NovelToon NovelToon

SIERA

1.

Suasana malam yang sunyi, tak seperti malam sebelumnya, Siera yang sebelumnya sulit untuk diajak tidur, namun malam ini ia sangat penurut.

karena Siera sudah tidur Anjeli memutuskan untuk menemui suaminya di ruang kerjanya, seperti biasa.

Sudah beberapa hari ini, ibu mertua Anjeli tinggal di rumah mereka, hal ini juga merupakan kesepakatan antara Bagas dan Anjeli, mereka memutuskan untuk meminta bantuan ibunya untuk menjaga Siera karena Anjeli sering tak enak badan bahkan pingsang di saat Bagas sedang tak di rumah.

Pembantu yang sebelumnya mereka pekerjakan sudah mereka berhentikan karena kondisi ekonomi Bagas yang semakin menurun drastis.

ketika hendak membuka pintu,

Anjeli tak sengaja mendengar pembicaraan ibu mertua dan suaminya di ruang kerja Bagas, ketika ia akan pergi menemui suaminya untuk menawarkan kopi.

"Nak, sebaiknya kamu pikirkan kembali pernikahan kamu dengan Anjeli, ibu lihat dia sering sakit akhir-akhir ini." Bagas yang tak menyangka ucapan tersebut akan keluar dari mulut orang tuannya sendiri, seakan tak punya hati nurani terhadap istrinya yang kini sebatang kara.

"Apa hubungannya pernikahan saya dengan sakitnya Anjeli?, kenapa ibu malah berpikir seperti itu," sanggah Bagas karena tak setuju dengan pernyataan ibunya barusan.

"Ya tentu saja ada, dia pasti tak mampu melayani kamu dengan baik, kamu jangan bodoh dibutakan oleh cinta," tegas ibunya yang menganggap bodoh anaknya yang terlalu dibutakan oleh cintanya kepada Anjeli.

"Bu', sudahlah ibu tak sayang apa pada Siera dia masih kecil Bu, aku memanggil Ibu kemari untuk menemani Anjeli bukan memperkeruh keadaan," ucap Bagas yang tak senang dengan pembahasan mereka.

"Mira masih sering menanyakan kamu, jika kamu mau menikah lagi bukan kah itu lebih baik, dengan menikahi Mira, usaha kamu itu pasti akan kembali jaya seperti dulu, orang tua Mira sangat menyukaimu nak, dan mereka janji akan membantu asalkan kalian menikah, hanya saja syaratnya Anjeli harus menjadi istri sirih kamu," jelas ibunya yang semakin ngawur menurut Bagas.

"Sudahlah Bu, jangan ngawur, ini udah malam aku mau istirahat, besok masih ada pertemuan dengan kolega membicarakan masalah ganti rugi perusahaan." Bagas semakin kecewa terdapat sikap ibunya yang tak pernah menerima istrinya meski Siera telah lahir sebagai bukti tanda kasih mereka yang tulus dan murni, dia pun berlalu meninggalkan ibunya yang tak pernah menyetujui pernikahan mereka dan masih berniat untuk memisahkan mereka sampai detik ini.

Anjeli segera kembali ke kamar, dan mengurungkan niatnya untuk menemui suaminya.

"kenapa ibu tak pernah menyukai ku, apa karena orang tuaku sudah meninggal dan orang tua ku bukan lah dari kalangan pengusaha melainkan hanya abdi negara." Guman Anjeli dengan menahan sesak yang sudah memenuhi rongga dadanya, kenapa aku bisa mencintaimu mas, andai saja dulu aku menolakmu, dan tak menuruti kata hatimu, mungkin hal ini tak akan terjadi pada dirimu, Mira sangat kaya dan terpandang wajar ibumu sangat menyukainya.

krekkk....

Bagas kembali ke kamar dan melihat putrinya sudah terlelap.

"Ternyata sudah tidur rupanya," ucap dengan mencium kening putrinya.

"hari ini dia sangat penurut, tak seperti biasanya," jelas Anjeli yang sedang merapikan mainan Siera.

"Baguslah jadi kita punya waktu yang panjang malam ini, jarang-jarang aku kebagian jatah semenjak Siera hadir," sambil mendekati Anjeli yang terlihat segar tak seperti biasanya.

