Setelah kata Sah menggema di rumah pengantin wanita, semua orang yang ada di ruangan itu mengucap syukur alhamdulillah. Termasuk Arini yang sudah dirias cantik khas pengantin muslimah.
Hanya satu orang yang seakan hidupnya meredup ketika bibirnya mengucapkan ijab kobul pernikahan. Siapa lagi kalau bukan si pengantin pria. Dia berjanji pada dirinya, dia hanya menikahi Arini karena menuruti perintah orang tuanya. Dan akan tetap setia pada kekasihnya, Renata.
Dia akan mencari waktu yang tepat untuk menceraikan Arini suatu hari nanti. Karena tidak ada kamus dalam pikirannya untuk setia pada Arini.
"Nak.. kamu tidak akan menginap dulu di rumahnya Arini?" Ibunya Andre melihat pada anaknya yang bersikukuh akan membawa Arini ke apartemen miliknya.
"Maaf.. Andre besok masih ada pekerjaan keluar kota. Kalau berangkat dari sini jarak ke perusahaan jadi jauh ma." Meski memang betul jarak dari rumah Arini ke perusahaan memang cukup jauh, tapi alasan utamanya bukan itu.
"Ya.. baiklah kalau begitu. Kalau kamu berkeinginan untuk tinggal bersama Arini di apartemen, mama tidak bisa mencegah. Begitupun papa. Mama sama papa berharap kalian selalu rukun dan langgeng sampai maut memisahkan." Mama Andre memeluk putra sulungnya lalu bergantian pada Arini.
"Kamu baik-baik ya Arini! Umi do'akan semoga kalian sakinah mawaddah warahmah." Ibunya Arini memeluk putrinya juga menantunya bergantian. Dia tidak bisa mencegah putrinya untuk mengikuti kemanapun langkah suaminya akan membawanya.
"Iya.. mi. Maafkan Rini mi.. Rini tak bisa menemani lagi umi. Umi tidak apa-apa ditinggal Arini?" Arini menatap wajah ibunya dengan perasaan bersalah.
"Gak pa-pa.. Umi kan ada bi Esih dan Mang Edi. Mereka juga sama seperti keluarga kita." Ibunya Arini menyembunyikan kesedihannya begitu Arini diboyong suaminya pergi.
"Saya pamit dulu besan. Semoga nanti kita cepat diberi cucu biar tidak sepi. InsyaAllah saya akan sering-sering datang ke sinii.. kan jarak rumah kita juga tidak terlalu jauh." Ucap ibunya Andre yang sudah lama mengenal keluarga Arini sejak kecelakaan maut menimpa Andre sewaktu kecil.
"Iya bu Dewi.. Hati-hati di jalan! Selamat sampai tujuan." Ucap Umi Syarifah mengantarkan besan juga anak menantunya pergi dari rumahnya. Setelah selesai acara walimatul ursyi diadakan di rumah Arini selaku pengantin perempuan mereka pun pergi. Kebetulan acara yang digelar tidak terlalu mewah sehingga tamu undangan pun tidak terlalu banyak. Acara pun cepat selesai.
Arini kini sudah sampai di apartemen milik Andre. Sepanjang perjalanan mereka berdua hanya tutup mulut. tak ada satupun yang mau berbicara.
"Ada yang ingin aku bicarakan dulu sama kamu Arini!" Suara tegas Andre begitu terdengar dingin di telinga Arini.
"Iya mas."Jawab Arini patuh.
Andre dan Arini duduk bersebrangan di sofa yang ada di ruangan itu.
"Terus terang aku menikahi kamu karena terpaksa." Ucap Andre yang berkata to the point. Dia tak ingin Arini bertanya-tanya ataupun menuntut pada dirinya, jika suatu hari nanti Andre tidak memberikan kewajibannya sebagai suami seutuhnya.
"Maksudnya?" Arini mengerutkan dahi meminta penjelasan Andre lebih detal agar dia tidak salah faham.
"Ya.. kita sama-sama tahu. Bahwa pernikahan kita sudah diatur oleh orang tua kita sejak kecil. Tapi sampai saat ini aku belum bisa menerimamu. Karena sudah ada perempuan yang sangat aku cintai di luar sana."
