Gabriel POV
🍀Aku dan kamu adalah sang pecinta. Yang mempunyai dua sayap saat kita bersama. Jika kamu pergi sayang ku. Bagaimana aku bisa terbang. Bukankah kita hanya bisa terbang jika kita saling berpelukan.🍀
Aku membiarkan tubuhku basah terguyur air hujan yang turun dengan sangat derasnya dari langit sore hari kala itu.
Aku sengaja membiarkan tubuh ku basah kuyup.
Hujan yang turun dengan sangat lebat sore ini seperti jarum yang menusuk nusuk nusuk di atas permukaan kulit ku.
Aku biarkan air hujan itu menghajar tubuh ku.
Gumpalan awan yang menghitam di atas sana menunjukkan bahwa hujan sepertinya akan berlangsung lama.
Aku tetap diam berdiri membeku di rooftop gedung perkantoran tempat aku bekerja.
Di tempat ini, aku telah melewatkan kesempatan untuk bertemu dengannya siang itu.
Ia meminta aku datang kemari dan aku tak mengindahkan keinginannya. Aku mengabaikannya.
Sudah seminggu sejak kepergiannya. Yang kini aku tidak tahu di mana ia berada. Membuat aku merasa bersalah dan kehilangan.
Kepergiannya melumpuhkan semua energi yang ada dalam diriku.
Sebagai seorang suami, aku merasa tidak berguna. Membiarkan ia patah hati dan pergi dengan penuh luka.
Sebagai seorang pria, aku merasa sangat lemah dan tidak pantas aku disebut sebagai seorang suami yang seharusnya melindungi dan menjaga dengan baik.
Aku begitu menyesal dengan apa yang telah aku lakukan terhadapnya.
Diri ini sudah melukai hati, fisik dan juga batinnya.
Saat dia pergi, barulah semuanya terasa. Raga ini terasa tidak utuh lagi.
Separuh hidup ku telah pergi. Seluruh energi yang ada pada diri ini seperti telah meredup. Tidak secerah dan dan seterang saat ia ada di sisi ku.
Aku tidak bisa melakukan banyak hal.
Pikiranku kacau.
Aku tidak bisa fokus untuk melakukan segala aktivitas yang aku lakukan seperti biasanya. Ia mempengaruhi ku.
Dia benar-benar telah membawa separuh nyawa ku.
Kenapa aku begitu bodoh percaya dengan kata-kata seseorang yang membencinya.
Kenapa aku terlalu egois di saat aku merasakan cemburu padanya.
Cinta ternyata juga bisa membutakan hati nurani.
Membutakan mata hati dengan segala rasa egois dan prasangka.
Karena terlalu mencintainya aku marah. Karena terlalu terobsesi dengannya aku kelewat batas.
Saat aku menuduh ia ada affair dengan sahabat ku sendiri. Padahal semuanya hanya omong kosong.
Bodohnya aku.
Sekarang apa yang harus aku lakukan. Aku sudah mencarinya dan sudah pergi menemui kedua orang tuanya. Tetapi sepertinya aku benar-benar terlambat.
Dia sudah kecewa. Dan kecewanya seorang wanita ternyata menyeramkan. Dan kini semuanya meningalkan jejak sesak di dada ku karena aku menyesal begitu dalam.
Aku terasa seperti seorang monster. Yang begitu menakutkan yang tidak ingin dia temui lagi saat ini.
Sekecewa itukah dirimu padahal ku sayang. Jika kamu tau, aku masih sangat mencintai mu. Aku marah karena aku cemburu.
Sayang, kita sudah sangat panjang mengarungi segala macam ujian dalam cinta kita. Segala perbedaan dan rintangan agar kita bisa bersatu telah kita lalui.
Dan disaat kita sudah bersatu dan kita menikmati kemenangan cinta kita dalam satu ikatan yang dinamakan sebuah pernikahan.
Justru aku tidak memanfaatkan kesempatan itu dengan baik.
"Maafkanlah aku sayang."
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Setelah 1 jam bermain basah-basahan di atas rooftop gedung perkantorannya. Gabriel dengan langkah lesu kembali berjalan menuju ruangan kantornya.
Sudah seminggu ini dia benar-benar kacau. Sebagai seorang presiden direktur di perusahaannya. Gabriel nampak tidak fokus dalam bekerja beberapa hari ini.
Dan semua itu di sebabkan karena sang istri pergi meninggalkan dirinya. Dengan membawa rasa kekecewaan yang mendalam.
Iya membawa luka hati dan juga luka fisik ketika ia pergi meninggalkan suami yang sangat ia cintai.
Dua manusia yang saling mencintai. Tetapi kini berpisah karena sebuah kesalahan pahaman.
Terkadang, cinta memang buta bagi siapa yang merasakannya.