"kamu sangat cantik malam ini, aku tak pernah melihat kamu memakai pakaian seksi seperti ini," bujuk rayu Bagas yang tergoda dengan penampilan seksi Anjeli.

"bukannya ini pakaian yang mas pernah belikan, namun aku tak pernah memakainya, hari ini aku putuskan untuk memakai semua pakaian yang mas belikan untuk ku, aku tak tau apakah masih ada banyak kesempatan bagi ku untuk memakainya nanti," ucapnya karena ia menyadari entah berapa lama ia bisa bertahan dengan penyakitnya itu.

"ada apa dengan mu, kalian malam ini sangat ngawur, emang benar perempuan umumnya sulit untuk di pahami" Bagas yang pusing dengan omongan ngelantur ibunya, ketika sedang ngobrol dengan Anjeli ia juga merasakan hal yang sama.

"maaf mas tapi kamu gak tau jika aku sakit, dan aku tak tau berapa lama aku bisa bertahan," guman Anjeli.

Bagas yang sudah tak kuasa menahan hasratnya aktif melancarkan aksinya, dan malam ini menjadi malam panas bagi mereka.

***

"Hari ini adalah jadwal periksa aku, aku hampi lupa," guman Anjeli yang baru teringat jadwal rutin pemeriksaannya.

"Untung dia belum berangkat. aku masih bisa memberitahunya." Guman Anjeli melihat mas Bagar sedang memakai sepatu kerjanya.

"Mas aku izin keluar hari ini, untuk belanja keperluan dapur," ucap Anjeli kepada suaminya.

"Kamu aman pergi sendiri?", tanya Bagas.

"iya, mas aku sehat kok hari ini"

"Kalau begitu kamu hati-hati dan hubungi aku secepatnya jika ada masalah" Bagas yang selalu khwatir dengan Anjeli karena keadaan Anjeli yang sering tiba-tiba pingsan, namun entah ada apa dengan Anjeli setiap Bagas ingin mengantarnya ke dokter Anjeli pasti menolak.

"baik mas" jawab Anjeli mengakhiri obrolan mereka pagi ini.

Setelah Bagas berangkat ke kantor, Anjeli langsung bersiap-siap untuk pemeriksaan rutin yang selama ini ia sembunyikan dari sang suami. Walau sang suami sering menawarkan untuk pergi periksa bersamanya, namun Anjeli selalu menolak justru ia malah pergi cek up seorang diri dan menyembunyikan hal tersebut dari suaminya.

Anjeli mendapat vonis dokter mengidap tumor otak dua tahun yang lalu, ketika Siera berumur dua bulan dan ibunya masih hidup, ketika itu Anjeli sedang berada di rumah ibunya dan jatuh pingsan ibunya membawa Anjeli ke tempat praktek teman Bagas yang merupakan dokter spesialis ternama di kota itu, dan Anjeli dicurigai menderita tumor pada otaknya dan mereka melakukan pemeriksaan khusus, maka keluarlah diagnosa itu pada Anjeli, ibunya yang kaget mengalami serangan jantung dan sebulan setelahnya ibu Anjeli berpulang untuk selamanya, hal inilah yang membuat Anjeli begitu apik menyembunyikan penyakitnya, ia takut terjadi apa-apa pada semua orang yang dia cintai karena mengetahui penyakitnya ini.

Hingga Siera kini berusia dua tahun, Anjeli masih menutup rapat-rapat rahasia ini pada sang suami.

Sebelum berangkat Anjeli menyempatkan diri melihat Siera yang sedang bermain bersama omah nya di ruang keluarga sambil menonton televisi.

"Siera anak ibu, kamu jangan nakal yah, tinggal dengan omah, ibu mau ke supermarket membeli keperluan dapur"

"Jangan terlalu lama nanti kamu pingsan lagi di keramaian," meski ibu mertuanya tak suka dengan Anjeli tapi ia masih menaruh perhatian pada Anjeli mengingat Siera masih kecil, akan tetapi sifat Matre ibu mertua Anjeli mengalahkan sisi kebaikannya.

