"Aku ikut ke rumahmu ya," pinta Nata tangannya bergelayutan di pundak Eden sahabatnya.
"Nggak! mau ngapain kamu ke rumahku? Setiap hari kamu selalu berkunjung ke rumahku, memangnya kamu gak punya rumah apa?" ketus Eden terlihat kesal, sahabatnya itu selalu saja seperti ini setiap hari.
"Rumah kita 'kan tetanggaan. Apa salahnya kalau aku main ke rumah kamu?"
"Daddy gak ada, dia lagi dinas ke luar kota. Lagian, memangnya gak ada cowok lain yang lebih muda apa? Gak ada kerjaan banget si ngintipin Daddy ku terus."
"Ish ... Pasti kamu bohong 'kan? Jelas-jelas sekarang aku lihat mobilnya di depan. Dia lagi nungguin kamu, tuuuuuh!" Tunjuk Nata, jemarinya menunjuk ke depan dimana seorang laki-laki tampan dengan stelan jas hitam berdiri tepat di samping sebuah mobil mewah di depan kampusnya.
"Astaga, Daddy. Apa-apaan si? Memangnya aku ini anak TK apa yang harus di jemput segala? Nyebelin banget si." Eden seketika menepis pergelangan tangan Nata kasar, lalu berjalan menghampiri sang ayah dengan perasaan kesal.
Keduanya pun berjalan secara beriringan. Nata gadis belia berusia 22 tahun itu nampak tersenyum sumringah. Wajah Daren yang merupakan ayah dari sahabatnya itu terlihat lebih tampan dari biasanya. Apalagi, rambut laki-laki berusia 45 tahunan itu tertata sangat rapi juga mengkilap membuatnya tidak berkedip sedikitpun dalam menatap wajah laki-laki itu.
"Astaga, Om. Hari ini Om cakep banget. Hatiku sampai berdebar-debar tau," goda Nata tanpa rasa malu sedikitpun.
"Diam kamu, jangan genit deh. Muak tahu lihatnya," ketus Eden.
"Ish, dasar nyebelin," Nata seketika mengerucutkan bibirnya sedemikan rupa.
"Dad, untuk apa Daddy jemput aku ke sini? Malu tau diliatin orang lain. Memangnya aku ini anak TK apa yang harus di jemput segala.''
"Dasar anak gak sopan. Udah syukur Daddy masih menyempatkan datang kemari, padahal Daddy lagi sibuk lho. Apa kamu lupa kalau mobil kamu lagi ada di bengkel?" jawab Daren sang ayah menatap tajam putra kesayangannya.
"Tapi tetap saja, aku bisa naik Taksi nanti. Naik bis juga gak masalah."
"Cukup Eden, gak baik seperti itu sama ayah kamu sendiri. Eu ... Selamat siang, Om cakep. Boleh ya aku numpang di mobil Om? Aku gak bawa mobil soalnya hehehehe ...'' pinta Nata tersenyum cengengesan.
"Selamat siang juga Nata. Memangnya kamu gak di jemput sama Daddy kamu juga? Om aja masih menyempatkan buat jemput putra Om ini lho, masa ayahmu gak bisa jemput kamu sih?" jawab Daren dengan wajah datar.
"Kan sudah ada Om yang jemput ke sini, hehehehe!''
"Ish, kamu bisa aja."
"Sudah cukup. Nata kalau kamu mau numpang sama kami, hentikan senyuman kamu yang memuakkan itu, oke?" ketus Eden menoyor kepala Nata sang sahabat.
"Rebes, eh beres maksudnya. Yang penting aku bisa numpang di mobil kalian hehehehe," Nata kembali tersenyum cengengesan.
"Nah 'kan? Cengengesan lagi.''
Nata sontak merapatkan bibirnya. Bahkan seolah mengunci bibir mungilnya itu dengan tangannya sendiri.
"Sudah-sudah, kalian selalu seperti ini. Berantem terus, lama-lama Daddy kawinkan juga ya kalian."
