NovelToon NovelToon

Akhirnya Menikah

Perawan Tua

Happy reading

Helaan nafas terdengar seorang wanita berusia 29 tahun yang baru saja menerima telepon dari orang tuanya yaitu Shena Putri Adeliana.

"Kenapa? Perjodohan lagi?" tanya seorang wanita yang sedang duduk di depan Shena.

"Heem, apa emang udah waktunya gue nikah ya?" tanya Shena menatap luar.

Di usianya yang sudah menginjak 29 tahun Shena belum juga mengenalkan laki-laki kepada orang tuanya. Gadis itu masih menikmati hari-harinya sendiri dengan bekerja di butik miliknya.

Pernah sekali Sena membawa laki-laki pulang ke rumah tapi laki-laki itu malah membuat ia kecewa dan trauma hingga sekarang.

Laki-laki yang selalu ia banggakan di depan kedua orang tuanya tega mengkhianatinya dengan sahabatnya sendiri.

Bayangkan di mana laki-laki yang kamu cintai berbagi peluh dengan sahabat kamu sendiri di sebuah apartemen miliknya sendiri. Milih Shena, pacar bangsatnya itu membawa sahabat bangsatnya ke apartemen miliknya.

Shena melihat dengan mata dan kepalanya sendiri pacarnya sedang bercinta dengan sahabatnya. Dengan kondisi tubuh mereka yang polos Shena bisa melihat semuanya dengan jelas. Bahkan Shena ingat jika mantan pacarnya itu ingin menguasai butik yang ia miliki begitupun dengan sahabatnya yang selalu ia anggap sebagai saudaranya sendiri.

Sejak saat itu Shena tak mau berurusan asmara dengan laki laki manapun. Walau banyak yang mengajaknya untuk serius dalam menjalin hubungan tapi Shena belum menemukan lelaki yang cocok untuk dirinya. Shena masih trauma dengan semua itu.

"Heem, udah waktunya lu nikah. Masa dari gue kerja sama lu. Gue belum pernah lihat laki laki sama lu. Bahkan gue aja udah menikah dan mau punya anak kedua sekarang. Lu kapan hmm?" tanya wanita itu.

Ia adalah Nessa, manager sekaligus teman Shena di butik itu. Shena memiliki dua kakak yang sudah berumah tangga begitupun adik laki laki yang sudah berusia 20 tahun.

"Gue masih trauma dengan apa yang gue alami selama ini," jawab Shena dengan malas.

Ia paling tak bisa jika harus membahas soal laki laki. Apalagi kakak dan orang tuana sudah ngebet pengen lihat ia menikah.

"Mending lo turutin apa mau orang tua lu aja dulu. Lo nggak mau kan jadi perawan tua seumur hidup, apalagi keponakan lo yang udah gede-gede masa lo mau jomblo terus."

"Ya nggak gitu, Ness. Gue juga mau nikah dan membina rumah tangga gue sendiri tapi gue belum siap dengan segala kemungkinan yang pasti akan gue terima. Entah itu sakit hati atau yang lainnya," jawab Shena menatap langit langit ruangan kantor itu.

"Tapi kalau lu gak keluar dari zona nyaman lu itu, lu juga gak akan mendapat kebahagiaan sebagai seorang wanita. Ingat ya Shen, kodratnya wanita adalah menikah dan melahirkan."

"Dah gue kesini cuma mau ngasih lu berkas kerja sama sama perusahaan AX yang mau kerja sama dengan butik kita ini," ucap Nessa bangun dari duduknya dan berjalan meninggalkan ruangan Shena.

Sedangkan Shena masih saja saja terdiam dangan tatapan keluar. Ia melihat burung burung yang terbang bebas di udara itu.

Shena juga ingin hidupnya sama dengan para wanita lain. Yang bisa menikmati indahnya pernikahan dia orang yang saling mencintai.

Shena sudah pernah ke psikiater dan menanyakan tentang trauma itu. Sudah beberapa bulan Shena rutin memeriksakan dirinya pada dokternya.