Anjeli melangkahkan kaki menuju rumah sakit yang menjadi tempat ibunya meninggal dua tahun yang lalu. Hal itu juga mengingatkan dirinya di kala ia sedang berada di ruang tunggu rumah sakit tersebut dan secara tak sengaja melihat ibunya dan dokter Sean teman akrab Bagas sedang mengobrol serius di ruangan dokter, Anjeli yang penasaran memutuskan untuk menguping obrolan mereka yang tampak sangat serius dan Anjeli mendengar samar-samar diagnosa dirinya yang mengidap penyakit berbahaya , namun ibunya selalu mengatakan dirinya sehat dan tak ada masalah, dan Anjeli yang penasaran menyelidikinya sendiri dengan menemui dr. Sean seorang diri dan memaksa dokter memberi tahu semua tidak Anjeli ketahui,

alangkah terkejutnya Anjeli ketika dokter menyodorkan hasil pemeriksaan itu.

Nama : Anjeli

Umur : 22 tahun

Diagnosa : Tumor Otak

Jadi ini penyebab ibu saya menyembunyikannya dan ini juga penyebab ibu saya kembali terkena penyakit jantung seperti pada saat ayah meninggal beberapa tahun yang lalu.

"Dan satu lagi informasi yang ibu kamu sembunyikan penyakitnya semakin parah dan ia menolak untuk melakukan pengobatan."

"Ternyata banyak hal yang ia sembunyikan dari ku," tak pernah terpikirkan olehnya, ibunya yang selama ini ia pikir lemah mampu bertahan dan mengurus semua pengobatannya secara rahasia.

"Anjeli sebaiknya hal ini kita bicarakan dengan Bagas, kamu juga tak perlu menyembunyikan ini semua dengan suami kamu, bukan kah kamu sudah merasakan hal yang sama ketika ibu kamu merahasiakan semuanya, hal itulah juga yang akan Bagas rasakan terlebih lagi ia adalah suami mu pasti akan sangat kecewa mengetahui ini," bujuk dokter Sean yang bingung dengan sikap Anjeli dan ibunya yang tidak saling terbuka untuk masalah yang serius seperti ini.

"Tidak dok, sebaiknya kamu bantu aku menyembunyikan hal ini, aku tak mau membuatnya khwatir, terlebih lagi sekarang ia sedang dipusingkan dengan anjloknya perusahaan yang sudah lama ia rintis sebelum kami menikah." Anjeli yang mandiri dan tak mau merepotkan orang lain memang susah untuk di bujuk sama seperti ibunya.

2.

Anjeli mulai melakukan pemeriksaan rutin, ada rasa khawatir setiap kali pemeriksaan dilakukan.

Berusaha menguatkan diri, demi sang buah hati, tak mau bergantung dengan suami, tak ingin menjadi beban buat suami, inilah prinsip yang selalu ia tanamkan sejak dulu.

Sambil menunggu hasil pemeriksaan keluar Anjeli duduk di kursi tunggu sambil mengotak atik handphone miliknya. Matanya berubah menjadi terbelalak kala ia melihat berita ter hot, melintas di beranda sosial media miliknya.

"Perusahaan Bagas Wirawan Terancam Pailit."

Terpampang foto sang suami yang sedang melakukan klarifikasi masalah perusahaan miliknya.

"Mas Bagas menyembunyikan masalah sebesar ini pada ku, apa aku bukan istri yang mampu dijadikan tempat berbagi keluh kesah, aku sama sekali tak tau tentang berita ini," gumannya dengan perasaan yang semakin gundah, belum lagi penyakit yang sedang menggerogoti tubuhnya, jika suaminya tau bukan kah ini akan menambah beban pikiran untuknya.

"oh....Tuhan, apa yang harus aku lakukan?", karena tekanan yang begitu kuat, membuat Anjeli harus merasakan sakit yang tak sanggup ia tahan di bagian sisi kanan kepalanya, penglihatannya menjadi kabur dan pikirannya tak fokus.

Bruk.....

