NovelToon NovelToon

KASIH YANG TERSISA

KOMA

Bab 1

   Rianti membuka jendela kamar, terlihat Didi sudah berdiri membelakangi, seperti biasa sebelum berangkat kesekolah Didi menyapu halaman rumah majikannya.

Sebagai anak supir, dan pembantu yang tinggal dirumah majikan, tugas Didi membersihkan halaman, dan pergi bersama kesekolah dengan Rianti.

Pak Joko, ayah Rianti sengaja menyekolahkan Didi bersama dengan anaknya, selain untuk menjaga, diapun harus mengantar kemana Rianti ingin pergi.

"Di cepet nyapunya, aku mau berangkat sekarang!" Tiba-tiba Rianti sudah berdiri di depannya, rapi dengan seragam sekolah.

"Ya tunggu sebentar" dengan bergegas Didi meletakkan sapu, dan segera mengeluarkan motor, yang setiap hari dipakai untuk berangkat kesekolah.

"Ngebut dikit, aku ada janji sama nani, lelet amat sih!" Rianti menepuk punggung Didi, dan Didi langsung menancapkan gas motornya, tampa di sangka dari arah berlawanan, sebuah mini bus tidak dapat Didi hindari lagi.

"Braaak! " benturan keras menghantam motor yang ditumpangi mereka, Rianti terpental jauh begitu juga dengan Didi.

Isak tangis keluarga, memenuhi ruangan gawat darurat,  dokter memasukkan Rianti dan Didi keruangan icu, meski mereka terlihat tidak terluka, namun keadaan mereka koma.

"Rianti jangan kesana, nanti kamu jatuh!" Didi berlari mencoba menarik tangan Rianti, yang hampir saja terjatuh ke dalam jurang.

"Ahk!" Mereka berguling-guling direrumputan hijau dan tersangkut, disebuah pohon besar.

"He..he, hampir saja, jangan kesana lagi ya!" Didi mengecup bibir Rianti, yang terlihat pasrah di bawah tubuh Didi.

"Aku cinta kamu Di, jangan tinggalin aku ya" Rianti memeluk erat tubuh Didi dengan penuh cinta, kemesraan dua sejoli yang dimabuk cinta terjadi tampa batas, seolah tiada penghalang bagi mereka.

"Bangun yuk, kita pulang!" Didi menarik tangan Rianti yang masih malas untuk bangkit.

"Aku males pulang, aku suka di sini" mata Rianti terpejam, menikmati angin yang menerpa wajah, kecupan hangat bibir Didi membuat Rianti terlena kembali.

"Pulang sayang, nanti papa kamu marah" bujuk Didi, yang mencoba bangkit, namun lagi-lagi tangan Rianti mencegah, Rianti benar-benar terbuai oleh manisnya cinta Didi.

"Bagai mana dok,  sudah ada kemajuan pada anak saya?"    Seminggu sudah, pak Joko menunggu Rianti sadar.

"Kalau kondisinya, sudah kembali normal pak" namun entah kenapa, Rianti belum juga sadar dari koma, begitu juga dengan Didi.

""Sayang aku ingin menikah denganmu" bisik Rianti, disela-sela ******* napas yang memburu kedua insan, yang di mabuk cinta, keringat membasahi sekujur tubuh mereka, sampai pada puncaknya merekapun lemas terkulai, Rianti mencium bibir tipis Didi, lelaki yang dicintainya.

Pernikahan pun berlangsung, tampa di hadiri kedua orang tua, di depan altar, Didi dan Rianti berjanji, untuk mengikat jalinan kasih mereka.

"Terima kasih sayang, mari kita pulang!" Dalam gendongan suaminya, Rianti merasakan cinta tulus Didi, yang tak mungkin akan Rianti lepas kan.

Sebulan sudah, Rianti dan Didi terbaring dirumah sakit, sejak pagi tadi hujan tak juga berhenti, pak Diman begitu cemas dengan putra semata wayangnya, yang belum siuman juga.

