NovelToon NovelToon

Di Titik Nadir

Antara Kejujuran Dan Kehidupan

Dua orang perempuan muda nampak terlihat cantik dan seksi dengan balutan gaun pengantin tanpa lengan. Jika orang melihat mereka, pasti banyak yang berpikir bahwa keduanya menyelenggarakan upacara pernikahan di hari yang sama, secara bersama-sama.

Namun, itu bukanlah kenyataan yang sebenarnya. Kenyataannya adalah bahwa salah satu di antara perempuan-perempuan itu, sedang menyusun skenario untuk mengelabuhi mempelai pria. Mempelai wanita yang sesungguhnya memaksa temannya untuk menggantikan posisinya.

"Suzan, buat Nara semirip mungkin dengan aku!" Sari berkata kepada Suzan, seorang perias profesional.

"Kau benar-benar gila Sari! Kau tidak takut jika ini terbongkar?" Suzan mempertanyakan keputusan Sari.

"Tentu akan terbongkar, tetapi saat itu terjadi aku sudah menghilang dari kota ini," balas Sari sambil menyunggingkan senyuman dingin di bibirnya.

"Sari, aku mohon pikirkan lagi baik-baik. Kamu tidak seharusnya melukai Rendra. Bukankah kalian saling mencintai?" Nara mencoba menyadarkan temannya.

"Aku tidak sedang meminta pendapatmu Nara, jika kamu masih ingin nenekmu hidup, maka lakukan apa yang aku mau!" Sari bersikukuh pada pendiriannya.

"Sebenarnya, apa yang kurang dari Rendra? Aku tidak bisa menyelami jalan pikiranmu Sari," ucap Suzan sambil mengoleskan Eye-shadow di kelopak mata Nara.

"Tidak ada, aku hanya menemukan laki-laki yang lebih kaya dari dia," kata Sari dengan santai, hingga membuat Suzan menggelengkan kepalanya.

Nareswari Meera Paradina atau biasa dipanggil Nara dipaksa menikahi Mahendra Yudhistira atau Rendra oleh teman kecilnya, yang kebetulan memiliki nama depan yang sama dengannya, yaitu Nareswari atau biasa dipanggil Sari.

Nara terpaksa menuruti kemauan Sari karena sebuah hutang Budi. Nenek Nara, satu-satunya keluarga Nara yang masih tersisa, menderita leukimia selama 2 tahun. Selama itu juga, seluruh pengobatan nenek Nara dibantu oleh keluarga Sari. Ayah dan ibu Sari memang terkenal sebagai orang yang dermawan di kalangan warga gereja.

Sebenarnya kedua orang tua Sari tidak pernah menuntut Nara membalas budi, namun Sari yang licik memanfaatkan keadaan itu sehingga Nara menjadi tidak berdaya. Sari mengancam akan memberhentikan pengobatan nenek Nara dan meminta gadis itu mengembalikan seluruh biaya yang telah dikeluarkan, jika Nara tidak mau menuruti keinginannya.

Sari dan Rendra sudah bertunangan selama tiga tahun. Namun, selama enam bulan terakhir, hubungan mereka merenggang. Rendra terlalu sibuk dengan bisnisnya dan sering mengabaikan kekasihnya.

Sari yang kesepian, mendapat perhatian dari Aditya Wardhana atau yang biasa disapa Adit, hingga membuatnya lupa diri dan mengkhianati kekasihnya. Mereka berdua pertama kali bertemu dan berkenalan, saat menghadiri acara ulang tahun teman Adit, yang kebetulan adalah sepupu dari Sari.

Adit adalah anak seorang konglomerat nomor satu di kota mereka. Berbeda dengan Rendra yang suka bekerja keras, Adit adalah anak manja yang hanya suka berfoya-foya tanpa mau bekerja. Gaya hidup Adit rupanya sama dengan gaya hidup Sari, oleh karena itu Sari merasa lebih cocok dengan Adit dan ingin menikahi laki-laki idamannya itu.

