup sudah! Aku akan menghentikan kau, Antaboga!” Nyai memperingatkan Antaboga.
“Aku … akan menggunakan jurus ‘Ngluwari Ruh’ untuk menyegel engkau kembali.” Kandita memejamkan matanya dan membentuk segel tangan, bersamaan dengan 'Tujuh Tombak Nirwana' yang muncul mengelilinginya.
Seketika cahaya memancar dari tangannya, semakin bersinar sampai menyilaukan pandangan Antaboga.
Cahaya itu melebar seakan membentuk cincin, diiringi dengan suara alunan gong yang mendengung keras.
Antaboga tahu bahwa Nyai akan menyerang, ia pun memaksakan dirinya untuk bisa terlepas dari segel yang merepotkan itu.
Antaboga mengeluarkan kekuatan penuh dengan menyerap energi alam disekitarnya.
Keluarnya aura energi yang sangat kuat dari mulut Antaboga, menengadahkan kepalanya dan menghempaskan serangan dahsyat itu ke arah Nyai Kandita.
“Duarrrr….”
“Berjuanglah … dan bawalah kembali perdamaian di planet ini….” Dalam hati Nyi Roro Kidul, Kandita ia mengucap seolah sedang memberikan kepercayaan kepada seseorang.
Kemudian Nyai menghempaskan serangannya dan dua energi yang saling bertabrakan itu menciptakan ledakan yang sangat dahsyat, membentuk cahaya putih menyilaukan.
...***...
“HAH…”
Tiba-tiba seorang pria terkejut, bangun dengan napas terengah-engah, terlihat mata birunya seakan panik. Ia begitu bingung dengan mimpinya.
“Apa yang … baru aja aku alamin?” tanyanya dalam hati dengan perasaan yang terheran-heran, menengok ke arah sekitar ruangan kamar pria itu seolah memastikan gambaran kejadian tadi, “Ternyata cuman mimpi.”
“Akh, sialan … kirain apa tadi, anday.” Kesalnya gara-gara terbangun oleh mimpi itu sembari menggaruk-garuk rambutnya.
“Kringgg! Kringgg! Kringgg!”
Suara alarm ponselnya berdering untuk kesekian kalinya, sontak mengagetkan pria berambut hitam lebat itu.
Menoleh dan melihat waktu telah menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit.
“Sialan! Aku telat, aku telat … aelah aku harus cepet-cepet takut kena marah guru lagi, anday.” Ia pun panik dan bergegas pergi ke kamar mandi.
Dia adalah Raa, seorang anak berusia enam belas tahun yang kini seorang siswa di bangku SMA.
Sifatnya yang suka begadang membuatnya sering terlambat sekolah.
Meskipun begitu, ia adalah siswa yang mendapatkan berbagai penghargaan bidang non-akademik terutama cabang bela diri.
Meskipun kemampuan berpikir akademiknya kurang, tapi ia selalu berusaha yang terbaik.
Selesai merapikan diri dan mempersiapkan kebutuhan sekolahnya, ia pun menuju ke dapur untuk meminum segelas air yang sudah disiapkan ibunya.
“Ibu … aku pergi dulu yah….”
“Eh, sarapan dulu bujangku nanti kelaparan! Ih … dasar, kebiasaan sih kalau udah telat.” Kesal ibunya.
Tanpa sarapan terlebih dahulu, Raa segera pergi ke sekolahnya menggunakan sepeda dengan tergesa-gesa.
Karena sifatnya itu, ia hampir tertabrak oleh pengendara yang menggunakan motor.
Apalagi saat ia berada di lampu lalu lintas, perasaannya begitu tidak karuan dan panik saat menunggu lampu hijau menyala.
“Ya ampun! kenapa lama sekali sih, anday … nyebelin banget,” ucap dalam hatinya, begitu emosi dan tidak sabaran.
“Padahal kemaren malem udah diset jam enam deh… sialan, coba aja aku bisa bangun lebih awal. Gara-gara mimpi aneh barusan aku jadi telat deh, andaylah….” Kata Raa dengan muka masam seolah menyadari perbuatan dan menyalahkan mimpinya.
Tidak lama kemudian ia sampai di tujuannya, Akademik Nasional adalah sekolah terpopuler di Negara Yuro dan tempat Raa menuntut ilmu.