"Mari sejak awal kita jadi orang asing! Aku tidak akan menuntut kamu, begitu juga kamu jangan menuntut aku apapun. Kamu boleh melanjutkan aktifitas kamu seperti biasanya, akupun begitu."
Mulai sekarang kita hanya serumah tidak sekamar. Tidak saling mengkhawatirkan juga tidak saling mengatur dalam segala bentuk apapun. Kamu bebas mau bergaul dengan siapapun. Begitupun kamu jangan mencegah aku bergaul dengan siapapun!"
Dan satu lagi, jangan berani-berani kamu mengadukan hal ini pada orang tua kita. Pada saatnya tiba, kita akan bercerai dan kamu bebas mau menikah dengan siapapun." Andre melihat Arini dengan tatapan serius.
"Kenapa kalau kamu mencintai wanita itu, kamu tidak terus terang saja pada mama dan papa? Kamu bisa bicara baik-baik sama mereka. Kenapa memaksakan diri seperti ini? Pernikahan bukan main-main mas Andre. Ketika ijab kobul diucapkan maka janji itu tertulis sudah di atas langit." Arini tidak mau Andre lepas tanggungjawab seperti itu.
Buat Arini 17 tahun menantikan pernikahan ini apa tidak berat? Bahkan dirinya sudah mengorbankan waktu juga perasaan agar tidak jatuh cinta pada pria yang lain demi perjodohannya dengan Andre. Apa Andre tahu bahwa dirinya juga ingin seperti perempuan lain yang bisa saling mencintai dan dicintai sebagaimana pasangan normal. Apa dia tahu, perasaannya pun kini hancur setelah Andre mengungkap perasaannya barusan.
Kini penantian dan kesetiaannya pun menjadi sia-sia. Tahu akan begini, mungkin Arini juga bisa menerima laki-laki lain yang benar-benar menyukainya. Dan dia pun tidak akan menutup diri untuk menyukai laki-laki lain sebagai pasangannya.
"Memangnya aku belum mencoba hah? Aku sudah beberapa kali mencoba bicara baik-baik, tapi apa hasilnya? Papa mengancam aku dan selalu saja mengait-ngaitkan masa lalu dengan dirimu. Apa kamu bisa merasakan bahwa dadaku menjadi sempit seperti punya hutang budi sama keluarga kamu? Selama ini hidup aku tersiksa Arini. Aku selalu diawasi dan diatur-atur keluarga. Nafasku sampai sesak. Tak ada satupun yang bisa mengerti keadaan aku selama ini."
"Apa kamu bisa mengerti apa yang sekarang aku rasakan, hah? Aku yakin.. kamu tidak begitu. Kamu memang pintar bisa menyelesaikan belajar cepat sebelum waktunya. Tapi aku? Aku lelah selalu dibandingkan dengan kepintaran kamu. Aku lelah dituntut untuk ini dan itu. Aku tak mmau mempunyai istri seperti kamu! Aku lelah Arini."
"Jadi..mau kamu bagaimana?" Arini kini bingung dan sedih. Pernikahan ini tak mungkin dibatalkan begitu saja.
Dia baru tahu kalau Andre selama ini terbebani dengan keberadaan dirinya. Mungkin selama ini dia menderita tanpa sepengetahuan ayah ibunya juga dirinya.
"Mari kita pura-pura menjadi suami istri di hadapan orang tua kita! Dan kita akan menjadi orang asing seperti yang aku katakan tadi. Aku tak mau kamu membongkar masalah ini pada orang tua kita. Kalau tidak? Kamu akan menyesal seumur hidup kamu."
Dan jangan khawatir untuk biaya hidup. Aku akan tetap memberikan tanggungjawab. Ini kartu kredit pakailah untuk keperluan kamu! Jangan khawatirkan aku! Aku bisa mengurus diriku." Andre menaruh satu kartu di atas meja.
"Dan itu kamar kamu! Ini kamar aku. Jangan sekali-kali masuk ke kamar aku!." Terang Andre dengan semu mengancam.