Cinta bisa mengubah seseorang yang jahat menjadi baik. Dan juga bisa mengubah seseorang yang baik menjadi jahat.
Itulah yang kini sedang di rasakan oleh pasangan suami Gabriel dan Nandini.
Mendapati sang putra pulang dari kantor dalam keadaan pakaian yang basah kuyup. Membuat Rohana tersentak kaget.
"El, kamu ini apa apa an. Seperti anak kecil saja." sapa Rohana, yang ketika itu di lewati oleh Gabriel di ruang tamu.
"El ke kamar dulu Ma." jawab Gabriel dengan suara lemah. Tanpa peduli dengan ocehan sang Mama yang kerap memprotesnya beberapa hari ini. Gabriel melangkahkan kakinya menuju kamar.
Tingkah Gabriel makin hari terlihat semakin aneh.
Melihat kelakuan putranya yang semakin hari semakin tidak waras. Dan semakin terlihat seperti orang bodoh. Membuat Rohana makin gusar.
Sejak ditinggal pergi oleh Nandini. Gabriel sering mengunci diri di kamarnya.
Ia bahkan sering tidak makan bersama dengan keluarganya di meja makan.
Jika ia lapar, Gabriel menyuruh art untuk mengantarkan makanan ke kamarnya.
Kamar adalah tempat paling nyaman bagi Gabriel untuk mengurung diri. Dari segala rasa bentuk kekecewaan yang mendalam pada keluarganya terutama sang Mama. Yang sejauh ini belum bisa menerima Nandini dengan baik.
"Aku sudah tidak tahan lagi berada di rumah ini Mas. Rasanya aku ingin mati saja berada di rumah ini. Tinggal di rumah besar seperti ini tidak lah membuat aku bahagia. Justru aku seperti tinggal di neraka."
"Sabar sayang, sampai sejauh ini Mas sudah berusaha untuk meyakinkan Mama untuk menerimamu. Tapi mungkin Mama belum bisa benar-benar menerima mu."
"Aku sudah berusaha untuk kuat Mas. Tapi lama-lama, kata-kata mereka selalu tajam ke hatiku. Bahkan mereka dengan terang terangan menghina ku di hadapan Mas El. Menuduh aku mandul, menuduh aku hanya memanfaatkan Mas."
Keluh kesah yang sering di utarakan Nandini padanya jika ia merasa tertekan kembali Gabriel ingat.
Biasanya, Nandini akan menumpahkan semua keluh kesah yang ia rasakan jika mereka telah berada di kamar.
Karena kamar bagi Gabriel dan Nandini adalah satu satunya tempat paling nyaman bagi mereka di rumah itu untuk saling saling mengobrol.
Kamar bagi mereka sudah seperti rumah. Tidak ada bagian ruangan lain di rumah itu yang nyaman bagi mereka untuk bisa bersantai. Karena jika mereka tengah santai di ruangan yang ada di rumah itu. Sang Mama Rohana selalu saja mengusik.
Berjalan dengan langkah lesu. Gabriel membuka lemari pakaian di ruang ganti dan mengambil satu setel pakaian santai untuk bisa ia kenakan.
Biasanya, jika Nandini ada. Nandini lah yang akan menyiapkan baju.
Tidak hanya kehilangan, Gabriel juga kehilangan pelayanan sang istri yang kini dengan setia begitu memperhatikan dirinya.
Ketika ia membuka pintu lemari, baju baju Nandini yang masih tertata rapi di sana kembali membuka luka hati Gabriel teriris.
Gabriel kemudian ingat saat dimana sang istri berkeluh kesah padanya.
Flashback.....
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Gabriel pada sang istri Nandini saat ia memperhatikan sang istri diam tak bicara dengannya.
Gabriel kemudian meletakkan bukunya di atas nakas. Lalu ia mencondongkan tubuhnya dan mengecup dengan lembut pipi mulus Nandini yang saat itu tengah tiduran miring di sampingnya.
"Aku capek Mas. Aku mengantuk. Aku mau tidur awal." jawab Nandini yang sepertinya tidak ingin diganggu. Kemudian ia mulai mencoba memejamkan matanya.
"Apa kamu terluka dengan kata-kata Mama tadi saat di meja makan. Maafkan Mama ya Din. Mas tahu apa yang kamu sedang rasakan. Mas tadi juga merasa sakit hati dengan sikap Mama. Aku bahkan tidak terima dengan semua perlakuan Mama sama kamu. Tapi aku juha bingung Din. Harus bersikap bagaimana. Karena bagaimanapun dia tetaplah Mama ku." ucap Gabriel, yang ingin menghibur sang istri dengan menunjukkan jika dirinya juga memahami apa yang dirasakan sang istri Nandini.