Pernikahan Sari dan Rendra tidak mungkin dibatalkan begitu saja. Oleh karena itu, Sari membuat skenario ini agar ia bisa bersama dengan pria yang diinginkannya. Nara yang tak berdaya terpaksa menjadi pion yang akan memuluskan rencana Sari.

---------------

"Mahendra Yudhistira apakah anda bersedia menerima dan menyambut Nareswari sebagai istrimu yang sah dan satu-satunya, mencintainya sepanjang hayat, dalam suka dan duka, kaya maupun miskin, sakit ataupun sehat, hingga maut memisahkan kalian berdua?" Romo Markus bertanya kepada Rendra.

"Ya, saya bersedia dengan segenap hati, jiwa, dan raga saya," ucap Rendra dengan lugas.

"Nareswari, apakah anda bersedia menerima dan menyambut Mahendra Yudhistira sebagai suamimu yang sah dan satu-satunya, mencintainya sepanjang hayat, dalam suka dan duka, kaya maupun miskin, sakit ataupun sehat, hingga maut memisahkan kalian berdua?" Pertanyaan yang sama dilemparkan Romo Markus kepada Nara.

Gadis itu tidak segera menjawab. Nara merasa berdosa sekarang. Meskipun ini adalah skenario Sari, Nara tahu bahwa ia juga bersalah. Ia andil dalam permainan Sari. Gadis itu telah mempermainkan sebuah ikatan suci yang disebut pernikahan.

Hati kecil Nara sesungguhnya tidak ingin melanjutkan kebohongan ini. Namun, ia sungguh tidak berdaya. Ada nyawa yang harus ia selamatkan. Gadis itu harus memilih antara kejujuran atau kehidupan.

Rasa cinta yang besar kepada neneknya yang akhirnya meyakinkan gadis itu. Rasa cinta itu membuatnya mampu melakukan apa saja, termasuk mengorbankan dirinya demi keselamatan neneknya.

"Nareswari, apakah anda bersedia menerima dan menyambut Mahendra Yudhistira sebagai suamimu yang sah dan satu-satunya, mencintainya sepanjang hayat, dalam suka dan duka, kaya maupun miskin, sakit ataupun sehat, hingga maut memisahkan kalian berdua? Apa jawabmu di hadapan Tuhan dan sesama?" Romo Markus mengulang kembali pertanyaannya.

Rendra seketika mengerutkan dahinya. Ia tidak mengerti mengapa kekasihnya tidak segera menjawab. Laki-laki itu tidak mengetahui bahwa perempuan yang berdiri di hadapannya, masih berusaha mengumpulkan keberaniannya.

"Ya, saya bersedia dengan segenap hati, jiwa, dan raga saya," ucap Nara dengan suara yang bergetar.

Seketika itu juga, air mata yang dari tadi tertahan mengalir membasahi pipi gadis itu. Nara telah menjawab dan itu berarti ia tidak bisa mundur sekarang.

Rendra merasa lega saat mendengar jawaban keluar dari bibir istrinya. Laki-laki itu masih belum menyadari semua. Suara Nara yang bergetar telah mengecoh pendengarannya.

Setelah mengucap janji, Romo Markus meminta mereka berdua saling memasangkan cincin pernikahan. Cincin emas bertabur berlian kini telah tersemat di jari manis kedua mempelai.

Saat ini, tiba saatnya sesi pembukaan cadar mempelai wanita oleh mempelai pria. Tubuh Nara seketika menegang. Gadis itu begitu ketakutan. Meskipun Suzan berhasil membuat wajah Nara semirip mungkin dengan Sari, namun tidak ada yang bisa memastikan bahwa ia tidak akan dikenali.

Rendra berusaha perlahan-lahan menyibakkan cadar yang melekat di kepala dan rambut kekasihnya itu. Kini, kain yang dari tadi menutupi wajah cantik perempuan itu pun telah tersingkap. Rendra tersenyum penuh syukur.

Saat cadar itu tidak lagi menutupi wajah Nara, gadis itu secara spontan menundukkan wajahnya. Ia tidak mau memperlihatkan kepalsuan itu. Beberapa kali Rendra membisikkan kepada istrinya agar gadis itu mau mengangkat wajahnya, namun suara Rendra tidak pernah dihiraukan.

