NovelToon NovelToon

Trapped Of Mafia'S Love

Awal Mula

Las Vegas, Nevada. Amerika Serikat.

"Ma-maaf kan saya Mr." ucap pria setengah baya, memohon kepada pria bengis di hadapannya.

Namun pria bengis itu hanya menatap datar, meneruskan kegiatannya memilih-milih pisau berukuran kecil yang tergeletak di atas meja. Diambilnya salah satu pisau yang berukuran tujuh cm, dan sebuah botol kaca kecil seukuran jari kelingking.

"Ikat dia!" Perintahnya dengan suara bariton.

Dua orang bertubuh kekar dengan pakaian hitam, muncul dari arah belakang, melaksanakan apa yang tuannya perintahkan.

Mendudukan tubuh pria setengah baya yang berusaha memberontak dengan badan yang sudah babak belur di sebuah kursi yang berada di tengah-tengah tiang besi. Mengikat tangan dan kaki pria setengah baya itu dengan rantai yang bersatu dengan tiang besi.

"Silahkan, Mr." ucap salah seorang dari mereka usai melaksanakan tugasnya.

"Hm." Pria dengan rahang kokoh dan tatapan datar melangkah maju mendekati pria setengah baya yang telah di ikat dengan posisi tak berdaya. Terlihat rasa takut yang luar biasa dari pria setengah baya itu, tubuhnya gemetar saat langkah pria yang di panggil Mr. semakin mengikis jarak di antara mereka.

"Tubuhmu sangat memprihatinkan, padahal aku belum melakukan apa-apa." ucap pria bersuara bariton itu mengelus pipi rawanannya menggunakan pisau mini yang ada di tangannya.

Seketika oksigen terasa sangat menipis di dalam ruangan remang-remang itu, ketakutan semakin melingkupi seisinya.

"Aaakhhh" suara teriak berhasil lolos tatkala pisau mini membuat lukisan dengan menggunakan kulit pipinya sebagai media datarnya. Darah tampak menguncur deras dari perut pria paru baya itu.

Sretttt

"Pas sekali, sekarang imbang. Kiri dan kanan." ucap pria bersuara bariton itu, seraya memandang hasil karyanya.

"Ahhh darahmu menghalangi keindahan lukisan yang telah ku ukir. Hm, baiklah aku akan membuat darahmu tak mengalir lagi." Pria setengah baya itu melototkan matanya, merasakan pisau yang terus mengoyak perutnya.

"Aaaakhhh...aaaakhhhh." Suara teriakan penuh kesakitan memenuhi seisi ruangan, tatkala pria bersuara bariton menuangkan sebuah cairan dari dalam botol kaca mini tepat di luka pria setengah baya itu. Botol kaca yang berisi cairan pelebur.

"Sudah berapa banyak informasi yang kau bocorkan kepada organisasi sialan itu?" seru pria berahang tegas itu dengan tatapan tajamnya. Namun ia tidak mendapatkan jawaban apapun dari pria yang ada di hadapannya.

"Kau tak mau membuka mulutmu?! Baiklah, sepertinya kau sangat menyukai karya yang ku ukir di tubuhmu." seulas senyuman sinis dengan tatapan mematikan menghujam pria paru baya tersebut. Tak segan, ia melukai pria di hadapannya dengan brutal, jeritan demi jeritan terdengar begitu memilukan. Membuat siapa saja yang mendengarnya akan bergidik ngeri, mengingat kebengisan pria bersuara bariton itu.

Brakkk

Suara pintu yang dibuka dengan keras, menghentikan pria bengis itu dari aktivitasnya.

"Al apa yang kau lakukan?!" serunya kesal, tanpa menoleh pun ia tau itu adalah Al asisten pribadinya.

"Mr. Huen nona melakukan panggilan video, dan ini adalah panggilan yang kesekian kalinya." ucap Al seraya menunjukan layar handphonenya ke arah Mr. Huen.

"Ck." decakan kecil keluar dari mulut dari Mr. Huen. "Hari ini kau bisa selamat dari tanganku. Tapi jangan senang dulu, aku akan kembali dengan lebih sadis!" Menatap tajam pria di hadapannya yang sudah sangat berharap agar kematian segera datang saat ini juga padanya.

