Varo, pemuda berusia 29 tahun duduk santai di sebuah bar bersama Kai sang sahabat. Mereka sudah bersahabat baik selama lebih dari 20 tahun lamanya. Dengan kata lain, mereka berdua adalah sahabat masa kecil.
"Aku minta tolong sama kamu, Varo. Kali ini aja, aku janji ini untuk yang terakhir kalinya," pinta Kai sang sahabat terlihat memohon penuh harap.
"Sudah berapa kali aku membantu kamu kayak gini, yang terakhir kali aja wanita itu terus saja mengejar-ngejar aku bahkan setelah aku mengatakan bahwa aku hanya menggantikan kamu. Untuk kali ini aku minta maaf, aku sama sekali tidak bisa membantu kamu," tegas Varo penuh penekanan.
"Aku janji, Varo. Aku janji ... Ini terakhir kalinya aku meminta bantuan kamu, please.''
"Kenapa gak kamu temui saja wanita itu, siapa tahu dia beneran jodoh kamu 'kan? Siapa tahu juga dia itu wanita idaman kamu."
"Tidak, aku tidak ingin menikah karena di jodohkan. Aku ingin pernikahan yang alami, maksudnya aku bertemu dengan wanita yang benar-benar aku cintai karena takdir, bukan karena di jodohkan. Jelas?"
"Hmm ... Sekali tidak tetap tidak, jelas?"
Kai nampak terlihat kecewa. Memang, ini bukan kali pertamanya dia meminta Varo sang sahabat untuk menggantikan dirinya menemui wanita yang dijodohkan dengannya. Sebagai salah satu konglomerat di negaranya, sudah merupakan hal yang biasa bagi setiap orang tua mencarikan jodoh yang pantas bagi putranya.
Terlebih, orang tua Kai adalah salah satu pengusaha yang disegani dan tentunya ingin memiliki seorang menantu yang sesuai dengan kriteria mereka. Namun, bagi Kai sendiri, perjodohan ini tidak lebih dari sebuah investasi untuk orang tuanya. Dimana dua perusahaan akan bergabung nantinya dan akan saling menguntungkan tentu saja. Dia sama sekali tidak menginginkan pernikahan yang seperti itu.
"Aku bayar dengan bayaran yang tinggi, gimana? 10 juta, 20 juta, kamu tinggal sebutkan saja nominalnya. Kamu tahu sendiri aku punya banyak uang.''
Varo seketika terdiam seolah sedang berfikir. Kalau memang sahabatnya ini membayarnya dengan jumlah yang lumayan besar, dia pun akan menerima tawaran itu sepertinya. Apalagi, dirinya memang sedang membutuhkan uang yang sangat besar saat ini.
"Hmm ... Aku pikir-pikir dulu kalau begitu. Katakan, dimana tempat pertemuan kami dan siapa nama wanita itu?'' tanya Varo akhirnya, membuat Kai seketika bersorak senang tentu saja.
"Yeeeey ... Kamu memang sahabat terbaikku Varo. Masalah itu nanti aku kabari lagi, oke?"
"Tapi, tunggu. Berapa kamu akan membayarku?"
"10 juta untuk pertemuan pertama dan 20 juta lagi jika kamu berhasil menggagalkan perjodohan ini. Bilang saja sama wanita itu kalau kamu sama sekali tidak tertarik sama dia, atau kamu buat asalan apa kek. Kamu bukan kali pertama menggantikan aku seperti ini, jadi kamu pasti tahu apa yang harus kamu lakukan."
Varo hanya manggut-manggut tanda mengerti, dia pun meneguk jus jeruk yang tadi dia pesan. Sepasang sahabat itu pun menghabiskan waktu bersama, hal yang memang sering mereka lakukan setelah seharian lelah bekerja.
* * *
Satu Minggu Kemudian
Varo menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah lebih dari 30 menit dia menunggu wanita yang akan dijodohkan dengan Kai sahabatnya. Wanita yang berasal dari keluarga kaya raya tentu saja.