Anjeli langsung terjatuh di ruang tunggu pasien, untung para tenaga medis sigap langsung membawa Anjeli ke ruang UGD dan melakukan perawatan. dokter yang menangani kasus kesehatan Anjeli langsung bergegas menemuinya, tentunya hal itu sudah ia prediksi sebelumnya jika Anjeli mengetahui kabar tentang suaminya maka ia pasti syok dan kehilangan kesadaran seperti sebelumnya, namun karena kesepakatan mereka dokter yang menggantikan dokter Sean menangani penyakit Anjeli tak mampu berbuat apa-apa.

"dok, sebaiknya kita hubungi keluarga nyonya secepatnya, jangan sampai terjadi masalah yang buruk, itu akan membuat kita dalam masalah besar." Saran salah seorang perawat yang setia menemani Anjeli setiap melakukan pemeriksaan rutin.

"Jangan terburu-buru, dokter Sean sudah menanda tangani sebuah perjanjian tentang hal ini, jika memang dia gawat aku akan segera menghubungi dokter Sean terlebih dahulu, dan meminta dokter Sean sendiri yang memberikan kabar kepada suaminya, mereka adalah sahabat karib," jelas sang dokter yang tak punya wewenang apapun dengan kasus Anjeli kerana terikat oleh perjanjian tersebut.

"Rumit sekali hidup kamu Anjeli., Perusahaan suami kamu terancam pailit dan kamu terbaring sakit di sini, sedangkan mertua kamu tak pernah merestui hubungan kalian," guman dokter Farah yang merupakan sahabat dokter Sean dan sedikit mengetahui kisah Anjeli dari cerita dokter Sean sebelumnya.

Setelah satu jam berlalu, akhirnya Anjeli sadarkan diri.

"Aku dimana?", ucapnya yang bingung melihat situasi tempat ia terbaring.

"Kamu diruang UGD Anjeli, tadi kamu pingsan, dan kami membawa kamu ke sini untuk perawatan lebih lanjut," sapa dokter Farah yang masih setia menunggu Anjeli hingga sadarkan diri.

Anjeli yang menyadari dirinya masih di rumah sakit langsung bergegas bangun dan hendak pulang dan langsung di tahan oleh dokter Farah.

"Anjeli kamu mau kemana?, kondisi kamu saat ini sangat lemah sebaiknya kamu dirawat semalam lagi dan kami akan mengabari suami kamu." Farah yang khawatir langsung berusaha menenangkan Anjeli.

"Tidak dokter, aku harus segera pulang, anak aku pasti sudah lama menunggu aku pulang, tolong jangan kabarkan apapun pada mas Bagas, sampai sekarang aku belum cerita masalah penyakit ku ini, aku tak mau menambah beban pikiran untuknya," pinta Anjeli pada dokter Farah yang selalu sabar dan setia melakukan perawatan untuknya menggantikan dokter Sean sebelumnya.

"Baik Anjeli tapi kamu langsung kabari aku jika sudah sampai di rumah, aku sangat khawatir padamu, jika terjadi masalah aku pasti akan dimarahi oleh Sean karena tidak menjagamu dengan baik." Inilah sisi kebaikan hati dokter Farah sehingga dokter Sean mempercayakan Anjeli padanya.

"Makasih atas kebaikan mu dokter Farah, aku sangat berutang budi pada kalian berdua," ucap Anjeli pada dokter Farah sebelum meninggalkan rumah sakit.

"huft....Anjeli, kenapa kamu begitu keras kepala, membiarkan diri kamu menderita hanya karena termakan oleh perkataan mertua kamu yang tak suka dengan mu, kamu beruntung mendapatkan mas Bagas, aku saja yang sejak dulu naksir padanya tak pernah mendapatkan kesempatan sedikit pun" guman dokter Farah melihat keadaan Anjeli yang begitu kukuh menyembunyikan penyakitnya kepada Bagas yang merupakan orang yang pernah mengisi ruang hati Farah hingga detik ini, namun perasaan tersebut terpaksa ia kubur dalam-dalam karena sifat Bagas yang tak mudah untuk didekati.

***

Dengan langkah tertatih, Anjeli memaksakan dirinya untuk singgah di supermarket dan membeli keperluan dapur dan bergegas pulang.