Keberuntungan masih memihak Raa, hampir saja dia terlambat masuk sekolah.
Ia berlari terbirit-birit untuk pergi ke ruang kelasnya dan Raa bersyukur belum ada guru yang mengajar.
“Fiuh … untung aja aku belum telat,” ujar Raa, menghela napas seolah itu melegakan. “Moga aja itu mimpi gak ada lagi dah, aneh banget soalnya.”
Raa pun duduk di bangku biasa ia belajar, menyimpan tas di samping meja.
Seseorang menatapnya sejak Raa masuk, tatapan heran yang membuat ia bertanya-tanya.
“Woy Raa, kamu napa dah telat lagi? Jangan-jangan kamu nonton….” Pria itu menggoda Raa.
“Heh mana ada jangan sembarangan pula itu kau! Itu kamu kali, anday.” Sela Raa merona, tampak jelas kebohongannya.
“Iya anday, iya.” Pria itu menirukan cara bicara Raa yang terkesan lucu, membuatnya tertawa.
“Idih! Plagiat.”
Sosok laki-laki itu adalah Bairel, sahabat Raa yang sudah kenal sejak bangku SMP. Dia memang dikenal sangat usil kepada orang-orang, tak terkecuali Raa.
“Eh Raa, kamu kek ada 'something' 'something' gitu deh, kek ada yang dipikirin. Kenapa kamu?” tanya Bairel, sedikit khawatir pada sahabatnya.
“Hm … tidak ada apa-apa. Aku hanya bermimpi buruk tadi malam,” jawab Raa termenung.
“Emangnya kau mimpi apa? Apa kau mimpi ditimpa serigala berbulu gajah lagi?” ledek Bairel.
Raa memutar kedua bola matanya sebal, “Enggaklah … tadi tuh aku mimpi kek perang lawan naga gitu loh. Cuman aku gak tau menang atau enggak di perang itu, terus ada cahaya silau gitu dan aku juga langsung bangun panik.”
Bairel mengernyit masam, “Kayaknya mimpimu makin aneh tiap harinya. Malah kukira kau mimpi ketahuan ngeham….”
“Gila kau! Mana ada, anday!” potong Raa gemas menyubit mulut Bairel yang sompral.
Seketika kebisingan berubah menjadi hening saat guru mulai memasuki ruangan kelas. Pembelajaran dimulai pada pagi ini.
...----------------...
Sfauntpedia :
Dragnaks ->
Ras para naga, dipercaya sebagai ras tertua yang ada di Planet Sfaunt. Mereka tidak bisa menjalin kontrak dengan makhluk lain, namun dapat merasuki atau mengambil alih tubuh mereka.
Nyi Roro Kidul/Nyai ->
Kata ganti untuk ratu, panggilan ini hanya dikhususkan bagi mereka yang menjadi seorang Ratu Nusantara.
Segel Catur Jiva ->
Segel pengekang dengan memainkan alat musik bernama Gamelan, dapat tercipta antara sinkronisasi empat alat musik Gamelan.
Gamelan ->
Benda penyegel yang berbentuk alat musik. Terdapat empat alat, yakni Saron, Bonang, Slenthem, dan Rebab.
Ngluwari Ruh ->
Kekuatan khusus untuk menyegel Antaboga dengan menggunakan kekuatan Tujuh Tombak Nirwana.
Anday ->
Gaya bicara Raa yang diucapkan biasanya di akhir kalimat. Bisa dikatakan anday adalah pelesetan dari kata anjay;)
Funfact, kata anday itu gaya bahasa yang sering diucapkan author kalau ngomong;)
Tidak terasa bibir siang hari perlahan menutup, sore pun mulai menghiasi kebosanan kelas.
Mata pelajaran matematika hanya membuat jenuh seisi kelas, tidak bagi beberapa orang yang ambis.
Raa menyadari kemampuan akademisnya yang kurang, namun tetap memaksakan belajar meski matanya mengantuk.
Ia melihat temannya Bairel hanyut dalam tidur pulasnya, untungnya pria itu tidak mengeluarkan suara mengorok.
Dentingan bel berbunyi, menandakan sekolah telah berakhir untuk hari ini.
