Pernikahan akan lengkap saat satu pasangan suami istri bisa memiliki keturunan.
Cantika dan Bagus baru selesai menggelar acara tujuh bulanan di pendopo rumah kediaman orang tua keluarga Bagus.
Suami Cantika adalah lelaki baik dengan keturunan ningrat. Ia anak tunggal dari keluarga Mukti Atmaja.
"Kalian jadi pergi malam ini?" tanya Ibunda Bagusnkepada Bagus dan Cantika yang sedang bersantai di ruang tengah.
Cantika mengusap perutnya yang mulai membesar dengan gerakan memutar searah jarum jam.
"Jadi Bu. Kami sudah persiapkan semuanya. Bagus kan terlalu sibuk dengan pekerjaan Bagus. Mumpung ada waktu kami berdua mau mengenang masa honeymoon tapi kali ini bersama calon bayi kita," ucap Bagus lembut sambil ikut mengusap perut besar istrinya itu.
Skip ...
Pasangan suami istri itu begitu bahagia. Sepanjang jalan, tangan mereka saling menggenggam dan tak melepas satu sama lain.
Bagus benar -benar mencintai Cantika. Ia begitu gila dengan pesona Cantika.
Wanita mungil dengan wajah bulat dan kedua mata bundar. Pupil matanya hitam lekat. Bibirnya tipis dan warna kulitnya kuning langsat dan mulus sekali.
"Kita mau kemana sih?" tanya Cantika yang tak pernah tahu tujuan pergi mereka.
"Ke puncak. Ke villa dulu saat kita pacaran. Kamu ingat?" tanya Bagus pelan.
"Ingat. Itu kan pas pertama kita ketemu juga di acara malam keakraban kampus," ucap Cantika pelan.
"Benar sekali. Ingatan kamu begitu kuat sekali, sayang," ucap Bagus memuji. Cantika terkekeh.
Malam semakin larut, kabut tebal pu turun hingga membuat perjalanan Cantika dan Bagus agak terhambat.
"Hati -hati Mas. Lepaskan dulu genggamannya. Kamu fokus nyetir saja dulu," titah Cantika lembut.
Cantika tidak ingin apa yang di lakukan Bagus malah membuat ia tak nyaman dalam berkendara.
"Tidak sayang, kamu tenang saja. Berdoa saja," ucap Bagus lirih.
"Baiklah Mas. Kalau mulai gak nyaman lepas ya?" titah Cantika lembut
"Iya sayang," ucap Bagus tersenyim sambil melirik ke arah Cantika dan fokus menyetir kembali.
Bagus begitu tetlihat lihai sekali menyetir dalam keadaan kabut tebal. Walaupun janagn berkelok dan menanjak tajam, tidak masalah baginya. Bagus sudah sangat faseh dengan jalan yang di laluinya ini karena memang sudah sangat sering di lewati.
Cantika memilih diam dan menyandarkan tubuhnya. Ia membiarkan Bagus fokus menyetir mobilnya tanpa di ganggu. Ia membiarkan juga tangannya di genggam erat oleh Bagus dan satu tangannya mengusap pelan perutnya yang mulai terasa sakit dan keram.
Tiba -tiba saja jantung Cantika berdegup keras dan kencang. Ada kecemasan sendiri di dalam hati Cantika. Ia berusaha memejamkan kedua matanya dan bersamaan dengan suara klakson yang begitu keras dengan hantaman keras tepat mengenai perutnya hingga terasa sakit dan tak terasa lagi rasa sakit itu.
"Arghhhh ... Tolong!!!" teriak Cantika spontan.
Tangannya masih di genggam erat oleh Bagus.
Bagus pun menoleh ke arah Cantika yang berteriak keras sebelum akhirnya Bagus pun tak sadarkan diri akibat benturan keras di kepalanya yang beradu dengan setir mobilnya.
"Sa - sayang ... anak kita ...." ucap Bagus lirih sekali.