"Mahendra Yudhistira sekarang ciumlah istrimu," Romo Markus mempersilakan mempelai pria mencium mempelai wanita.

Rendra meletakkan tangannya di dagu istrinya. Ia mencoba menahan agar gadis itu tidak terus menundukkan kepala. Laki-laki itu pun kemudian mencium kening istrinya dengan sepenuh hati.

Hingga detik sesi cium Kudus dilaksanakan, Rendra masih belum menyadari bahwa Nareswari yang berdiri di hadapannya adalah orang yang berbeda. Entah mengapa laki-laki itu justru merasa nyaman ketika mencium kening perempuan yang ada di hadapannya. Ia merasa bahwa ia begitu mencintai gadis itu.

Ibadah pemberkatan nikah hampir selesai. Romo Markus juga sudah memberikan berkat kepada seluruh jemaat yang hadir di gereja. Tiba-tiba seorang wanita, mengenakan gaun pengantin, berlari-lari sambil berteriak dari arah pintu masuk gereja hendak menuju ke altar.

"Hentikan!!!" Sari tiba-tiba muncul dan membuat semua orang yang ada di ruangan itu terkejut.

----------

Halo, readers! Selamat datang di novel kedua saya. Bagi yang penasaran dengan novel pertama saya, silakan klik profil saya ya. Jangan lupa tinggalkan jejakmu! Rate, vote, comment, and like are needed. Thank you and please, enjoy!

Skenario Baru

**Awal Kilas Balik**

“Kamu mau tunggu pernikahan itu selesai baru pergi?” Suzan berucap sambil membereskan seluruh alat make up yang baru saja dipakainya untuk merias dua perempuan bernama sama itu.

“Tentu tidak! Begitu Adit datang, aku langsung meninggalkan tempat ini,” ucap Sari sambil memainkan ponselnya.

“Sebenarnya, aku sedikit kasihan dengan Nara, bisa habis dia sama suaminya kalau tahu dia bukan kamu,” Suzan membayangkan apa yang akan terjadi pada Nara nantinya.

“Aku tidak peduli. Di dunia ini tidak ada yang benar-benar gratis. Kalau dia mau neneknya masih hidup, dia harus mau melakukan ini semua,” kata Sari yang masih sibuk dengan ponselnya.

Tanpa sengaja, Sari membaca headline sebuah berita di salah satu situs berita on-line. Gadis itu membulatkan matanya, saat membaca isi berita itu. Bibirnya berubah menjadi pucat.

Masih merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja diketahuinya, Ia mencoba mencari berita dari situs yang lain untuk memastikan kebenarannya. Semua berita yang dibacanya menyajikan konten yang sama.

“Ada apa Sar? Kamu sakit?” Suzan melihat ekspresi temannya. Ia mengetahui pasti ada sesuatu yang tidak beres.

“Sial! Kenapa bisa jadi begini sih?” Sari terlihat sangat gugup sekarang.

“Kenapa?” Suzan bertanya karena penasaran.

“Adit bangkrut. Orang tuanya kena tipu sama saudaranya. Perusahaannya sudah diakuisisi sama saudaranya. Coba kau baca! Ah, aku harus bagaimana sekarang?” Sari berpikir keras.

Gadis itu berjalan ke sana dan ke mari untuk menenangkan pikirannya. Sebuah nada pesan masuk terdengar dari ponsel Sari. Ia membuka pesan yang masuk itu dan membacanya.

📱‘Sayang, aku tidak bisa jemput kamu sekarang. Papa masuk rumah sakit. Kamu sudah lihat berita kan? Nanti aku ceritakan semuanya.’- Adit

“Masih punya nyali juga ini orang. Apa iya aku mau sama dia lagi kalau hartanya sudah habis semua?” Sari memblokir nomor Adit. Gadis itu tidak mau lagi berurusan dengan laki-laki itu.