"Oh.. judulnya mau bawa pacar kesini? Kalau begitu saya mending balik saja ke rumah umi daripada harus menyaksikan suamiku bermaksiat di depan mata. Nanti kena cipratan dosa dong, kalau sampai kamu berbuat maksiat di depan mataku." Meski Arini belum mencintai Andre, Arini tak mau kalau suaminya berbuat selingkuh di depan matanya. Karena setiap indra kita menyaksikan keburukan, maka kita terkena kewajiban untuk menegur dan mengingatkannya.
Pernikahan yang harusnya membawa kebahagiaan ini malah menoreh luka juga masalah. Arini tidak bisa diam menerima begitu saja. Rasanya tidak adil, apakah hanya Andre saja yang boleh membuat aturan disini? Padahal disini Arini sama-sama korban perjodohan.
"Sudah aku bilang jangan sampai orang tua kita tahu, ini malah mau balik. Kamu bodoh apa bego sih?" Andre takut sekali jika dirinya akan ketahuan lebih cepat. Apa jadinya jika kedua orangtuanya sampai tahu tentang kondisi pernikahannya.
Jebbb
Kata-kata yang membuat hati Arini teriris berkali-kali saat Andre mengatakan dirinya bodoh dan bego.
"Maaf.. apa disini yang punya hak protes itu cuman kamu? Aku tidak, begitu? Ck. ck. ck.... Aku tak habis pikir dengan jalan pikiran kamu. Jika kamu tak mau menikah denganku, ya tak apa. Jangan sampai kamu menikahi aku, lalu kamu bisa seenak perut membuat aturan tanpa mengindahkan bagaimana perasaanku?"
"Hhh... Aku juga tidak memaksa kamu untuk menikah denganku atau menerima aku. Kalau berpikir kesana, aku pun ingin menolak kamu sebagai suamiku. Tapi aku berusaha ikhlas menerimanya sebagai takdirku. Menikah adalah ibadah. Tapi jika pernikahan ini tidak menjadi ibadah, lebih baik aku pergi." Arini berdiri sambil menggeret koper yang tadi dibawanya dari rumah.
"Hei.. " Andre langsung mencegah langkah Arini untuk keluar dari apartemennya.
"Masuk kamar!" Andre mengeluarkan perintah pada Arini. Kini kedua netra saling memandang tajam seolah perang akan dimulai.
"Gue bilang masuk! Jangan sampai gue pake kekerasan ngomongnya!" Bentak Andre. Wajahnya merah menyala saking emosinya pada Arini.
Arini membuang pandangan lalu membalikkan badannya melangkah masuk ke dalam kamar yang tadi ditunjukan Andre. Dia menutup pintu keras lalu berdiri dibelakang pintu. Pasrah.
Enak saja dia ngomong. Emangnya gue gak punya hati apa? Disini yang menderita emang elu aja? Dasar laki-laki egois..Gue bela-belain nunggu elu... eh yang ditunggu malah kamprett.
Perlahan tubuh Arini melorot ke bawah. Perlahan air matanya meleleh. Hatinya begitu sakit menerima kenyataan. Bahwa suaminya terang-terangan mempunyai perempuan di luar sana. Arini menyeka ujung kelopak matanya menarik cairan bening dari hidungnya.
Arini berdiri berjalan ke arah cermin. Berdiri sambil bicara dengan dirinya sendiri.
Ya Allah... kalau dia memang jodohku maka kuatkan kami berdua dan dekatkan dengan-Mu. Tapi kalau bukan jodoh maka pisahkan kami secara baik-baik dan pertemukan dengan jodoh kami yang terbaik menurut pandangan-Mu.
Arini memanjatkan doa-doa dan harapannya di depan cermin sambil menilik rupanya sendiri. Dia mencoba menerima pernikahan ini dan tak mau menyerah begitu saja. Pasalnya sang suami belum bisa menerima takdirnya yang menikahi dirinya.
Kalau dari segi fisik, Arini mempunyai wajah cantik, pintar, karir yang bagus, juga karakter tegas dan keras. Begitupun dengan Andre. Selain tampan sebenarnya dia juga laki-laki yang lumayan pintar. Namun dia tidak percaya diri jika harus disandingkan dengan Arini yang selama ini selalu dibanding-bandingkan dengan dirinya. Dia lebih nyaman dengan wanita yang bernama Renata. Wanita seksi, modis dan mempunyai pergaulan bebas.