"Bereskan dia, biarkan dia tetap hidup untuk beberapa hari kedepan." pinta Mr. Huen mengambil alih ponsel dari tangan asistennya seraya melangkah keluar dari dalam ruangan itu.

*

"Hello, daddy. I miss you." kini layar ponsel tersebut dipenuhi wajah gadis berusia empat tahun dengan suara cadel.

"Hm, I miss you too baby." Mr. Huen menjawab dengan senyuman tipis di bibirnya, menatap layar ponselnya dengan tatapan penuh kerinduan. Hanya pada gadis kecil itu kita dapat melihat senyum tulus dari Mr. Huen, sisanya yang ada hanya kebengisan.

"Daddy, kapan daddy kembali dari London? Apa daddy tidak merindukan Sofia?" tanyanya dengan bibir kecilnya yang mengerucut.

"Tentu saja daddy merindukan kelinci cerewet ini, tapi daddy belum bisa pulang sayang." ucap Mr. Huen, padahal saat ini dia sudah berada di Las Vegas.

"Yaah, padahal Sofia mau belmain boneka dengan daddy." Bibir gadis kecil itu semakin mengerucut dalam.

"Sayang, nanti lagi ya bicaranya. Daddy mau melanjutkan kerja uncle dulu supaya daddy segera pulang ke Las Vegas." ucapnya yang langsung dijawab dengan anggukan kepala oleh gadis kecil itu.

"Bye bye daddy, muaachh." Gadis kecil itu melambaikan tangannya sebelum kemudian panggilan video tersebut berakhir.

"Kumpulkan mereka dalam waktu 5 menit!" Perintah Mr. Huen pada asistennya yang berada di hadapannya saat ini.

Al mengangguk, segera melangkahkan kakinya keluar dari ruang kebesaran bosnya di markas itu, untuk melaksanakan perintah sang ketua mafia tersebut.

Di sinilah mereka, di sebuah ruangan luas yang ada di markas besar organisasi Huen Gun, organisasi mafia yang di ketuai oleh seorang pria yang seluruh organisasi mafia di dunia mengenalnya dengan nama Mr. Huen Eldewis.

Keberingasannya dalam memberantas dan membantai musuh-musuhnya serta para penghianat, membuat banyak organisasi mafia lainnya memilih untuk bekerja sama dari pada melawannya.

Suara gesekan antara sepatu pantofel dan lantai keramik, mampu menghentikan suara bising di sebuah ruangan lain markas itu. Semuanya menatap ke arah seseorang yang berjalan menuju sebuah kursi kebesaran ketua Huen Gun yang berada di depan beberapa orang yang sudah berkumpul di sana.

"Segera jelaskan semuanya padaku!" seru Mr. Huen dengan suara baritonnya.

Hening tak ada satupun yang berani membuka suara.

"Shitt. Kenapa kalian diam?! Pengecut!!" teriaknya penuh amarah, membuat oksigen di ruangan itu terasa tercekat di tenggorokan para anak buah organisasi Huen Gun.

"Apa yang kalian kerjakan selama dua bulan aku berada di London? Aku membayar kalian bukan untuk bersenang-senang!Kenapa kalian membiarkan seorang penghianat berkeliaran bebas dalam markas ini?!" seru Mr. Huen penuh penekanan.

"Al, bumi hanguskan organisasi Zeir dalam waktu dua hari, jika tidak kalian semua yang akan menanggung akibatnya!" tegas Mr. Huen menatap tajam satu persatu anak buahnya.

"Baik Mr." ucap seluruh anak buahnya itu kompak dengan wajah yang penuh ketakutan. Jika ketua Mafia telah bertitah maka tak ada yang tak mungkin untuk dilakukan.

Mr. Huen bergerak meninggalkan markas besarnya dengan langkah panjang. Tak ada satu patapun yang terucap, wajahnya masih terlihat dingin dan penuh amarah.

Terlihat sebuah lamborghini aventador di luar markas. Tanpa mengindahkan panggilan dari asistennya, Mr. Huen segera memacu kendaran beroda empat dengan kecepatan sedang, membela kepadatan kota Las Vegas di siang itu.

.

.

.

.

Bersambung...