“Kenapa lagi, Sar?” Suzan melihat Sari bicara kepada dirinya sendiri.

“Adit hubungi aku. Gila dia! Masih cukup percaya diri juga,” jawab Sari kepada Suzan.

“Ini memang konyol, tapi skenarionya memang harus berubah. Rendra, tunggu aku! Semoga masih ada harapan,” kata Sari sambil bersiap-siap pergi.

“Kamu mau kemana?” Suzan menahan lengan Sari.

“Mengambil apa yang seharusnya jadi milikku,” balas Sari sambil melepaskan tangan Suzan yang menahan lengannya lalu pergi menuju ke suatu tempat.

**Akhir Kilas Balik**

----------------

“Hentikan!!!” Sari tiba-tiba muncul dan membuat semua orang yang ada di ruangan itu terkejut.

“Apa-apaan ini?” Rendra menjadi sangat emosional, saat melihat ada gadis yang mirip dengan Sari, masuk ke dalam gedung gereja.

“Rendra, ini aku. Dia palsu,” ucap Sari sambil menangis dan memegang lengan Rendra.

“Kalian, bagaimana bisa sangat mirip? Apa yang sebenarnya terjadi?” Rendra berkata sambil melihat Nara dan Sari secara bergantian.

“Sari?” Abigail, ibu Sari berjalan menghampiri putrinya.

“Mama, ini aku Sari! Mama kenal aku kan? Mama ingat suaraku kan? Dia itu palsu.” Sari menunjuk Nara dengan penuh emosi.

“Sebaiknya kita selesaikan semua di ruang konsistori. Mari ikut saya!” Romo Markus berucap kepada kedua keluarga.

Salah satu perwakilan keluarga maju ke depan dan meminta maaf atas kejadian memalukan ini kepada seluruh tamu undangan yang hadir pada upacara pemberkatan nikah di gereja. Dengan sopan, para tamu undangan diminta untuk pulang, karena kedua keluarga harus bertemu menyelesaikan masalah.

-----------

“Aku diculik saat aku selesai dirias. Dia ini cucu nenek Lila, yang papa bantu pengobatannya.” Sari membongkar kedok Nara.

Plaakkk!!!

Abigail menampar Nara hingga gadis itu kehilangan keseimbangannya dan hampir jatuh.

“Kamu benar-benar tidak tahu berterima kasih. Bagaimana kamu bisa merencanakan hal jahat kepada anakku, padahal kami membiayai seluruh pengobatan nenekmu?” Abigal membentak Nara dan beberapa kali menekan kepala gadis itu dengan kencang sehingga membentur tembok.

“Maafkan Saya, maafkan saya,” ucap Nara dengan air mata yang terus mengalir.

“Kamu benar-benar jahat! Kamu sudah mempermalukan keluarga kami dan berniat mencelakai Sari. Saya akan hentikan seluruh biaya pengobatan nenek kamu,” tutur Agustinus, ayah Sari.

“Saya mohon jangan tuan. Nenek saya bisa mati. Hukumlah saya tetapi jangan nenek saya. Nenek tidak tahu menahu tentang masalah ini,” pinta Nara kepada Agustinus.

Gadis itu sangat terpukul. Dia tahu bahwa cepat atau lambat sandiwara ini akan terbongkar. Namun, ia tidak menyangka bahwa Sari akan menuduhnya sebagai orang yang merencanakan semua ini. Dia benar-benar terhimpit sekarang.

Menceritakan atau tidak menceritakan yang sebenarnya, semuanya berujung pada dihentikannya biaya pengobatan neneknya. Namun, memilih menceritakan yang sesungguhnya juga adalah suatu tindakan yang sia-sia. Tidak ada orang yang akan mempercayainya. Lebih baik ia diam, daripada harus menambah masalah.

“Dasar penipu!! Jelaskan kepada kami, jangan hanya meminta maaf! Kami tidak membutuhkan maafmu,” kata Rendra kepada Nara.

“S-saya minta maaf tuan,” ucap Nara dengan bibir yang bergetar dan suara yang lirih. Gadis itu tetap memilih untuk tidak menjelaskan apapun.