"Pak ini jam berapa?" Mata Didi mencari jam diding diruangan itu.

"Ya Gusti, anak ku siuman, Di ini bapak nak!" Pelukan pak Diman membuat Didi sedikit sesak.

"Ini jam berapa pak, saya ada di mana?" Didi berusaha.   melepaskan pelukan bapaknya.

"Jam dua belas malam nak, kamu ada dirumah sakit, terima kasih Gusti" pak Diman membantu Didi, yang ingin bangkit dari terbaringnya.

"Memang saya kenapa pak?" Pak Diman heran, Didi tidak mengingat kejadian yang dia alami.

"Sebentar bapak panggil dokter dulu" sebelum pak Diman sampai keruangan Dokter, pak Diman melihat Dokter sedang berada diruangan tempat Rianti, ternyata Riantipun sudah sadar dari komanya.

"Dok anak saya juga sudah sadar" pak Diman tidak dapat menahan kegembiraannya.

"Baik sebentar saya akan kesana" Rianti terlihat masih heran dengan keadaan dirinya, seperti Didi, diapun tidak mengerti, mengapa dia bisa berada dirumah sakit.

Setelah dinyatakan sehat, dokterpun memperbolehkan Rianti dan Didi kembali kerumah.

Esok hari, Rianti diantar kesekolah, oleh kedua orang tuanya.

"Pak aku mau bareng Didi saja" Rianti belum mengerti dengan sikap mereka, yang tiba-tiba ingin mengantarkan, kesekolah.

Pak Diman hanya bisa mengantar Didi, sampai depan  gerbang sekolah, dia tidak berani berpas-pasan dengan pak Joko, setelah kejadian kecelakaan itu, pak Diman dan keluarga diusir dari rumah pak Joko, dia sudah tidak lagi bekerja.

"Di kamu kemana tadi, aku cari-cari kamu" Rianti duduk disebelah Didi.

"Aku di rumah kontrakan, bapak dan ibuku sudah tidak kerja dirumah kamu" sambil memain kan bolpen.

"Loh kok, papa nggak bilang sama aku!" Rianti memegang tangan Didi, dan getaran aneh yang belum pernah mereka rasakan didunia nyata, mengalir dalam dada mereka.

"Ya sudah, nanti kita omongin lagi, pelajaran sudah mau mulai" Rianti pun kembali ketempat duduknya.

Rianti dan Didi benar-benar tidak mengingat kecelakaan yang mereka alami, yang mereka tau, mereka telah menjadi sepasang kekasih, bahkan sudah menikah.

"Yok istirahat!" Rianti menarik tangan Didi, membuat teman-teman sekelas mereka heran melihat perubahan sikap Rianti, dulu Rianti begitu cuek, meski mereka satu kelas, karna semua teman mereka tau, kalau Didi hanya seorang anak pembantu dirumah Rianti.            

"Sayang kamu mau makan apa?" Bahkan Rianti tidak malu-malu memanggil Didi dengan panggilan sayang, didepan teman-temannya.                                      

"Yan aku nggak salah denger, sejak kapan kamu pacaran sama Didi?" Marni mencoba mencari tau, tentang hubungan temannya itu.

"Kepo bangget sih, sudah lama, malah kami telah me...hup" Rianti buru-buru menutup mulutnya.

"Apaan ayo, kamu rahasiain apa, ngomong dong!" Marni semakin penasaran.

"Nggak ada rahasia kok, aneh kamu ah!" Rianti berlalu, membawa makanan yang telah di pesan.

"Sayang nih, kamu kenapa sih diem saja, ayo makan dulu!"

"Terima kasih sayang, nanti pulang kita kekebun yuk"

Didi mencoba mencari tau, tentang perubahan yang dia rasakan terhadap Rianti, kejadian mereka seperti mimpi, tapi anehnya semua itu dapat Didi dan Rianti rasakan, dan merekapun sadar kalau mereka sudah menikah.

