POV (Author)
“Aisyahhhhhhh... Kemana sih menantu sia*lan itu?”. Teriak Bu May memanggil menantunya.
Aisyah yang tertidur di kamar terbangun karena teriakan ibu Mertuanya.
"Astaghfirullah, aku ketiduran". Ucap Aisyah kaget.
Jam di dinding menunjukkan pukul empat, dia pun merapikan jilbab dan pakaiannya kemudian bergegas keluar kamar menemui ibu Mertuanya.
"Iya bu, ada apa?". Tanya Aisyah gugup.
"Kamu dari mana saja, saya panggil kenapa lama sekali datangnya?”. Tanya mertua Aisyah sambil melotot.
"Maaf tadi bu, aku tidak enak badan habis tadi habis sholat ashar, aku minum obat dan ketiduran bu". Jawab Aisyah sambil menunduk.
"Alasan saja kamu, dasar menantu pemalas, tidak berguna, kampungan, kerjanya tidur saja. Cepat kamu masak yang enak karena hari ini Ryan dan keluarganya mau kesini, mungkin habis magrib mereka sampai". Perintah Bu May.
Bu May adalah seorang janda karena suaminya Pak Surya telah meninggal dua tahun yang lalu. Dia mempunyai tiga orang anak, dua orang anak lelaki dan satu orang anak perempuan, yang pertama adalah Ryan yang tinggal di kabupaten lain, anak kedua adalah suaminya Aisyah bernama Arya yang tinggal di rumahnya setelah suaminya meninggal dan yang terakhir bernama Rani yang sedang menempuh kuliah semester tiga, dia juga tinggal bersama ibunya.
"Ya udah cepatan sana masak, kenapa malah diam di situ". Bentak Bu May.
"Ba..baik bu". Jawab Aisyah terbata dan segera berlalu ke dapur.
Sebenarnya Aisyah masih merasa pusing tapi kalau menolak perintah ibu mertuanya sudah pasti ca*ci ma*ki dan hinaan yang akan dia terima.
Setelah sekitar sejam lebih berkutat di dapur, akhirnya selesai juga masakan yang dibuat Aisyah tinggal menghidangkan di meja makan.
"Sudah selesai belum kamu?". Tanya Bu May mengagetkan Aisyah.
Belum sempat Aisyah menjawab pertanyaan ibu mertuanya, terdengar suara mobil datang.
"Pasti itu Ryan dan keluarganya yang datang, dan kamu kalau mau makan goreng telur saja awas kalau kamu ikut makan dengan kami". Ujar Bu May memperingatkan Aisyah sambil berlalu menuju pintu. Sedangkan Aisyah kembali ke kamarnya untuk menunaikan sholat magrib.
Begitu pintu terbuka, seorang gadis cilik berlari sambil teriak memanggil omanya.
"Omaaa....Maira kangen sama oma". Ucap gadis kecil itu memeluk omsnya.
"Oma juga kangen banget sama Maira". Jawab Bu May seraya memeluk dan menci*um pipi cucunya.
"Assalamualaikum, Ibu apa kabarnya?". Tanya Ryan dan istrinya bersama sambil menci*um tangan Bu May.
"Wa'alaikum salam, alhamdulillah ibu sehat. Ibu senang kalian datang, ibu sudah rindu sekali sama kalian, apalagi sama cucu kesayangan ibu". Ungkap Bu May sumringah.
Jelas dia merasa senang Ryan dan keluarga kecilnya berkunjung karena anaknya pertamanya sudah mapan dan menikah dengan anak orang kaya. Dia juga selalu membanggakan anak dan menantu pertamanya kepada tetangga dan teman - temannya.
"Iya bu, makanya kami datang kesini buat jengukin ibu, Maira juga kangen sama omanya". Terang Bella menantunya.
"Ya udah ayo masuk kalian pasti sudah lelah dan lapar habis perjalanan jauh, langsung makan aja ya ibu sudah siapkan hidangan spesial buat kalian". Ujar Bu May mengajak mereka ke meja makan untuk makan malam.
Setibanya di meja makan sudah tercium aroma masakan yang menggugah selera.
"Wah...ini ibu yang masak semua?". Keliatannya enak banget, udah gak sabar aku nyicipin nya”. Ungkap Bella menantunya. Di atas meja makan sudah terhidang ayam goreng tepung, ikan asam manis dan capcay.
"Iya dong ibu yang masak semua, sampai pegal pinggang ibu, tapi tidak apa – apa buat anak, menantu dan cucu kesayangan ibu". Ucap Bu May berbohong padahal semuanya dimasak oleh Aisyah dan dia tidak membantu sama sekali.
"Emangnya Aisyah kemana kok gak bantuin ibu?". Tanya Ryan.
"Adik iparmu itu pemalas banget, kerjanya tidur, dan mendekam terus di kamar". Fitnah Bu May.
"Masa sih bu? Perasaan selama ini, aku perhatiin Aisyah rajin kok, rumah ini selalu bersih, taman depan rumah kan jadi bagus karena dirawat sama Aisyah, masakan nya juga enak banget. Iya kan mas?" Tanya Bella meminta pendapat suaminya.
“Iya benar yang dibilang Bella”. Jawab Ryan membenarkan ucapannya istrinya.
“Alahh.. Dia itu rajinnya kalau depan kalian dan Arya ataupun depan orang lain, tapi aslinya dia itu pemalas, sekarang aja mungkin dia masih tidur di kamarnya tidak membantu ibu sedikitpun, tau kalian sudah datang bukannya menyambut tapi malah mendekam dalam kabar". Balas Bu May jengkel sambil menjelekkan Aisyah karena anak dan menantunya membela Aisyah.
