Mila baru saja merayakan kelulusan, tiba-tiba di tengah jalan, motornya mogok.
Alhasil dia harus mendorong motornya menuju bengkel terdekat.
Saat perjalanan menuju bengkel, Mila bertemu dengan seorang pria tampan dengan tangisan yang menyayat hati.
Mila iseng melempar batu kecil yang selalu ada di saku celananya karena kata sang emak, batu itu akan sangat berguna suatu saat nanti.
Namun, lemparan batu itu, tidak membuat tangisan sang pria berhenti.
Pria itu masih dalam keadaan yang sama.
Mila gemas dan langsung mendekati pria yang sedang duduk di bangku yang ada di sepanjang trotoar.
"Heh! lu lakik bray, Napa sih nangis? gara-gara cewek lu?" teriak Mila kesal.
Sang pria diam saja.
Mila duduk di samping sang pria dan merangkul pundak pria yang tidak ia kenal itu.
"Gue kasih tahu sama lu ya, gue itu pernah putus dari Robin, lalu gue sakit hati, bahkan sakit-sakitan. Setelah itu, gue bilang sama diri gue, kalau Robin itu barang rongsokan, jadi napa lu mikirin barang rongsokan? lebih baik lu mikirin emak lu di rumah, paham gak sih? oh ya, gue punya kerikil, ini buat lu. Biasanya kalau lagi patah hati, lupa kencing lupa panggilan alam, tapi saat di sini, so pasti tak akan menemukan toilet umum, jadi pegang batu ini, panggilan alam akan hilang dengan sendirinya."
Sang gadis berbicara tanpa henti seperti kereta Shinkansen yang ada di Jepang.
Pria itu diam untuk sejenak.
Saat tangan kekarnya di paksa menerima kerikil gratis yang diberikan oleh Mila.
"Udah ya, gue pergi dulu. Lu gak usah takut sama gue, nama gue Mila. Lu bisa panggil nama Gue dengan cepat dengan sebutan M.L, wkwkwk ... aneh kan? Mila aja. Dahlah, ngomong sama orang stres gak ada guna, bye!"
Sang gadis lalu melepaskan rangkulan dari pundak pria mengenaskan itu.
Lalu pergi begitu saja.
Setelah Mila pergi, beberapa menit kemudian, sang pria menelepon sahabatnya.
"Jemput aku di jalan xxxx, aku sudah siap bercerai. Aku akan segera menandatangani surat cerai itu."
.
.
.
Dua bulan berlalu ...
Rumah Mila ...
Mila merasa hidupnya agak sial sejak berbuat baik pada pria yang baru saja ia temui dua bulan lalu.
Harusnya Mila sudah diterima bekerja di kantor Andara grup, tapi karena motornya yang sering mogok, alhasil Mila telat saat jadwal interview yang tidak bisa diulang untuk kedua kalinya.
Hingga dia mengirim surat lamaran ke kantor lain, tapi selalu saja mendapatkan penolakan, sampai dua bulan kemudian, dia masih saja menjadi pengangguran sukses.
Di rumah saja dengan kegiatan yang monoton, pagi sampai pagi lagi hanya itu-itu saja yang Mila kerjaan.
Pagi ini seperti biasa, Mila nonton tivi sambil memeluk toples isi cemilan, dia sangat menikmati siaran televisi dan cemilan di pelukannya.
Si bapak yang kesal melihat anaknya jadi lebih pemalas, lalu mulai mengomel.
"Mil, gak nyari kerja lagi lu?" tanya bapaknya Mila, namanya Kim.
Dia adalah keturunan orang Korea yang terdampar di negara ini dengan selamat.
Pak Kim, tak mau pulang ke negerinya sebab sudah betah di sini.
"Kerja apaan sih pak? Mila udah cari kerja, kirim lamaran ke sana kemari, tapi gak ada tuh yang nyangkut."