Walaupun Shena tak mau jika jodohnya adalah laki-laki yang kasar dan suka seenaknya sendiri. Apalagi jika laki-laki yang dijodohkan nanti berperut buncit dan berkepala botak.

"Ya Allah, gini amat nasib Shena. Semoga nanti ketemu pangeran yang bisa jadi suami gue. Tapi Shena request yang ganteng, putih, tinggi, perutnya gak buncit, dan gak botak. Aamiin."

Shena mengambil ada di atas meja kerjanya. Iya mengecek seluruh berkas itu dan menandatangani berkas kerjasama antar perusahaan AX dan Shen Boutique.

"Apa gue terima aja tawaran Mama soal perjodohan itu. Tapi nggak mau jika laki-laki itu tak sesuai dengan kriterianya," gumam Shena.

Jujur Shena juga tak mau dipanggil perawan tua seumur hidupnya. Sebenarnya Shena juga tak ingin jika orang tuanya malu memiliki anak yang belum nikah sampai saat ini padahal usianya sudah 29 tahun.

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Shena yang pikirannya terganggu dengan rencana perjodohan yang di atur orangtuanya itu memutuskan untuk pulang.

Tapi sebelum itu terlebih dahulu memompa ASInya. Dadanya sudah sakit sedari tadi ia menahan agar ASInya tidak keluar. Shena memang kelebihan hormon saat ia mengonsumsi obat obatan dulu, eits tenang bukan obat obatan terlarang. Tapi akibatnya Sena menjadi kelebihan hormon hingga bisa pa****ranya bisa mengeluarkan ASI.

Shena mengeluarkan pompa asi dari dalam tasnya. Semula sakit sudah lebih mendingan ketika ASI itu keluar dari dadanya.

Setelah memompa ASInya, Shena memasukkan kembali dadanya ke dalam lain busa itu. Kemudian Shena menatap botol susu yang sudah terisi ASI itu.

Shena memasukkan botol susu itu ke dalam tasnya. Jika kalian berpikir Shena akan membuang sebotol susu itu kalian salah karena selalu menyumbangkan susunya ke panti asuhan. Yang memang membutuhkan ASI untuk bayi bayi yang baru saja lahir dan langsung di taruh disana.

Gadis itu mengambil tasnya dan keluar dari ruangan itu. Ia menutup pesan pada karyawannya untuk mengunci pintu butik jika sudah waktunya pulang.

Dengan kecepatan sedang Shena melajukan mobilnya menuju panti asuhan. Tak lupa ia mampir ke supermarket untuk membeli keperluan di panti kemudian kembali melanjutkan perjalanannya ke panti asuhan.

Sampailah Sena di Panti Asuhan Kasih Bunda. Panti asuhan yang selalu menerima botol susu Shena. Walau dibantu dengan susu formula tapi susu ASI lebih bermanfaat dan bergizi untuk bayi bayi yang ada disana.

Shena tak bisa memberi banyak susunya karena memang ia mampu hanya begitu. Satu botol susu yang versi besarnya.

"Terima kasih ya Nak Shena. Sudah mau membantu anak anak yang ada disini. Dengan adanya ASI yang selalu Nak Shena beri membuat Lily tak menangis lagi."

"Iya Bu. Maaf tak bisa memberi banyak ya, Bu. Shen mampu cuma segitu, apalagi Shena kan belum melahirkan," ucap Shena dengan sopan.

Mereka terlibat obrolan yang membuat Shena dihargai sebagai seorang wanita. Apalagi ia bisa melihat senyum para anak anak di panti asuhan itu.

Shena selalu bersyukur karena ia memiliki keluarga yang lengkap. Apalagi Mama dan Papanya juga menyayangi dirinya.

Setalah selesai berbincang bincang, Shena memutuskan untuk pulang ke rumah utama. Ia sudah terlalu lama meninggalkan rumah dan tinggal di butik. Dan hari ini ia akan pulang ke rumahnya. Sekaligus menanyakan apakah benar apa yang dikatakan sang Mama tadi.

