Esok adalah hari yang paling ditunggu oleh Kaynara Milea Wardhana, gadis cantik cucu kedua dari Putra Wardhana pemilik dari sebuah Perusahaan Textil terbesar di Indonesia yang bahkan cabangnya sudah manca buana ke negeri tetangga.
Detak jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya, sungguh tak sabar menanti acara yang telah lama ia dan kekasihnya rencanakan.
"Ciie.. Bahagianya si calon pengantin." Ucap seorang wanita paruh baya yang tiba-tiba saja berada di ambang pintu.Hingga membuat Nara terkejut. Dengan memegang dada, dia pun menoleh ke arah sumber suara.
"Mama Nisa" Ucapnya dan seketika berlari memeluk tubuh wanita yang dianggapnya seperti ibunya sendiri. Pasalnya Nara telah menjadi seorang yatim piatu sejak berusia 3 tahun. Orang tuanya dinyatakan meninggal dalam sebuah kecelakaan lalu lintas.
"Sudah mau jadi seorang istri, tapi kok masih manja seperti ini sih kamu ini" Ucap Nisa dan disenyumi oleh Nara hingga menampilkan deretan gigi putih nan rapinya.
"Gimana nih sayang rasanya mau jadi pengantin?" Lanjutnya.
"Rasanya deg degan banget ma Akunya" Jawabnya.
"Ha..haha..haha, gak usah deg-degan gitu. Di bawa santai aja. Ya sudah ya, mama mau ke bawah dulu." Pamit Nisa dan diangguki oleh Nara.
Berbagai persiapan acara ijab kabul besok sudah hampir selesai. Kediaman Wardhana telah disulap menjadi tempat pesta yang mewah dan nyaman. Hidangan telah dipesan dari katering langganan keluarga. Dan undangan sudah selesai disebar.
***
Malam ini akan diadakan acara pertemuan keluarga terlebih dahulu sebagai pengganti acara lamaran yang tertunda, karena keluarga sang mempelai pria baru saja tiba di negara ini karena perjalanan bisnisnya.
“Waw.. cantik sekali ini calon pengantinnya” puji seorang wanita paruh baya yang selama ini telah merawatnya sedari kecil.
Dengan balutan dress panjang berwarna merah maroon dengan bahan brokat di bagian lengan yang menyala di kulit putihnya, serta riasan yang terpoles menambah nilai kecantikannya.
"Terima kasih mama" Jawabnya dengan senyumnya yang merekah, cantik alami.
“Maa, Vano dan keluarganya apa sudah datang?” tanya Nara, dia sedari tadi sangat gelisah. Karena Vano Erlangga, calon suaminya tak dapat dihubungi sejak pagi tadi.
"Belum sayang, mungkin sedang terjebak macet soalnya kan sekarang weekend. Pasti jalanan sedang ramai. Sudah, kamu gak usah khawatir. Dia pasti datang. Sekarang lebih baik kamu segera menyelesaikan persiapanmu." Jawab Nisa. "Mama, keluar dulu ya sayang." Pamitnya dan diangguki oleh Nara.
"Di mana sih kamu sayang? Kenapa pesan dariku tak kamu balas, bahkan tak kamu baca. Sudah berkali-kali aku mengirim pesan untukmu. Ditelponpun juga sama, tak ada jawaban darimu" Batinnya yang mulai terombang-ambing.
Mama Nisa keluar dari kamar pribadi Nara, berhenti saat pintu kamar telah tertutup rapat. Seketika kekhawatiran hinggap di dirinya. Dia melihat jam yang ada di pergelangan tangannya waktu telah menunjukkan pukul 19.00, sudah tigapuluh menit molor dari rencana awal.
"Ma, kamu kenapa?" Tiba-tiba saja seorang pria seumurannya menghampiri Nisa yang masih terpaku.
"Eh papa. Ini pa, sekarang sudah jam 7 tapi Vano dan keluarganya kok belum juga muncul ya. Padahal ini sudah telat tigapuluh menit. Aku kok jadi khawatir ya" Ucapnya dengan wajah pias.
"Mama jangan berpikiran aneh-aneh, coba kita tunggu dulu. Kalau memang mereka tak datang, papa yang akan turun tangan." Jawab pria itu dengan mengelus lengan istrinya.
***
Di kediaman keluarga Erlangga
"Pii, di mana Vano pi? Apa anak buah papi sudah menemukan keberadaannya?" Tanya seorang wanita berdarah jepang, Naomi Erlangga.