“Rendra, kamu harus batalkan pernikahan kamu dengan dia. Aku ini korban Rendra, dia suruh orang untuk culik aku, untungnya aku masih bisa kabur. Rendra kamu harus bertindak!” Sari menyela percakapan Rendra dengan Nara. Ia berusaha merayu Rendra.

“Tunggu-tunggu! Saya masih belum paham. Kamu diculik dan kamu bisa lepas dengan begitu saja,” ucap Rani, ibu dari Rendra.

“Iya, tante. Tuhan itu baik. Aku mendapat kesempatan untuk bisa kabur saat mereka lengah,” ucap Sari menjelaskan.

Rani merasa ada banyak kejanggalan dalam cerita Sari. Rani bahkan melihat kondisi Sari yang sangat baik. Hanya rambutnya yang terlihat tidak beraturan. Sari masih terlalu sempurna untuk seorang korban penculikan. Rani berpikir bahwa ia perlu menyelidiki semua ini.

“Siapa namamu, nak?” Nyonya Rani bertanya kepada Nara.

“Saya Nara, ibu.” Nara menyeka air matanya.

“Apa benar yang dikatakan Sari?” Nyonya Rani melanjutkan pertanyaannya.

“Mama, tidak perlu bicara baik-baik dengan penipu seperti dia.” Rendra kecewa dengan sikap mamanya.

“S-saya minta maaf ibu,” balas Nara dengan sesenggukan.

“Tante, dia itu selama ini iri dengan Sari. Dia selalu ingin memiliki apa yang Sari punya, karena sejak kecil dia itu miskin.” Sari menyela pembicaraan Nara.

“Jadi kamu hanya gadis miskin yang bermimpi menjadi seorang putri,” ucap Rendra mengejek Nara.

“Kamu harus sadar Nareswari Meera Paradina. Nama kita memang sama, tetapi kamu tidak akan pernah bisa menjadi seperti aku,” tutur Sari sambil mengangkat dagu Nara dan membuat mata mereka bertemu.

Rani semakin curiga. Bagaimana seorang gadis miskin bisa menyewa orang untuk menculik mempelai wanita di hari pernikahannya? Bahkan nama mereka juga sama. Rani semakin yakin bahwa ada yang tidak beres dengan cerita Sari.

“Saya rasa sebaiknya kita laporkan saja masalah ini ke polisi supaya jelas,” kata Rendra dan dibalas dengan anggukan oleh beberapa orang yang setuju dengan pendapatnya.

“P-polisi?” Kedua kaki Nara menjadi lemas.

Gadis itu tiba-tiba jatuh terduduk di lantai. Ia tidak memperhitungkan ini semua. Dia lupa bahwa rencana Sari adalah sebuah tindakan kriminal.

Bukan hanya Nara, Sari juga merasa tidak sejahtera, jika Rendra menggunakan polisi untuk menyelesaikan perkaranya. Sari adalah si pembuat skenario. Dia mungkin bisa mengelabuhi Rendra karena laki-laki itu mencintainya, tetapi dia tidak akan mudah mengelabuhi polisi.

“J-jangan sayang! Sudahlah, dia itu hanya gadis miskin yang tidak tahu berterima kasih. Kita ampuni saja dia. Sekarang yang paling penting adalah bagaimana caranya membatalkan pernikahan ini,” ucap Sari.

Rani semakin mencurigai Sari. Rani merasa bahwa Sari sedang menutupi sesuatu.

“Romo, apakah saya bisa membatalkan pernikahan saya dengan dia?” Rendra bertanya kepada Romo Markus.

“Saya tidak bisa menjawab pertanyaan bapak Mahendra dengan cepat. Menurut saya, semua ini masih belum jelas. Gereja memiliki hak juga untuk menyelidiki masalah ini. Kita tidak bisa mengabaikan semuanya dan serta merta membatalkan pernikahannya.” ucap Romo Markus penuh pertimbangan.

“Rendra, mama ingin bicara sebentar dengan kamu. Kita bicara berdua saja,” ucap Rani dengan tegas.