Pria Misterius

Dering ponsel yang menggema tak menggentarkan niat pria yang baru saja keluar dari kamar mandi, ia terlihat tidak perduli dengan ponselnya dan terus melangkahkan kakinya menuju walk in closet.

Pria itu meraih setelan jas berwarna hitam pekat, kesukannya. Setelah mengenakan pakaiannya, barulah ia menyambar ponselnya yang kembali berdering di atas tempat tidurnya.

"Hallo, selamat siang tuan." sapa seorang wanita diseberang sana kala sambungan teleponnya telah terhubung.

"Hm."

Tak banyak berbasa basi, wanita itu segera menjelaskan tujuannya menelpon tuannya tersebut.

"Tuan, apa anda bisa mendengar suara saya?" panggilnya tatkala dirinya tak mendengar suara apapun dari seberang telpon.

"Hm." Pria misterius itu memutuskan sambungan teleponnya, meraih jam tangannya seraya memakai kacamata hitam khas miliknya, sebelum kemudian ia melangkahkan meninggalkan apartemennya.

Ting

Pintu lift baru saja terbuka, dari jauh tampak seorang pria yang sudah menunggunya di basement.

"Kau sudah di sini?" tanyanya pada asistennya yang berdiri di samping mobil sedan berwarna silver tua.

"Iya tuan. Silahkan"

Pria misterius itu mengangguk, lalu membawa tubuhnya masuk ke dalam mobil sedan dengan plat 730N yang baru saja melaju dengan kecepatan sedang membela kepadatan lalu lintas di jam makan siang.

Tepat di sebuah cafe ternama di Las Vegas, mobil sedan tersebut berhenti, seorang pria berkaca mata keluar dari dalam mobil.

Seperti dugaannya, wanita-wanita yang berada di sana langsung memanjakan mata mereka dengan menikmati wajah tampan nan berkarisma yang dimilikinya.

Namun pria misterius tersebut tetap melangkahkan kakinya dengan langkah panjang masuk ke dalam cafe menuju ruang VVIP.

"Nona Lyora Vexia Ansara." sapa pria misterius tersebut tersenyum tipis seraya melepas kacamata hitam yang bertengger di hidungnya.

Tanpa basa basi, ia segera mendaratkan tubuhnya di kursi yang ada di hadapan wanita yang baru saja disapanya dengan netra mata yang sama sekali tak berpindah sedikitpun dari wajah wanita tersebut.

"Rein, berikan surat kerja samanya sekarang. Kita tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini bukan?" pria itu masih berbicara dengan senyum tipis yang tersemat di bibirnya.

"Baik tuan." Dengan segera Rein meletakan surat kerja sama tepat di hadapan Lyora yang tak mengeluarkan sepata kata apapun sedari tadi.

"Tunggu sebentar!" Saat hendak mendatangani surat kerja sama, pria misterius itu menarik dengan kasar surat tersebut hingga membuat kening Nona Lyora berkerut dalam.

"Kau terlihat sangat buru-buru nona Lyora. Bagaimana jika kita meminum kopi panas dulu?"

"Tak perlu berbasa basi tuan Leon Wendsor." cetusnya dengan mata yang menajam.

"Hahaha. Anda masih saja terlihat garang nona." suara tawa Leon Wendsor membuat kedua bola mata Lyora semakin menajam.

"Mr. Leon Wendsor, anda pikir saya sangat membutuhkan kerja sama ini? Jika anda tidak ingin bekerja sama dengan perusahaan saya, kita batalkan saja kontrak ini." ucapnya santai seraya melangkah pergi, namun langkah kakinya terhenti tatkala mendengar suara menggelegar Mr. Leon.

"Nona Lyora, anda boleh saja pergi sekarang. Aku sama sekali tak membutuhkan tanda tanganmu lagi karena saat ini kita sudah terikat kontrak."

"What?" perkataan Leon membuat Lyora mengurungkan langkah kakinya. Ia segera menoleh menatap pria menjengkelkan itu dengan penuh tanya.

Leon Wendsor seorang pria berusia tiga puluh lima tahun dengan paras rupawan nan karisma yang kuat, membuat siapa saja akan terpesona padanya.