Setelah sampai di depan kediamannya, ia turun lalu membuka pagar dengan perlahan dan memarkirkan mobilnya. Pak Satpam hanya bisa membantu mendorongkan pagar seperti biasa, bahkan kadang ia tak pernah dianggap kehadirannya oleh Anjeli.

Anjeli juga yang tak pernah mau di antar oleh super ia selalu memilih pergi seorang diri, hal ini selalu menjadi suatu kekhawatiran suaminya dengan sikap Anjeli yang terlalu mandiri dan tak suka merepotkan

"Anjeli....!"

deg....

"Kenapa dia sudah pulang, bukannya ia masih di kantor, bukannya hari ia ada masalah?", gumannya dengan penuh pertanyaan menumpuk memenuhi isi kepalanya.

"Maaf mas, aku baru pulang di jalan agak macet jadi telat pulangnya." Semoga ia tak menyuruh anak buahnya mengikuti aku, kalau tidak maka aku akan ketahuan dari rumah sakit dan pingsan di sana.

"Apa dokter di rumah sakit terlalu ceroboh hingga membiarkan kamu pulang dan menyetir seorang diri, atau kamu ini sebenarnya wonder women yang sedang menyamar jadi istri aku?." Bagas yang tau betul tabiat istrinya selalu menyuruh anak buahnya untuk mengikuti secara sembunyi setiap langkah kaki Anjeli di luar rumah, tak terkecuali hari ini.

"em....itu, aku hanya kecapean jadi aku singgah di rumah sakit ternyata aku pingsan di sana dan mereka merawat aku hingga aku sadar, dan karena kondisi ku baik-baik saja jadi aku putuskan segera pulang mas kasian Siera pasti udah lama menunggu aku pulang."

Anjeli yang ketahuan berbohong akhirnya mengaku meski masih tersimpan sebagian kebohongan yang ia sembunyikan untuk suaminya.

"Stok alasan di kepala kamu rupanya sangat banyak, pantas tak pernah kehabisan alasan," cetus Bagas dan berlalu meninggalkannya di depan rumah.

"Apa kerjaan di kantornya tak cukup membuatnya pusing sehingga masih punya waktu pulang dan memarahi diri ku, dasar suami protektif," cetus Anjeli yang tak suka dengan perhatian yang terlalu berlebihan menurutnya dari suaminya.

Anjeli yang cuek dan mandiri, sebenarnya sangat haus dengan perhatian dan kasih sayang, akan tetapi cacian dan hinaan yang sering ia dapatkan dari keluarga sang suami karena hasutan dari mertuanya, membuat Anjeli berusaha untuk mandiri dan tak mau merepotkan siapapun di rumahnya sendiri.

"Aku sepertinya terjebak masuk kehidupan konglomerat, sepertinya kehidupan ini tak pantas untuk ku," gumannya lagi dan melangkahkan kaki menuju kamar Siera.

"Siera, ibu sudah pulang nak."

"Pulang katamu, izinnya ke supermarket sebentar, tak sadar kamu jika sudah seharian berada di luar rumah, dasar istri gak becus."

"Maaf Bu."

"Maaf katamu, udah bikin anak ku ketularan sial, dan kamu masih keenakan keluyuran di luar, jangan-jangan kamu cari mangsa baru lagi ya?, karena suami kamu sekarang bangkrut."

Perkataan yang teramat pedih untuk didengar, namun Anjeli tak bisa berbuat banyak karena sejak meninggalkan karirnya hidupnya kini sangat bergantung pada suaminya.

"Aku harus bangkit dan mau tak mau harus keluar dari rumah ini dan meninggalkan Siera, jika terus hidup tertekan dengannya aku bahkan akan menyia-nyiakan kehidupan ku, aku harus kuat dan kembali melindungi Siera." Guman Anjeli yang semakin khawatir dengan sikap ibu mertuanya, ia takut suatu saat nanti akan melampiaskan kebencian itu pada Siera, sementara keadaannya masih lemah seperti sekarang.

3.