Rendra dan Rani keluar dari ruang konsistori dan masuk kembali ke dalam gedung gereja, yang sudah sepi. Masih teringat jelas dalam benak Rani, betapa ramai dan sesaknya gedung gereja ini tadi, karena banyak tamu undangan yang hadir.

“Mama minta kepadamu, pertahankan pernikahan ini!” Rani menatap tajam mata anak laki-lakinya.

----------

Selamat membaca teman-teman! Saya tunggu feedback-nya.

Firasat Seorang Ibu

“Mama minta kepadamu, pertahankan pernikahan ini!” Rani menatap tajam mata anak laki-lakinya.

“Apa? Aku tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar,” Rendra menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Mama tahu mungkin kamu sulit mempercayainya. Tapi, mama merasa bahwa ada banyak kejanggalan dalam cerita Sari,” ucap Rani berusaha menjelaskan.

“Sekalipun ada banyak kejanggalan, tetapi bukan berarti aku harus bertahan dengan wanita yang sama sekali tidak aku kenal dan tidak aku cintai. Benar-benar tidak masuk akal,” balas Rendra bermaksud menolak kemauan ibunya.

“Nak, mama percaya, semua yang terjadi di dalam kehidupan kita selalu punya tujuannya. Jika pernikahan ini diijinkan terjadi padamu, pasti ada suatu maksud di balik ini semua,” jawab Rina menjelaskan.

“Aku tidak butuh alasan filosofis semacam itu, ma. Ini tidak realitis. Bagaimana aku bisa menghabiskan hari-hariku dengan perempuan itu? Aku bahkan belum melihat wajah aslinya. Mintalah padaku apapun, ma! Tapi, jangan minta aku meneruskan sandiwara ini!” Rendra berucap dengan penuh emosi.

“Mama sedang tidak memintamu bersandiwara. Mama minta kamu tetap mempertahankan pernikahanmu dengan Nara. Apa kamu mau melihat mama mati karena menanggung malu? Apa yang akan dikatakan keluarga papamu nantinya?” Rani mulai menangis.

“Justru mereka akan bertanya bagaimana mama bisa membiarkan aku tetap menikahi perempuan yang menipuku?” Rendra mengepalkan tangan, menahan emosi yang meledak di dada, saat mendengar permintaan ibu yang melahirkannya itu.

“Mereka tidak tahu masalah ini Rendra. Mereka bahkan tidak hadir pada upacara pemberkatanmu. Keluarga macam apa itu? Sudah cukup mereka merendahkan mama selama ini.” Rani berbicara sambil terisak.

“Ma, tolonglah! Aku tidak mungkin melakukannya,” ucap Rendra dengan nada memohon.

“Kalau begitu, sebaiknya kamu menyiapkan upacara pemakaman mamamu, setelah semua ini berakhir,” balas Rani sambil menyeka air matanya.

“Kenapa mama memaksaku seperti ini? Dia itu penipu! Sadarlah, ma!” Rendra terheran-heran dengan keinginan ibunya.

“Anggap saja ini firasat seorang ibu. Mama yakin Nara bukan orang jahat. Mama bahkan merasa menyukai gadis itu, meski tidak mengenalnya. Mama hanya berharap wajahnya tidak benar-benar mirip dengan Sari,” kata Rani.

“Ma, aku…” Rendra belum menyelesaikan ucapannya.

“Pilihanmu hanya dua Rendra! Meneruskan pernikahan ini dan berusaha mencintai Nara, atau melihat mama depresi hingga mati karena menanggung malu,” Rani membuang wajahnya.

“Aaaaarrggghhh!!!! Terserah mama saja!” Rendra melangkah hendak meninggalkan ibunya.

“Tunggu! Nanti malam resepsi tetap akan dilakukan. Kamu tahu kan maksud mama?” Rani berbicara memegang lengan Rendra.

“Perbuat saja semau mama! Aku tidak peduli,” jawab laki-laki itu yang seketika langsung melepaskan tangan ibunya.