“Baiklah semuanya, sudah waktunya untuk pulang.” Benah guru untuk pulang.
“Yes, saatnya balik!” Bairel tiba-tiba bangun penuh semangat, membuat Raa kaget menganga.
“Anday, ni orang kalau jam pulang langsung semangat aja, perasaan tadi tidur kek kebo!” Mata Raa berdenyut.
Mereka berdua membereskan meja masing-masing, bersiap untuk kembali ke rumah.
“Aku mau ke toilet sebentar, titip tas dulu yah!” pinta Raa.
“Oki doki!” Lirikan Bairel seakan mencurigakan terhadap Raa, ia merasa ada firasat aneh.
Singkat cerita, Raa berada di toilet dan selesai buang air kecil.
Ia mencuci tangannya dan tak lupa membasuh mukanya akibat rasa ngantuk yang berat.
Sehabis membasuh wajahnya itu, seketika tangannya seakan bergetar merinding.
Ia terkejut dengan kejadian yang tiba-tiba ini, bahkan kilas balik ingatannya memperlihatkan sosok wanita berpakaian hijau dengan wajah yang tidak ditampakkan. Napasnya menjadi berat.
Raa menoleh ke arah cermin, betapa terkejutnya ia melihat sosok itu menjadi nyata di dalam cermin.
Jika dilihat dari refleksi, wanita itu berada di belakangnya.
Tiba-tiba terdengar suara lantunan alat musik dengan nada-nada kuno yang menambah suasana mistis.
Raa sekelebat berbalik ke belakang, namun ia tidak melihat ada siapa-siapa disana.
Suara instrumen itu semakin jelas terdengar oleh Raa, lubuk hatinya semakin tak karuan dan bulu kuduknya berdiri.
Raa menyalakan kran air dan menggosok-gosokan tangannya.
Sampai ia mendengar suara langkah seakan menghampirinya.
Terus menggosok semakin cepat sambil menutup mata.
Terdengar suara memanggil namanya bagaikan panggilan halus dari setan, “Raa….”
Mulut Raa terus berucap-ucap. Suara itu semakin meninggi dan membuatnya ketakutan.
Jantungnya berdetak kencang dan napasnya semakin berat.
“Raa!” Seseorang menggerakkan badan Raa sehingga sejajar dengannya.
Bersamaan dengan mata Raa yang terbuka kaget, ia mengumpat, “Andaylah, Rel! Jangan bikin kagetlah, dasar kutu kasur!”
“Habisnya kau lama banget, kenapa sih? Kayak habis dibisikin setan.” Bairel menyeringai.
“Setan, setan, kau setan!” umpatnya kesal.
“Hahaha! Sudahlah, mending kita balik aja.” Rangkul Bairel sambil tertawa dan mengajak Raa pulang.
Saat mereka keluar dari toilet, tidak ada yang sadar bahwa ada sesuatu yang bercahaya biru laut keluar dari salah satu balik pintu kamar kecil. Namun sesaat saja bersinar dan cahaya itu pun menghilang.
...***...
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, sejenak Raa menikmati jalanan kota di senja hari sebelum ia pulang ke rumah menggunakan sepedanya.
Hari ini banyak sekali perkara ingatan yang semestinya tak ada terus-terusan berbisik dipikiran Raa. Isi kepalanya bertanya-tanya, apa maksud semua ini?
Pikirannya sedikit tidak fokus. Bahkan saat ia hendak keluar dari minimarket setelah membeli susu kotak dan beberapa bungkus roti, ia menarik sebuah pintu yang harusnya didorong sehingga saat dibuka pintunya agak macet.
Setelah beberapa kali ditarik-tarik, akhirnya ia baru sadar kalau ada tulisan didorong.
Perasaannya menjadi malu karena kasir dan para pembeli yang sedang mengantre menatap heran dengan muka datar.
Tidak sampai disitu, ia mengambil bungkusan roti dan kemudian membukanya.
Dan apa yang terjadi? Benar, bukan bungkusnya yang dibuang melainkan rotinya yang dilempar ke tempat sampah.
Seketika Raa terdiam saat menyadari ketika bungkus rotinya yang digigit.