"Belum mii, mami yang sabar ya. Papi pasti akan menemukan anak itu." Ucap Erlangga dengan yakin.
"Hallo.."
"[ .... ]"
"Apa kau sudah menemukan keberadaan Vano?"
"[ .... ]"
"Cepat kau cari dengan benar, saya mau anak itu ditemukan secepatnya."
"[ .... ]"
Tiiiiitt... Sambungan telpon terputus.
"Dasar anak sialan, bisanya membuat masalah saja." Umpatnya . "Mau taruh di mana mukaku di hadapan pak Wardhana kalau seperti ini." gerutunya sambil mengusap wajahnya secara kasar.
***
Sudah 45 menit molor sesuai jadwal. Membuat Nara semakin kelimpungan karena sampai dengan saat ini Vano beserta keluarganya tak kunjung menampakkan diri. Dirinya semakin gelisah ketika nomor telpon genggam Vano lagi-lagi tak bisa dihubungi. Hanya terdengar suara wanita yang menyatakan 'Nomor yang anda tuju sedang tidak dapat dihubungi'. Diapun melempar ponsel yang sedari tadi tadi dalam genggamannya ke atas ranjang karena kesal.
Para tamu undangan mulai membicarakan acara yang tak kunjung dimulai. Satu persatu Asumsi buruk pun keluar dari mulut mereka. Nisa beserta suaminya, Andika menunggu cemas tepat di pintu masuk.
"Di mana keluarga Erlangga? Kenapa belum datang juga?" Tanya seorang pria tua dengan membawa tongkatnya berjalan ke arah keduanya.
"Nisa juga tidak tau yah, dari tadi saya hubungi juga belum bisa." Jawab Nisa.
"Awas saja, sampai mempermainkan cucu kesayanganku. Akan aku hancurkan bisnisnya." Ucap Putra Wardhana.
Tak lama kemudian, tibalah sebuah mobil mewah keluaran terbaru berhenti di depan kediaman Wardhana. Nampaklah tiga orang berpakaian rapi keluar dari mobil.
Melihat kedatangan orang yang tengah dinantinya, Andika dan Nisa segera bergegas menghampiri dan menyambut mereka dengan ramah.
"Maafkan kami sudah datang terlambat" dengan berjabat tangan Erlangga meminta maaf. Dan diangguki oleh Andika lalu dipersilahkan masuk. Namun sebelum melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan yang dijadikan tempat acara, lebih dulu mereka bertemu dengan Putra Wardhana.
Dengan sorot mata tajamnya, "Di mana Vano?" Tanyanya dingin.
"Ma-maafkan kami Tuan Wardhana, Vano tidak bisa datang" Dengan terbata-bata Erlangga menjawabnya, dalam dirinya ada perasaan takut serta was-was yang hinggap seketika.
"Maksud kamu apa?" Tanya Wardhana yang nampak kebingungan.
"Nanti akan saya jelaskan tuan, biarkan acara ini berlangsung terlebih dahulu. Kasihan para tamu yang sudah menunggu lama" jawab Erlangga dengan sepenuh hati dia mencoba meyakinkan orang tua tersebut.
Acarapun akhirnya tetap dimulai meski tanpa calon pengantin. Karena Narapun tak ingin mengikuti prosesi acara tersebut, saat mengetahui kekasihnya tak datang.Wajahnya nampak pias, bola matanya pun mulai memerah menggenang. Berbagai pikiran buruk pun mulai muncul di pikirannya.
Acara berjalan lebih cepat dari rencana semula, karena banyaknya prosesi yang seharusnya dilakukan oleh kedua calon pengantin yang ditinggalkan.
Setelah tamu undangan pamit mengundurkan diri dan ruangan dirasa sepi, Andikapun menghampiri Erlangga beserta keluarganya yang masih terduduk di tempat yang disediakan untuknya.
"Ikut saya" Titah Andika penuh dengan penekan.
Andika berjalan terlebih dulu dengan Erlangga beserta keluarganya mengekor di belakang. Masuk ke dalam suatu ruangan di lantai atas tepatnya ruang kerja milik sang pengusaha, Putra Wardhana. Di sana sudah ada Nara yang terduduk lesu dan di dampingi oleh Nisa. Serta sang kakek yang telah duduk di singgasananya.
Pintupun dikunci.
Erlangga dan keluarganya duduk di sofa panjang setelah dipersilahkan oleh sang pemilik rumah, Putra Wardhana.