Rendra melangkah menuju mobil pengantin miliknya. Ia melepas semua pernak pernik yang melekat di mobil itu dengan penuh emosi. Rendra segera memacu mobilnya meninggalkan gedung gereja itu.

--------------

Semua orang masih berkumpul di dalam gedung konsistori. Rani berjalan meninggalkan gedung gereja dan kembali menemui mereka semua. Keputusan Rani memang terdengar aneh, tetapi hati nurani itu melawan semua logika yang dimilikinya.

Saat mengetahui bahwa yang menikahi Rendra bukanlah Sari, Rani justru bersyukur di dalam hatinya. Rani tahu bahwa Sari bukan gadis yang tepat untuk anaknya. Rani pernah melihat Sari berjalan dengan laki-laki lain sambil berpelukan, namun anak laki-lakinya itu tidak percaya ketika ia mencoba memberitahunya, kala itu.

Rani sangat yakin bahwa Nara akan menjadi istri yang baik bagi Rendra. Anggap saja ini firasat seorang ibu, yang tentu menginginkan yang terbaik bagi anaknya.

“Romo, saya sudah berbicara dengan Rendra. Kami memilih untuk tetap melanjutkan pernikahan ini!” Rani mengucapkan kalimat itu dengan tegas.

“Tidak mungkin! Rendra tidak mungkin memilih penipu ini!” Sari tidak percaya dengan ucapan Rani.

“Romo, mereka berdua sudah mengucapkan janji nikah mereka. Meski itu diawali dengan sebuah penipuan, tetapi nama yang disebut adalah nama mereka berdua. Bagaimana pun sekarang mereka adalah suami istri.” Rani menyimpulkan sendiri.

“Tante, kenapa tante mengorbankan aku?” Sari tidak terima dengan keputusan Rani.

“Apa aku harus menggunakan polisi untuk menjawab pertanyaanmu?” Rani tersenyum kecut ke arah Sari. Gadis itu langsung terdiam.

“Apa maksud anda nyonya Rani? Anda mau mempermalukan keluarga kami. Anda tidak bisa memutuskan sepihak seperti ini,” kata Agustinus dengan penuh kemarahan.

“Saya bisa tuan Agustinus. Saya mengetahuinya dengan pasti. Perusahaan anda masih memiliki hutang kepada perusahaan saya. Saya bisa mengakuisisi perusahaan anda sekarang kalau saya mau, bukankah itu lebih memalukan?” Rani menjawab dengan nada dingin.

“Anda pasti menyesal karena menolak putri saya dan memilih gadis penipu miskin seperti dia,” balas Abigail.

“Saya rasa kita tidak perlu berdebat lagi. Saya harus mempersiapkan Nara untuk resepsi nanti malam. Ayo, Nara! Permisi Romo!” Rani menggandeng tangan Nara dan segera membawa gadis itu pergi ke hotel untuk mempersiapkan resepsi nanti malam.

Semua skenario yang disiapkan oleh Sari ternyata tidak berjalan sesuai rencana. Gadis itu masih tidak bisa menerima keputusan Rani. Ia tahu bahwa Rendra juga terpaksa melakukannya.

Sari berpikir pasti akan lebih mudah untuk mendekati dan mempengaruhi Rendra, saat ini. Ia sudah menyiapkan banyak rencana dipikirannya. Bagaimanapun juga, Rendra pasti akan menerimanya. Ia tahu laki-laki itu begitu mencintainya.

----------------------

Plaaakkkkk!!!

Satu tamparan melayang lagi di pipi Nara. Kali ini Rani yang melakukannya.

“Itu untuk tindakanmu yang menipu anakku.” Rani memberitahu alasan tamparannya.

“Maafkan saya, ibu. S-saya tahu bahwa ini salah,” ucap Nara mengakui perbuatannya.

“Ceritakan kepada saya, apa yang sebenarnya terjadi!” Rani mencoba memperoleh informasi dari Nara.