"Hampir tiga tahun sudah menjalani pernikahan, meski aku sampai sekarang tak kekurangan apapun, namun sikap ibu mertua padaku sungguh semakin keterlaluan jika aku terus bertahan apalagi dengan kondisi seperti ini, ibu akan terus menindas ku, belum lagi jika mas Bagas mengetahui penyakit ku ini, pasti bebannya akan bertambah.

"Apa aku kuat menjalani hidup tanpa Siera dan Mas Bagas?."

Memikirkannya saja sudah sangat berat bagi Anjeli, apalagi harus menjalaninya, tetes air mata mulai membasahi pipi Anjeli, pedihnya hinaan yang ia terima tak sebanding dengan apa yang terlintas dibenaknya sekarang.

"Ah...sebaiknya aku minta maaf dulu pada mas Bagas dan menemani Siera tidur."

Anjeli bangkit dari sofa yang terletak disamping jendela kamar mereka, dan berjalan kearah pintu kamar, lalu keluar menemui sang suami yang masih sibuk diruang perpustakaan.

Dari depan pintu terdengar pembicaraan serius antara ibu mertua dan mas Bagas.

"Apa sih yang kamu tunggu nak, sebaiknya segera ceraikan Anjeli dan nikahi Mira secepatnya, agar Mira dan ayahnya bisa membantu perusahaan kamu sekarang, kamu butuh dana secepatnya jika tidak kamu akan berakhir di penjara, ibu gak Sudi nak melihatmu di penjara."

Bagas terdiam sejenak mendengar ucapannya ibunya yang bukan lagi sebuah permintaan segera menikahi Mira, melainkan terdengar seperti perintah yang harus segera ia lakukan.

"Masih banyak jalan yang bisa Bagas tempuh Bu, menikahi Mira bukan satu-satunya jalan keluar untuk ku."

Bantah Bagas dengan tegas, karena permintaan ibunya kali ini sudah melampaui batas kewajaran.

"Jangan bodoh nak, kamu masih bisa menikahi Anjeli secara sirih dan belikan mereka rumah yang terpisah dengan kalian, jadi kamu gak perlu tinggal serumah dengannya,"

ucap ibunya yang semakin menyulutkan Bagas, dan semakin tak menganggap kehadiran Anjeli di dalam rumah mereka.

Krekk....

Anjeli membuka pintu dengan perlahan, rasa sesak di dadanya tak ia pedulikan lagi, sakit pada kepala karena beban pikiran tak ia rasakan lagi, pedihnya perkataan yang terdengar ditelinga dengan jelas membuat hatinya semakin yakin untuk meninggalkan rumah tangganya yang tak pernah direstui oleh ibu dari suaminya.

"Tak perlu repot menceraikan aku mas, malam ini, detik ini pun, aku putuskan untuk meninggalkan rumah ini, jika keberadaan ku adalah beban dan penyebab kesialan untuk mu, maka aku dengan senang hati akan pergi, dan untuk ibu aku titip Siera untuk sementara, namun jika mas dan ibu tak sanggup merawatnya aku bisa membawa dia pergi bersama ku malam ini."

Dengan suara lantang dan penuh penekanan Anjeli mengutarakan semua isi hatinya, ia merasa memang sudah saatnya harus mengambil keputusan.

Anjeli yang sudah mantap dengan keputusannya, meninggalkan ruangan tersebut, sakit yang ia rasakan beribu kali lebih terasa dibanding ketika ia merasakan sakit pada bagian kepala karena penyakit tumor otak yang ia derita.

Tiga tahun lamanya Anjeli sanggup menahan semua hinaan, tapi untuk kalimat yang terakhir yang terucap dari mulut pedas mertuanya tak sanggup lagi ia terima, semakin hari semakin menghasut putranya, pasti suatu saat lambat laun suaminya akan termakan juga dengannya, walau bagaimanapun Mas Bagas adalah anak yang dilahirkan olehnya, menentang ibunya adalah hal yang tak dibenarkan.

Anjeli berjalan menuju kamar dan langsung masuk ke dalam kamar, mengambil koper miliknya dan mengisi koper itu dengan pakaiannya.

Ketika Anjeli akan mengambil dompet miliknya ia teringat dengan kartu yang pernah mas Bagas berikan, sebuah kartu ATM yang tak terbatas limitnya dan sering ia gunakan untuk berbelanja semua keperluan di rumah.