"Bisa kamu katakan alasan Vano tidak datang malam ini tuan Erlangga yang terhormat?" tanya Wardhana dengan sorot matanya yang tajam dan penuh amarah.
"Di mana dia sekarang?" Bentaknya saat tak ada jawaban dari Erlangga.
“Ma-maafkan kami tuan. Vano tidak ada rumah.” jawab Erlangga reflek saat dapat bentakan.
"Ma-maksud om apa? Vano tidak ada di rumah. Jangan becanda deh om, Vano gak mungkin kabur kan om? Tante? Dia sudah berjanji kepadaku, ini semua rencana kita, sebuah pernikahan yang meriah." tanya Nara yang seketika berdiri di hadapan kedua calon mertuanya. Tak terasa buliran bening yang dari tadi menggenang kini mulai membasahi pipinya.
"Maafkan kami Nara, entah ke mana Vano pergi. Kami juga tidak tahu, yang saya ingat kami bertemu terakhir pada pagi kemarin. Setelah itu kami tak berjumpa kembali dengannya." Jawab Andika sembari mengusap wajahnya yang tak berkeringat.
"Maafkan Om, Nara. Om sudah berusaha untuk mencari Vano sejak kemarin, tapi sampai saat ini kami belum juga menemukan jejaknya. Entah dia pergi ke mana" Jawab Erlangga dengan terduduk lesu.
Andika nampak kesal. Anak gadis yang belasan tahun dia jaga, kini terluka. Nara menangis didekapan sang mama. "Maa..." Rengek Nara. Nisa mengusap punggung putri sulungnya itu dengan lembut, memberikan sebuah dukungan untuk Nara. "yang sabar ya nak" ucap Nisa lirih.
Wardhana nampak marah, "Terus bagaimana dengan cucuku? Haruskah pernikahan cucuku batal karena perlakuan anakmu yang tak tahu diri itu. Cucuku akan malu dan menjadi bahan olokan semua orang. Kalau seperti itu, aku akan pastikan perusahaanmu akan hancur Erlangga." Wardhana nampak rapuh saat melihat sang cucu menangis pilu.
"Sebentar tuan, pernikahan besok tetap bisa dilaksanakan. Kiano akan menggantikan Vano di acara besok.” Jawab Erlangga yakin.
“Aku..” teriak seorang lelaki muda dengan terkejut.
Tak hanya lelaki itu saja yang terkejut mendengar kamimat yang diucapkan oleh Erlangga, namun semua orang yang berada di dalam ruangan tersebut juga sama terkejutnya dengan Kiano
“Iya kamu Ki. Kamu akan menikah besok dengan Nara.”jawab Erlangga dengan percaya diri.
“Maksud om apa?" Sela Nara yang kembali bangkit dari tempatnya semula.
"Aku menikah dengan Kiano? Gak gak gak, itu gak mungkin ya om. Aku tidak mencintai Kiano, yang kucintai itu Vano om.” tolak Nara mentah-mentah.
Hatinya terasa ngilu, dadanya sangat sesak. Rasanya Nara ingin memasukkan si tua bangka Erlangga itu ke dalam kardus dan mengirimnya ke kutub selatan, seenak saja pria tua itu menikahkannya dengan oranglain. Apa jadinya pernikahan tanpa cinta.
“Jangan ngawur kamu Erlangga, ini sebuah pernikahan sakral bukan drama telenovela. Seenaknya saja kamu menyuruh cucuku menikah dengan Kiano, jelas-jelas dia tidak mencintainya. Menikah tanpa cinta seperti sayur tanpa garam. Yang ada cucuku malah tersiksa akan pernikahan ini” sentak Wardhana dengan tatapan membunuh.
“Ini jalan satu-satunya tuan Wardhana. Apa anda mau cucu kesayangan anda dipermalukan dan jadi bulan-bulanan orang karena pernikahnnya batal? Apa yang akan dikatakan orang nanti, di sini nama baik dan masa depan cucu anda yang sedang dipertaruhkan." Jelas Erlangga..
"Percayalah kepada saya, Kiano adalah orang yang tepat untuk menggantikan Vano. Bahkan lebih baik dari Vano. Untuk masalah cinta itu masalah gampang. Cinta akan tumbuh karena terbiasa. Seperti kata orang jawa, tresna jalaran saka kulina” lanjut Erlangga berusaha meyakinkan seluruh orang yang ada di sana.