Suara ambulance memekakkan telinga dan semua perawat langsung membawa dua pasien suami istri yang masih bernyawa itu ke ruang IGD.
Bagus dan Cantika masih tak sadarkan diri. Keluarga besar Cantika dan Bagus datang ke rumah sakit untuk melihat kondisi putra dan putri mereka. Para Ibu begitu histeris melihat keadaan Cantika yang harus kehilangan bayi yang di kandungnya.
Waktu terus berputar mengikuti arah jarum jam. Setiap detik adalah air mata bagi Cantika. Kejadian malam itu teramat sangat berat untuk ia pikul sendirian dan Cantika selalu merasa sendirian.
Bagaimana tidak, Cantika sudah menginginkan bayi ini lahir sejak lama. Ada satu tahun lamanya, ia harus menunggu bisa mengandung, karena Bagus, suaminya sibuk bekerja dan akhirnya terwujud.
Tidak banyak yang tahu soal Cantika setelah kecelakaan itu terjadi. Cantika banyak mengurung diri di rumah dan mengunci diri di kamarnya setelah Bagus, suaminya pergi. Apalagi setelah hasil menunjukkan bahwa ia tidak bisa mengandung lagi karena kecelakaan itu.
Hidup Cantika hancur -sehancurnya dan tubuhnya terasa mati total. Pikirannya kacau dan kalut. Selalu cemas dan di hantui rasa takut. Jelas, mental Cantika sedang di uji.
Skip ...
Bagus datang seperti biasa ke kantor milik keluarganya. Beberapa hari ini wajahnya kuyu dan terlihat sedang tak bergairah. Ia juga ikut tersentuh dengan apa yang terjadi pada istrinya itu. Setiap hari Bagus mendengar tangisan histeris dan sesegukan Cantika di tempat tidur. Entah mimpi buruk atau memang trauma dengan kejadian saat itu.
Dan hari ini, Cantika sama sekali tak menemani Bagus dari mulai bangun hingga berangkat kerja. Biasanya Cantika akan bangun pagi dan membuatkan sarapan lalu menemani Bagus makan pagi sambil menunggu suaminya berangkat. Sudah dua hari ini, Cantika semakin diam dan sama sekali tak bicara setelah kemarin kontrol ke dokter spesialis.
Cantika histeris dan hanya bisa menangis sepanjang perjalanan pulang. Bagus sudah meyakinkan Cantika untuk pengobatan alternatif atau lainnya. Bisa saja apa yang di katakan dokter itu salah. Cantika tak mau menjawab.
Semalam, Bagus sempat bertanya pada Cantika. Awalnya Bagus menuruti saran sahabatnya untuk tetap bersikap lembut dan mesra. Bisa jadi, Cantika tekanan batin dan ajak ke psikiater agar beban di pikirannya agak berkurang lalu rasa trauma akan kecelakaan yang telah merenggut buah hatinya.
Bagus mencoba bicara dari hati ke hati. Ia memeluk tubuh Cantika dari belakang dan mulai berbisik pelan. Syahwatnya sudah menanti karena jujur saja, Bagus tidak bisa tanpa kecupan dan ciuman dari Cantika, istrinya.
Tapi, malam itu Cantika begitu dingin dan ketus. Malahan mereka terlibat adu mulut. Padahal selama ini Cantika tak pernah melakukan ini pada Bagus. Jangankan adu mulut, berdecih saja tak pernah di lakukannya. Cantika benar- benat sopan dan hormat pada Bagus sebagai suami dan sebagai imam di rumahnya. Selain itu Cantika selalu menjunjung tinggi Bagus di mata orang banyak tak hanya kerabat dan saudara saja tapi semua orang.
"Sayang ... Kita bisa memulai lagi. Kita coba ya. Kamu mau kan? Seperti biasa, Mas ingin melihatmu bergerak di atas Mas. Kamu menjadi nahkodanya malam ini," bisik Bagus lirih.