"Terima kasih sudah selalu memahami ku Mas. Tapi ya sudahlah. Kita dari dulu sampai sekarang harus bersikap sabar,sabar, dan sabar kan. Apa lagi yang bisa kita lakukan. Tidak ada kan Mas. Pergi dari rumah ini saja kita tidak bisa." sindir Nandini halus pada sang suami.
"Aku bisa bertahan sampai sejauh ini karena Mas El. Satu satu nya orang yang perhatian dan memperhatikan aku di rumah ini hanya kamu Mas. Aku tidak tau bagaimana jika sikap Mas El berubah."
"Sikap Mas tidak akan berubah terhadap mu sayang."
"Aku harap begitu."
"Kok kamu jadi ragu sama Mas."
"Aku tidak ragu, aku percaya. Tapi kita tidak tau apa yang terjadi kedepannya dengan hubungan kita kan. Tentu dan pastinya aku berharap baik Mas."
"Jangan takut sayang, kamu satu satunya wanita yang ada di hati Mas."
"Terimakasih," Ucap Nandini sambil mengulas senyum tipis.
"Sudahlah mas, aku ingin istirahat. Aku ingin tidur dulu. Jangan ganggu aku." Nandini kemudian mencoba untuk menutup matanya dan tidur.
Gabriel membiarkan sang istri tidur. Ia kemudian menarik selimut untuk menutupi tubuh Nandini yang saat itu mengenakan gaun malam.
Gabriel menyelimuti sang istri dan kemudian memberikan satu kecupan ke kepala Nandini.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Flashback on
"Sebelum semuanya terlambat, segera cari istri mu dan minta maaflah. Agar kamu tidak lebih merasa menyesal."
Dan, tanpa pikir panjang. Gabriel langsung menyahut ponselnya yang ada di atas meja dan segera pergi meninggalkan ruang kerjanya. Yang pada malam itu ia sengaja lebur di kantor.
Dengan hati yang sudah bergetar, pikiran yang kacau dan rasa takut akan kehilangan sang istri. Membuat Gabriel melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi untuk segera sampai di rumah.
Setelah mendengarkan perkataan Rafael. Kini pikiran Gabriel terbuka.
"Nandini aku minta maaf." ucap Gabriel di sepanjang perjalanan menuju rumah.
Ia berharap, ia bisa segera minta maaf pada sang istri setelah ia sampai di rumah.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Setengah jam kemudian, Gabriel yang baru saja sampai dan memarkirkan mobilnya di garasi. Langsung keluar dari mobil dan melesat masuk kedalam rumah.
Sesampainya di dalam rumah. Gabriel menaiki anak tangga dengan langkah cepat untuk menuju kamarnya.
Sampai di depan kamar. Dengan kedua tangannya. Gabriel membuka pintu kamarnya lebar lebar. Karena ia ingin segera melihat wajah sang istri. Yang tadi siang telah ia abaikan dengan sengaja keinginannya untuk bertemu dengannya.
"Nandini." Pangil Gabriel. Matanya nampak memindai seluruh ruangan kamar untuk mencari sosok yang sangat ia ingin temui. Tetapi sosok itu ternyata tidak ada di kamar.
"Nandini!" seru lagi Gabriel. Kemudian ia melangkahkan kakinya untuk lebih masuk ke dalam kamar dan mencari cari sang istri. Tapi tetap, ia tidak bisa menemukannya.
"Nandini. Kamu di mana?" kini suara Gabriel nampak bergetar.
Gabriel kemudian meraih ponselnya dan menghubungi nomor ponsel Nandini. Tetapi nihil, ponselnya tidak aktif.
Saat Gabriel berjalan melewati meja rias. Perhatian Gabriel nampak terfokus pada sebuah benda kecil melingkar yang terletak di atas sebuah selembar kertas.
Begitu Gabriel mendekati meja rias. Dan Gabriel amati dengan seksama. Benda itu ternyata adalah cincin pernikahan antara dirinya dan Nandini.
Dan yang ada di sana adalah cincin milik sang istri Nandini.
Tidak hanya cincin. Nandini juga meningalkan dua buah kartu ATM.
Dengan perlahan, Gabriel mengambil cincin.
"Tidak Nandini."
Melihat di atas meja rias ada selembar kertas yang di dalamnya telah tertuliskan kata kata. Gabriel kemudian mengambil kertas itu dan membacanya.
Ketika Gabriel berjalan melewati meja rias. Perhatian Gabriel nampak terfokus pada sebuah benda kecil melingkar yang terletak di atas sebuah selembar kertas.
Begitu Gabriel mendekati meja rias. Dan Gabriel amati dengan seksama. Benda itu ternyata adalah cincin pernikahan antara dirinya dan Nandini.
Dan yang ada di sana adalah cincin milik sang istri Nandini.
Tidak hanya cincin. Nandini juga meningalkan dua buah kartu ATM.
Dengan perlahan, Gabriel mengambil cincin.