"Papi, aku masih sekolah. Usiaku juga baru menginjak 18 tahun dua hari lalu, mana mungkin aku harus mengagantikan bang Vano untuk menikah dengan kak Nara yang usianya lebih tua dariku." Kiano menolak keinginan papinya yang menurutnya tak masuk akal itu.
Kiano Putra Erlangga, anak bungsu dari pasangan Erlangga dan Naomi Putri. Berkulit putih dengan paras tampan layaknya artis korea yang sering nongol di televisi. Hidung mancung dan bibirnya yang seksi. Serta Tubuhnya yang proposional bak atlet olahraga dengan otot-otot yang tercetak jelas. Hingga banyak digandrungi oleh para wanita. Berbeda dengan Vano yang berkulit sawo matang seperti sang ayah.
"Kiano, kamu mau ya nak menikah dengan Nara untuk menggantikan kakakmu. Kasihan Nara sayang, jika kamu tak membantunya. Tolong mami ya sayang" Ucap Naomi lembut.
"Tapi tante, aku gak mau menikah karena belas kasihan dari orang lain" Jawab Nara.
"Kamu mau ya nak menikah dengan Kiano, mama gak mau sampai kamu jadi bahan gunjingan orang. Belum lagi nama baik keluarga kita jadi taruhannya. Mama mohon. Kamu gak mau kan penyakit kakek kambuh karena memikirkan masalah ini" Ucap mama Nisa dengan berbisik. Dengan berat hati, Nara menganggukkan kepalanya. Menyetujui permintaan adik kembar dari ibunya itu.
***
Keesokan harinya,,
Sebelum adzan shubuh berkumandang, Nara telah bangun dari tidurnya yang baru hanya beberapa jam saja. Karena semalam dia tak bisa tidur meski berkali-kali dia mencoba untuk memejamkan mata.
Setelah dia membersihkan diri dan melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim, kini dia telah duduk di depan cermin untuk dipaes oleh salah satu MUA terbaik langganan mamanya.
Nara memilih untuk dirias paes adat Jawa tradisional. Dengan memakai kebaya berwarna putih yang dipadu padankan dengan kain jarik dengan motif khas yang dipesan dari seorang desaigner terkenal. Dan ditambah sanggul besar yang berbalut roncean bunga melati di kepalanya.
"Sudah siap" ucap wanita paruh baya yang berdiri di belakangnya dengan penuh semangat. Setelah satu jam berkutat dengan alat make up kini Mata sembab, hidung merah dan wajah kusut yang sedari kemarin berhias di wajah kuyu Nara tak lagi nampak. Berganti dengan wajah cantik yang sangat mempesona.
"MasyaAllah cantiknya putri mama" puji wanita cantik di usianya yang hampir berkepala lima itu, tersenyum menatap keponakannya yang telah siap dengan penampilannya.
Kaynara nampak anggun dengan pakaian yang ia kenakan, serta paesan yang sangat sempurna dan pas di wajah cantiknya. Di tambah kulit mulusnya bak susu menambah nilai plus akan penampilan bidadari bumi ini.
"Apa kamu sudah siap Kaynara? Semua orang telah menunggumu di lantai bawah." Tanya Nisa kepada Nara yang masih fokus memperhatikan penampilannya di depan cermin yang ada di pintu lemarinya.
Dengan sedikit ragu, "aku siap ma" Jawabnya lirih.
Nampak tamu telah memenuhi ruangan. Satu persatu duduk dibangku kosong yang telah disediakan. Dari sanak saudara, kerabat bahkan tetangga telah memadati tempat prosesi akad nikah yang sudah disediakan.
Terdengar derap kaki dari arah anak tangga, Kaynara dan Nisa melangkahkan kakinya satu persatu menuruni anak tangga menuju ke tempat prosesi ijab kabul dilaksanakan. Hingga Seluruh pasang mata tertuju padanya. Cantik dan mangglingi calon pengantin perempuannya.
"Jangan cemberut sayang, tampakkan wajah bahagiamu" Bisik Nisa sangat pelan hingga tak terdengar oleh yang lain kecuali Nara. Nara tersenyum penuh dengan keterpaksaan kepada para tamu undangan yang telah berada di sana.
Kiano telah lebih dulu duduk di depan pria berpeci hitam. Dengan memakai baju adat jawa yang berpasangan dengan Nara. Karena postur tubuh Kiano dan Vano hampir sama, Kiano pun dapat memakai baju yang sebenarnya dipesan untuk Vano. Namun lebih ketat jika dipakai Kiano hingga mwnampilkan otot-otot yang ada di tubuhnya.