"Lu itu kurang usaha, Emak lu sampai bosan lihat muka lu di rumah terus."
"Pak, daripada ngomel terus, kenapa bapak masih saja di rumah? noh bang Alex udah pergi ke bengkel. Bapak pergi saja ke sana biar Mila terbebas dari omelan bapak dan bapak gak usah keluar banyak keringat karena marahin Mila terus."
"Etdah, lu berani sama bapak lu? belum pernah kena timpuk kebo lu. Awas lu! ngejawab mulu kalau bapaknya lagi kasih nasihat!"
Mila kabur dari timpuk sandal raksasa bapaknya yang ukuran 45.
Mila berlari dan tidak sengaja menabrak sang emak yang baru saja selesai mencuci pakaian, rencananya mau di jemur depan rumah, tapi karena dia ditabrak sang anak, alhasil, baju-baju itu harus jatuh ke lantai dan kotor lagi.
"Milaaaaaaaaaaaaa!" teriakan Mak Jenifer membuat seisi rumah gempar.
Sang bapak senang karena Mila mendapatkan lawannya.
"Sukurin lu Mil, pegel pegel dah lu. Pasti setelah ini suruh bilas cucian emak lu!"
"Pak, bantuin dong pak!"
"Ogah banget! Jen, suruh dia kerja, bukannya nonton tivi aja tiap hari."
"Pak Kim, pergi ke bengkel cepat."
"Kenapa Jen? gue mau di rumah nemenin lu."
"Bapak sama anak, gak ada beda! Cepat bilas baju-baju ini! Kimmmmmmmm!!!!!!!!!!! Milaaaaaaaaaa!"
Emak Jenifer sudah muak dengan kekacauan yang selalu di lakukan oleh anak dan suaminya.
.
.
.
Beberapa menit berlalu, Kim dan sang putri sudah selesai membilas dan menjemur baju-baju di jemuran depan rumah.
"Pak, ini gara-gara bapak, Mila jadi lelah."
"Anak tidak tahu diuntung, ini karena lu kagak mau ikuti saran bapak. Makanya lu jadi kena sial terus."
"Salah bapak!"
"Salah lu!"
Saat keduanya sedang berdebat, ponsel Mila yang sudah di bungkus plastik dan di masukkan ke dalam saku celananya agar aman dari air, tiba-tiba berdering.
Sang putri kemudian segera menjawab panggilan ponsel itu tanpa melepaskan plastik yang membungkus telepon seluler miliknya.
"Halo, sapa lu? Ganggu aja!"
"Saya Adiva, tim HRD perusahaan Berlin corp. Dua bulan lalu, anda mengirim lamaran ke kantor kami, benar tidak?"
"Oh, iya pak, gimana?"
Sang gadis langsung berusaha keras untuk bersikap sopan saat tahu yang melakukan panggilan terhadapnya adalah seorang tim HRD perusahaan ternama Berlin corp.
"Bisa anda datang ke kantor besok pukul 07.00? anda lolos seleksi tahap pertama dan masuk ke tahap interview, saya harap anda datang tepat waktu."
"Baik pak, terima kasih atas berita gembira ini."
Panggilan telepon itu berakhir dan sang putri langsung memeluk bapaknya.
"Pak! aku di terima kerja di perusahan bagus pak! Mila jadi anak kantoran, yey!"
Sang bapak sangat senang, dia bangga pada anaknya.
"Untuk pertama kalinya gue bangga sama lu, Mil. Anak bandel!"
"Hehe, iya pak. Nanti bapak bisa mudik ke Korea pak, Mila yang akan kasih uang buat bapak."
"Dih, lu kan pelit, napa tiba-tiba modus?"
"Mau pinjam motor harley bapak."
"Dih, kagak. Kagak bisa. Lu urakan kalau naik motor, ke kantor naik harley kek mau pawai aja. Kagak! Bapak ogah kasih izin."