"Ish, jangan dong Om. Kecuali kalau aku dikawinkan sama Om," celetuk Nata, tentu saja dia langsung mendapatkan sambaran tatapan tajam dari kedua mata Eden kini.
"Ups, maaf aku kunci lagi bibirku,'' decak Nata seketika mengunci rapat mulutnya.
Sementara Daren, duda beranak satu yang sudah melajang selama lebih dari 10 tahun itu hanya tersenyum kecil. Sahabat dari putranya memang selalu seperti itu setiap kali mereka bertemu. Bahkan gadis ini terang-terangan menyatakan suka kepada dirinya, tentu saja Daren sama sekali tidak pernah menanggapi hal itu, karena baginya Nata sudah dia anggap seperti putrinya sendiri. Selain itu, dirinya pun bersahabat dekat dengan ayah dari gadis berambut panjang tersebut.
Ceklek!
Pintu mobil pun di buka, Nata masuk ke dalam mobil dengan perasaan senang. Bibirnya bahkan tidak berhenti tersenyum, terus saja menatap wajah Daren yang saat ini melakukan hal yang sama begitu pun dengan Eden sang sahabat.
Brem! Brem! Brem!
Mesin mobil pun di nyalakan, mobil mewah berwarna hitam itu pun mulai melaju pelan lalu melesat di jalanan. Sepanjang perjalanan, Nata menepati janjinya kepada Eden bahwa dia tidak akan mengatakan sepatah katapun. Bibirnya benar-benar tertutup rapat tapi tidak dengan kedua matanya.
Kedua mata gadis bernama Nata itu nampak menatap wajah Daren yang saat ini duduk di kursi depan. Senyuman kecil pun mengembang dari kedua sisi bibirnya kini. Baginya, Daren adalah laki-laki idaman tidak peduli meski usianya 2 kali lipat dari usia dirinya saat ini.
Perjalanan singkat pun akhirnya berakhir. Mobil yang dikendarai Daren sampai juga di tempat tujuan. Rumah mewah 2 lantai yang berdampingan dengan rumah Nata tentu saja. Mobil pun mulai melipir dan berhenti dihalaman tanpa pagar tersebut.
Ckiiit ...
Mobil pun berhenti lalu mereka bertiga segera keluar dari dalam mobil tersebut. Nata dan juga Eden seketika merasa heran karena seorang wanita duduk santai di kursi yang berada di teras mereka.
"Dia siapa, Dad?" tanya Eden menatap wanita tersebut dari ujung kaki hingga ujung rambut dengan tatapan mata tajam.
"O iya, kenalkan dia Savana, calon ibu sambung kamu, Eden. Itu sebabnya Daddy sengaja menjemput kamu ke kampus supaya kita makan malam bersama nanti.''
Bagai tersambar petir di siang bolong. Dunia gadis bernama Nata terasa runtuh seketika. Duda kesayangannya ternyata sudah memiliki calon istri.
BERSAMBUNG
...****************...
Wajah Nata seketika memerah. Dunianya terasa runtuh seketika saat mendengar duda kesayangannya yang tidak lain dan tidak bukan adalah ayah dari sahabatnya sendiri telah memiliki calon istri. Sudah lebih dari 5 tahun dia memendam rasa kepada laki-laki yang memiliki umur yang sama dengan ayahnya itu, tapi harus berakhir patah hati seperti ini.
"Maksud Daddy apa? Bukankah aku pernah bilang kalau aku gak pernah mau punya ibu tiri?" ucap Eden sang sahabat dan dia hanya menyimak degan wajah datar.
"Dengarkan Daddy dulu Ed--"
"Cukup! Aku gak mau apa yang namanya ibu tiri atau ibu sambung," celetuk Edden menarik pergelangan tangan Nata lalu pergi begitu saja dari hadapan sang ayah.
"Hey! Mau kemana kamu, Eden?" teriak sang ayah merasa kesal.