Kiano nampak menunduk tak berani menatap pria paruh baya yang diketahuinya sebagai penghulu dalam pernikahan ini. Jemarinya saling meremas satu sama lain dengan mulutnya yang masih berkomat kamit.
"Silahkan duduk nona" Wanita muda yang tengah berdiri bersama ibunya itu dipersilahkna untuk duduk di samping Kiano. Seketika Kiano mendongak menatap Nara yang kini menjadi calon istrinya.
"Ca-cantik" Gumamnya lirih hingga matanya tak berkedip.
"Apa sudah bisa dimulai?" Tanya penghulu pada sepasa muda mudi yang ada di hadapannya. Dengan ragu, mereka menganggukkan kepalanya dengan bersamaan. Orang tua yang berada di belakang merekapun tersenyum.
"Semoga ini awal yang indah untukmu sayang" Batin Nisa.
Pak penghulu dan Kianopun berjabat tangan karena sebelum pernikahan, Andika telah memberitahu jika calon mempelai wanita adalah yatim piatu..
"Mohon perhatian Bapak Ibu tamu undangan, ijab kabul akan segera dimulai" Terdengar keras suara dari microfon dan suasana jadi hening seketika.
Dengan suasana hening dan hikmat, "Bismillahirrahmanirrahim.. Saudara Kiano Putra Erlangga saya nikahkan dan kawinkan kamu dengan saudari Kaynara Milea Wardhana Binti Almarhum Indra Wirawan dengan maskawin seperangkat alat sholat dan emas seberat 99 gram dibayar tunai."
Dengan sentakan tangan, "saya terima nikah dan kawinnya Kaynara Milea Wardhana Binti Almarhum Indra Wirawan dengan maskawin tersebut dibayar tunai."
"Bagaimana para saksi?" Tanya penghulu.
"Sah" Jawab dua orang pria paruh baya yang telah ditunjuk sebagai saksi pada pernikahan kali ini.
"Alhamdulillah..." Seluruh para tamu undangan yang hadir mengucapkan kalimat hamdallah sebagai ucapan rasa syukurnya.
Kiano yang sedari tadi menahan nafasnya karena bingung mengendalikan ketegangannya. Kini dapat menghembuskannya dengan perasaan lega. Hingga hangatnya udara yang keluar sampai berasa hangat di pipi Nara.
Alhamdulillah dengan satu tarikan nafas bocah ingusan itu mampu mengucapkan lafaz ijab kabul dengan lancar. Para anggota keluarga yang ikut merasakan ketegangan luar biasa saat prosesi ijab kabul akan dimulai. kini sudah dapat bernafas lega. Rasa bahagia tercetak jelas di wajah keluarga para mempelai.
Setelah sang penghulu selesai memimpin doa, Waktunya pengantin wanita mencium tangan pengantin pria.Namun karena Nara belum sepenuhnya menerima pernikahan ini, dia hanya terduduk lesu. Hingga suara wanita paruh baya yang dapat memecah lamunannya.
"Cepat cium tangan suamimu sayang" Bisik Nisa tepat di telinganya. Nara pun tersadar dari lamunanny hingga membuat dia menoleh ke arah sumber suara. Nisa mengangguk pasti seolah memberi jalan.
Dengan ragu Nara menundukkan sedikit tubuhnya yang kecil dan ramping itu lalu menjabat serta mencium punggung tangan lelaki muda yang baru saja mengucapkan janji kepada Tuhan bersamanya.
Lalu bergantian dengan Kiano yang harus mencium kening milik istrinya itu. Meski usianya masih remaja, namun tak dapat dipungkiri dia pun telah merasakan indahnya jalinan cinta. Cium mencium bukanlah hal yang tabuh untuknya, namun kali ini dia dibuat tak berkutik saat harus mencium wanita cantik yang ada di depannya. Tapi wanita ini pacar kakaknya,apa iya dia harus menerima bekas kakaknya.
Dengan ragu ia pun mencium kening Kaynara dengan sekilas. Namun tingkahnya mendapatkan sebuah protes dari sepupunya yang telah ditunjuk sebagai photografer hari ini.
"Cepet banget sih, baru aja mau di foto kok udah udahan aja." Ucap lelaki yang kadar ketampanannya tak jauh berbeda dengan Kiano.