Bersambung

Bimbang

Happy reading

Disebuah ruangan bernuansa cream ada seorang laki-laki yang sedang menerima telepon dari ibunya. Laki-laki itu kesal karena ibunya masih saja terus menjodohkan jodohkan dia dengan anak sahabat sahabatnya.

Padahal umurnya masih 31 tahun tapi ibunya itu ngebet banget ingin melihat ia menikah. Apalagi ayahnya yang selalu mengancam untuk mencabut jabatannya jika ia tak segera menikah. Dan otomatis yang akan menempati posisinya sebagai pemimpin perusahaan adalah sepupunya yang selalu merebutkan perusahaan AX.

"Mom, aku masih 31 tahun kenapa harus dijodohin segala sih? Memangnya anak mama ini gak laku apa sampai segala dijodohin?" tanya Varo pada Mamanya yang menelepon dirinya.

Varo tak mau di jodoh jodohkan seperti ini, apalagi dengan wanita yang tidak ia kenal. Varo tahu banyak wanita yang menginginkan dia hanya karena harta dan juga ketampanan.

Varo mempunyai masa lalu yang buruk terhadap wanita. Varo pernah sangat mencintai wanita hingga wanita itu juga yang menghancurkan dirinya. Sekarang baginya semua wanita itu sama, wanita hanya memandang harta dan juga fisik. Slogannya mungkin gini, "Kalau ganteng lu di post kalau enggak ya disembunyikan, cuma jadi bahan gabutan."

"Memangnya kamu pernah bawa wanita pulang hah? Bahkan Mama pernah anggap kamu gay karena di umurmu yang udah tua gini kamu gak pernah sekalipun bawa wanita ke rumah."

"Tapi Mah."

"Keputusan Mama sama Papa udah bulat, kamu harus menerima perjodohan ini. Mama gak mau tahu, nanti malam kamu harus pulang dan bertemu calon istri kamu," jawab Mama dari Varo membuat laki laki berusia 31 tahun itu mengumpat kesal dengan apa yang menjadi keputusan mamanya.

Tanpa menunggu jawaban dari Varo, wanita paruh baya itu langsung menutup panggilan telepon dengan Varo. Varo yang kesal langsung membanting ponselnya hingga hancur.

Bagi Varo ponsel itu tidak ada apa apanya, bahkan uang baru tidak akan habis walau untuk membeli konter HP itu sendiri.

"Sial!!"

Varo melampiaskan kekesalannya dengan melempar apapun yang ada di sekitarnya. Varo memang laki-laki yang tempramental jika seperti ini, emosinya sangat sulit untuk dikendalikan. Bahkan tak jarang orang orang kantor yang menjadi amukan laki laki itu.

"RADIT!!"

Mendengar namanya dipanggil, Radit selaku sekretaris Varo itu langsung mengetuk pintu dan membukanya. Betapa terkejutnya ia saat melihat ruangan bosnya sangat berantakan. Berkas-berkas yang harusnya ditandatangani berhamburan begitu saja.

"Ck kenapa lagi sih bos? Nambahin kerjaan gue aja sih," ucap Radit dengan tak sopan.

Kenapa juga ia harus sopan karena yang ada di depannya ini adalah sepupunya sendiri. Radit memang tak sama dengan arah sepupu Varo yang lain.

Radit cenderung lebih memilih untuk menjadi sekretaris Varo, karena laki-laki berusia 27 tahun itu sudah dianggap keluarga boleh mama dan papa Varo. Bahkan orang tua kandungnya tak memperdulikan dirinya di saat tengah terpuruk. Yang pikiran orang tuanya hanyalah harta, harta, harta, dan harta.

Radit muak dengan semua itu, ia juga sudah keluar dari rumahnya sendiri dan menyewa apartemen dekat dengan kantor dan rumah Varo.

"Kenapa? Masalah perjodohan lagi?" tanya Radit memungut berkas berkas yang ada di lantai.

"Ck lu juga banting ponsel lagi?" tanya Radit melihat ponsel yang sudah retak dan hampir hancur itu.

"Gue gak akan bangkrut hanya karena satu ponsel," jawab Varo dengan sombongnya langsung duduk di meja kebesarannya. Sedangkan Radit malah menjadi babu untuk Varo.