Eden sama sekali tidak menaggapi teriakan ayahnya itu. Dia masuk begitu saja ke dalam rumah sahabatnya yang memang bersebelahan dengan rumah miliknya itu seolah rumah tersbut adalah rumahnya sendiri.
Ceklek!
Blug!
Pintu rumah di buka lalu di tutup kembali setelah keduanya masuk ke dalamnya. Eden nampak memasang wajah masam. Dia benar-benar terlihat seperti seorang anak kecil yang sedang merajuk kepada orang tuanya.
"Kenapa jadi masuk ke rumahku? Apa kamu gak salah masuk?" tanya Nata melepaskan tautan tangan Eden kemudian.
"Aku memang sengaja masuk ke rumah kamu ko. Malam ini aku bakalan menginap di sini."
"Hah? Mana boleh sepeti itu?"
"Kenapa gak boleh? Biarpun aku menginap di sini, aku gak bakalan tidur di kamar kamu lho. Aku bakalan izin sama Om nanti.''
"Hmm ... Tapi kamu benar-benar hebat, Ed. Apa yang kamu lakukan itu sudah tepat. Jangan mau punya ibu tiri, dimana-mana ibu tiri itu jahat lho,'' celetuk Nata tersenyum cengengesan.
Sementara itu, Eden hanya mendelik kesal. Sampai kapanpun dia tidak akan membiarkan wanita manapun menggantikan posisi ibunya yang telah tiada itu. Baginya, ibunya hanya satu dan tetap satu sampai kapanpun. Tak ada yang namanya ibu tiri ataupun ibu sambung. Batin Eden penuh tekad.
"Tapi jangan salah paham dulu, aku mengatakan hal itu bukan karena aku anu sama Om Daren ya,'' ujar Nata menambahkan.
"Anu apaan?"
"Nggak ko, bukan apa-apa. Hehehehe!"
* * *
Malam pun tiba, Eden masih belum juga kembali ke rumahnya. Hal itu tentu saja membuat Daren merasa khawatir. Padahal, dia sudah membatalkan acara makan malamnya dengan wanita itu. Baginya, putra semata wayangnya itu adalah prioritas utamanya saat ini. Kebahagian sang putra adalah nomor satu di dalam hidupnya. Itu pula yang menyebabkan dirinya masih menduda sampai saat ini.
Tok ... Tok ... Tok ...
Suara ketukan di pintu seketika membuyarkan lamunan panjang seoang Daren. Dia pun berdiri dan berjalan ke arah pintu lalu membukanya kemudian. Dirinya berharap bahwa yang datang adalah Eden sang putra.
Ceklek!
Pintu pun di buka. Harapan Eden pupus seketika karena yang datang bukanlah Eden sang putra melainkan Nata sahabatnya.
"Kamu? Eden mana?" tanya Daren menatap sekeliling mencari keberadaan putranya.
"Dia ada di rumah, Om. Aku di utus ke sini buat ambilin baju ganti buat dia," jawab Nata dengan begitu polosnya.
"Lho, kenapa dia gak pulang dan ambil sendiri?"
"Entahlah, putra Om yang manja itu sepertinya masih ngambek tuh.''
"Dasar, kayak anak kecil aja sih pake ngambek segala."
"Tapi, Om. Apa boleh aku masuk? Aku hanya akan mengambil satu stel pakaian Eden ko,'' ujar Nata tersenyum cengengesan.
"Boleh Om bicara sama kamu sebentar?"
"Hah?" Jantung Nata seketika merasa berdebar.
Mengobrol berdua dengan sang duda adalah hal yang sudah lama dia impikan. Gadis berambut panjang itu pun segera menganggukkan kepalanya dengan perasaan senang tentu saja.
"Boleh-boleh, Om. Tapi, apa kita mau bicara di depan pintu seperti ini?" jawab Nata tersenyum bahagia.
"O iya, Om sampai lupa. Silakan masuk, Nata," Daren mempersilahkan gadis itu untuk masuk juga akhirnya.