"Ayolah pak, napa sih pak kejam amat sama Mila. Nanti bisa deh kopdar sama janda bahenol tuh, bapak kan suka godain dia."
Tanpa sepengetahuan Mila dan pak Kim, mak Jenifer sudah ada di belakang mereka.
"Oh, jadi uang gue suka abis gara-gara suka kopdar sama janda itu? bener-bener lakik gak ada otak lu ya. Awas kalian berdua," ucap emak Jenifer sambil menjewer telinga anak dan suaminya.
"Ampun Mak!!!!!" teriak Mila dan bapaknya.
.
.
.
Di tempat lain, ada seorang pria yang sedang berusaha keras mencari gadis aneh yang dua bulan lalu memberikan motivasi agar melupakan mantan istri yang telah menyakitinya.
Di ruangan CEO Berlin Corp ...
"Kamu belum menemukannya?" tanya sang pria bernama Edgar pada sang sekertaris bernama Johan.
"Belum pak, gadis ini sepertinya langka, jarang seorang gadis percaya diri seperti ini."
"Iya memang, dia sangat percaya diri. Kamu harus segera menemukannya, hanya ini yang bisa menjadi petunjuk," ungkap Edgar sambil menyerahkan jas dengan wangi parfum seorang gadis.
Ternyata jaket bekas rangkulan gadis yang ia temui dua bulan lalu masih saja melekat di jasnya.
"Ini seperti minyak nyong-nyong. Bagaimana bos bisa bertemu dengan gadis kampungan seperti itu."
"Tutup mulutmu, dia memang sangat kampungan, tapi hanya dia yang peduli padaku. Jangan katakan hal buruk tentangnya, atau kamu yang akan aku pecat tanpa pesangon!"
"Baik bos, maaf."
*****
Edgar terlihat kesal ketika sang sekertaris menjelek-jelekkan gadis yang sudah membuatnya berpikiran luas, dengan menganggap mantan adalah barang rongsokan.
Namun, satu hal yang mengejutkan hadir saat tim HRD memberikannya berkas karyawan baru yang sudah masuk ke sesi wawancara.
Tim itu memberikan semua data, namun Edgar belum paham jika gadis yang sangat ingin ia temui akan bekerja bersama dirinya.
.
.
.
Sore hari, pukul 16.00 ...
Di saat semua karyawan sudah pulang, sang bos masih saja bekerja, dia melihat sosok yang sangat mirip dengan gadis aneh waktu itu.
Bos Edgar langsung mengkonfirmasi dengan tim HRD.
Dia memanggil salah satu anggota tim untuk menemuinya di ruangannya.
Tak butuh waktu lama, orang yang di maksud sudah ada di hadapannya.
Bos dan orang bernama Adiva itu berbincang cukup intens, awalnya membahas potensi karyawan baru yang lebih profesional dari segi apapun, karena seleksinya sangat ketat.
Hingga sampai ke pembahasan, tentang gadis aneh.
"Kamu tahu orang ini?" tanya Edgar sambil memperlihatkan berkas yang ada foto gadis aneh.
"Iya, dia adalah orang yang sudah mengirim lamaran menjadi Office Girl. Dia merasa gaji di tempat ini sangat banyak, alasannya bekerja di sini itu. Namun, karena kita butuh orang, mau tidak mau aku harus merekrutnya."
"Oh, dia itu memang aneh sejak dua bulan lalu, aku yakin dia adalah orang yang sama," batin Edgar.
Adiva merasa sang bos bersikap tidak wajar, tapi saat dikonfirmasi, justru sang bos meminta Adiva pergi karena urusan telah usai.
Setelah Adiva pergi dari hadapannya, Edgar mulai mencari tahu tentang sosok gadis bernama Mila yang datanya sedang ia pegang itu.