Dia pun seketika menatap ke arah dimana satu orang wanita berjalan menghampirinya. Dengan hanya menatapnya sekilas saja, Varo sudah dapat menebak bahwa dialah wanita harus ditemuinya kali ini. Akan tetapi, wanita itu terlihat berbeda dari wanita-wanita lain yang telah dia temui sebelumnya.
"Selamat malam. Kamu Kai Baskoro?'' tanyanya membuat Varo seketika berdiri lalu mengangguk juga tersenyum ramah.
"Kenalkan, aku Iris. Wanita yang akan menjadi istri kamu nantinya," ucap sang wanita penuh percaya diri seraya mengulurkan tangannya.
"Hmm ... Istri?" tanya Varo mengabaikan uluran tangan Iris begitu saja.
"Iya, memangnya kamu gak tahu tujuan pertemuan kita ini?''
"Entahlah!"
Iris merasa kecewa sebenarnya. Laki-laki bernama Kai(Varo) ini benar-benar mengabaikan uluran tangannya. Dia pun kembali menarik telapak tangannya lalu duduk kemudian.
"Kenapa kamu bisa dengan penuh percaya dirinya mengatakan bahwa kamu adalah calon istri saya? Bukankah saya sama sekali belum menerima perjodohan ini? Lagipula, kamu belum terlalu mengenal saya begitupun sebaliknya," tanya Varo menatap wajah wanita bernama Iris yang memiliki kecantikan yang sempurna seolah tanpa cela sedikitpun.
"Memangnya kamu bisa menolak perjodohan ini?''
"Tentu saja bisa kalau memang kita tidak merasa cocok satu sama lain. Kamu bukan wanita pertama yang dijodohkan dengan saya, dan semuanya membatalkannya perjodohan ini setelah tahu siapa saya yang sebenernya.''
"Memangnya kamu siapa dan kenapa? Jika dilihat dari penampilan, hmm ... Aku suka penampilan kamu yang rapi seperti ini. Wajah kamu juga tampan, tinggi kamu juga ideal. Pokoknya, kamu benar-benar suami idaman aku, Kai.''
"Hahahaha! Apa kamu salah satu wanita yang memandang laki-laki dari fisiknya saja? Saya memang tampan, kamu bukan wanita pertama yang mengatakan hal itu, tapi--'' Varo tidak meneruskan ucapannya.
"Tapi--''
"Saya bukan laki-laki sesungguhnya."
"Hah? Maksud kamu?"
"Kamu tebak sendiri, kenapa saya selalu menolak setiap wanita yang dijodohkan dengan saya, itu karena saya--"
"Tidak normal maksudnya? Dengan kata lain kamu penyuka ses*ma jenis, alias h*mo?''
Varo tersenyum kecil. Dia berharap dengan dirinya mengatakan hal tersebut wanita bernama Iris itu akan segera membatalkan perjodohan itu. Akan tetapi, dirinya tidak seperti yang diucapkan oleh Iris barusan. Dia adalah laki-laki tulen alias normal.
''Tak masalah, asal kamu tahu saja. Aku juga bukan wanita yang normal. Aku sama seperti kamu, penyuka sesama je*nis juga. Kita bisa pura-pura menikah nanti,'' bisik Iris membuat Varo seketika membulatkan bola matanya merasa terkejut tentu saja.
BERSAMBUNG
...****************...
Varo seketika membulatkan bola matanya. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa gadis bernama Iris itu akan mengatakan hal yang benar-benar di luar dugaan. Apa telinganya tidak salah dengar? Gadis ini mengatakan bahwa dia bukan wanita normal dengan penuh percaya diri?
Waah! Hal itu benar-benar sulit di percaya. Apakah gadis ini hanya berpura-pura, sama seperti dirinya? Atau, hal itu memang benar adanya? Bulu kuduk Varo seketika berdiri tegak. Dia pun memikirkan alasan, bagaimana caranya agar wanita ini mau membatalkan perjodohan itu.