Tanpa basa-basi lagi, Nata segera masuk ke dalam rumah lalu duduk di ruang tamu. Wajahnya terlihat begitu bahagia menatap wajah Daren dengan tatapan mata berbinar tentu saja. Sementara duda pujaan hatinya itu hanya tersenyum menatap wajah cantik gadis bernama Nata yang memang selalu bersikap seperti itu setiap kali mereka berjumpa.
"Apa yang ingin Om katakan sama aku?" tanya Nata tersenyum begitu manisnya.
"Kenapa Eden masih belum pulang kemari? Padahal Om sudah membatalkan acara makan malam kami demi dia," tanya Daren duduk tepat di samping Nata kini.
"Apa lagi? Dia itu kayak anak kecil. Ed bilang sama aku kalau dia gak mau punya ibu tiri ataupun ibu sambung. Dia gak suka kalau Om menikah lagi,'' jawab Nata jujur apa adanya.
"Hmm ... Selalu seperti itu. Om ini laki-laki normal. Mana mungkin Om menduda selamanya, ada-ada aja tuh anak. Om terpaksa memutuskan hubungan Om sama wanita tadi gara-gara si Eden."
Nata sontak membulatkan bola matanya. Apa dia sama sekali tidak salah dengar? Om duda benar-benar telah putus dengan wanita tadi? Dengan kata lain dia masih ada kesempatan untuk mengejar hot dudanya itu?
"Om serius? Om udah putus sama tante-tante yang tadi?"
"Tentu saja, semua itu Om lakukan demi putra om yang manja itu. Sudah berapa wanita yang Om buat patah hati gara-gara dia.''
"Kenapa Om gak tanya saja sama Ed, ibu seperti apa yang dia inginkan? Eden pernah bercerita kepadaku bahwa dia ingin memiliki ibu yang masih muda dan juga masih fresh. Seperti aku contohnya? Om tahu 'kan kalau aku sudah lama menyukai Om?''
BERSAMBUNG
...****************...
Daren seketika tersenyum kecil. Entah sudah ke berapa kalinya gadis itu mengatakan hal ini. Namun, mana mungkin dia menerima cinta Nata yang notabenenya adalah teman dari putranya sendiri? Ayah gadis itu bahkan bersahabat dengannya dan mereka pun bertetangga pula. Apa yang akan di katakan oleh ayah Nata nanti? Batin Daren merasa dilema.
"Om? Ko malah melamun?'' tanya Nata tersenyum cengengesan dan berharap bahwa sang duda akan menerima cintanya kali ini.
''Kamu pasti bercanda 'kan? Mana mungkin kamu--''
"Aku gak bercanda sama sekali, Om. Bagiku, Om adalah laki-laki idaman. Tampan, mapan, dewasa lagi,'' sela Nata tersenyum kecil.
''Tapi, Nat--''
"Apa Om akan menolak cintaku lagi kali ini?''
"Hah? Memangnya kapan Om menolak cinta kamu?''
"Apa Om sama sekali tak sadar kalau Om berkali-kali menolak cintaku?''
''O ya?''
Daren mencoba berfikir keras. Kapan dirinya pernah menolak cinta gadis ini? Dia memang berkali-kali mendengar Nata mengatakan rasa sukanya, tapi dia sama sekali tidak pernah menganggap serius hal itu. Daren selalu menanggapi ungkapan cinta Nata dengan candaan dan dia tidak menyangka bahwa hal itu akan di anggap sebuah penolakan olehnya.
"Nah 'kan melamun lagi? Apa sih yang Om pikirkan? Om lagi mikirin Eden? Om gak usah khawatir, dia pasti akan mengerti ko. Lagian, Ed juga udah tahu kalau aku suka sama Om,'' ujar Nata seketika membuyarkan lamunan Daren.
"Hah? Kamu serius?'' tanya Daren mengerutkan kening.
"Tentu saja. Apa wajah cantik aku ini terlihat sedang bercanda?''