Ia pun hanya menepuk jidat dan karena sudah terlanjur dibuang, Raa membuka bungkusan roti yang kedua.
Raa tidak ingin membuang-buang waktunya lagi, lantas ia bergegas mengayuh sepedanya setelah selesai memakan roti.
Sisa beberapa bungkus rotinya akan ia makan di rumah.
Benaknya mulai bertanya-tanya lagi. “Apa benar mimpi itu cuman mimpi biasa? Aku merasa kalau mimpi itu sedang memberikan pesan kepadaku,” pikirnya. “Akh … alay! Sudahlah gak usah dipikirin, ngebebanin aja.” Raa menggeleng-gelengkan kepala berharap mimpi itu tak muncul lagi dalam benaknya.
Perjalanan yang membingungkan itu telah ia tempuh dengan banyaknya pikiran, kini ia telah berada di depan rumahnya.
Ia menyimpan sepedanya berdekatan dengan pintu gudang dan langsung pergi ke dalam rumah.
“Aku pulang,” ucapnya lesu.
Ibu Raa menengok ke arahnya, “Eh sudah pulang rupanya, ayok sini makan!”
Raa langsung terduduk dengan pakaian sekolah yang belum diganti. Sebenarnya ibu sudah selesai menyantap makanannya.
Seperti biasanya mereka selalu membicarakan hal-hal yang terjadi tentang dirinya di sekolah. Raa menceritakan hari-hari yang membuatnya tercengang.
Tak terasa perbincangan itu berakhir hingga malam awal.
Raa pergi ke kamar untuk mengganti pakaiannya dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru hari ini, walaupun biasanya ia selalu menunda-nunda hingga akhir pekan.
Singkat cerita, larut malam mulai menempatkan bulan pada posisi tepat diatas kepala.
Raa sudah tersungkur diatas Kasur lembutnya sambil melihat gelapnya langit malam dibalik jendela.
Sedikit sulit untuk tidur karena ia tidak ingin mimpi-mimpi anehnya merusak ketenangan Raa.
Meski begitu, Raa harus memaksa matanya untuk menutup karena ngantuk yang tertahankan sejak mata pelajaran matematika tadi.
...***...
Pagi mulai menyingsing, mentari mulai perlahan-lahan menggantikan posisi bulan untuk berjaga.
Cahaya yang bersinar melewati jendela dan jerjaknya membelai wajah Raa.
Silaunya mendenyutkan mata pria itu dan perlahan membukakannya.
Akhir pekan membuatnya tak khawatir dengan dunia pendidikan.
Terbangun dengan suasana hati yang gembira secara tiba-tiba, mungkin karena ia tidak memimpikan hal yang serupa pada malam tadi? Atau mungkin ia hanya tidak ingat dan alam bawah sadarnya mencoba untuk tidak mengingat?
“Biasanya aku bangun dengan keadaan gelisah, tapi kok hari ini kayak semangat sih?” gumamnya dan seketika tersenyum.
Raa berlari dari kamar tidur dengan langkahnya yang menggetarkan lantai, menuruni anak tangga dan langsung menarik kursi untuk duduk menunggu santap paginya.
“Eh … tumben bangun pagi, biasanya masih tidur kek kebo,” ucap ibu menaruh dua potong roti yang sudah dibaluri selai kacang.
“Entahlah, tiba-tiba aja kek semangat gitu, inipun aku mau jalan-jalan sebentar keluar.” Raa melahap sedap santapannya.
Ibu tertawa kecil, “Kalau begitu, hati-hati aja di jalannya.”
Selesai sarapan, Raa berpamitan sementara dengan ibu untuk berjalan-jalan.
Ia pergi dengan baju kaus hitam polos dan jaket hangat berwarna abu-abu, style pakaiannya cukup modis hanya untuk sekedar jalan-jalan di kota.
Sejuknya angin pagi menembus lapisan kulit, suasananya tenang dan menggembirakan dengan hijaunya pepohonan yang tumbuh dipinggiran jalan.
Raa jarang sekali melakukan aktivitas diluar rumah.
Kehidupan yang ia jalani hanyalah tidur, makan, sekolah beserta aktivitasnya, dan mengerjakan pekerjaan rumah yang semuanya terus terulang.
