NovelToon NovelToon

Presdir Budeg Vs Sekretaris Matre

Bab 1. Hutang dan Ledakan

Bab 1

"Bang Cokro, tolong jangan rusak barang-barang di rumah ini! Akan aku bayar hutang itu jika Malaika sudah mendapat gaji," kata seorang wanita tua sambil menahan tangan laki-laki berwajah garang yang sejak tadi melemparkan barang dari dalam rumah ke halaman depan.

Rumah berukuran sedang itu kini dalam keadaan kacau balau. Hampir semua perabot berserakan di tanah berumput hijau.

"Nek Romlah harus meninggalkan rumah ini sekarang! Rumah ini kami sita untuk membayar hutang Bang Ramzi kepada Tuan Juwanto!" Bang Cokro yang bekerja untuk seorang juragan kambing sekaligus seorang rentenir, membentak Nenek Romlah dengan menunjuk ke arah bangunan tua peninggalan zaman Belanda, tetapi masih berdiri kokoh.

Wanita tua itu menangis meminta kebaikan orang-orang yang sedang mengeluarkan barang dari dalam rumah. Dia tidak punya harta apa-apa lagi selain rumah peninggalan suaminya ini. Nenek Romlah sudah tinggal di sana selama 50 tahun.

"Salah kamu sendiri, kenapa tidak membayar hutang milik anak kamu itu!" bentak Bang Cokro sambil mendorong tubuh wanita renta itu sampai tersungkur dan kepalanya terluka, karena membentur batu berukuran sedang.

"Mana aku tahu kalau Ramzi pernah meminjam uang kepada tuan Juwanto, dahulu," ucap Nenek Romlah masih duduk di tanah sambil menangis tergugu.

"Salah Nek Romlah sendiri tidak menanyakan masalah hutang piutang setelah Bang Ramzi mati dulu," ujar laki-laki berbadan besar dengan banyak tato.

Nenek Romlah tidak tahu kalau putra satu-satunya pernah meminjam uang kepada rentenir nomor satu di kampung itu. Katanya jumlah uang yang dipinjam dulu sebesar 1 juta rupiah, dengan bunga 20% per bulan. Sementara itu, Ramzi sudah meninggal 13 tahun yang lalu.

"Kenapa, tuan Juwanto tidak menagih kepada kami dahulu?" tanya Nenek Romlah yang merasa tidak adil. 

Sang anak meminjam uang sebesar 1 juta dan kini dia harus mengembalikan uang hampir sebesar 35 juta rupiah. Wanita tua itu tidak tahu uang pinjaman digunakan untuk apa. Sebab, dia dan suaminya dahulu merasa hidup sangat berkecukupan.

"Sebagai keluarga seharusnya Nenek Romlah bertanya kepada orang-orang apa Bang Ramzi punya hutang atau enggak!" pekik Bang Cokro dengan wajahnya yang gahar dan suara yang keras.

"Ada apa ini?" Seorang gadis berjilbab berlari ke arah Nenek Romlah. 

"Malaika," panggil Nenek Romlah kepada cucu semata wayangnya.

"Bangun, Nek!" Malaika mencoba membangunkan tubuh wanita tua itu dengan hati-hati.

"Astaghfirullahal'adzim, Nenek. Kepala Nenek berdarah!" pekik Malaika karena terkejut saat melihat kepala orang yang paling disayangi olehnya kini dalam keadaan terluka.

Malaika menatap nyalang ke arah Bang Cokro. Tanpa berpikir panjang wanita itu pun melayangkan tendangan ke arah bagian perut bawah laki-laki itu.

"Aaaa, dasar bocah kurang ajar! Berani-beraninya kamu menendang senjata kebanggan aku," teriak Bang Cokro sambil memegang alat vital dengan menggunakan kedua tangannya.

Anak buah Bang Cokro yang berjumlah tiga orang itu meringis sambil melindungi alat tempur mereka masing-masing saat melihat sang bos yang masih mengerang kesakitan. Mereka tahu tidak berani macam-macam kepada Malika, karena 3 bulan yang lalu sudah merasakan kekuatan pukulan dan tendangan dari wanita pemegang sabuk hitam di taekwondo.

"Kenapa kalian diam saja? Urus gadis itu, cepat!" perintah Bang Cokro sambil berjalan menjauhi gadis berparas cantik, tetapi berbahaya.