"Gimana? Kita sama-sama gak akan rugi 'kan? Setelah kita menikah nanti, kita hanya perlu berpura-pura bahagia di depan orang tua kita. Setelah itu kita jalani kehidupan kita masing-masing di belakang mereka. Kamu bebas melakukan apapun dan aku pun akan melakukan hal yang sama nanti. Kamu juga boleh membawa pacar laki-laki kamu itu ke rumah kita nantinya.''
"Uhuk ... Kamu bilang apa tadi?" Varo yang saat ini sedang meneguk gelas berisi air putih pun seketika tersedak.
'Gadis ini benar-benar gila,' (batin Varo)
"Kenapa terkejut seperti itu? Kamu pasti punya pacar juga 'kan? Yang sejenis juga pastinya."
Bulu kuduk Varo semakin merinding disko. Hanya dengan membayangkannya saja membuatnya bergidik ngeri. Dia pun mengusap tengkuknya kemudian, gadis ini sepertinya sulit untuk dia taklukan.
"Kamu benar-benar wanita gila. Bagaimana mungkin kamu bisa mengatakan hal itu dengan begitu lantang? Astaga, lebih baik kita sudahi pertemuan ini sebelum saya benar-benar ketularan gilanya juga," ketus Varo berdiri dan hendak pergi.
"Apa kamu tahu tujuan sebenarnya dari perjodohan ini?"
Varo seketika menghentikan langkah kakinya lalu menoleh dan menatap wajah Iris kemudian.
"Apa maksud kamu?"
"Apa kamu tahu kalau perusahaan ayahmu itu diambang kebangkrutan? Jika kita tidak menikah, maka perusahaan ayah kamu akan benar-benar gulung tikar."
Varo seketika membulatkan bola matanya merasa terkejut tentu saja. Perusahaan besar sahabatnya yang selama ini terlihat baik-baik saja bahkan semakin berkembang, kini terancam bangkrut?
"Kamu pasti bercanda 'kan? Mana mungkin perusahan Kai, eu ... Maksudku mana mungkin perusahan Daddy aku itu terancam gulung tikar?" Varo akhirnya kembali duduk juga merasa penasaran apa yang sebenarnya terjadi.
"Jadi kamu sama sekali tidak tahu tentang hal itu? Bukannya kamu adalah salah satu Direktur juga di sana? Bahkan kamu calon Presiden Direktur menggantikan ayah kamu nantinya?"
Varo semakin merasa gugup tentu saja. Wajahnya terlihat pucat pasi tidak tahu harus berkata apa lagi. Apakah dia harus berkata jujur saja, bahwa sebenarnya dirinya bukanlah Kai, laki-laki yang akan dijodohkan dengan Iris? Varo seketika merasa dilema.
"Eu ... Saya hanya--" Varo terbata-bata benar-benar tidak tahu harus berkata apa.
"Sudahlah, lebih baik kamu terima saja perjodohan ini. Aku hanya berniat membantu ko."
Varo lagi-lagi terdiam tidak mengatakan apapun. Saat ini, otaknya hanya memikrkan satu hal. Kenapa Kai sama sekali tidak pernah bercerita tentang hal ini? Tidak mungkin kalau Kai sama sekali tidak tahu bahwa perusahaan miliknya itu sedang berada di ambang kehancuran.
"Hey! Malah bengong lagi,'' ketus Iris seketika membuyarkan lamunan Varo.
"Hah? Eu ... Sepertinya kita lanjutkan obrolan kita ini nanti. Maaf Iris saya harus pergi ke suatu tempat," jawab Varo, seketika bangkit lalu berlari meninggalkan Restoran.
Iris hanya tersenyum penuh kemenangan. Sepertinya Kai(Varo) adalah laki-laki yang sangat mudah untuk ditaklukan. Pemuda itu bahkan percaya begitu saja dengan apa yang baru saja dia ucapkan.
Sepertinya, gosip yang beredar di luaran sana itu sama sekali tidak benar, bahwa putra tunggal dari pemilik perusahaan terbesar di negaranya itu adalah laki-laki yang arogan dan sulit untuk dikendalikan. Buktinya, Kai(Varo) terlihat panik saat dia mengucapkan semua kebohongan itu.