Cantika menatap lurus ke depan, tatapannya kosong ke dinding kamar berwarna putih itu. Suara Bagus menghilang begitu dan yang terdengar jelas malah suara dokter yang kemarin menanganinya. 'Maaf? Anda sudah tidak bisa mengandung lagi. Rahim anda rusak karena kecelakaan itu,' Kata -kata dokter itu malah terus terngiang di telinganya.
Bagus mengusap pelan pipi Cantika dan mengecupnya lembut. Kasih sayang dan rasa cinta itu tak pernah pudar dan bahkan malah terus tumbuh karena memang Bagus selalu jatuh cinta pada Cantika. Gadis pintar, ayu yang tak hanya mengandalkan kecantikannya tapi juga wanita lemah lembut yang mandiri dan serba bisa. Cantika gadis sederhan dan tak pernah sombong.
"Sayang ... Kamu diam saja? Kamu masih belum mood?" tanya Bagus lembut. Bagus mencoba memulai duluan. Tak hanya pipi Cantika yang di cium tapi juga bibir Cantika lalu turun ke bagian leher.
Tangan Bagus juga tak tinggal diam, ia mulai menggerakkan jari -jarinya menyusup ke dalam daster pendek dan tipis milik Cantika. Jari -jari Bagus lembut menyusuri setiap lekuk tubuh Cantika. Tapi Cantika tetap diam dan tak merespon. Biasanya Cantika akan memberikan respon, entah teriakan kecil kegelian, ******* atau ia akan berbalik menghadap ke arah Bagus dan memulai permainan panas itu. Kali ini semua rasa di tubuh Cantika seolah mati. Ia tak bisa merasakan apa -apa. Kenikmatan yang biasa ia rengkuh bersama suaminya. ******* yang membuat suaminya semakin menggelora nafsunya. Semua hilang .... hilang bersama buah hatinya.
Bagus masih tenang karena Cantika sama sekali tak ada pergerakan. Ia mulai kesal dan mulai bertindak agak kasar di kasur. Syahwatbya sudah tak bisa di bendung lagi. Satu bulan lebih ia menahan untuk tidak menyentuh Cantika, istrinya yang terlihat masih trauma dan belum bisa mengikhlaskan semua yang sudah terjadi.
Bagus langsung membalikkan tubuhnCantika dan menyingkap daster Cantika lalu melepaskan paksa pakaian dalam Cantika. Bagus sudah bersiap sejak tadi. Ia melepas sarungnya dan bersiap menerjang lubang kenikmatan milik Cantika.
Dengan cepat Bagus pun berhasil melakukan iti pada Cantika. Ia hanya ingin melepaskan penatnya melampiaskan hasrarnya itu dan berusaha siapa tahu benih itu bisa menjadi janin kembali mengisi rahim Cantika.
Bagus sudah menggapai pelepasan yang begitu nikmat itu dan merebahkan tubuhnya di samping Cantika. Peluhnya banyak bercucuran. Sudah lama sekali ia tak merasakan pelepasan yang memuaskan ini.
Wajah Cantika menoleh ke arah Bagus yang masih terengah -engah karena kelelahan.
"Sudah puas? Enak? Nikmat?" tanya Cantika ketus.
Bagus pun menoleh ke arah Cantika dan menatap lekat.
"Apa maksud kamu, Cantika? Mas sudah minta dengan baik tadi. Kamu hanya diam? Salah kalau Mas sedikit memaksa?" tanya Bagus kembali membuat Cantika makin geram.
Cantika terbangun dan memakai kembali pakaian dalamnya lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Cantika menyalakan air dan mengisi bathup dengan campuran air dingin dan air panas hingga air di dalam bathup terasa hangat.
Ia kembali menangis di dalam kamar mandi. Tubuhnya mulai masuk ke dalam bathup dan berendam di dalam. Kepalanya di dangakkan menatap atas langit plafon yang terlihat putih bersih.
Berulang kali Cantika hanya menarik napas dalam dan ia hembuskan perlahan. Merasakan tubuhnya yang terasa lemah. Apa aku memang harus berdamai pada keadaan?