"Nggak bisa sayang, aku dijemput oleh supir, nanti sore aku akan cari alasan, untuk kita bisa bertemu, kamu tunggu saja disana" Rianti menyelipkan sesuatu ketangan Didi, ternyata lima lembar uang seratus ribuan.                                              

"Kamu pegang ya, kamu simpan, buat nanti kita lulus, kita bisa pergi jauh dari rumahku, yuk masuk!" bel masukpun telah berbunyi.

"Ya ampun, nih orang lengket banget kaya perangko, Di kamu dipanggil  Yuni tuh!" Didi melepaskan tangan Rianti, dia seolah baru teringat lagi dengan nama itu.

"Sebentar sayang" Didi menoleh kearah dimana Yuni berdiri, mata sayu Yuni beradu dengan mata Didi, ada perasaan bersalah yang Didi rasakan saat itu.

"Kenapa, ada apa dengan dia?" Rianti menarik tangan Didi kembali.

BAB 2

Rianti memasukkan makanan kebox plastik, yang akan dibawa kesekolah, buah-buah segar dia masukkan juga kedalam tas.

"Tolong yang itu masukkan kedalam plastik bi, saya mau bawa!" sepiring anggur segarpun, tak luput dibawa juga.

Rianti bergegas pergi lewat pintu dapur, dia tidak mempedulikan mamanya yang berteriak memanggil.

"Bi anak itu mau pergi kemana sih, kok semua buah yang ada dimeja dia bawa semua?" Bu Joko heran, dengan apa yang dilakukan Rianti.

"Saya tidak tau bu, n-non juga bawa semua kue yang tadi ibu buat" bi Supi menunjukkan loyang kue, yang baru saja nyonyanya buat.

"Bi kamu liat ada yang aneh nggak, sama anak saya?" Bu Joko mencoba mencari tau tentang diri Rianti, yang menurutnya terlihat aneh.

"Ya bu, semenjak kecelakaan itu, non Rianti sering membawa makanan kesekolah, belum lagi kalau sudah telpon, lama banget" bi Supi juga melihat hal yang sama, Rianti yang dulu dengan sekarang sungguh sangat berbeda.

Seperti biasa, Didi menunggu Rianti ditempat parkiran motor, tampa memperdulikan teman-teman, yang dulu begitu akrab dengannya.

"Di kamu setia banget, nungguin Rianti tiap hari, gimana tuh dengan pacar kamu,Yuni, kasihan, nggak ada keputusan yang jelas" Agus memarkirkan motornya, disamping motor Didi.

"Gus, aku boleh tanya?" udah berapa lama, aku dulu pacaran sama Yuni?" Didi menghampiri Agus, yang merasa heran dengan pertanyaan Didi.

"Kamu bener nggak inget Di, wah bener, kalo gitu kamu kena

penyakit lupa ingatan, tapi kok kamu sama pelajaran nggak lupa, yang lebih aneh, sekarang kamu justru lebih deket sama Rianti" Agus mengaruk-garuk kepalanya, yang tidak gatal.                                                                                 

"Maaf gus, Rianti udah dateng" kalau tidak malu, mungkin Didi sudah mencium Rianti, ada perasaan rindu yang tak dapat dipendam oleh Didi, dia langsung meremas tangan Rianti.

"Sayang, aku nggak mau masuk sekolah hari ini, lagi pula nggak ada ulangan kok" Rianti menyisir rambutnya dengan tangan.

"Kalo nggak mau sekolah, kenapa datang, kan jadi sia-sia kamu ke sini" Didi berlalu dari hadapan Rianti.

"Sayang, tunggu, aku kangen" Rianti meremas tangan Didi, yang se olah sudah Didi mengerti, apa yang Rianti maksudkan.

"Kita mau kemana, kalau nggak sekolah?" Didi merangkul Rianti.