"Namanya Mila Laurens. Anak keturunan Korea-Amerika. Duh, kerena juga dia. Bapaknya namanya Kim Joon, ibunya Mila Laurens. Sulit di percaya, wajahnya sama sekali tidak ada mirip-miripnya dengan bapak dan ibunya, anak siapa dia? Hehe, kenapa aku harus repot-repot memikirkan hal ini? lebih baik cari sebanyak mungkin tentang gadis ini. Kemunginan dia adalah gadis yang sedang aku cari," ujar Edgar dengan semangat yang membara.
Dia perlahan sudah melupakan sakit hati karena sang istri telah berselingkuh, padahal dua bulan lalu, baru saja Edgar dan Yolanda menikah. Keduanya sedang melangsungkan acara honeymoon di sebuah negara, tak di sangka sang istri justru memilih bermalam dengan selingkuhannya dan memaksanya menjadi duda yang masih perjaka.
Jika teringat akan hal itu, dia malu, sebab tangisan menyayat hati, membuatnya seperti seorang pecundang.
Tapi mau bagaimana lagi, dia sudah memilih untuk bersedih dahulu bersenang-senang kemudian.
Tak terasa sudah satu jam lamanya sang bos bekerja lebih dari jam yang sudah ia tentukan, dia meminta Johan untuk mengantarnya pulang ke rumah.
Johan yang bekerja 24 jam untuk Edgar, tidak masalah saat sang bos selalu menganggunya.
.
.
.
Beberapa menit berlalu, Edgar dan sang bos terlihat sudah berada di lantai dasar gedung megah itu, saat ingin keluar dari pintu utama, terlihat ada Yolanda datang.
Sang pria langsung membuang muka, dia malas menatap wajah mantan istrinya.
"Sayang, maafkan aku. Seharusnya aku tidak jahat kepadamu. Maaf! aku menjadi bangkrut, kau tahu kan rasanya sakit hati? aku pun merasakannya sekarang."
Sang mantan istri bahkan memeluk kaki kanan Edgar, meminta agar sang mantan suami mau memberikan maaf dan kembali padanya.
Akan tetapi Edgar sudah tidak peduli dengan Yolanda, dia lebih fokus tentang hidupnya kini.
Johan yang mengetahui sang bos sedang mendapatkan ancaman, langsung meminta Yolanda melepaskan genggaman tangan kepada kaki Edgar.
Namun, semua itu tidak di lakukan dengan serta merta, Yolanda ternyata sangat keras kepala.
Bahkan sang mantan mengancam akan menabrakan diri di depan mobil Edgar jika sang mantan tak mau mendengarkan semua keluh kesahnya.
Edgar lalu meminta Johan masuk ke dalam mobil terlebih dahulu, dia akan berbicara dengan mantan istrinya.
"KIta duduk di kedai kopi depan kantor, jalan kaki."
"Terima kasih Ed, kamu sangat baik."
.
.
.
Pukul 17.30 ...
Di kedai kopi kantor Berlin Corp ...
"Sudah setengah jam lebih kau hanya menangis, apa sebenarnya yang kau inginkan?" tanya Edgar.
Dia merasa waktunya telah terbuang sia-sia karena satu hal, yaitu mantan istrinya.
"Edgar, aku sudah menunjukkan jika aku menyesal, aku tidak bisa bersama pria lain. Kamu yang pertama dan terakhir bagiku. Kau percaya padaku kan?"
"Tidak, kamu bisa pergi dari sini. Aku juga akan pulang."
Edgar terlihat sangat sadis, sang mantan istri terdiam, dia hanya bisa pasrah saat Edgar meninggalkannya sendirian di kedai itu bersama selembar uang kertas di atas meja.
.
.
.
Edgar keluar dari tempat itu dan merasa lega, pada akhirnya dia bisa memberikan hal yang akan menjadikan jera bagi Yolanda.
Sang pria bukan pria lemah yang selama ini di bicarakan.
Perlahan tapi pasti, langkah sang pria sudah ada di depan mobil yang juga mengikutinya ke kedai kopi.
"Kamu baik Johan, sampai menyusul kemari."