"Kena kau laki-laki angkuh. Kamu pasti panik 'kan? Kita lihat saja, dalam waktu satu hari, kamu pasti akan menghubungi aku kembali, hahahaha!" tawa Iris begitu puas.
* * *
Sementara Iris merasa sangat puas karena telah mengelabui laki-laki yang dia kira adalah Kai, padahal sebenarnya adalah Varo. Pemuda itu terlihat kelabakan mencari keberadaan Kai sang sahabat. Dia berkali-kali menghubungi sahabatnya hanya untuk memastikan satu hal yaitu, apakah benar perusahaan miliknya itu berada di ambang kehancuran? Jika memang benar, kenapa dia sama sekali tidak pernah menceritakan hal itu kepadanya?
Setelah mencari kesana-kemari, bahkan menelponnya secara berkali-kali. Akhirnya dia pun tahu dimana Kai berada saat ini. Dia masih berada di kantornya. Dengan tergesa-gesa, Varo pun segera mendatangi kantor sang sahabat.
Ceklek!
Pintu ruangan pun di buka begitu saja. Varo masuk ke dalam ruangan dengan wajah masam. Dia bahkan berdiri tepat di depan meja dengan menatap wajah Kai yang saat ini masih sibuk bergelut dengan pekerjaannya.
"Astaga, Varo. Kalau masuk ruangan itu ketuk pintu dulu kita memang bersahabat, tapi di kantor aku tetap atasan kamu, gimana sih? Gak sopan banget,'' ketus Kai tersenyum kecil.
"Kenapa kamu gak pernah bercerita tentang hal ini?"
"Hal apa?''
"Kamu anggap apa persahabatan kita ini, hah? Kamu benar-benar keterlaluan."
"Tunggu! Ada apa? Kenapa datang-datang langsung marah kayak gini? Bukannya kamu lagi ketemuan sama si Iris? Cepet banget baliknya. Apa jangan-jangan kamu berhasil menggagalkan perjodohan itu?'' Kai tersenyum penuh rasa bangga.
"Kenapa kamu gak bilang kalau perusahan kamu ini sedang berada di ambang kebangkrutan, hah?"
BERSAMBUNG
* * * *
"Hah? Apa maksud kamu? Di ambang kebangkrutan? Siapa bilang? Enak aja kalau bicara, perusahan aku ini gak akan pernah bangkrut sampai kapanpun," sanggah Kai penuh penekanan.
"Kamu pasti bercanda 'kan? Kamu sengaja menyembunyikan hal ini karena tidak ingin membuat aku merasa khawatir 'kan?'' tegas Varo menatap wajah sang sahabat dengan tatapan tajam.
"Hahahaha! Memangnya kamu ini pacar aku apa? Najis deh, semua itu gak benar, bukankah kamu juga berkerja di sini? Kamu tahu betul seperti apa perusahaan ini. Lagipula, siapa orangnya yang telah mengatakan hal itu sama kamu, hah? Sejak kapan juga kamu percaya sama gosip murahan seperti itu."
"Jadi semua itu tidak benar?"
Kai menganggukkan kepalanya seraya tersenyum kecil.
"Perusahaan ini baik-baik saja?"
"Tentu saja, Varo. Katakan, siapa yang telah menyebarkan rumor yang tidak berdasar itu? Apa dia salah satu karyawan di sini juga? Katakan siapa namanya biar aku pecat dia sekarang juga."
"Hahahaha! Dasar wanita gila, awas aja kamu ya?" Varo seketika tertawa terbahak-bahak.
"Apa kamu udah gila? Kenapa malah ketawa kayak gitu? Dasar aneh."
"Kamu tahu siapa yang telah mengatakan hal ini?''
Kai mengangkat kedua bahunya tanda tidak mengerti.
"Calon istri kamu!"
"Hah?"
"Lihat saja, aku akan membalas semua ini. Kai, biarkan aku bermain agak lama dengan wanita itu. Aku akan membalas semua kebohongan ini. Akan aku pastikan, dia bakalan benar-benar menyesal karena telah berani membohongiku seperti ini,'' tegas Varo penuh penekanan juga penuh rasa dendam.