Setelah dirasa cukup melihatnya di cermin, Arini pun membuka asesoris yang menempel di atas kerudungnya. Lalu menanggalkan satu persatu baju pengantin yang sedang dia pakai. Dia melangkah ke kamar mandi hendak membersihkan tubuhnya
Lantas Arini membawa handuk yang telah di bekal nya dari rumah dengan membongkar isi koper terlebih dahulu. Meletakkan baju-bajunya di atas kasur, dia berniat akan membereskannya jika sudah selesai mandi.
Di lain tempat, Andre masuk ke kamarnya dengan membawa kekesalan
Benar-benar bikin kesal. Ternyata dia berani juga melawan.
Andre membuka jasnya lalu menggantungnya dengan rapih. Kebiasaannya berbalik dengan Arini. Dia memang tidak suka kalau kamarnya berantakan. Sejak kecelakaannya 17 tahun yang lalu dia mengidap (Obsessive Compulsive Disorder)
Andre membaringkan tubuhnya menerawang ke atas langit-langit kamarnya. Membayangkan apa yang baru saja dibicarakan Arini padanya.
Aku mesti berpikir bagaimana caranya untuk menceraikan Arini dan bisa menikah dengan Renata dengan mengantongi restu kedua orang.
Andre bangkit dari tempat tidurnya lalu bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan badan.
Tak lama kemudian dia keluar dari kamar mandi dengan handuk yang hanya menutupi bagian pusar sampai lutut. Dia membuka lemari mencari pakaian yang pantas dipakai untuk ke suatu tempat. Setelah mendapatkan baju kaos polo bergaris dan celana jins biru langitnya, Andre pun memakainya.
Tak lupa Andreas menyemprotkan parfum merk luar dengan harga selangit itu ke bagian tubuhnya.
Wanginya segera menyeruak memenuhi isi kamarnya. Dia bercermin lalu memakaikan perawatan kulit wajahnya dan menyisir rapih rambut yang sudah wangi terkena shampo.
Setelah itu dia mencari beberapa benda miliknya. Diantaranya, kunci mobil, handphone, dompet dan tak lupa jaket kulit kesayangannya. Setelah dirasa lengkap, dia keluar kamar.
Keltrak
Arini membuka tutup rak kitchen mencari gelas juga teh. Arini ingin membuat teh karena kerongkongannya cukup kering sejak tadi.
"Ngapain kamu disitu?" Andre menatap sinis Arini yang sedang berada di dapur.
"Nyari teh. Dimana kamu menyimpannya?" Sudah beberapa kali Arini membuka rak kitchen dan membuka kulkas, isinya ternyata kosong.
Aku lupa tak pernah mengisi kulkas juga dapur. Jadi meski dia sudah berusaha mencarinya, pastinya tidak bakal ketemu.
"Kamu beli saja di bawah! Di sana ada cafe. Kamu bisa ngenteh, ngopi juga makan. Aku tak mau apartemen ini jadi berantakan dan beraroma lain." Ucap Andre sambil berjalan mendekati pintu.
"Hei.. kamu mau kemana?" Arini menatap aneh penampilan Andre yang sudah berpenampilan rapih.
"Aku peringatkan jangan campuri urusanku!" Mata Andre menyalang, dia tak mau Arini ikut campur atas urusannya.
Andre pun melengos meninggalkan Arini yang masih berdiri.
Aish... dasar kampret. Memangnya dia mau kemana? Apa kata orang jika malam pertama dia malah keluyuran.
Kenapa gue diem saja? Mending gue susul aja tuh si Andre. Curiga kemana dia akan pergi
Dengan penampilan kaos hudy dan celana santai jins juga sandal capit, Arini menyusul Andre keluar .
Karena terburu-buru, handphone dan dompetnya Arini tertinggal di dalam apartemen. Dia baru teringat ketika dia sampai di area parkir.
Setelah tadi Arini buru -buru menyusul Andre ke area parkir, kini dia baru ingat bahwa handphone dan dompetnya ketinggalan di dalam apartemen.