"Tidak Nandini."
Melihat di atas meja rias ada selembar kertas yang di dalamnya telah tertuliskan kata kata. Gabriel kemudian mengambil kertas itu dan membacanya.
Assalamualaikum Mas.
Sebelumnya aku minta maaf, karena berpamitan lewat surat. Aku harap saat mas pulang kerja. Mas temukan ini dan meluangkan waktu sejenak untuk membacanya.
Ini adalah pesan yang aku tulis khusus untuk Mas Gabriel.
Lewat pesan yang aku tulis ini. Aku hanya ingin menyampaikan sama Mas. Kalau aku pergi meninggalkan rumah.
Sebelumnya aku minta maaf sama Mas. Karena sebagai seorang istri aku telah tidak sopan pergi tanpa pamit sama Mas Gabriel secara langsung.
Ada beberapa alasan yang membuat aku harus pergi meninggalkan rumah. Dan meninggalkan Mas Gabriel.
Dan aku tidak perlu mengatakan alasan apa yang membuat aku pergi. Mas pasti sudah paham dan mengerti alasan kenapa aku bisa pergi.
Aku minta maaf sama, jika selama menjadi istrinya Mas. Aku melakukan banyak kesalahan dan juga hal-hal yang tidak disukai oleh Mas.
Aku hanya ingin jujur satu hal sama Mas.
Demi Allah aku katakan, aku tidak berselingkuh dengan Rafael Mas.
Aku bahkan tidak pernah sedikitpun punya perasaan terhadapnya. Aku tidak tahu kenapa Mas bisa menuduh ku seperti itu. Mau percaya atau tidak. Aku serahkan semua sama Mas sekarang.
Tapi sudahlah, semua sudah terjadi. Mungkin kebersamaan kita hanya bisa bertahan sampai di sini.
Setelah aku perhatikan kekecewaan Mas begitu dalam terhadap diriku. Dan setelah aku mempertimbangkan semuanya. Lebih baik aku pergi Mas.
Keberadaan ku yang tidak pernah dihargai oleh keluarga Mas. Dan juga setelah kita menjalin hubungan yang sudah lama dan akhirnya kita menikah. Ternyata aku masih asing untuk mu.
Aku memilih untuk mundur. Jika Mas ingin menceraikan aku. Aku terima itu dengan iklas Mas.
Sejauh ini kita sudah bertahan dan bersamaan. Aku sudah menunjukkan keseriusan ku dan berkomitmen dalam hubungan kita.
Tapi ternyata semua itu cukup singkat. Kesetiaan dan keikhlasan untuk bersama Mas ternodai dengan rasa ketidak percayaan Mas terhadap ku.
Aku tinggalkan dan kembalikan dua kartu kredit card yang sudah pernah Mas berikan padaku.
Aku tidak akan mengambil apapun dari Mas.
Aku sudah tinggalkan cincin pernikahan kita juga.
Aku tidak membawa apapun dari pemberian Mas Gabriel.
Aku datang di kehidupan Mas bukan karena Mas orang kaya. Tapi karena aku juga mencintai Mas Gabriel dengan tulus.
Terima kasih sudah pernah mencintaiku. Tidak usah mencari ku. Karena Mas tidak akan pernah menemukan aku jika mungkin Mas akan mencari ku.
Tapi bukankah sekarang Mas benci dengan ku. Aku rasa Mas tidak akan mencari ku.
Carilah pengganti ku Mas. Carilah wanita yang benar-benar kamu cintai dan Mas tidak akan menyakitimu. Dan carilah wanita yang di sukai Mama. Mama sangat ingin punya menantu yang bisa ia sayangi seperti anaknya sendiri. Tidak seperti aku yang Mama sangat benci.
Maaf tulisan ku pajang.
Selamat tinggal Mas Gabriel, Nandini.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Bulir-bulir cairan bening itu kini telah menetes dari kedua pelupuk mata Gabriel yang nampak cekung.
Rasa sesak itu kini menderanya. Penyesalan yang begitu dalam ia rasakan.
"Maafkan aku sayang. Kamu tidak seharusnya pergi." Ucap Gabriel, sambil meremas kertas yang baru saja selesai ia baca.
Gabriel lupa, untuk mendapatkan Nandini dulu ia hampir saja tewas setelah ia meneguk racun.
Gabriel lupa bagaimana perjuangannya selama ini untuk meyakinkan keluarganya
Dan setelah ia bisa menikahi wanita pujaannya. Justru hanya karena ia terbakar api cemburu dan tidak terima jika sang istri disentuh oleh orang lain. Dirinya menjadi perusak hubungan baik antara dirinya dan Nandini.
Setelah kini ia sadar, semua sudah terlambat. Karena Gabriel tidak hanya menyakiti hati Nandini tapi juga fisiknya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!