Nara menceritakan semuanya. Tujuan Sari pada awalnya, termasuk keinginannya untuk bersama dengan Adit. Nara juga menceritakan pertimbangannya memenuhi keinginan Sari. Semua yang ia ketahui, ia ungkapkan tanpa dikurangi ataupun dilebihkan.

“Saya menyesal tidak berpikir panjang. Pada akhirnya tetap saja nenek saya tidak akan selamat. Tuan Agustinus pasti sudah mencabut bantuannya.” Nara menyeka air yang mengalir dari ujung netranya. Saat ini mata gadis itu begitu sembab karena terlalu banyak mengeluarkan air mata.

“Saya bisa membantu nenekmu. Tapi, kamu harus melakukan sesuatu untuk saya.” Rani menatap Nara dengan tatapan tajam.

“Apapun akan saya lakukan untuk nenek saya. Tapi, saya mohon jangan minta saya melakukan sesuatu yang jahat lagi, ibu.” Nara tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama.

“Saya minta kamu melakukan segala upaya untuk membuat anak saya mencintai kamu. Kalian adalah suami-istri. Saya ingin kamu memainkan peranmu sebagai istri dengan sungguh-sungguh. Saya rasa permintaan saya ini bukan sebuah kejahatan,” jawab Rani dengan ekspresi yang berbeda. Kali ini Rani memandang Nara dengan tatapan lembut.

“S-saya akan mencobanya ibu,” balas Nara dengan tatapan sendu.

“Saya sungguh-sungguh Nara. Nasib nenekmu ada di tanganmu sekarang. Apapun yang terjadi nantinya, pertahankan pernikahan ini. Rendra pasti mencari cara untuk kembali pada wanita jahat itu. Kamu harus membuatnya mencintaimu. Hanya itu satu-satunya jalan agar ia benar-benar melupakan Sari,” tutur Rani kepada Nara dengan nada tegas.

“Baiklah, ibu!” Nara menjawab dengan singkat lalu menundukkan kepalanya.

Gadis itu masih berpikir keras. Bagaimana caranya membuat Rendra mencintai dirinya, sementara ia sendiri tidak mencintai laki-laki itu? Nara hanyalah seorang gadis lugu yang tidak beruntung di dalam dunia yang kejam. Hidup ini mempermainkannya dengan mudah karena ia gadis yang lemah. Seorang gadis sederhana mengorbankan hidupnya untuk sesuatu yang sederhana.

“Nara, mulai sekarang panggil aku mama, hmm? Bagaimana pun juga kamu adalah menantuku sekarang. Maafkan aku karena tadi menamparmu, apakah masih sakit? ” Rani melihat pipi Nara yang sedikit memerah.

“Saya pantas mendapatkannya ibu, eh, maksud saya mama,” jawab Nara terbata-bata.

“Nara, apa kamu memang mirip dengan Sari?” Rani bertanya penasaran.

Gadis itu menggelengkan kepalanya lalu berkata, ”Sari memanggil seorang perias profesional. Saya benar-benar tidak mirip dengan dia, ma.” Nara berbicara sambil menyunggingkan sebuah senyum simpul.

“Mama, sudah menghubungi perias langganan mama. Sebentar lagi mereka datang, sebaiknya kamu segera mandi. Mama tidak menyukai riasanmu ini.” Rani menunjuk letak kamar mandi.

Nara bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Sementara, gadis itu sibuk membersihkan diri, Rani menghubungi seseorang yang bisa dia andalkan untuk mencari informasi. Rani memang percaya dengan cerita Nara, tetapi dia tetap harus membuktikan ucapan gadis itu.

------------

Setelah dua puluh menit, akhirnya Nara menyelesaikan kegiatan mandinya. Gadis itu membuka kenop pintu kamar mandi. Ia keluar dengan menggunakan sebuah bathrobe, menutupi tubuhnya.

“Ma, aku sudah…….” Nara menghentikan ucapannya saat melihat seseorang sedang duduk di sofa. Orang itu juga terkejut saat melihat gadis yang ada di hadapannya.

------------------------

Jangan lupa like, comment, vote and rate! Saya tunggu dukungannya. Thank's a bunch.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!