Dia bertekad akan membalas semua yang telah dilakukan oleh gadis bernama Iris. Membohongi dirinya adalah sebuah kesalahan besar. Rasa dendam itu pun seketika memenuhi relung hatinya kini.
* * * *
Keesokan harinya. Sepulang kantor, Varo benar-benar kembali menghubungi wanita bernama Iris. Wanita yang telah membohongi dirinya, juga wanita yang sebenarnya memiliki paras yang sangat cantik tentu saja. Namun, wanita itu tetap saja bukan tipe idamannya.
Meskipun cantik, Iris memiliki sikap yang agresif. Dia bahkan terang-terangan mengatakan bahwa dirinya adalah wanita yang tidak normal. Bukankah hal memalukan seperti itu seharusnya di sembunyikan?
'Dia memang wanita gila, awas saja! aku pastikan akan membalas semua kebohongan kamu dengan kebohongan yang lebih besar lagi,' (batin Varo.)
Varo yang saat ini duduk di Restoran yang sama saat dirinya bertemu dengan wanita itu pun nampak melambaikan tangannya saat Iris mulai memasuki Restoran dan berjalan menghampiri. Wanita itu berjalan dengan begitu percaya diri.
Tubuhnya bahkan meliuk-liuk layaknya seorang Poto model papan atas yang sedang berjalan di atas catwalk. Varo memasang wajah ceria, senyuman lebar pun mengembang dari kedua sisi bibirnya kini.
"Maaf, telah membuat kamu menunggu lama," ucap Iris, duduk di kursi kemudian.
"Tak masalah, bukankah hal yang wajar jika seorang laki-laki menunggu calon istrinya?'' jawab Varo tersenyum ramah.
"Hmm ... Akhirnya kamu setuju juga dengan perjodohan kita ini," ujar Iris tersenyum menyeringai.
"Tentu saja, setelah memikirkannya semalaman saya akhirnya mengambil keputusan. Tidak ada salahnya kita mencoba apa yang kamu katakan kemarin. Kita bisa berpura-pura bahagia di depan kedua orang tua kita, sementara itu kita juga bebas melakukan apapun yang kita inginkan dibelakang mereka, deal?" Varo mengulurkan tangannya tanda kesepakan.
Meskipun ragu pada awalnya, Iris pun menerima uluran tangan pemuda itu juga tersenyum menyeringai. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Kai(Varo) benar-benar akan menerima perjodohan ini.
"Kamu mengambil keputusan yang tepat, Kai. Gimana kalau sekarang kita jalan-jalan untuk merayakan perjodohan kita ini?"
"Boleh, lagi pulu kita sama-sama bukan manusia normal. Jadi, tidak perlu merasa khawatir akan terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Hmm ... Bagaimana kalau kita pergi ke bar untuk minum-minum?" Varo mengusulkan.
"Boleh, kita berangkat sekarang?"
Varo menganggukan kepalanya lalu bangkit dan berjalan secara beriringan dengan gadis bernama Iris tersebut. Mereka berdua pun benar-benar keluar dari dalam Restoran dan akan menghabiskan malam ini bersama dengan bersantai di bar
Tanpa mereka sadari, masalah besar sedang menanti keduanya di depan. Masalah rumit yang akan membuat dua sahabat berseteru. Masalah besar yang akan membuat hidup seorang Varo terjebak dalam sesuatu yang tidak dia inginkan. Masalah yang akan membuatnya sadar bahwa apa yang telah dia lakukan adalah sebuah kesalahan.
Ceklek!
Pintu mobil pun di buka lebar. Iris masuk ke dalam mobil lalu di susul oleh Varo kemudian. Keduanya pun saling melemparkan senyuman. Sebuah senyuman yang sebenarnya penuh arti. Senyuman yang sebenarnya menyimpan sebuah rahasia. Mobil pun perlahan mulai meninggalkan area parkir lalu melesat di jalanan.
BERSAMBUNG
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!