Tok ... tok ... tok ...
"Sayang ... kamu sedang apa? Sudah satu jam kamu di dalam. Keluar sayang," titah Bagus pada Cantika.
Cantika hanya menatap pintu kamar mandi.
Brak!!!
Bagus terperanjat kaget.
"Heh!! Bengong aja. Gimana keadaan Cantika?" tanya Ardyansah pada Bagus uang kaget dengan kedatangan sahabatnya itu.
"Hemm ... Bisa gak gebrak mejanya lembut dikit!! Bikin jantungan aja," ucap Bagus denagn suara ketus.
"Ini ada makanan buat kamu," ucap Ardyansah pelan.
Bagus menatap kotak makanan yang ada di depannya. Kotak makanan yang biasa ia bawa ke kantor.
Bagus menatap ke arah Arsdyansah dan meminta penjelasan sejelas -jelasnya.
"Tadi Cantika datang kesini. Ketemu di lobby cuma titip ini, katanya Mas Bagus belum sarapan," ucap Arsdyansah pelan.
Bagus menatap tak percaya ke arah Ardyansah tapi ini memang nyata. Lihat saja ini kotak makanan yang biasa di bawa Bagus setiap membawa bekal makanan.
Bagus mengulum senyum itu tandanya ... Cantika sudah memaafkan dia.
Bagus membuka kotak makanan itu. Ia memang sama sekali belum makan. Tadi Cantika tidak memasak apapun. Di rumahnya sudah tak ada lagi makanan instant yang bisa di makan. Bagus hanya bangun dari tidurnya dan mandi lalu berangkat kerja. Ia sama sekali tak menyentuh air seidkit pun.
Bagus merasa bersalah atas kejadian malam tadi. Ia memang agak memaksa Cantika untuk melampiaskan hasrat nafsu Bagus.
"Wah ... Nasi goreng spesial. Tahu aja lagi pengen ini," ucap Bagus lirih.
Bagus langsung mengambil ponselnya dan menelepon Cantika. Ingin mengucapkan terima kasih sekaligus mengajak istrinya makan malam bersama. Benar kata Ardiansyah, ada baiknya ia mengalah agar hubungannya tetap mesra dan harmonis.
Bagus memegang ponselnya di telinga untuk mendengarkan sambungan telepon kepada istri tercintanya.
Ada suara ponsel lain yang berbunyi di dekat sini. Bagus menoleh ke belakang. Ternyata Cantika ada di belakangnya.
Àntara kaget, takjub dan senang, semua bercampur menjadi satu.
"Can -cantika ...." ucap Bagus lirih. Ia menurunkan ponselnya dan mematikan sambungan telepon kepada Cantika.
Cantika tersenyum manis. Hari ini Cantika terlihat sangat cantik sekali. Dres putih selutut dengan lengan pendek. Rambut pendek dengan bandana silver membuat Cantika semakin ayu san mempesona.
"Mas Bagus ...." teriak Cantika dengan riang. Ia berlari ke arah Bagus dan memeluk mesra suaminya.
Kedua tangan Cantika mengalungkan ke belakang leher Bagus. Mesra sekali.
"Sayang ... Kamu sengaja datang sendiri kesini? Mas terharu sekali," ucap Bagus pelan. Ia masih tak menyangka Cantika bisa ada di ruangan kerjanya saat ini.
Cantika menatap wajah Bagus dan mencium pelan bibir Bagus.
"Maafin sikap Cantika ya, Mas. Tidak seharusnya Cantika mendiamkan Mas Bagus. Tidak seharusnya, Cantika menyalahkan Mas Bagus. Cantika hanya takut, Mas Bagus pergi dari Cantika setelah Mas Bagus tahu kelemahan Cantika sekarang," ucap Cantika lirih.
Bagus membalas kecupan bibir itu. Bukan sekedar mengecup tapi juga Bagus ingin bermain sedikit dengan lidah dan bibirnya.