Ketiga orang itu pun maju mendekat ke arah Malika. Masing-masing orang membawa senjata. Diantaranya, tali seperti **** milik seorang koboy, pemukul baseball, dan pisau lipat.

"Hey, yang benar saja! Kalian mau menyerang aku sambil membawa senjata?" Malika merasa tidak akan bisa melawan musuh yang banyak dengan senjata ditangannya, sedangkan dia bertangan kosong.

Ketiga laki-laki yang merupakan anak buah Bang Cokro langsung menyerang secara bersamaan. Malaika terlebih dahulu menahan serangan orang yang membawa tali. Dia berharap bisa merebut senjata milik lawannya. Namun, gagal. Ternyata salah seorang lawannya itu melemparkan pemukul baseball ke kaki Malaika.

"Aaaa. Kamu curang!" teriak gadis itu sambil menunjuk ke arah laki-laki yang melemparkan tongkat yang lumayan berat.

"Ayo, kita sedang!" ajak laki-laki yang tadi melemparkan senjatanya.

Melihat ada pemukul baseball di dekat kakinya. Malaika pun mengambil dan menggunakan benda itu sebagai senjata miliknya.

Meski dia diserang secara bersamaan, sebisa mungkin gadis itu menahan serangan mereka. Gerakan tubuh Malaika yang luwes berhasil menghindari yang terarah kepadanya dan di waktu yang bersamaan berhasil mengayunkan pemukul itu ke tubuh lawan.

Ketiga laki-laki bertubuh kurus dan kering itu tersungkur di tanah sambil meringis kesakitan. Kini tinggal Bang Cokro yang masih berdiri.

"Ayo, Bang Cokro! Mau lanjut atau menyerah?" Malika menantang laki-laki bertubuh kekar dan berkulit sawo matang.

Merasa kondisi tubuhnya sedang tidak baik-baik saja karena tadi titik pusat dia kena tendangan kaki kanan Malaika. Dia pun memutuskan pergi dari rumah milik Nenek Romlah.

"Nek, kita masuk ke rumah." Malaika menuntun sang nenek masuk ke rumah dan mengobati lukanya. Setelah itu dia membereskan barang-barang yang dibuang ke luar oleh anak buah Bang Cokro.

***

Sementara itu di waktu yang bersamaan, tetapi berbeda tempat, terlihat seorang laki-laki baru saja memarkirkan mobilnya di basement sebuah apartemen. Dia melihat handphone miliknya yang sejak tadi berbunyi.

"Halo, Malaika. Ada apa?" 

^^^"Assalamualaikum, Presdir. Sepertinya malam ini saya tidak bisa pergi. Nenek sedang sakit."^^^

"Sakit apa? Bawa ke dokter agar cepat sembuh."

^^^"Tetap saja saya tidak bisa pergi. Mana mungkin saya tega meninggalkan nenek yang sedang tidak baik-baik saja."^^^

"Lalu, aku harus bagaimana nanti?"

^^^"Itukan urusan keluarga Presdir. Kenapa aku harus ikut pusing memikirkannya?^^^

"Hei, Malaika. Kamu itu sekretaris aku!

^^^"Iya, itu untuk urusan kantor. Bukan urusan pribadi."^^^

Panggilan telepon itu pun berakhir dengan dimatikan oleh orang di seberang sana. Tentu saja hal ini membuat laki-laki berparas tampan rupawan bak pangeran dalam dongeng merasa tidak dihargai. Lalu, dia balik menelepon sekretaris tadi.

^^^"Assalamualaikum, ada apa lagi, Presdir?"^^^

"Malaika, berani-beraninya kamu menutup terlebih dahulu panggilan tadi. Seharusnya aku yang menutup terlebih dahulu.

^^^"Astaghfirullahal'adzim. Ya, kalau begitu sekarang Pak Presdir Naresh silakan tutup teleponnya. Aku saat ini sedang sibuk merawat nenek."^^^

"Besok kamu harus masuk kerja!"

Laki-laki bernama Naresh itu pun langsung menutup panggilan itu tanpa mengucapkan salam seperti orang pada umumnya. Dia pun turun dari mobilnya.

'Hah, rasanya malas untuk pulang ke rumah kakek. Padahal menemui keluarga sendiri, tapi—'

Bunyi ledakan keras yang berasal dari mobil milik Naresh yang baru saja dia kunci pakai kunci otomatis. Tubuh laki-laki itu terlempar dan membentur dinding saking kuatnya daya ledak tadi.