Ketampanan yang dimilikinya serta menjadi seorang pemilik perusahaan ternama di Las Vegas, bahkan menjadi perusahaan tersukses kedua di Amerika setelah perusahaan ayahnya, menjadikan pria itu incaran setiap kalangan wanita muda, tua bahkan nenek-nenek sekalipun.

"Tunjukan surat kontrak yang telah ditanda tangani oleh asisten nona Lyora sekarang." ujar Mr. Leon pada sekertarisnya. Tatapan mata pria itu masih tertuju pada wajah Lyora.

"Shitt. Dilaraa, kenapa kau tak memberitahuku jika surat kontrak itu sudah kau tanda tangani?!" gerutu Lyora dalam hati tatkala melihat tanda tangan adiknya yang sudah membubuhi surat kerja sama tersebut.

"Senang bekerja sama dengan anda nona Lyora." ucap Mr. Leon mengukirkan senyuman tipis penuh kemenangan, seraya mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan rekan bisnis barunya. Namun Lyora enggan untuk membalas uluran tangan Mr. Leon hingga membuat pria itu mengerutkan dahinya.

"Apa anda tidak senang bekerja sama dengan saya, nona?" Leon kembali bersuara dengan alis yang tertaut.

"Reaksi seperti apa yang ingin anda lihat dari saya Mr. Leon? Anda telah berhasil menjebak saya!"

"Menjebak? Hahahah." Suara tawa Mr. Leon kembali menggema di ruang VVIP tersebut.

"Seharusnya anda bersyukur nona Lyora Ansara, perusahaan kecil seperti perusahanmu bisa bekerja sama dengan perusahaanku. Anda yang membutuhkan perusahaanku bukan perusahaanku yang membutuhkan anda!" seru Mr. Leon dengan tatapan sangar nan dinginnya yang membuat Lyora tak berkutik.

Helaan napas singkat masuk begitu saja melalui mulut Lyora, ia tersenyum hangat dan berkata, "Terima kasih atas kerja samanya Mr. Leon Wendsor. Saya perimisi." ucapnya membungkuk singkat.

Sementara Mr. Leon hanya mengukirkan senyuman tipis yang sudah menjadi ciri khasnya. Menatap punggung Lyora yang baru saja tenggelam dibalik pintu.

"Kita maju satu langkah lebih cepat. Ayo pergi sekarang."

*

"Langsung ke kantor." ucap Mr. Leon tatkala dirinya sudah berada di dalam mobil.

"Baik Mr."

Rein kembali melajukan mobil yang dikemudinya dengan kecepatan sedang hingga memasuki kawasan Wendsor Group, dan berhenti tepat di depan gedung pencakar langit tersebut.

Leon dan Reinal memasuki gedung Wendsor Group beriringan, membuat para karyawan yang ada di sana langsung terpesona dengan kehadiran dua orang penting perusahaan itu.

"Selamat siang Mr. Leon." Sapa Agnes membungkukan badannya, wanita berkemeja biru dongker yang mengekspos tubuh seksinya tersebut adalah sekretaris Mr. Leon.

Tanpa mempedulikannya, Mr. Leon terus melangkah memasuki ruangannya. Ya, Mr. Leon Wendsor memang terkenal dengan sikap dinginnya kepada lawan jenis. Namun hal itu yang membuat ia semakin dipuja banyak wanita diluaran sana.

Lampu-lampu kantor yang mulai dimatikan dibeberapa sudut ruangan, menyadarkan Mr. Leon yang masih tenggelam dalam pekerjaannya. Ia menutup komputer lipatnya seraya menoleh singkat ke arah jam yang melingkat di tangannya.

"Daddy." baru saja tiba di mansion milikinya, Leon langsung disambut oleh teriakan gadis kecil yang menuruni anak tangga.

"Hati-hati Aletta." ujar Leon.

"Daddy, tangkap aku." Gadis kecil berauara cadel teraebut semakin mempercepat gerakannya, dan.

Hap

Leon menangkapnya dan membawanya ke dalam gendongannya, sebuah kecupan hangat tak lupa ia sematkan di kening gadis kecil tersebut.

"Daddy, I miss you so much." Aletta menyandarkan kepalanya di bahu Leon, betapa ia sangat merindukannya.