"Menurut lu gue harus gimana? Lu tahu gue belum mau menikah tapi Mama dan Papa selalu menghalalkan segala cara untuk membuat aku menikah dengan wanita pilihan mereka," ucap Varo lagi.

"Hufftt kalau Sarah gue sih, lu coba aja dulu. Ingat ya, Var. Umur lu itu udah 31 tahun. Harusnya lu udah punya anak minimal 2 lah. Tapi lu apa? Boro boro nikah, pacar aja gak punya," saran Radit yang membuat Varo bimbang. Laki laki itu belum mau menikah.

"Kalau nanti lu gak sreg dengan wanita pilihan orang tua lu. Lu bisa memutuskan untuk menolak perjodohan itu. Tapi kita wanita yang dijodohkan dengan lu itu baik dan sesuai dengan kriteria lu mending terima aja. Lu pasti ingin ibu dari anak anak lu nanti baik dan bisa membimbing kalian kan?" tanya Radit dan dianggukkan oleh Varo.

Iya bingung dengan keputusannya saat ini. Apakah harus menerima perjodohan atau menolaknya.

Benar apa yang dikatakan oleh Radit usianya sudah 31 tahun tapi dia belum juga menikah. Padahal teman-teman sebayanya sudah memiliki istri dan anak-anak yang lucu. Sebenarnya Varo juga ingin membina rumah tangga dengan orang yang ia cinta bukan karena perjodohan dengan wanita yang tak ia kenal.

"Arghhh sial. Gue pusing.."

Varo kesal sendiri dengan semua ini, ia ingin melampiaskan pada orang tapi ia tak mungkin melampiaskan kekesalannya pada Radit.

Akhirnya Varo bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kulkas yang ada di ruangan itu. Laki-laki itu mengambil susu kotak rasa strawberry yang menjadi kesukaannya.

Kadang Radit heran, Varo itu sangat kejam dan tempramental tapi kenapa laki laki malah memiliki kebiasaan yang lucu.

Varo sangat menyukai segala jenis susu bahkan di kantor maupun di rumah baru selalu menyetok susu dengan jumlah banyak. Mau heran tapi itulah Varo.

Harusnya laki-laki zaman sekarang melampiaskan kekesalannya dengan minum-minuman keras atau pergi ke club untuk sekedar minum dan berjoget disana. Tapi hal itu tidak dilakukan oleh Varo, laki laki itu malah lebih memilih menikmati susu dan memikirkan apa yang harus ia lakukan kedepannya.

"Gue heran deh sama lu, badan aja kekar tapi minuman lu susu. Gak malu sama anak SMP yang udah bisa minum minuman beralkohol?" tanya Radit meletakkan kembali berkas itu di meja.

"Gak peduli, yang penting gue suka."

"Serah lu dah serah. Gue mau balik ke ruangan gue, jangan lupa nanti malam lu harus pulang ke rumah dan pergi ke rumah calon istri lu. Gue pernah dengar kalau cewek yang dijodohkan sama lu itu cantik dan udah punya usaha sendiri. Gue yakin lu gak bakal nyesel kalau pilih dia," ucap Radit yang membuat Varo lagi lagi bimbang dengan apa yang harus ia lakukan saat ini.

Pergi kabur dari perjodohan Siti Nurbaya ini atau malah datang dan melihat wanita yang ingin dijodohkan dengan dirinya?

Tak terasa jam sudah menghabiskan 3 susu kotak yang ada di sana. Bahkan Radit yang masih berada di ambang pintu ruangan itu heran dengan apa yang dilakukan Varo.

Bersambung

Ternyata Bukan Dia

Happy reading

Akhirnya malam pun tiba, Varo sudah memutuskan apa yang harus ia ambil. Ia memutuskan untuk menemui keluarga wanita yang akan dijodohkan dengannya.

Dalam perjalanan Varo tampak berulang kali menghela nafasnya. Entah kenapa ia jadi gugup seperti ini padahal ia hanya menatap maps yang ada di ponselnya itu.