***

Assalamualaikum, teman-teman. Ketemu dengan karya baru aku bergenre komedi romantis sedikit action, semoga suka. Ikuti terus sampai tamat, ya.

Bab 2. Gangguan Pendengaran

Bab 2

Malaika yang sedang tidur terganggu oleh bunyi dering telepon. Dengan mata yang masih terpejam, dia menggapai tangannya ke arah meja kecil yang ada di samping tempat tidur.

"Assalamualaikum," salam Aisyah tanpa melihat siapa yang sedang menghubunginya.

^^^"Selamat malam, Nona Malaika. Saya, Jonathan," balas orang yang ada di sebrang sana.^^^

Jonathan adalah security yang bertugas di apartemen tempat Naresh tinggal saat ini. Mereka kenal baik, karena Malika sering datang ke apartemen milik atasannya untuk mengantar atau membawa berkas milik pemimpin perusahaan PT. ALPHA yang bergerak di bidang fast moving consumer good (FMCG). Perusahaan perusahaan yang membuat berbagai produk keperluan sehari-hari masyarakat. Diantaranya: produk kebutuhan rumah tangga dan perlengkapan mandi.

"Iya, ada apa?" Malaika kini duduk terbangun.

^^^"Tuan Naresh mengalami kecelakaan, sekarang beliau berada di rumah sakit," ucap Jonathan dengan sedikit menggebu-gebu.^^^

"Apa? Astaghfirullahal'adzim. Bagaimana bisa itu terjadi. Satu setengah jam yang lalu dia masih menghubungi aku."

^^^"Mobil milik tuan Naresh meledak dan beliau mengalami luka di kepala. Cctv merekam kalau mobil itu meledak setelah tuan Naresh keluar dari mobilnya."^^^

"Ya Allah, semoga saja Pak Naresh tidak apa-apa."

Malaika bimbang, saat ini sang nenek sedang tidur pulas setelah meminum obat pereda sakit. Tadi wanita tua itu mengeluh sakit di kepalanya yang terluka dan juga sekujur tubuhnya.

Sementara itu, atasan dia yang hidup diasingkan oleh keluarganya, kini sedang berbaring di rumah sakit. Malaika yakin kalau tidak akan ada seorang dari keluarga laki-laki itu yang datang menjenguknya ke rumah sakit.

"Ya Allah, bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?" Malaika duduk di samping ranjang di mana Nenek Romlah berbaring.

Gadis yatim piatu itu tidak tega meninggalkan sang nenek yang kini berbalut perban di beberapa bagian tubuh renta itu. Hanya tinggal wanita tua itu satu-satunya keluarga yang dia miliki.

"Aku minta tolong sama Dewi saja untuk menjaga Nenek. Aku kasih upah untuknya nanti," ucap Malaika sambil bergegas ke rumah sebelah mencari anak gadis yang masih duduk di kursi SMA.

***

Malaika berlari di koridor rumah sakit swasta yang terbesar dan terkenal di sana. Dia mendatangi ruang tempat Naresh dirawat. Begitu pintu terbuka terlihat atasan yang biasanya suka memerintah itu kini berbaring lemah dengan masker nebulizer terpasang di wajahnya.

Kepala Naresh dibalut dengan kain kasa dan banyak luka gores di lengan kokohnya. Perlahan Malaika menyentuh jari laki-laki itu.

"Siapa yang melakukan ini kepadamu? Sudah aku katakan berulang kali kepadamu, sebaiknya memiliki bodyguard untuk melindungi dirimu. Lalu, pindah tempat tinggal. Banyak orang yang ingin mencelakakan kamu," ucap Malaika dengan lirih.

Malaika dan Naresh sudah kenal sejak dulu sewaktu masih duduk di bangku SMA. Mereka pernah menjadi siswa yang mengikuti program pertukaran pelajar ke Australia. Semenjak itu mereka berteman dan saling bertukar kabar lewat email.

Kehidupan Naresh yang menyedihkan membuat gadis itu iba dan selalu menjadi tempat untuk mencurahkan isi hatinya.

Saat tengah malam seorang perawat memeriksa keadaan Naresh, tetapi belum juga ada kemajuan sejak tadi. Ini membuat Malaika semakin sedih. Air mata dia mengalir tanpa henti.