Akhir pekan pun biasanya hanya ia manfaatkan waktunya untuk berdiam diri di rumah.
Raa melakukan aktivitas lari pagi menjauhi suasana perkotaan yang ramai.
Sejujurnya, Raa sangatlah bosan dengan kehidupan metropolitan yang tidak pernah tidur, terkadang malam pun dipenuhi suara hiruk-pikuk kendaraan.
Itulah sebabnya ia lebih memilih untuk menjauhi perkotaan.
Perjalanan yang cukup jauh ia lalui untuk sampai disebuah taman di pinggiran kota, tidak disangka akan banyak orang-orang yang sepemikiran dengan Raa.
Sejak dulu, taman ini memang banyak digemari orang-orang setelah selesai pembangunannya.
Terlebih karena wisata ini berdekatan dengan hutan lindung yang dijaga keindahannya oleh pemerintah.
Meski indah, hutan ini diduga-duga sebagai tempat yang paling angker di Negara Yuro, lebih tepatnya adalah kota Balbe yang merupakan wilayah ibukota.
Pasalnya, siapapun yang memasuki hutan itu tidak akan bisa kembali lagi selama-lamanya.
Sinar matahari mulai terik, Raa tengah beristirahat sambil membeli es krim corong dengan rasa vanila dengan lelehan sirup coklat yang menggoda mulutnya.
Raa duduk di kursi depan air mancur taman, dikelilingi orang-orang yang berlalu-lalang, bersenda gurau, terlihat wajah iri Raa melihat seorang anak yang bercengkrama dengan ayahnya.
Selama hidupnya, ia sama sekali tidak pernah melihat sedikitpun secara langsung paras wajah ayahnya.
Ada yang mengatakan kalau ayahnya hilang secara misterius setelah memasuki hutan itu. Tapi ia tidak ingin mendengarkan desas-desus yang buruk tentang keluarganya.
Raa tidak ingin terlarut dalam kesedihannya, lantas ia bergegas menghabiskan es krimnya dan pergi pulang.
Saat perjalanan pulang, terjadi suatu hal yang membuatnya tercengang heran. Ia melihat sesuatu di depannya.
“Eh … apaan tuh?” Raa terheran dan begitu penasaran.
Saat diperjalanan, ia melihat sebuah bola terbang yang bersinar lantas membuatnya mendekati cahaya itu. Tapi saat dihampiri, bola itu malah menjauhi Raa.
“Hih … apaan sih itu? Jangan-jangan itu hantu” Raut wajahnya menjadi ketakutan, tapi sinar biru lautnya yang cantik menggugah rasa penasaran Raa dan menariknya untuk terus mengikuti cahaya itu.
“Woy, tungguin napa anday!” Raa berteriak seolah bola cahaya itu dapat mendengarkannya.
Raa merasa heran, cahaya ini ternyata terbang menjauh dari arah jalan pulangnya. Bola cahaya ini mengirimnya pergi ke sebuah hutan yang tidak jauh dari taman itu.
Padahal sudah ada larangan untuk tidak memasuki hutan tersebut, namun Raa mengabaikannya dan terus mengejar cahaya itu.
Tak ada satupun orang yang menyadari bahwa Raa masuk ke kawasan hutan tersebut.
Suasana dalam hutan ini memang mencekam. Anehnya adalah meski ditumbuhi pepohonan yang lebat, deruan angin sama sekali tidak menciptakan suara gemerisik. Mungkinkah ini suatu keajaiban? Sungguh keanehan yang tidak bisa dijelaskan.
Tidak hanya itu, semakin dalam Raa memasuki kawasan hutan ini pandangannya menjadi kabur akibat tebalnya kabut yang mengelilingi sekitarnya.
“Jadi inilah mengapa hutan ini terlarang,” ucapnya.
Udara tiba-tiba semakin dingin, membuat Raa bergetar, bahkan asap dingin keluar dari mulutnya.
Meski di pinggiran kota, seakan Raa berada di puncak gunung bersalju.
Raa melihat cahaya biru laut itu terus meninggalkan jejak seakan itu ditujukan kepadanya, Raa terus berjalan bahkan sesekali ia berlarian kecil agar tidak ditinggal jauh oleh benda melayang yang misterius.