"Kerumah kamu, ibu-bapak kamu, nggak ada dirumahkan?" Rianti mulai manja, tampa malu, dia memeluk Didi.

Tampa bicara lagi Didi langsung menyalakan motor, dan kembali pulang kerumahnya.

"Aku kangen, kamu nggak kangen ya sama aku?" Rianti 

langsung memeluk Didi, dan keadaan rumah memang sepi, tidak ada siapapun.

Mereka langsung menuju kamar Didi, dan melakukan hubungan seperti sepasang suami istri, tapi anehnya Rianti merasakan perih di bagian sensetipnya, tidak seperti pertama kali, dia melakukan hal itu dengan Didi, Rianti tidak merasakan apa-apa.

"Aduh, sakit sayang" Didi menghentikan gerakannya, dan melihat, kalau darah membasahi tempat tidur Didi.

"Aku kenapa nih?" Rianti bingung melihat keadaan itu.

"Kamu nggak lagi datang bulankan?" Didi berusaha merapikan seprai yang terkena noda darah.

   Bu Diman terkejut melihat Rianti dan Didi sedang melakukan itu, mereka tidak tau, kalau bu Diman sudah pulang dari tempat kerjanya.

"Ya Gusti, sedang apa kalian?" Didi buru-buru bangkit dari tempat tidurnya, dan langsung menarik selimut untuk menutupi tubuh Rianti dan tubuhnya.

Sambil menangis, bu Diman menanyakan kepada Didi, mengapa sampai melakukan hal seperti itu, bagai mana kalau ayah Rianti tau, mereka pasti diusir dari kampung ini.

                                                                                                        

"Rianti mencoba menjelaskan kepada ibu Diman, karna Didi tidak bisa berkata apa-apa.

"Kami sudah menikah bu, maaf memang saat kami menikah, tidak memberi tahu ibu dan bapak, juga orang tua saya" ibu Diman sangat terkejut mendengar penjelasan Rianti.

"Ya Gusti, kapan kalian menikah, dimana, dan kenapa nggak bicara sama ibu?" Bu Diman semakin panik, dia takut mendengar kabar itu, karna ayah Rianti telah mengancam mereka, kalau mereka tidak boleh dekat-dekat lagi dengan keluarganya.

Bu Diman menyuruh Didi mengantarkan Rianti, penjelasan Rianti dan Didi tidak masuk akal, karna Didi dan Rianti baru dua bulan siuman dari koma.

Begitu juga dengan pak Diman, setelah mendengar cerita dari istrinya, dia begitu sangat kaget, sampai-sampai dia menyuruh Didi berhenti sekolah, sebelum pak Joko mengetahui semua yang telah Didi lakukan kepada Rianti.

"Kita harus pindah Di, kita nggak mungkin bisa tinggal disini lagi, kita harus sudah pergi, sebelum tuan Joko mengetahui semua" pak Diman tidak bisa membayangkan, apa yang nanti pak Joko lakukan, kepada anaknya.

Setelah menyelesaikan administrasi sekolah, Didi

berpamitan kepada Rianti, dia berjanji setelah sukses, Didi akan menemui Rianti.

"Maafkan aku, kamu tau bagai mana papa kamu, bisa-bisa aku di masukkan kepenjara, kalau dia tau apa yang telah kita lakukan, aku mohon tunggu aku, dan jangan pernah ganti no hp kamu" perpisahan itu membuat Didi dan Rianti menangis.

Pagi-pagi sekali keluarga pak Diman, pergi menuju rumah sepupunya, yang tinggal dikota besar, untuk sementara waktu menumpang di rumahnya, sampai mereka mendapatkan tempat tinggal.

"Man besok kamu bisa ikut aku, kerja dibangunan, nanti istrimu, biar istri aku yang carikan pekerjaan, dan anakmu bisa sekolah di SMA negeri" sepupu pak Diman, begitu perhatian kepada saudaranya, dia tau kesulitan yang sekarang pak Diman alami.