'Kenapa kehidupan kamu selalu saja malang? Untuk apa kamu kerja keras demi orang-orang yang tidak pernah menganggap keberadaan kamu. Malang sekali hidup kamu, Naresh. Lebih malang dari aku!' (Malaika)

Suara dari alat media memecah keheningan di sana. Untuk pertama kalinya Malaika merasa senang mendengar bunyi yang dihasilkan oleh patient monitor. Dilayar terlihat angka-angka dan garis grafik yang mengukur tanda-tanda vital pada tubuh Naresh. Adanya bunyi itu menandakan kalau laki-laki itu masih hidup.

***

Pagi-pagi Naresh terbangun karena mendengar suara orang mengaji. Ketika dia membuka mata, terlihat ada Malaika yang sedang duduk di samping brankar sambil memegangi handphone. Mulutnya terlihat bergerak suaranya terdengar sayup tidak jelas, padahal gadis itu begitu dekat.

"Malaika," panggil Naresh dengan lemah.

Perempuan yang dipanggil namanya menoleh ke arah sumber suara. Senyum lebar langsung menghiasi wajah Malaika. Dia sangat senang melihat laki-laki itu akhirnya sadar.

"Pak Presdir, akhirnya Anda bangun," ucap Malaika dan dia segera menekan tombol nurse bell.

"Apa Anda bisa mengenali siapa aku?" tanya perempuan itu takut atasannya itu mengalami amnesia.

"Mobil aku meledak, bukan terjatuh di kamar mandi," jawab Naresh tidak nyambung dengan pertanyaan yang diajukan sang sekretaris kepadanya.

Malaika tercengang mendengar jawaban dari laki-laki yang sedang terbaring itu. Dia merasa ada yang aneh dengan atasannya itu.

"Pak Presdir, bagian tubuh mana yang sakit?" tanya Malaika untuk menguji. Kalau ada yang salah dengan isi kepala atasannya.

"Mobilnya meledak setelah aku turun dari mobil setelah berbicara dengan kamu semalam. Bukan karena jatuh," jawab Naresh.

'Astaghfirullahal'adzim. Ya Allah, ternyata Naresh saat ini benar-benar dalam keadaan tidak baik. Otaknya bermasalah.'

Tidak lama kemudian dokter datang ke sana dan memeriksa keadaan Naresh. Dia melihat semua sudah dalam keadaan baik.

"Kalau Anda sudah bisa berjalan dengan tegap dan sebagaimana biasanya berjalan, berarti Anda sudah tidak perlu khawatir. Setelah itu Anda sudah bisa pulang. Mungkin besok atau lusa Anda sudah bisa pulang," ucap dokter itu.

"Apa luka aku sangat parah sampai tidak boleh pulang?" tanya Naresh dan itu membuat dokter serta Malaika tercengang. 

Dokter itu melirik ke arah Malaika. Tatapan dia seakan berkata "Ada apa dengan Tuan Naresh?"

"Dok, sebaiknya periksa semua isi kepalanya. Sejak tadi dia diajak bicara sering nggak nyambung, kayak orang Budeg. Eh?" 

Malaika dan Dokter itu pun kembali saling pandang.

"Pak, kita lakukan pemeriksaan ke THT," lanjut Dokter itu.

***

Setelah melakukan pemeriksaan diketahui kalau ada masalah dengan bagian saluran pendengaran milik Naresh. Mungkin akibat dari suara keras ledakan waktu itu.

"Apa selamanya Pak Naresh akan seperti ini?" tanya Malaika dengan lirih.

"Saya rasa ini masih bisa diobati. Dengan penanganan yang benar dan dosis obat yang tepat, pendengaran itu akan pulih kembali," jawab dokter spesialis telinga.

Mendengar itu membuat Malaika senang. Tidak bisa dibayangkan hidup Naresh setelah ini. Mengurus perusahaan dengan terbatasan pendengarannya.

Malaika pun menjelaskan kepada Naserh lewat tulisan biar tidak salah dan tidak perlu mengulang-ulang terus ucapannya.

'Siapa orang yang sudah melakukan hal ini kepadaku? Akan aku buat dia bertanggung jawab dengan semua kerugian yang aku rasakan saat ini!' (Naresh)

***

Siapakah orang dibalik kecelakaan Naresh? Keluarganya atau saingan bisnisnya? Kenapa Naresh mendapatkan perlakuan tidak mengenakan dari keluarganya? Tunggu kelanjutannya, ya!