Raa memutar badannya ke belakang, tersadar bahwa ini terlalu jauh untuk keluar.
Sebenarnya perasaan Raa tidak karuan setelah memasuki hutan ini.
Ingin melanjutkan tapi takut terjebak terlalu jauh, namun mundur pun hanya menyesatkan diri sendiri.
Tidak ada jalan lain selain mengikuti cahaya penuntun itu.
Pria itu terus berjalan dengan tubuh menggigil menyusuri kawasan terlarang yang dituntun cahaya mistis, entah sampai kapan Raa akan mengikutinya.
Kejadian aneh pun muncul lagi, kabut asap yang berada di depan Raa seakan membuka jalan untuknya.
Terlihat jelas cahaya yang keluar dari sela-sela batang pepohonan, menyilaukan pandangan Raa.
Segera ia bergegas lari ke arah cahaya yang datang sembari melindungi matanya menggunakan tangan.
Setelah keluar dari area mengerikan, Raa menggosok kedua matanya untuk menghilangkan kebutaan sesaat.
Betapa melongonya ia melihat apa yang ada didepannya.
Sebuah air terjun yang mengalir deras dengan hilir sungai menenangkan. Raa hanya tercengang melihat indahnya air terjun itu. Seketika udara berbanding terbalik dengan hutan yang ia lewati.
“Aku gak tau kalau ada tempat kek gini, adem banget.” Raa menghirup udara segar yang menyejukkan.
Raa melihat ke sekeliling tempat itu, pemandangannya sangat indah dan menenangkan seolah berada di dunia fantasi.
Satu hal yang baru ia sadari adalah langitnya menjadi jingga senja. “Tunggu, ini sudah sore? Apa aku baru saja melewati dunia lain?” Panik Raa.
Cahaya yang dikejar oleh Raa itu berputar-putar di atas sungai seolah mencari perhatian dan mengalihkan pandangan pria itu terhadap pemandangan.
Raa masih bingung dengan cahaya itu, tidak tahu ingin menggiringnya kemana lagi.
Tiba-tiba cahaya itu bergerak dan memutari air terjun tersebut. Raa merasa curiga bahwa cahaya itu mengarah ke sesuatu dibalik aliran air terjun.
Rasa penasarannya semakin menggila, tak terpikirkan olehnya sesuatu akan terjadi.
Setelah diselidiki, ternyata ada sebuah lubang besar seperti gua--terlihat olehnya di samping air terjun. Ada sebuah jalur yang menjadi jalan untuk masuk ke gua itu.
Tanpa berpikir panjang, Raa pun memasuki gua yang tampak gelap dan sedikit menakutkan.
Raa sedikit menyusuri gua itu, berjalan diantara gelapnya pandangan dan bisikan kelelawar yang terbang kesana kemari.
Untungnya Raa mempunyai sebuah handphone dan lantas menggunakan cahaya senter pada ponsel pintarnya itu sebagai penerangan.
Sampailah ia pada tempat dengan lorong yang bercabang, suasana disana semakin menakutkan baginya.
“Keknya gak usah kesana deh, sampai disini aja kali yah. Takutnya kalau makin jauh baterai handphone aku gak akan cukup, fiuh….” Tanpa melanjutkan perjalanannya, Raa kembali ke air terjun.
Setelah keluar dari gua, Raa masih melihat bola cahaya itu melayang di atas sungai yang mengalir. Entah mengapa Raa merasa dibodohi oleh bola tersebut sehingga tatapan pria itu penuh dengan rasa kesal.
“Woy, bola sialan! Apa alasan kau menyuruhku masuk ke gua itu, anday?” Gerutu Raa kesal dengan wajahnya yang masam. Ia mengoceh seolah cahaya itu dapat berbicara dengannya.
Tiba-tiba ia mendengar suara, “Nyam nyam nyam nyam.”
“Eh … suara apaan tuh?” Raa terkaget dan menengok sekeliling tapi tidak ada siapapun.
“Apaan sih itu? Woy, keluar woy! Jangan bikin aku takutlah, anday!” Raa semakin gelisah dan tidak nyaman dengan suara itu.
“Nyam nyam nyam.” Suara itu muncul lagi.