"Iya dong pak, aku butuh gaji lebih."
"Sepuluh juta perbulan, deal?"
"Astaga banyak sekali bos."
"Jika tidak mau, berikan saja padaku."
"Jangan dong, aku sangat ingin naik gaji, ini yang kedua bagiku, terima kasih ya bos?"
"Iya, sama-sama."
Sang sekertaris lalu tancap gas menuju rumah sang bos yang berada di perumahan elit.
Tempat itu tidak jauh dari kantor tempat sang bos bekerja.
.
.
.
Rumah Mila ...
Di ruang keluarga ...
Petang hari, pukul 18.00 ...
Satu jam lagi adalah makan malam, dua anak yang selalu ribut, tumben diem-diem bae.
"Bang, lu kagak ada rencana ganggu adik lu?" tanya pak Kim yang ingin memulai war.
"Memangnya bapak gak tahu? si tahu gejrot kan mau kerja besok pagi, buat apa gue bikin ribut. Bapak ada-ada saja," jawab Alex, si abang yang tidak kalah gesreknya.
"Lu sekate-kate ya bang, darimana gue di bilang tahu gejrot. Gue cantik begini, sialan lu!"
"Eh, bukan gue yang bilang, tapi amal buruk gue. Lu paham kagak? bocah mana paham sih, ya ya gue seharusnya gak banyak nanya sama lu."
"Bang! Napa sih, suka banget bikin gue kesel, gue teken juga muka lu pakai bantal!"
Gara-gara sang bapak, dua anak yang sering ribut, kembali dalam war bantal, dan endingnya bisa di tebak, omelan mak Jenifer.
"Lex! Mila! kena lu berdua berantem? Nih lagi, bapaknya cuman nyengir mulu lihat anak anak pada ribut, pisahin kek."
Sang emak memang sangat peka dengan keributan, bawaannya marah kalau melihat si Alex dan Mila mulai adu mulut sampai war.
"Biarin aja lah Jen, anak-anak ini udah gede, mulut kita gak ada gunanya. Daripada capek doang."
"Oh gitu, malam ini kagak ada makan malam, emak ogah siapin! Mak mau karokean sama mpok Luna!"
Saat sang emak justru kabur dari permasalahan makan malam, ketiga orang itu merasa gembira.
"Yey, bisa makan mie instan," ucap Mila.
"Dih, bukan lu aja, gue juga mau. Mak jarang bolehin kita makan mie, jadinya stock mie di rumah kagak ada, untung gue pinter. Ada satu dus mie instan di dalam kamar," cetus bang Alex.
"Heh, kenapa kalian makan mie? bapak beliin aja nasi goreng janda hot."
Dua anaknya menatap mata pak Kim dengan tajam.
"Bapak pergi ke sana, nanti kita ngadu ke emak."
"Busetdah, lu berdua kejam amat sama bapak, mau lihat yang bening-bening kagak boleh."
"Makk, bapak mau pergi ...." Belum sempat mengatakan segalanya, mulut Mila langsung di bungkam.
Sang bapak setuju jika malam ini makan mie instan, dia menyerah, daripada di cuci sama si bini yang galaknya level 20.
*****
Makan malam usai, tiga orang yang senang karena emak bombastis tidak pulang-pulang, lalu merayakan dengan bernyanyi di depan televisi bersama.
Dua jam berlalu, keduanya lelah dan memutuskan untuk tidur.
Sedangkan sang ayah masih tetap berada di ruang tamu untuk menunggu sang istri pulang.
Baru juga di batin, sang istri sudah pulang saja.
Setelah mendengar pintu di ketuk, sang suami lalu membuka pintunya.
"Udah pada tidur pak?" tanya sang istri sambil membawa barang belanjaan.
"Iya, mereka dah tidur. Gue gak percaya lu karokean, paling belajan malam buat masak besok pagi. Bener kan, lu suka gitu. Baek banget dah bini gue," jawab pak Kim.