Bab 3. 250 Juta

Bab 3

Malika cepat-cepat pulang setelah mendapat panggilan telepon dari Dewi. Tuan Juwanto datang bersama beberapa anak buahnya dan mengusir Nenek Romlah.

Benar saja saat dia sampai ke rumah tua itu sudah banyak orang yang merupakan orang suruhan rentenir itu untuk mengeluarkan barang yang tidak berharga dan Nenek Romlah hanya bisa menangis sambil duduk di tanah.

"Hei, Juwanto apa kamu tidak kasihan kepada wanita tua ini. Kenapa kamu tidak relakan saja hutang Ramzi itu. Lagian itu hutang sudah dari zaman dulu. Kamu tidak mengalami banyak kerugian," kata Pak RT yang mencoba menjadi penengah.

Mendengar ucapan Pak RT tentu saja tuan Juwanto tidak terima. Sebagai seorang pembisnis sebesar apa pun uang yang dipinjam oleh nasabah dan tidak dikembalikan itu merupakan kerugian baginya.

"Aku mengalami banyak rugi, Jalil. Kalau uang itu aku putar uang itu untuk modal sudah banyak keuntungan yang akan aku dapatkan!" bentak Tuan Juwanto dengan mata melotot. Kumis baplang yang bertengger di atas bibirnya terlihat berkedut-kedut.

Malaika langsung membawa sang nenek ke sebuah kursi plastik yang biasa diletakan di teras depan rumah. Hati dia terasa remuk ketika melihat ada luka baru di tubuh renta yang selalu menjaga dia sejak kecil.

"Nenek, bagian tubuh mana yang sakit lagi?" tanya Malaika sambil membersihkan darah dari luka yang ada di telapak tangan Nenek Romlah.

Wanita tua itu pun menunjukan luka di dekat tumit dan mata kaki di kaki sebelah kiri. Lalu, lengan kiri atas dan siku. Luka itu memang tidak parah tetapi sangat banyak dan mengeluarkan sedikit darah.

"Astaghfirullahal'adzim. Ini tidak bisa dibiarkan!" Malaika sangat marah karena orang-orang itu sudah tega berbuat aniaya terhadap neneknya.

Malaika berjalan dengan yang menghentakkan kakinya dan wajah garang, dia mendatangi laki-laki tua yang hampir seumuran dengan Nenek Romlah. Gadis itu dengan berani mendorong tubuh laki-laki yang gempal itu sampai jatuh. 

"Hei, Tuan Juwanto! Anda jangan berbuat semena-mena terhadap janda tua. Kamu sudah dzolim kepada nenek aku. Hutang Ayah dulu 1 juta, lalu kenapa tidak kamu langsung tagih saat tahu Ayah aku meninggal. Sepertinya kamu sengaja melakukan hal itu, agar suatu hari kamu bisa menguasai harta milik nenek karena tidak bisa membayar hutang. Uang yang dipinjam sebesar 1 juta dan kami harus membayar sebanyak 35 juta. Kamu memberi waktu 3 bulan, lalu sekarang kamu merampas rumah kami. Akan aku bayar hari ini juga hutang 35 juta itu!" bentak Malaika dengan penuh emosi. Tidak ada lagi sopan santun untuk orang yang sudah membuat neneknya menderita.

Semua orang di kampung Sedap Wangi tahu akan kekejaman tuan Juwanto dalam menagih hutang. Banyak orang yang menjadi korban kekejaman laki-laki tua itu. Bahkan tidak jarang anak-anak gadis jadi peliharaannya untuk menebus hutang orang tua mereka.

Tidak ada seorang pun yang tahu Ramzi pinjam uang 1 juta kepada tuan Juwanto. Uang itu untuk apa dan apa benar belum dibayar. Ramzi bekerja sebagai seorang manajer di perusahaan menengah. Gaji dia sangat mencukupi untuk kebutuhan keluarganya.

Awalnya Nenek Romlah tidak percaya kalau anaknya punya hutang kepada rentenir itu. Akan tetapi, begitu melihat ada tanda tangan sang anak di kertas surat perjanjian, dia tidak bisa mengelak. 

Semua harta peninggalan sang suami sudah habis dijual untuk pengobatan. Kakeknya Malaika dulu sempat sakit komplikasi dan banyak mengeluarkan uang untuk pergi berobat dan membeli obat-obatan. Rumah Ramzi juga dijual oleh Malaika untuk biaya sekolah sampai kuliah.