Tanpa keraguan kartu itu ia keluarkan dari dompet miliknya, karena mulai sekarang barang tersebut bukan lagi miliknya dan ia tak punya hak lagi untuk menggunakannya.

Setelah berkemas barang miliknya, Anjeli berjalan ke luar kamar hendak masuk melihat Siera, namun langkahnya tertahan oleh ibu mertua yang tak punya hati.

"Mau apa kamu ke kamar Siera, jika kamu memutuskan keluar dari rumah ini sebaiknya kamu keluar seorang diri, toh kamu juga masuk ke rumah ini hanya membawa sebuah koper berisi pakaian kamu, yang artinya Siera bukan milik kamu, apa yang kamu bawa masuk pertama kali ke dalam rumah ini, maka hanya itulah yang pantas kamu bawa pergi malam ini."

Bagas yang menyaksikan kekejaman ibunya semakin murka.

"Apa yang ibu lakukan?, apa tak cukup membuat kacau rumah tanggaku, Anjeli tak akan pernah tergantikan di rumah ini, sebaiknya ibu ingat baik-baik perkataan aku ini"

"Terserah kamu, bukan aku yang mengusirnya tapi ini keputusannya dari dirinya sendiri."

Ibunya langsung masuk kedalam kamar Siera yang sudah tertidur pulas, bersama sang pengasuh, dan mengunci kamar tersebut. Anjeli yang hendak ingin menemui anaknya sebelum kepergiannya tak mampu berbuat apapun, ia hanya menangis dibalik pintu kamar Siera, dan memanggil nama anaknya.

"Siera maafin ibu nak, ibu harus meninggalkan mu, tapi kita pasti akan bertemu kembali ibu janji padamu nak," ucap Anjeli dibalik pintu kamar anaknya.

Tanpa memperdulikan Bagas yang terus berusaha membujuknya Anjeli berjalan kembali ke kamar dan Bagas masih mengekor dibelakang Anjeli meski tak di pedulikan oleh istrinya.

Melihat istrinya mengambil koper tersebut, Bagas langsung merebut dan membanting koper milik Anjeli, hingga koper tersebut rusak dan pakaian Anjeli berhamburan keseluruhan ruang kamar mereka.

"Lihat perbuatan kamu, koper itu menggambarkan kondisi rumah tangga kita mas, sebaiknya kamu sadar."

"Kamu yang harus sadar, ibu macam apa yang tega meninggalkan buah hatinya, jika kamu benci dengan aku dan ibu itu tak masalah bagi ku, aku mampu menahan semua kebencian mu itu, tapi tolong tetaplah di rumah ini bersama Siera."

"Mas jika aku tetap di sini, justru anak ku akan belajar hal bodoh dengan menyaksikan ibunya yang setiap hari ditindas oleh Omah nya sendiri, dan aku bukan wanita selemah itu, tiga tahun aku bertahan jika bukan karena dia adalah orang yang melahirkan mu sudah lama aku melawannya, dari pada aku menanggung dosa durhaka padanya lebih baik aku pergi."

"Aku mohon, pikirkan ini baik-baik, aku sangat mencintai mu"

"Sudahlah mas, bukan kah aku sudah memperingatkan kamu sebelum ijab Kabul, bukan kah kamu yang memaksaku, jika tak menikah maka kamu akan menodai ku sehingga tak akan ada laki-laki yang mau pada ku, bukan kah juga kita sudah menyetujui syaratnya kamu akan meyakinkan ibumu merestui kita, tapi kamu malah mengelabui ku dengan menipunya jika wanita yang kamu nikahi adalah Mira."

"Kenapa masih mengungkitnya lagi, itu tak ada hubungannya dengan keadaan kita sekarang."

"Kamu salah mas, ketika Aku hamil ibu datang ke rumah karena kabar kehamilan ku, ia menyumpahi ku, jika aku terus bertahan, rumah tangga aku dengan mu tak akan pernah bahagia, ia sanggup menerima cucunya namun tidak dengan ibunya"

"Tidak Anjeli kamu jangan pergi, aku akan hancur tanpamu"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!