"Ada-ada lu bang, oh iya, gue ngantuk. Tidur nyok?"
"Jangan tidur, absen dulu dah."
"Wah, bapak mau yang anget-anget yak?"
"Tahu aja emaknya anak-anak."
Pasangan suami itu saling berpandangan, lalu menuju dapur untuk meletakkan bahan makanan yang baru saja di beli.
Kemudian keduanya masuk ke dalam kamar, untuk melakukan ritual sebelum benar-benar tidur.
.
.
.
Pagi hari pukul 05.00 ...
Sang emak yang siap di dapur, sudah berisik, dia bangun jam 03.00 pagi, meski harus absen dulu dengan sang suami.
Dia adalah sosok emak yang sangat kuat dan semangat, Mak Jenifer rela meninggalkan semua kekayaannya demi menikah dengan pak Kim.
Masa lalu Kim dan Jenifer memang sangat unik, keduanya bertemu dalam kesederhanaan, padahal Jeni adalah seorang wanita terhormat.
Sang ayah sampai saat ini tidak mau mengakui dan merestui Kim sebagai menantu sebab masih sakit hati karena lebih memilih pria lain daripada ayah dan ibunya.
Selama 20 tahun Jeni dan anggota keluarganya berpisah tanpa sepengetahuan kedua anaknya.
Sang anak hanya tahu jika kakek nenek telah tiada. Keluarga pak Kim sangat bahagia meski tidak memiliki banyak harta, bagi mereka harta paling berharga adalah keluarga.
Sang emak hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga, sedangkan suami bekerja sebagai pemilik bengkel dengan lima pekerja.
Dengan adanya Alex yang mau membantu, bengkel menjadi lebih ramai dan selalu inovatif.
"Woy, anak-anak pemalas! cepat bangun! Mak sudah masak banyak untuk sarapan, awas lu berdua sampai kagak bangun, gue siram pakai minyak jelantah!"
Seketika itu juga dua kakak beradik keluar dari kamar masing-masing menuju dua kamar mandi yang ada di dekat dapur, keduanya mandi terpisah. Setelah beberapa menit berlalu, Alex dan Mila keluar dari kamar mandi lalu membantu emaknya menyiapkan sarapan.
Di sela kegiatan pagi ini, Alex melihat si emak agak beda, lehernya ada merah-merahnya.
Sang putra lalu meledek.
"Absen ya mak? Berapa ronde?"
"Lu tahu apa sih bocah, gih cuci sayurnya buat lalapan."
"Ye ... Mak senyum-senyum sendiri, benarkan tadi malam absen?"
"Lu bisa diem kagak? Kalau mak bilang gak, ya kagak."
"Dih, sensitif amat. Perkara di cip*k bapak Kim."
"Awas lu ya! anak kurang ajar!"
"Mak, jangan Mak!"
Anak laki-laki satu-satunya memang badungnya minta ampun, rasanya ingin dijewer sampai putus telinganya.
Si bapak masih slay di depan televisi, membayangkan betapa luar biasanya si emak tadi malam.
Hingga sang anak justru datang dan menganggunya.
"Pak, tolongin Alex Pak!" teriak si Abang.
"Dih, ngapain lu Lex?" jawab si bapak yang merasa aneh dengan anaknya itu.
"Emak mau gampar Alex, pak!"
Si emak udah ada di belakang si bapak.
"Jen, udahlah!"
"Udah gimana sih, ni anak udah ngehina gue, awas lu!"
Si anak hampir mendapatkan hukuman dari sang emak, tapi dihalangi oleh Mila.
"Heh, tak usah ribut-ribut. Mari sarapan, lu ganti baju gih bang! Mak, Napa sih, harus marah. Hari ini, gue mau kerja nih, kagak ada damai-damainya nih keluarga sejak 20 tahun lalu, dahlah, ribet ngomong sama kalian."