"I miss you too little girl." ucap Leon melangkah menuju sofa dan mendudukkan tubuhnya pada single sofa, pun Aletta yang duduk di atas pangkuannya.

"Siapa yang mengajarimu hm?" Kening Leon tiba-tiba berkerut dalam, sangat terkejut mendengar kata-kata yang baru saja dibisikan Aletta padanya.

"Granny..."

"Mom, apa yang mommy ajarkan pada Aletta!" dengus Leon pada ibunya yang duduk di hadapannya.

"Memangnya apa yang Aletta katakan padamu?" tanya mommy Sonia, berpura-pura tak tahu. Ia masih fokus dengan majalah yang sedari tadi berada di tangannya.

"Aletta mau mommy baru, Aletta sangat merindukan mommy." jawab Aletta dengan begitu polosnya.

"Nah, Aletta saja peka. Dia menginginkan mommy baru, kenapa kau tak segera menikah dengan Rhea, Leon? Dia sudah siap dinikahi olehmu, seharusnya kau---."

"Mom, aku lelah. Aku tak ingin membahasnya lagi." Leon memotong ucapan ibunya, merasa jengah dengan obrolan yang hampir setiap hari ia dengar.

"Aletta sayang, Aletta bermain dulu ya sama Granny. Daddy mau mandi dulu." ujarnya menatap wajah gembul gadis kecil itu.

Aletta mengangguk, ia beranjak turun dari pangkuan Leon dan mendekat ke arah mommy Sonia.

Sementara Leon, ia segera bangkit dari duduknya, lalu melangkahkan kakinya menuju lift yang akan membawanya ke kamarnya.

.

.

Bersambung....

Visual cast

Leon Wendsor

Chapter 3

Masih sangat pagi untuk beraktivitas, namun para karyawan di salah satu perusahaan yang berada di pusat kota Las Vegas sudah terlihat memadati perusahaan tersebut.

Vexia Grup, sebuah perusahaan yang baru berjalan selama lima tahun namun perusahaan ini sudah cukup berkembang pesat yang dimpimpin oleh seorang wanita berusia dua puluh lima tahun.

Wanita cantik yang berasal dari keluarga sederhana, namun ia telah berhasil menjadi orang terpandang sekaligus sukses di usia mudah. Bukan hal yang mudah untuk dilalui, banyaknya saingan perusahaan senior yang pasti sudah sangat handal dibanding dengan perusahaannya yang baru berjalan lima tahun, menjadi tantangan tersendiri bagi dirinya.

Sebuah mobil sedan berwarna putih memasuki halaman perusahaan dan berhenti tepat di lobby gedung pencakar langit. Seorang wanita yang menggunakan setelan jas berwarna putih dengan kemeja biru langit serta rambutnya yang di kuncir kuda keluar dari dalam mobil mewah tersebut.

Dan kini kaki jenjangnya memasuki perusahaan miliknya.

"Good morning, nona Ly." sapa salah seorang karyawan pada Lyora Vexia Ansara, yang hanya dibalas anggukan kepala singkat olehnya. Ia meneruskan langkahnya menuju lift khusus petinggi perusahaan.

Di sinilah ia berada, di lantai teratas gedung pencakar langit itu, disibukkan oleh berbagai macam berkas yang harus ia periksa dan tanda tangani.

"Permisi kak, siang ini jadwal pertemuan kakak dengan Wendsor Grup." ucap Ara.

"Hmm, di mana?" Lyora mengalihkan perhatiannya dari tumpukan berkas yang tidaklah sedikit jumlahnya. Menatap adik sekaligus asistennya, Dilara Levannia.

"Mereka akan berkunjung ke perusahaan setelah makan siang kak." jawab Ara yang hanya dibalas anggukan kepala oleh Lyora. Setelahnya wanita cantik itu keluar dari ruangan kakaknya tersebut.

"Sepertinya aku harus mengumpulkan tenagaku dari sekarang untuk siang nanti." Lyora bergumam seraya memutar bola matanya jengah mengingat Mr. Leon, pria yang sangat menyebalkan dan sangat sombong.