Sampai sekarang hutang Ramzi yang 1 juta itu masih misterius digunakan untuk apa. Tidak ada seorang pun yang tahu.

Tuan Juwanto tertawa meremehkan kepada Malaika. Laki-laki itu tahu kalau Malaika punya hutang yang besar ke kantor tempat dia bekerja, karena sudah merusak mobil milik atasannya dan rekan bisnis mereka di waktu yang bersamaan. Maka gadis itu harus rela gajinya dipotong banyak tiap bulan dan hanya menyisakan 5 juta untuk keperluan hidup dia bersama sang nenek.

"Sekarang sertifikat tanah rumah ini sudah menjadi milik aku. Kalau kamu mau rumah ini, beli saja. Aku akan menawarkan harga 250 juta. Jika kamu berminta, tetapi jika tidak akan ada orang yang mau membeli tanah ini dengan harga yang sesuai kemauan aku," ucap tuan Juwanto sambil mengacungkan sertifikat rumah itu.

Mendengar hal itu membuat orang-orang terperangah. Emosi Malaika semakin tersulut. Dia ingin menghajar habis-habisan manusia durja ini. Namun, anak buah tuan Juwanto langsung menahan gadis itu dan sebagian lagi melindungi tuannya.

"Aku tunggu kamu sampai matahari terbenam hari ini. Jika tidak aku akan langsung menghubungi Tuan Raja, dia sangat menginginkan lokasi tanah rumah ini," lanjut tuan Juwanto, kemudian pergi dari sana secepatnya karena warga kampung semakin banyak yang berdatangan.

Rumah itu sudah dikunci dan dijaga oleh banyak orang suruhan tuan Juwanto. Malaika sendiri tidak bisa masuk untuk membawa barang-barang miliknya.

"Aku sempat bawa beberapa barang yang sering kamu pakai untuk bekerja. Baju, tas, sepatu, kosmetik, dan laptop," kata Dewi sambil menunjuk ke sebuah dus berukuran cukup besar.

"Terima kasih, ya, Wi. Kamu pasti ketakutan tadi," balas Malaika.

"Awalnya aku takut, tapi saat Nenek Romlah berani melawan mereka aku pun melakukan perlawan sebisa aku. Karena aku yakin tidak akan bisa menang, jadi aku amankan dulu barang-barang milik kamu," aku Dewi.

***

Malaika harus pergi ke kantor, karena banyak jadwal Naresh yang harus diubah. Dia akan membuat jadwal baru dengan para klien dan rekan bisnis lainnya. Sementara itu, Nenek Romlah tinggal di rumah Dewi.

Ketika Malaika sedang sibuk dengan pekerjaannya. Handphone miliknya berbunyi menandakan ada pesan masuk.

Malaika aku merasa bosan sendirian di sini. Bawa pekerjaan kamu ke sini.

"Hah, apa bos sekarang sudah menjadi gila. Mana mungkin aku membawa pekerjaan ke rumah sakit. Sejak tadi aku terus menelepon berbagai perusahaan dan distributor untuk membuat jadwal baru dengan mereka," kata Malaika mengumpat pada atasannya. 

Saat ini gadis itu dalam keadaan sulit dan lelah. Masalah rumah dengan tuan Juwanto. Mencari uang sebanyak 250 juta. Mencari untuk tempat tinggal sementara jika rumah tidak berhasil ditebus. Lalu, pekerjaan kantor harus mengulang lagi dari awal dan mencocokan dengan jadwal rekan bisnis. Semua menjadi beban pikiran bagi Malaika.

Maaf, Pak Presdir. Sepertinya aku tidak bisa bekerja di rumah sakit. Takut mengganggu ketenangan pasien lainnya.

Tidak berapa lama kemudian ada pesan masuk lagi ke handphone milik Malaika. Ketika gadis itu melihat sang pengirim, membuat dirinya ingin berteriak.

Tidak ada pasien selain aku. Cepat datang ke sini! Atau aku akan memecat kamu.

"Ya Allah, cobaan ini sangat berat sekali. Apa aku akan sanggup melewati ini dan apa pikiran aku akan tetap waras," pekik Malaika saking kesalnya.

***

Benarkah Ramzi meminjam uang dan belum membayarnya? Digunakan untuk apa uang 1 juta yang dipinjam oleh Ramzi? Tunggu kelanjutannya, ya!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!