Ternyata itu adalah bola cahaya, ia berkedip seolah mengisyaratkan bahwa dirinya yang bersuara seperti itu.
“Eh….” Raa terdiam sejenak. “Kau yang bersuara dari tadi?” tanyanya untuk memastikan.
Cahaya itu berkedip lagi seperti mengiyakan pertanyaan Raa.
“Nyam nyam nyam nyam nyam….” Cahaya itu seolah sedang menjelaskan kepada Raa untuk melompat masuk ke air terjun itu, tetapi dia sama sekali tidak mengerti.
“Hah? Kau ini sedang bicara apaan, anday? Dari tadi kau hanya ngomong ‘nyam nyam nyem nyem’ gak jelas tahu.” Wajahnya memasam, tidak mengerti apa yang bola cahaya itu ucapkan.
“HM … NYAM NYAM NYAM NYAM NYAM NYAM, NYAM NYAM NYAM NYAM!?” Nada suara bola itu meninggi seolah ia kesal pada Raa dan memalingkan wajahnya.
Raa pun kaget setengah ketakutan, “Eh? Dia marah? Habisnya aku gak ngerti dia ngomong apaan, kok aku yang salah sih?!” Bibirnya berkedut.
Merasa bola cahaya itu tidak bisa membuat Raa mengerti, akhirnya ia memutuskan untuk mendorong pria itu perlahan-lahan.
“Eh, eh, apa yang kau lakukan anday? Di depan ada air terjun, woy!” Raa tidak bisa berbuat apa-apa, hanya terdorong-dorong oleh bola itu.
Menggunakan semua tenaga yang ia punya, akhirnya bola cahaya itu mampu menghempaskan Raa ke air terjun.
Raa berteriak kencang dan tercemplung. Ia seolah terus terdorong ke bawah oleh aliran air itu.
Kemudian Raa menggeliat sembari menahan napas dengan tubuh yang terombang-ambing dan ia terhanyut oleh aliran air itu.
Raa berusaha untuk berenang ke atas permukaan sungai, kemudian ia mencoba ke tepian sungai dan berhasil selamat dari derasnya sungai yang hampir membunuhnya.
Terbatuk beberapa kali menahan rasa sakit sambil berbaring di atas rerumputan tepi sungai.
“Sialan, aku kira bakalan mati tadi,” ucap Raa dengan suara yang kesakitan.
Kemudian ia berdiri perlahan dan melihat ke arah sungai. Betapa mengejutkannya bahwa air sungai itu sama sekali tidak dalam dan hanya sekitar batas lutut.
“Eh … bukannya tadi aku tenggelam cukup dalam yah? Bahkan aku tidak bisa melihat dasarnya.” Raa terheran dengan semua kejadian yang baru saja ia alami.
Raa merosok-rosok saku celananya dan ia begitu panik karena handphone yang selalu dibawanya tidak ada.
“ASTAGA!? BAGAIMANA AKU BISA KEHILANGAN HANDPHONE, ANDAY!” Paniknya. “Ini semua gara-gara bola aneh sialan itu!” ucap Raa sambil menunduk kesal dan mengepalkan tangannya ke atas.
“Hah … apa boleh buat, sebaiknya aku jalan pulang saja daripada lama-lama disini. Firasatku air sungai ini pasti mengalir setidaknya ke sungai yang ada di kota. Air itu pasti mengalir dari hulu ke hilir, nah nanti aku tinggal naik taksi aja buat pulang. Semoga tidak kemaleman.” Raa menyusuri sepanjang sungai itu.
...***...
Setelah perjalanan yang cukup lama, ia sampai disebuah danau yang luas dengan dataran hijau yang membentang sejauh mata memandang.
“Tempat apa ini? Pertama kalinya ada tempat seperti ini di kota,” ucapnya, wajah Raa yang takjub dengan apa yang ia lihat.
Raa melihat sebuah jalanan yang bertanah dan mengikuti jalur itu sampai ke atas bukit di depannya.
Sesampainya di bukit, Raa tercengang dan kaget ternyata ada sebuah perkotaan megah namun dengan arsitektur kuno seperti pada abad pertengahan.
“Kota … apakah ini?” Raa tercengang dengan mulut yang menganga dan wajah yang takjub. “Indah banget.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!