Hal yang tak biasa terjadi dalam dirinya. Varo bertanya-tanya dalam hatinya. Apakah keputusannya benar.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Seharusnya Ia datang jam tujuh malam tadi, tapi karena iya harus mempertimbangkan banyak hal akhirnya Varo memutuskan untuk berangkat jam segini. Lagipula ini hanya makan malam biasa baginya, ia hanya akan melihat wanita yang nanti akan dijodohkan dengan dirinya.

****

Sedangkan di rumah utama keluarga Shena, Bunda Dena memanggil Shena yang sedang berada di kamar.

"Sayang keluarga calon suami kamu sudah datang, ayo turun. Kita sambut mereka," ajak Bunda Dena putrinya yang ada di depan cermin itu.

Sena duduk di kursi meja rias menatap pantulan dirinya di cermin itu, gadis 29 tahun itu dengan dress selutut berwarna abu abu itu. Sangat cocok di tubuhnya yang putih, ya walau apapun yang ia pakai memang selalu cocok dengan tubuhnya.

"Ma, apa ini sudah keputusan yang tepat untuk Shena?" tanya Shena pada Bundanya.

Wanita yang sudah melahirkannya itu tanpa mengulas senyum di wajahnya yang masih cantik walau usianya sudah tak lagi muda.

"Bunda yakin ini keputusan yang tepat untuk kamu. Bunda ingin melihat kamu menikah sebelum bunda tiada," ucap Bunda Dena dengan nada sedih.

Keinginan dia dan suaminya hanya ingin melihat anak-anaknya bahagia dengan pasangannya masing-masing. Shena adalah anak ketiganya yang belum menikah padahal usianya sudah 29 tahun.

Sedangkan anak bungsunya masih 20 tahun, dan sekarang masih mengenyam bangku kuliahnya. Lagipula anak bungsunya itu sudah menerima perjodohan yang Mama Dena lakukan dengan anak baik yang menolong dirinya dulu.

Dan sekarang gadis penolongnya itu dan anak bungsunya juga sedang menjalin hubungan.

"Bunda jangan ngomong begitu Shena gak mau kehilangan Bunda atau Ayah. Shena janji akan membahagiakan kalian, jika dengan menerima perjodohan ini kalian akan bahagia. Shena akan menerimanya, Bunda," ucap Shena memeluk tubuh sang bunda yang ada di sampingnya.

"Bunda jangan ngomong begitu, Shena yakin kalian akan berumur panjang hingga melihat cucu-cucu kalian lahir di dunia ini," tambah Shena dangan tulus.

Shena memang satu satunya anak perempuan di keluarga mereka. Bahkan setelah lahirnya Gazi Bunda selalu mendambakan anak laki perempuan lagi. Tapi karena ayah Andra yang tak membiarkan istrinya hamil lagi, Ayah terlalu takut untuk kehilangan istrinya karena melahirkan anak mereka.

Alhasil mereka hanya mempunyai empat ana tiga laki-laki dan satu perempuan. Shena memang princess di dalam keluarga mereka. Tak ayal kedua kakak dan adiknya sangat posesif pada dirinya.

"Bunda senang kamu menerima perjodohan ini. Bunda dan ayah ingin melihat kamu menikah dan Bunda bisa memiliki cucu dari kamu," Bunda tersenyum menatap sang anak.

Setelah perbincangan itu Bunda dan Shena keluar dari kamar bernuansa biru laut itu. Shena menggandeng tangan bundanya turun ke lantai bawah.

Ternyata di lantai bawah sudah ada tiga orang dewasa, satu anak kecil, dan satu bayi.

Shena menatap laki-laki yang sedang memangku bayi berbando pink itu. Apakah laki-laki itu yang akan dijodohkan dengan dirinya. Apakah ia harus menikah dengan seorang duda yang memiliki dua anak.

Walau Shena suka dengan anak-anak tapi rasanya ia belum siap jika harus memiliki anak yang sudah sebesar itu.

Tanpa Shena sadar ia sudah menggenggam erat lengan bundanya hingga membuat Bunda Dena menatap putrinya yang menatap lurus ke depan, ke arah para keluarga yang sedang berkumpul.