Si anak kedua terlihat sok dewasa, membuat emak, bapak dan si abang terkejut.
"Anak lu, keren juga tuh," ujar si bapak.
"Adik gue kali," sahut bang Alex.
"Perawan gue noh!"
Si emak gak kalah heboh. Ketiga orang itu langsung menghentikan war yang belum sempat terjadi, lalu segera menuju meja makan.
.
.
.
Pukul 06.30 ...
Meja makan yang sangat riuh seperti biasanya, kini agak serius, sebab Mila akan interview pekerjaan untuk kesekian kalinya.
Dia sangat deg-degan, tapi si bapak selalu memberikan motivasi, sehingga tak ada yang namanya gugup.
Emak dan Abang juga sama, mereka memberikan dukungan penuh.
Hingga Mila jadi lebih percaya diri.
Setelah Mila mendapatkan dukungan full dari semua anggota keluarga, akhir dia keluar dari rumah itu dengan rasa bangga dan semangat.
Tak lupa naik motor kebanggaannya, meski sering mogok, dia bertaruh nyawa jika motor itu, pasti akan memberikan keberuntungan baginya.
.
.
.
Sepanjang perjalanan menuju kantor Berlin Corp, bayangannya sangat luar biasa, hingga dia tak sabar untuk interview.
Namun, sebuah panggilan telepon masuk, dia segera melihat siapa yang menghubunginya.
Ternyata panggilan telepon itu dari seseorang pria yang selama ini mengejarnya, Kay.
Kakak dari Robin, mantan pacar Mila.
"Loh, Napa nih bocah. Dulu kakaknya, sekarang adiknya, gak ada kapok memang dua orang ini!" batinnya.
Sang gadis tidak menjawab panggilan itu dan lebih memilih untuk segera gaskan motornya menuju tempat dimana ia harusnya melakukan interview.
.
.
.
Beberapa menit kemudian, motor yang sering mogok, benar-benar menjadi motor keberuntungannya.
Dia sangat senang.
Sang gadis memarkirkan motornya di depan kantor lalu dengan bangga membawa beberapa berkas yang harus ia lengkapi selain interview.
Dia masuk ke dalam kantor yang megah itu dan rasanya sangat tidak baik-baik saja, semua orang pakai baju dinas, dia hanya pakai baju tidur. Lupa jika setelah mandi belum pakai baju dinas juga.
"Astaga! kenapa gue lupa gak pakai baju dinas? gimana nih, muka gue mau di taruh dimana?"
Saat sang gadis merasa malu gak ketulungan, seorang pria memanggilnya.
"Heh! gadis baju tidur! kemari!"
Mila mendengar suara itu langsung menoleh.
"Saya pak?" tanya Mila sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, memangnya siapa yang pakai baju tidur saat ingin bekerja selain kau?" jawab sang pria yang memiliki wajah tampan, hanya saja galak.
"Ya pak maaf, tadi saya terlalu bersemangat, jadi lupa ganti baju," jawab Mila dengan polosnya.
Sang pria tidak sebenarnya merasa geli dengan jawaban serta penampilan Mila, tapi mau tidak mau harus menjaga harga diri sebagai seorang pria.
"Kau mau apa kemari?"
"Interview pak!"
"Ganti dulu bajumu, baru interview!"
"Ogah pak, nanti gue gak jadi kerja, gimana sih pak? ah si bapak mah! ups! maaf pak gue, eh saya keceplosan."
Sang gadis yang terlihat apa adanya, membuat sang pria tak berhenti tertawa meskipun di dalam hati.
"Hahahaha, karyawan yang aneh, apakah gadis yang aku cari dia? lucu sekali," ucap si pria yang ternyata adalah Edgar.
Dia masih memberikan waktu setengah jam untuk Mila bisa mengikuti interview, tapi harus pakai baju yang benar.
Mila paham, dia segera menelepon si abang untuk membawakan baju yang layak untuk interview.
*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!