Daren sontak menatap wajah Nata lekat. Wajah gadis berusia 20-han itu memang terlihat lebih dewasa kini. Dirinya sudah mengenal gadis ini sedari kecil, bahkan dia pun datang ke Rumah Sakit saat ibunda Nata melahirkannya kala itu. Masa iya Nata akan menjadi kekasihnya, apa lagi calon istrinya?
''Nata, kamu ini cantik dan masih muda. Di luaran sana masih banyak laki-laki yang seumuran dengan kamu yang pastinya akan menerima cinta kamu nantinya. Kenapa harus Om? Kenapa kamu harus jatuh hati sama Om?'' tanya Daren kemudian.
''Ya, karena aku cinta sama Om 'lah apa lagi? Jangan tanya alasan kenapa aku jatuh cinta sama Om ya. Karena cinta itu buta. Manusia yang telah dibutakan cinta akan tertutup mata hatinya, bahkan kedua matanya ini akan buta warna juga. Tidak ada alasan bagi seseorang untuk jatuh cinta, karena cinta itu datang begitu saja. Om tahu jelangkung?''
Daren mengerutkan keningnya merasa tidak mengerti.
''Jelangkung itu datang tak di undang dan pulang tak di antar. Seperti itulah cinta,'' jelas Nata panjang lebar.
Daren lagi-lagi hanya tersenyum. Jika boleh jujur, hatinya benar-benar merasa berbunga-bunga kini. Ternyata, Nata bukan hanya cantik dan imut, tapi juga pandai sekali berbicara.
'Apa? jelangkung? hahahaha! bukannya jelangkung itu alat untuk memanggil hantu? Apa hubungannya dengan cinta? ada-ada aja si Nata ini,' (batin Daren.)
Tanpa sadar, Daren terus saja memandangi wajah Nata seraya tersenyum begitu manisnya. Tatapan matanya nampak berbinar juga fokus dalam mendengarkan penjelasan gadis itu. Tentu saja, hal itu membuat Nata merasa salah tingkah dan juga gugup.
''Jangan liatin aku kayak gitu, Om. Aku bisa ke geeran nanti. Lagian, Om juga belum tentu mau menerima cinta aku 'kan?" lirih Nata memalingkan wajahnya tidak kuasa untuk membalas tatapan mata Daren yang terlihat tajam, layaknya busur panah yang melesat tepat di jantungnya kini.
"Kata siapa?'' tanya Daren kemudian.
"Kata siapa apanya?"
"Kata siapa Om akan menolak cinta kamu?''
"Hah?''
Nata seketika terkejut tentu saja. Dia menoleh dan menatap wajah Daren dengan perasaan tidak percaya.
"Sebenarnya, Om juga sudah jatuh hati sama kamu sejak lama. Kamu itu cantik, enerjik, juga ceria, satu lagi pandai bicara lagi,'' jelas Daren kemudian.
''Jatuh hati?"
Daren menganggukkan kepalanya seraya tersenyum kecil.
"Cuma jatuh hati doang?''
"Apa bedanya jatuh hati sama jatuh cinta?"
"Memangnya sama ya?" Nata tiba-tiba merasa bodoh. Apa yang baru saja diucapkan oleh Daren benar-benar membuat otaknya tidak dapat berfikir dengan benar.
"Astaga, Nata. Bukannya kamu itu pintar ya? kamu tidak tahu jatuh hati dan jatuh cinta itu sama?''
Nata hanya terdiam seraya berfikir keras. Dasar bodoh, sejak kapan jatuh hati dan jatuh cinta itu satu hal yang berbeda? Otaknya masih saja tidak bisa menjalankan tugasnya dengan benar. Batin Nata.
"Om juga suka sama kamu, Nata. Om berlagak bodoh selama ini karena Om mengira bahwa kamu hanya bercanda setiap kali kamu menggoda Om. Om juga merasa tidak percaya diri karena umur kita yang terpaut cukup jauh. Om takut kalau Om akan di kira sugar Daddy-nya kamu oleh teman-teman kamu nantinya.''
BERSAMBUNG
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!