"Ulangi bro, pelan-pelan aja sampai kejepret." Lanjut pria itu dengan tersenyum lebar hingga menampilkan sepasang gigi gingsulnya.
Lagi-lagi Kiano menghembuskan nafasnya kasar. Seandainya diperbolehkan, dia ingin mengeluh namun tak mungkin dapat dilakukannya di depan orang banyak.
"Berdiri" Titahnya kepada seorang wanita yang baru saja menjadi istrinya. Seolah sedang terhipnotis akan ketampanan sang suami, membuatnya spontan untuk berdiri dari tempat duduknya.
Sekarang mereka berdua telah berdiri dengan berhadap-hadapan, jaraknya pun sudah amat dekat. Hingga hidung mancung mereka hampir saja bertabrakan. Kedua tangan kekar milik Kiano diletakkan di bahu Nara, dan dengan ragu bibirnya menempel tepat di kening sang istri.
Dalam hitungan detik 'Cekrek' suara kamera berbunyi dan menyadarkan mereka, spontan mereka saling menjauh dan memalingkan wajah. Tak dapat dipungkiri Jantung keduanya berdetak lebih cepat dari biasanya.
Setelah Prosesi ijab kabul selesai dilaksanakan secara hikmat. Kini mereka berdua duduk di singgasana yang telah disediakan. Menjadi raja dan ratu untuk sehari. Tak ada obrolan, hanya diam dan saling diam hingga tak ada sepatah kata pun yang meluncur dari bibir keduanya. Mereka masih berkutat dengan pemikirannya masing-masing.
"Saeandainya kamu yang ada di sini bersamaku, melaksanakan prosesi ijab kabul hari ini sesuai rencana kita. Pasti aku akan menjadi orang yang paling berbahagia di dunia ini." Batin Kaynara.
"Seandainya saja kamu gak kabur Bang, mungkin aku gak akan jadi sadboy hari ini. Aku gak akan menikah secepat ini. Apalagi dengan wanita yang tak kucintai. Awas aja kalau kamu balik, akan ku balas semuanya" Batin Kiano seraya mengepalkan tangannya karena dendam.
Prosesi demi prosesi telah berjalan dengan baik dan lancar,tibalah kini acara yang terakhir. Berjabat tangan dengan para tamu undangan untuk menghormati serta mengucapkan rasa terima kasih kepada mereka yang telah menyempatkan diri untuk menghadiri acara sakral mereka.
"Selamat ya mbak Nara dan mas Kiano"
"Selamat berbahagia, dan langgeng sampai kakek nenek"
"Selamat menempuh hidup baru, semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, dan warrohmah"
"Semoga langgeng ya sampai maut menjemput"
"Semoga cepet dapat momongan selusin"
Satu persatu dari para tamu undangan yang hadir memberikan selamat dan doa atas terlaksananya pernikahan mereka. Namun keduanya hanya mampu menanggapi semuanya dengan anggukan kepala dan sesekali tersenyum. Ingin hati meng-aamiini doa apapun yang terbaik untuk keduanya namun rasa takut lebih dulu datang di benak mereka karena benih cinta belum tumbuh di hati.
Setelah semuanya selesai, dan ruangan acara telah kosong bersisa keluarga inti dan para pelayan. Kaynara segera berlalu pergi meninggalkan Kiano sendirian untuk masuk ke dalam kamarnya tanpa menoleh sedikit saja ke arah sang suami. Rasa penat dan lelah telah menyelimuti dirinya, keringatpun sudah bercucuran dan membuat tubuhnya lengket.
"Kamu kok sendirian di sini?" Tanya Nisa yang tiba saja berada di samping Kiano yang masih duduk sendiri, karena bingung mau ngapain. Sedangkan orang tuanya telah pulang lebih dulu.
"Eh tante, iya kak Nara barusan masuk ke dalam." Jawab Kiano sekenanya.
"Kok tante, panggil saya mama Nisa seperti Nara manggil saya. Oia, jangan panggil Nara dengan sebutan Kak ya. Kamu itu sekarang udah jadi istri kamu, masak iya suami panggil istrinya dengan sebutan kak." Ucap Nisa dengan tersenyum ramah.
"Eh, iya tan- mama Nisa." Jawab Kiano dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Kamu pasti capek, kamu istirahat gih di kamar Nara. Kamarnya di atas, ada tulisan namanya kok di pintu" Titah ibu mertuanya itu. Dan diangguki oleh Kiano.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!