"Tenang saja sayang Bunda yakin ini yang terbaik untuk kamu ke depannya. Bunda sudah mengenal laki-laki yang akan menjadi calon suami kamu. Ayo," ajak Bunda menggenggam lembut tangan putrinya yang menggenggam lengannya tadi.

Keduanya berjalan menuju keluarga yang sedang berkumpul. Dengan sopan Shena menyalami keluarga yang terlihat sangat asing di matanya.

"Anak cantik sekarang sudah besar ya. Gak terasa kamu akan menjadi menanti mama, Mama masih ingat saat kamu masih berusia 6 tahun," ucap Mama Sindi memeluk Shena yang kebingungan.

Sena hanya tersenyum dan mengangguk kemudian dia menyalami laki-laki yang mamangku bayi perempuan itu. Laki-laki itu tersenyum kepada Shena kemudian meminta anak-anaknya untuk menyalami Shena juga.

"Ayo salim dulu sama Tante," ucap Laki laki itu pada anak anaknya yang duduk dekat dengannya itu.

Dengan patuh anak laki-laki itu langsung menyalami Shena begitupun dengan bayi yang dipangku laki-laki itu.

"Gemes banget sih," batinnya seraya mencubit pipi anak laki-laki itu dengan lembut.

Kemudian Shena berjalan ke sungai yang masih kosong. Shena sempat melihat kedua kakaknya yang hanya tersenyum saja melihat ia terdiam.

"Perkenalkan nama, nama Mama Sindi. Kalau ini Papa Nendra. Nah kalau yang sedang mangku bayi perempuan itu adalah Toni."

"Salam kenal saya Shena."

Shena hanya terdiam mendengar apa yang dikatakan para orang tua. Mereka saling ngobrol tapi tidak dengan Shena gadis berusia 29 tahun itu malah fokus dengan lantai marmer yang ada di bawah. Entahlah kenapa ia mendadak gugup saat duduk di ruangan ini.

Apa iya, ia harus menikah dengan duda. Begitulah pikiran yang muncul di dalam dirinya.

"Cucunya cantik cantik ya, Mbak."

"Iya, cucu kamu juga."

Tak lama keluarlah seorang perempuan dari arah belakang, perempuan itu langsung duduk di samping laki-laki yang sedang memangku bayi perempuan itu.

Shena bisa melihat tatapan penuh cinta dari laki-laki itu. Pikirannya kembali bercampur ketika melihat wanita itu kembali tersenyum menatapnya.

"Halo, kamu pasti Kak Shena kan?" tanya wanita itu.

"Iya saya Shena."

"Gak usah formal gitu Kak, aku Viola ini adiknya kak Varo nah yang ada di sampingku ini adalah suami aku. Ini juga anak anak aku," ucap wanita itu dengan senyum.

Rasa lega itu menyeruak dalam hati Shena. Wanita itu lega ternyata apa yang ada di pikirannya tidak benar, iya tak akan menjadi istri yang kedua. Karena tadi Ia berpikir ia akan menjadi madu wanita yang datang dari toilet itu.

"Halo."

Mereka tersenyum melihat interaksi antara Shena dan Viola. Shena yang sudah dari tadi diam sudah mulai banyak bicara walau hanya kepada Viola dan sesekali menjawab apa yang ditanyakan oleh para ketua yang ada di sana.

"Maaf ya Mbak, Mas, Shena. Varo sedang dalam perjalanan. Mungkin sebentar lagi dia datang," ucap Papa Nendra.

Mereka mengangguk karena tahu kesibukan anak mereka masing-masing. Tak lama pintu rumah itu berbunyi suara bel. Bibi yang memang ada di sana langsung membukakan pintu dan terlihatlah laki-laki yang masih menggunakan jas kantor itu.

Sena yang mendengar suara bel tadi langsung diam dan menunduk. Iya tak tahu harus berbuat apa untuk saat ini.

"Nah itu dia Varo sudah datang."

"Maaf semuanya saya terlambat, di jalan macet tadi."

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!