Cantika menikmati moment indah itu dan ia mengendurkan pelukannya.
"Ini di kantor Mas. Gak baik kalaubdinlihat oleh bawahan Mas. Mau makan? Biar aku suapi," tawar Cantika kepada Bagus, suaminya.
"Ekhemmm ... Boleh. Kamu di sini saja jangan pulang ya? Mas mau ajak makan malam," ucap Bagus antusias.
Cantika mengangguk pelan.
Ia mulai duduk di sofa yang ada di ruang kerja itu sambil membuka kotak makanan dan mengambilka satu gelas air mineral. Bagus sudah duduk di sofa terlebih dahulu.
Seperti biasa Cantika mulai ribet melayani suaminya. Dari menyiapkan minumnya, tissu dan pencuci mulut. Maklum, Bagus, suaminya keturunan ningrat jadi semuanya memang harus tersedia dan rapi.
Bagus menarik pinggang Cantika dan mendudukkan istrinya di pangkuannya. Bagus memang lebih suka posisi seperti ini. Cantika berada dalam pangkuannya dan menyuapinya lembut.
Dengan kelembutan sebagai perempuan, Cantika selalu sabar melayani suaminya dengan baik. Cantika mulai menyuapi Bagus dengan penuh kasih sayang.
Tatapan Bagus tak lepas dari semua gerak gerik Cantika terutama wajah ayu yang jelas bisa ia nikmati setiap hari. Sosok Cantika yang dulu sudah kembali lagi dan membuat Bagus bahagia.
"Sayang ... malam ini kita pesan hotel saja? Kita menginap di hotel impian kita selama ini. Mau gak? Sekalian kita berusaha dulu," ucap Bagus mencoba mengembalikan rasa percaya diri Cantika.
"Mas Bagus yakin, aku bisa hamil lagi? Kalau memang tidak bisa, boleh Cantika usul?" tanya Cabtika pelan smabil pelan menyuapi Bagus yang tetap bersikap tenang menatap lekat dua bola mata Cantika yang indah.
"Yakin. Kenapa tidak? Anak itu titipan dan itu anugerah dari Tuhan. Dianogsa dokter bisa saja salah. Asal kita mau berusaha. Kamu juga harus yakin," ucap Bagus pelan.
"Cantika akan berusaha," ucap Cantika ragu.
"Jangan ragu, Sayang. Kita harua berjuang bersama. Bukan Mas saja, atau kamu saja. Tapi kita berdua," tegas Bagus sambil mengunyah dan mencium pipi Cantika.
"Kalau memang nyatanya, aku gak bisa hamil lagi. Aku harap Mas mau menyetujui usul aku," pinta Cantika lembut. Cantika mengambilkan air yang sudah dinsiapkan dalam gelas lalu di berikan pada Bagus, suaminya.
Glek ...
Bagus meneguk air dalam gelas yang di berikan oleh Cantika. Kedua matanya lekat menatap Cantika dengan penuh tanya. Rasa penasaran apa yang sebenarnya di inginkan oleh Cantika saat ini.
"Apa yang sebenarnya sedang kamu upayakan Cantika?" tanya Bagus pelan. Rasanya bakal ada yang aneh. Permintaan Cantika kali ini pasti sesuatu yang merugikan bagi rumah tangganya.
Cantika berusaha tenang dan tetap tersenyum lebar. Ia meletakkan kktak makan dan gelas di atas meja lagi. Posisi duduknya masih di atas pangkuan Bagus dan kini tubuhnya menghadap ke arah Bagus.
"Ekhemmm ... Mas Bagus pasti wujudin kan?" tanya Cantika agak ragu.
"Asal kamu tidak pernah meminta Mas untuk menceraikan kamu atau meninggalkan kamu atau sebaliknya," ucap Bagus pelan.
"Bukan itu," ucap Cantika bernapas lega. Intinya asal Cantika tidak meminta cerai atau meninggalkan Bagus, suaminya.
"Lalu apa?" tanya Bagus dengan rasa penasaran.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!