Meski Arini menyusul dengan setengah berlari pun, nyatanya mobil Andre telah melaju lebih dahulu.
Tak putus harap, Arini berlari menuju lift hanya satu dalam pikirannya, bagaimana bisa mengambil dompet dan handphonenya agar bisa mengikuti Andre.
Di tengah panik dia malah menabrak seseorang yang tengah berbicara di telepon.
Brukkk.
"Aduh... " Laki-laki yang ditabraknya langsung mengaduh kaget sampai handphonenya terpental ke belakang.
"Oh.. sorry!" Anita tanpa merasa berdosa hanya mengatakan sorry berlalu meninggalkan laki-laki itu yang masih mematung menuju lift.
"Bar bar sekali." Gumam Kris melihat kelakuan tomboy Arini.
Pintu lift pun tertutup. Kris hanya bisa menganga dengan bibir terbuka, mata melebar memandang tak percaya ada perempuan yang tak bertanggungjawab seperti itu. Dengan cueknya dia pergi tanpa merasa berdosa dia menutup pintu lift dengan cepat.
"Oh.. no....." Laki-laki itu baru ingat handphonenya yang terjatuh.
Persekian detik
Krek....
Secepat kilat handphone dengan merk populer dan harga selangit menjadi remahan ketika mobil lain melindasnya.
"Oh my God..." Dia memegang lututnya dengan tatapan menyedihkan. Lantas dia menepuk jidatnya menyesali kesialannya harus bertemu dengan wanita bar-bar.
"Aku bukan kesal karena handphonenya tapi.. memorinya juga pasti ancur minah.... " Dia berteriak kesal melihat handphonenya remuk dilindas mobil. Dengan lesu Kris berjalan lemah ke arah handphonenya yang kini telah menjadi rongsok .
Ditatapnya lamat-lamat benda itu, lalu dipungutnya dengan sayang.
"Kau mirip gulali sekarang!" Gumamnya tersenyum sinis. Dia berdiri kembali setelah membawa rongsokan benda pipihnya. Dengan setengah malas dia berjalan pintu lift.
Tak lama kemudian lift itu pun terbuka. Laki-laki yang baru saja datang dari Amerika itu kini menghempaskan tubuhnya ke belakang dinding lift.
Mau kesal? Percuma. Kekesalannya tak mengubah apapun. Jadi dia memilih diam, sambil mencari cara agar bisa menyelamatkan memori handphonenya itu.
Tling..
Suara pintu lift beebunyi menandakan bahwa dia telah sampai di lantai apartemennya.
Dia berjalan tenang seolah tak ada masalah. Begitu langkahnya berbelok, matanya menangkap seorang perempuan yang sedang merutuk. Bahkan kakinya menendang-nendang pintu apartemen di sebelahnya.
Bukannya itu.. perempuan tadi?
Kris... menyipitkan matanya. Mengenali wajah Arini yang tadi menabraknya.
Mmm... apa. reaksinya kalau dia melihatku? Aku tidak akan menegurnya terlebih dahulu.
Kris bermonolog.
Dia melangkah pasti menuju pintu apartemennya.
Arini merentangkan kedua tangannya di dinding pintu seperti buronan yang tertangkap basah. Entah apa yang diucapkannya dia mengoceh sampai dia sadar ada orang yang lewat dibelakangnya.
Kris yang tadinya ingin menguji malah menutup mulutnya. Khawatir dia ketahuan sedang menertawakan kelucuan sikap Arini.
ting.. ting.. ting.. terdengar suara tombol pintu otomatis sedang ditekan. Arinilangsung membalikkan badannya melihat punggung laki-laki yang sedang membuka pintu apartemen.
Kris tidak tahu kalau sepasang mata sedang menatap punggung lebarnya. Setelah pintu itu terbuka Kris hanya fokus berjalan ke depan tanpa menoleh ke belakang.
Klik
Pintu apartemen Kris kembali menutup. Arini hanya bisa menatap nanar pintu yang ada di depannya menutup. Tadi dia berharap laki-laki itu akan menoleh padanya dan memberikan bantuan.
"Aih... gak peka banget tuh laki... tahu gue lagi susah bukannya nolongin.