  Pagi-pagi sekali keluarga pak Diman sudah bangun, seperti biasa bu Diman, mempersiapkan sarapan, sebelum dia berangkat kerja sebagai pencuci pakaian.

"Bu hari ini Didi nggak bisa anter ibu, Didi ingin ujian, jadi harus sampai kesekolah pagi-pagi, sebelum ujian, Didi bisa belajar dulu"

cepat-cepat Didi menyelesaikan sarapan, Didi begitu bersemangat, dia ingin secepatnya lulus dari sekolah, dan bekerja.

"Nak kamu kalau lulus, memang tidak mau lanjutkan kuliah?" Pak Diman tau kalau Didi sangat pintar, bahkan ia selalu mendapatkan beasiswa dari sekolahnya.

"Mau pak, ini Didi lagi berusaha supaya bisa masuk universitas negeri" Didi sangat tau, apa yang harus dia lakukan sekarang, satu persatu Didi merancangkan jalan hidupnya, supaya dia cepat dapat berjumpa lagi dengan Rianti.

Didi pamit, dia memohon doa dari mereka, agar dirinya bisa lulus, baik ujian kelulusan sekolah, maupun ujian untuk masuk keuniversitas negeri yang dituju.

"Hai..kamu baru sampe juga?" Lisa membuka helmnya, semerbak harum rambut Lisa, yang di kibaskan, mengenai wajah Didi.

"He iya, Lis kamu bawa pensil dua nggak, pensilku ketinggalan" Pensil B2 yang seharusnya Didi bawa, ternyata tertinggal dimeja makan.

"Nih pake aja, aku bawa tiga kok!" Dengan senang hati, Lisa memberi kan pensilnya kepada Didi.

Lisa bangga bisa dekat dengan Didi, sebab Didi seorang murid yang cerdas dan pintar juga sangat col.

"Terima kasih" Didi berjalan disamping Lisa, itu tidak pernah Didi laku kan, kepada perempuan, selain Rianti, yang membuat sebagian mata teman-teman perempuannya memperhatikan mereka.

"Liat deh Lisa, keren banget dia bisa dapetin Didi, sipintar yang col, oh seandainya aku" tampa sadar Neni menghayal, meliyukan badan, kedua tangannya mengelus pipi sampai kedada, itu membuat teman disekitarnya tertawa, melihat apa yang dia lakukan..

"Ha..ha, menghayal kamu, ngaca kali, mana mau Didi sama kamu!" Neni pun cepat sadar diri, buru-buru memperbaiki sikap, yang tampa dia sadari.

BAB 3

Bermodal leptop, dari hasil tabungan, Didi mencoba mengisi hari libur dengan berjualan online.

"Bu bagai mana kalau ibu nggak usah kerja lagi, mending ibu bantu Didi dirumah, bungkusin barang pesanan pelanggan, nanti ibu Didi gaji"

Pelanggan yang memesan barang, yang DIdi jual, semakin hari semakin bertambah, sehingga dia mulai kewalahan untuk menanggani nya sendiri.

"Oh ya sudah kalau begitu, besok ibu pamit dulu sama majikan ibu, bapak kamu juga bisa bantu Di, diakan suka tidak ada pekerjaan" sebagai kuli bangunan pak Diman lebih banyak tidak bekerjanya.

Barang-barang orderan Didi semakin bertumpuk dirumah, Didi terpaksa harus mencari rumah kontrakan yang lebih besar lagi, dia menyewa sebuah rumah sederhana, diwilayah komplek yang tidak begitu jauh dari jalan raya, sehingga mobil yang mengantar barang yang di pesan tidak sulit.

Didi sudah mempekerjakan lima orang karyawan, dan dia pun lulus dan masuk unversitas negeri yang dituju, dengan jalur beasiswa dari pemerintah.