Seandainya perusahaannya tak membutuhkan relasi yang kuat untuk memenangkan tender besar dua minggu depan, ia tak akan mungkin mejalin dan menerima tawaran kerja sama dengan pria songong nan sombong seperti Mr. Leon Wendsor.

Sampai saat ini, ia masih merasa bingung dan menebak-nebak tujuan Mr. Leon bekerja sama dengan dirinya. Apa yang diinginkan pria itu dari perusahaan kecil ini hingga tak hanya satu kali pria itu menawarkan kerja sama.

Di tempat lain, seorang pria dengan topeng ciri khasnya melangkah memasuki markas besarnya diikuti oleh asisten pribadinya yang selalu mengekorinya.

"Al, bagaimana?" tanya Mr. Huen tanpa menoleh ke arah pria yang bernama Al tersebut.

"Semuanya sudah tuntas tuan, namun Ceng pemimpin organisasi itu berhasil kabur." Al menjawab santai walaupun ia tau reaksi apa yang akan di tunjukan tuannya.

"Al!!" cetus Mr. Huen geram, namun Al tetap terlihat santai, ia meletakkan ponselnya di atas meja yang berada di hadapan Mr. Huen, memperlihatkan sebuah pesan masuk yang membuat tuannya tersenyum tipis.

"Siapkan jadwal hari ini dengan baik Al. Kau memang bisa diandalkan." ujar Mr. Huen memuji kinerja yang dimiliki asisten pribadinya itu.

Sementara Al, ia segera melangkahkan kakinya keluar dari ruang kerja tuannya.

Drrttt...Drttt.. Drrtt..

Suara dering ponsel yang begitu keras, menggema memenuhi seisi ruangan. Namun si empunya tak menghiraukannya dan tetap berjibaku dengan berkas yang ada di hadapannya, mempersiapkan diri untuk meeting siang ini. Ya, siapa lagi kalau bukan Lyora Vexia Ansara. Gadis itu mulai jengah dengan bunyi ponselnya yang mengganggu konsentrasinya.

"Siapa?" gumamnya meraih benda pipih tersebut. Alisnya berkerut dalam tatkala melihat nama kontak yang tertera di layar ponselnya.

"Hallo kak."

"Kenapa lama sekali kau mengangkat panggilan telponku? Sesibuk itu kah kau hingga tak menghiraukanku?"

"Ehm ma-maaf. Ada apa kak?"

"Mama masuk rumah sakit cepatlah kemari." ucapnya yang membuat bola mata Lyora membulat lebar.

"Hah kenapa bisa? Rumah sakit mana kak." Lyora semakin terlihat panik.

"Kakak akan mengirimkan lokasi rumah sakitnya, cepatlah." ucap pria di sebrang sana seraya mematikan sambungan teleponnya.

Tanpa basa basi, Lyora langsung meninggalkan ruang kerjanya, berlari ke arah ruangan Ara dan...

Brakkkk

Dentuman pintu yang dibuka dengan kasar menimbulkan suara yang begitu nyaring. Ara yang tengah sibuk dengan laptopnya langsung mengalihkan perhatiannya, menatap bingung Lyora yang berdiri di depan pintu dengan napas yang terputus-putus.

"Ada apa kak, kenapa kakak tergesa-gesa?" tanyanya beranjak berdiri.

"Ara, mama masuk rumah sakit. Bisakah kau yang memimpin meeting siang ini?"

"Tapi kak, mama."

"Ra, kita bisa kena finalti dan jumlahnya tidaklah sedikit, soal mama nanti aku kabarin ke kamu." ujarnya, Ara hanya menganggukkan kepala dan membiarkan Lyora pergi.

*

Lyora mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi saat melewati jalan yang di kiri dan kanannya dipenuhi pepohonan yang rimbun, rasa khawatir akan kondisi ibunya tak dapat ia sembunyikan dari wajahnya.

Citttt

Suara pedal rem yang diinjak secara mendadak oleh Lyora begitu keras terdengar. Bagaimana tidak, tiba-tiba saja ada yang melintas di hadapan mobilnya.

"Apa tadi? Apa aku menabrak seseorang." gumamnya seraya turun dari mobil, dan betapa terkejutnya ia saat melihat seorang pria terbaring di depan mobilnya dengan tubuh yang berlumuran darah. Suara decitan kesakitan keluar dari mulut pria itu.