Arini bicara sendiri melihat sikap Kris yang terlihat cuek.
Kenapa gue bodoh begini ya? Apakah ini karma karena gue tak patuh suami?
Rupanya Arini menyesali perbuatannya karena telah menyusul Andre keluar. Coba kalau dia menurut dan patuh sama perkataan Andre, mungkin dirinya akan selamat.
Dan bodohnya Arini, Kenapa juga dia tidak bertanya mengenai password pintu apartemen. Alhasile ya beginilah jadinya. Dia terjebak di luar pintu karena tidak bisa membuka password.
Lama-lama pegal juga kakinya berdiri. Arini duduk menyandarkan badannya di dinding dan tangannya melingkar di lutut.
Kriuk.. kriuk kriuk
Perutnya menagih jatah.
Kasian deh lu Arini! Malam pengantin malah ditinggal pergi. Dan sekarang kaya gembel kelaparan. Uang tak aada, telepon tak ada. Apa. yang mesti gue lakuin? Pulang? Wah itu bisa UGD urusannya. Bagaimana kalau si kamprett ngamuk? Bisa-bisa gue kena karma lagi nih!
Arini hanya bermonolog
Dia bingung untuk keluar apartemen. Selain sudah malam, dia pun tak memegang uang. Mau balik ke rumah sakit, malah takut nanti suaminya pulang terus marah-marah. Akhirnya Arini duduk di depan pintu menunggu suaminya pulang.
Andre yang tadi sempat melihat Arini menyusul, sengaja dia mengabaikannya. Dia malah memacu mobilnya lebih cepat. Khawatir Arini menyusul dirinya, kemanapun dia pergi.
Terparkir sudah Mobil Andre di sebuah Villa. Dia langsung turun dari mobilnya dengan tak sabar.
"Sayang... " Seorang wanita seksi menyambut kedatangannya yang hanya berlapiskan baju tipis menerawang.
"Aku menepati janjiku padamu kan?" Andre langsung memeluk wanita itu dengan erat dan merapatkan keningnya.
"Iya sayang... kamu tepat janji. Dan akupun akan menepati janjiku padamu." Wanita itu mengalungkan kedua tangannya pada leher Andre.
"Baiklah sayang... " Andre langsung melabuhkan bibirnya pada bibir wanita di depannya. Mereka pun terlena dan menghabiskan malam pengantin bersama di Villa itu sesuai janji Andre pada Renata.
Malam semakin larut. Dua insan yang dimabuk cinta belum juga mengantuk malah sedang bertravel ria di dunianya. Andre sudah lupa bahwa dirinya sudah berstatus suami. Sekarang malah menikmati tubuh wanita yang tak sah untuk dijamah. Yang halal ditinggal yang haram digarap. Sungguh kebodohan yang hakiki.
Ini pengalaman pertama Andre melakukan dunia fantasi. Entah dengan Renata. Karena dilihat dari aksinya dia begitu lihai memainkan peran adegan panas ini. Andre yang dimabuk cinta malah terlena dengan buaian-buaian syetan yang sedang menariknya.
Dilain tempat lain.
Arini sedang menahan rasa lapar dan kantuk. Dia tertunduk di lutut menitipkan kantuknya sementara dia menunggu sang suami pulang. Padahal waktu sudah menunjukkan jam sebelas malam.
Kris masih mengotak-ngatik handphone yang sudah tak berbentuk itu. Dia menyerah karena dia tidak mempunyai keahlian di bidangnya.
Terpaksa Kris menyalakan laptopnya untuk mengirimkan email pada salah satu asisten ayahnya yang masih bertugas di rumah sakit.
"Wah.. berhasil. Sekarang aku ke rumah sakit dulu. Untuk mengambil handphone cadangan. Besok-besok aku akan membelinya dua. Jika musibah kaya gini datang lagi, aku kan tidak berabe." Ucap Kris sambil membawa kunci mobilnya hendak keluar dari apartemen.
"Waduh... " Kris kembali kaget ketika melihat Arini duduk tertunduk di depan pintu.
"Aku kira hantu." Kris lagi-lagi bicara sendiri.
"Mmm.. kenapa dia? Apa sejak tadi dia diam disitu?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!