"Didi tunggu, bareng aku!" Lisa berusaha mengejar Didi, sejak Didi membuka pertemanan degan Lisa, Lisa berusaha ingin selalu dekat dengan Didi, diapun masuk di unversitas yang sama dengan Didi.

"Kamu jalannya cepet banget sih, kakiku sampai sakit!"

"Maaf aku nggak denger, aku pakai ini" Didi selalu menggunakan headset untuk menghapalkan pelajaran yang dia rekam.

"Nanti malem Joni undang kamu, kamu harus datang ya, jangan lupa jemput aku" Lisa berusaha membujuk Didi.

Hingar bingar musik disco memekakkan telinga, Lisa sengaja menuangkan minuman ber-alkohol kedalam gelas Didi, sehingga Didi tidak sadar, sewaktu Lisa membawanya kekamar hotel, yang telah dia pesan.

Didi sangat kaget, melihat Lisa tidur disampingnya, dia buru-

buru mengambil pakaiannya, yang berada dilantai.

"Mau kemana Di?" Lisa mencoba menarik kembali tangan Didi.

"Aku mau pulang, berapa yang harus aku bayar, sama kamu?" Didi mengeluarkan dompet, dan meletakkan uang dimeja yang ada di kamar hotel itu, tampa mandi dia buru-buru keluar dari kamar itu.

Lisa hanya tersenyum, malam hangat bersama Did, benar-benar berkesan, tampa sepengetahuan Didi, Lisa merekam semua yang semalam mereka lakukan.

Kesuksesan Didi membuat hidup keluarga pak Diman sekarang jauh lebih baik, anaknya telah menjadi seorang pedagang online yang bisa menopang kehidupan keluarga, belum lagi gelar sarjana sudah Didi peroleh.

"Dreet!"

"Halo ada apa?" Terpaksa Didi mengangkat telpon Lisa.

"Nanti malam aku tunggu kamu di rumahku ya" Lisa benar-benar sudah merasa nyaman dengan Didi.

"Iya nanti aku ke rumahmu" Didipun sama halnya dengan Lisa, dia sudah lupa dengan Rianti.

"Di bagai mana kalau kita nikah, nggak mungkinkan, kita seperti ini terus" Lisa memeluk Didi.

"Nggak mungkin kita nikah, aku sudah punya istri" Didi bangkit dari tempat tidur, dia hanya menganggap Lisa, sebagai wanita pemuas napsunya saja.

"Aku harus pulang" seperti biasa Didi meninggalkan uang dimeja, lalu cepat-cepat pulang dengan mobilnya.

"Punya istri, kapan dia nikah, kok aku nggak tau?' Lisa langsung menghubungi Joni, mungkin Joni tau kalau Didi benar sudah menikah.

"Aku benar nggak tau Lis, kalau dia sudah nikah, mungkin itu cuma alasan dia saja" semenjak Joni bersahabat dengan Didi, dia belum pernah mendengar, kalau Didi sudah mempunyai istri.

"Tolong kamu cari tau ya, pokoknya Didi harus jadi suami aku!" Lisa tidak peduli sekalipun Didi sudah mempunyai istri.

Lima tahun sudah Didi meninggal kan kota, dimana dulu dia dan keluarganya tinggal, dia langsung menuju kerumah Agus.

"Apa kabar Gus?" Agus terkejut dengan kedatangan Didi, dia tidak menyangka, kalau sahabatnya akan menjadi orang

sukses.

"Baik hebat kamu" Didi yang dulu hanya orang biasa, sekarang dimata Agus adalah orang yang berhasil.

"Gus kamu tau bagai mana sekarang kabar Rianti?" Didi ingin mendengar kabar Rianti dari Agus.

"Rianti sudah nikah Di, dia sudah punya anak, tapi kasihan nasibnya, suaminya menceraikan dia" Agus memberi alamat dimana Rianti tinggal sekarang.