"Astaga. Apa aku menabraknya?" Lyora menutup mulutnya tak percaya. Ia mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya sebelum kemudian pandangannya kembali tertuju pada pria itu tepat pada luka tembakan di perutnya yang semakin dialiri darah.

Lyora yang terkejut merasa ada yang tidak beres dengan jalur yang ia lalui saat ini. buru-buru ia kembali masuk ke dalam mobilnya dengan lutut yang bergetar ketakutan, namun..

Dorr

Terdengar suara tembakan yang sangat nyaring membuat tubuh Lyora tiba-tiba membeku, merasakan sebuah pelukan hangat di tubuhnya.

"Apa kau baik-baik saja?" suara serak milik seseorang menyadarkan Lyora, ia menoleh.

"Cepatlah masuk, tak ada kesempatan untuk bingung jika nona tak ingin kehilangan nyawa." ucapnya seraya menarik Lyora masuk kedalam mobil dan melajukan mobil itu.

"Tuan anda siapa dan tadi? Ah ya turunkan saya dari pangkuan anda." seru Lyora takala menyadari dirinya yang masih berada dalam pelukan sekaligus pangkuan pria asing yang memakai topeng dan pakaian serba hitam.

"Ini bukanlah waktu yang tepat untuk berdebat, nyawa kita sedang dalam bahaya." pria asing itu menginjak pedal gas, menyadari anak buah Ceng masih mengejarnya.

"Sebaiknya nona berpegang." sambungnya menambah kecepatan kendaraan beroda empat tersebut. Reflek Lyora langsung memeluk tubuh pria itu dengan sangat erat, ia dapat melihat dengan jelas beberapa mata pistol yang mengarah ke mobil mereka. Siapa pria ini? Apa dia seorang penjahat? Kenapa banyak pria berpistol yang mengejarnya?

"Tuan bahu anda berdarah." ditengah-tengah kebingungannya, Lyora kembali dikejutkan dengan darah yang menyembur dari bahu pria itu.

"Kita harus ke rumah sakit sekarang." ucapnya lagi.

Pria asing bertopeng itu tak menghiraukannya.

"Ini bukan luka biasa tuan, anda terkena tembakan, apa anda tidak kesakitan? dan bagaimana kalau darah anda hab---."

Mulut Lyora langsung tekatup rapat, ia sama sekali tak mengeluarkan sepata katapun tatkala melihat tatapan tajam nan dingin pria yang tengah mengemudi mobilnya saat ini.

"Kita sudah sampai nona."

Secepat kilat, Lyora menurunkan tubuhnya dari pangkuan pria bertopeng itu dan mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya. Benar saja mereka sudah berada dilokasi yang dikirimkan oleh Bian tadi.

Dengan segera Lyora membuka pintu dan keluar dari dalam mobilnya, pun pria bertopeng itu. Ia memberikan kunci mobil ke tangan Lyora, dan melangkah pergi bgitu saja.

"Hei tuan obatilah dulu luka anda." seru Lyora mengejar pria tersebut.

Pria bertopeng itu tak menjawab dan semakin mempercepat langkah kakinya.

"Baiklah jika tuan tak ingin diobati, terimakasi telah menyelamatkan nyawa saya. Dan ya tuan tau dari mana saya mau ke rumah sakit ini?" tanyanya, jujur ia begitu penasaran. Apa pria ini bisa membaca pikiran orang lain?

"Google maps yang ada di dashboard mobil anda." Pria itu menoleh singkat, sebelum kemudian ia meneruskan langkahnya, dan masuk ke sebuah mobil sedan berwarna hitam yang baru saja berhenti di ujung jalan.

"Ah yaa, kenapa aku lupa dengan google maps--. Astaga Mama." Kesadaran Lyora kembali penuh, ia bergegas memasuki rumah sakit dengan setengah berlari.

"Damn! Kenapa wanita itu tiba-tiba muncul di tengah kegaduhan tadi. Segera awasi dia, anak buah Ceng pasti akan mengintai dan mengejarnya."

"Aku membenci siapapun yang berhubungan denganku dalam kondisi seperti ini!"

.

.

.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!