"Aku permisi dulu gus, terima kasih atas semuanya, kalau kamu perlu sesuatu, ini kartu namaku" Didi pamit dari rumah Agus, dia langsung menuju alamat Rianti.

"Bu boleh saya tanya, apa benar itu rumah ibu Rianti?" Didi mampir di sebuah warung yang kebetulan bersebrangan dengan alamat yang di cari.

"Betul mas, itu Riantinya!" Rianti sedang menyapu halaman rumah, sementara seorang anak laki-laki berumur empat tahun sedang menangis di dekatnya.

"Bu apa itu anaknya, bu Rianti?" Didi penasaran dengan anak laki-laki yang ada didekat Rianti.

"Ya mas, tapi katanya sih, bukan anak suaminya, itu anak orang lain, mangkanya sekarang dia cerai" jantung Didi

berhenti sejenak.

"Dulu dia anak orang kaya mas, tapi ayahnya meninggal setelah tau anaknya hamil, sekarang ibunya juga sudah sakit-sakitan" Didi benar-benar baru mendengar kabar ini.

"Kalau boleh tau, si mas siapa ya?" Didi memperkenalkan namanya, yang ternyata yang punya warung itu, tetangga Didi dulu.

"Oh anaknya pak Diman toh, ya ampun ibu ndak kenalin, sekarang kamu sudah sukses ya"

Ternyata keluarga Rianti sudah jatuh miskin, rumah yang dulu mereka tempati sudah dijual suaminya.

"Nanti ibu panggilin Riantinya ya" dengan hati-hati bu Darmi menyebrang jalan yang membelah antara warung dan rumah Rianti.

Rianti menangis melihat Didi, dia tidak menyangka bisa bertemu dengan Didi lagi.

"Kenapa kamu nggak cari aku Yan" Didi merasa menyesal telah meninggalkan Rianti.

"Aku nggak tau harus cari kamu kemana, dan itu Dimas anak kita" Rianti memperkenalkan anaknya, yang persis wajahnya dengan Didi.

"Maafkan aku Yan" dipelukan Rianti Didi menangis, kenapa tidak sejak dulu dia mencari Rianti.

Ibu~Rianti hanya terdiam, melihat Didi dan Rianti berpelukan, dia menyesali tindakannya, yang dulu langsung menikahkan Rianti dengan yang lain, padahal dia tau kalau Rianti hamil oleh Didi.

"Sekarang kamu ikut aku, bawa anak kita dan ibu kamu, aku disana sudah mempunyai usaha dan bekerja, nanti kamu yang pegang usaha yang sekarang aku kelola"

Didi terpaksa menginap dirumah Rianti, karna baru besok dia bisa membawa anak, dan Rianti ke rumahnya.

Ibu Diman dan pak Diman sangat senang, dengan kedatangan Rianti dan cucunya, ibu Joko yang dahulu adalah majikannya, meminta maaf, dan sekarang mereka tinggal satu rumah lagi seperti dulu, Rianti dan Didi pun mengulang kembali pernikahan mereka.

Sebagai seorang istri Rianti begitu mengasihi keluarga, pagi-pagi sekali dia sudah menyiapkan sarapan untuk suami tercinta, yang bekerja sebagai seorang pengacara disebuah perusahaan, sementara Rianti mengurus usaha yang Didi kelola di rumah, rumah mereka cukup besar, untuk usaha online yang sudah terkenal.

"Itu ada apa sih, kok si dogi pagi-pagi berisik banget!" Rianti melihat ke jendela ruang makan, yang bisa langsung melihat kearah pintu gerbang.

"Mas itu siapa, kok dia berdiri didepan rumah kita?" Rianti memperhatikan seorang perempuan, yang sedang berdiri didepan pintu gerbang rumahnya.

"Berengsek, mau apa dia!" Didi segera menarik Rianti kedalam kamar, lalu berlutut meminta maaf, pada Rianti, dan menceritakan yang sebenarnya terjadi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!