“Perdebatannya ditunda dulu ya, ada baiknya kita makan dulu”. Ujar Ryan mengakhiri karena tidak baik berdebat di depan makanan apalagi perdebatan itu disaksikan oleh Maira yang masih berusia lima tahun.
Mereka berempat lalu makan dengan lahap, sesekali terdengar pujian dari Ryan, Bella serta Maira atas makanan yang mereka santap.
“Alhamdulillah, aku udah kenyang banget. Masakan ibu enak banget”. Ujar Ryan memuji ibu nya.
Bella mengangguk – ngangguk menyetujui perkataan ucapan suami nya.
“Iya dong siap dulu omanya Maira”. Kata Bu May membanggakan diri tapi sekaligus jengkel karena mereka memuji dan membela Aisyah, ya walaupun semua masakan ini adalah buatan Aisyah tapi karena ketidak sukaannya kepada Aisyah makanya dia selalu menjelekkan menantu keduanya itu.
Padahal Aisyah adalah menantu yang baik dan rajin tapi Bu May sangat membencinya, karena baginya menantunya itu cuma orang miskin yang tidak bisa dibanggakan seperti Bella yang terlahir dari keluarga kaya, apalagi menantu pertamanya sangat royal kepadanya dan tak jarang membelikannya perhiasan atau barang mewah lainnya.
"Bun, Maira boleh gak main yang depan TV?" Tanya Maira pada bundanya.
"Iya boleh tapi habis main diberesin lagi ya mainannya, terus masuk kekamar, bunda dan ayah mau ngobrol sama oma". Jawab Bella.
"Siap Bun". Jawab Maira ruang sambil berlalu ke ruang TV.
"Oya Bu, Arya mana kok gak keliatan?" Tanya Ryan mencari adik nya.
"Dia belum pulang kerja". Jawab Bu May.
"Loh bukannya ini hari Sabtu ya bu, kok Arya masih kerja, bukannya kalau weekend tempat kerja Arya libur?" Tanya Ryan heran karena weekend harus nya libur tapi adiknya tetap bekerja.
"Bukan kerjaannya yang jadi sekuriti, tapi kalau hari libur gini adik mu itu nyambi jadi ojek online juga". Jawab Bu May menjelaskan.
"Kok Arya jadi ojek online juga, kan gaji dia lumayan sebagai sekutiri kalau untuk mereka berdua karena mereka belum punya anak, kebutuhan rumah ini dan kebutuhan ibu jadi tanggungan aku, ibu juga dapat uang pensiun bapak, uang kuliah dan keperluan Rani juga aku yang tanggung. Apa masih kurang uang gaji Arya bu, sehingga Arya harus kerja sampingan lagi?" Tanya Ryan lagi.
"Ya gimana tidak kurang kalau istri adik mu si Aisyah itu boros banget, suka belanja tidak penting, suka tuntut banyak sama Arya. Hampir tiap hari ada aja kurir paket yang datang ngantar pesanan dia, entah apa yang dipesannya. Makanya adikmu kerja banting tulang kayak gini karena memenuhi sifat boros istrinya itu". Ujar Bu May mengfitnah Aisyah lagi padahal yang selama ini yang menghamburkan uang adalah dia dan Rani dengan gaya hidup mereka yang sok sosialita.
"Tapi Bu mana mungkin Aisyah seperti itu sepengetahuan aku, dia orang sederhana tidak aneh - aneh". Jawab Bella membela saudara iparnya.
"Jadi menurut kalian ibu yang berbohong untuk mengfitnah perempuan itu?" Tanya Bu May tidak terima dengan pernyataan Bella seolah-olah menuduhnya berbohong soal Aisyah.
"Bu..bukan begitu Bu, tapi..." Belum sempat Bella menjawab sudah dipotong oleh Bu May.
"Udah gak usah bela dia terus, ibu yang tiap hari sama dia, ibu yang lebih tau kelakuan asli istri nya Arya itu". Ujar Bu May geram.
"Dasar menantu tidak berguna, pembawa sial, mandul pula. Coba dulu Arya nikahnya sama Sinta pasti....
PRAAANGGG...
Bersambung...
Pov (Aisyah)
PRAAANGGG...
Aku yang sedang mengambil gelas di dapur, tanpa sengaja menjatuhkan gelas yang ku genggam setelah mendengar ucapan ibu mertuaku.
Selama ini banyak sekali ca*ci ma*ki dan hinaan yang aku terima dari ibu mertuaku, tapi saat dia mengataiku mandul hatiku terasa sakit sekali, tanpa sengaja air mataku menetes tanpa bisa ku bendung.
Usia pernikahanku dengan Mas Arya sudah memasuki tahun ketiga dan selama itu belum ada tanda - tanda kehamilan padaku. Kami sudah melakukan periksa ke dokter dan hasil tes menyatakan kami berdua sama - sama sehat dan subur.
Aku dan Mas Arya bukan tidak ada usaha agar segera punya keturunan, dari mencoba obat medis, obat herbal, mengkonsumsi makan dan bergizi dan usaha lainnya tapi sepertinya Allah belum mempercayakan adanya kehadiran anak dalam pernikahan kami.
Bukankah anak itu pemberian Allah, kita sebagai hambanya tidak bisa memaksa keinginan kalau Allah belum berkehendak, kita hanya bisa berdoa dan bersabar.
Tapi sepertinya ibu mertua ku tidak bisa bersabar sehingga beliau langsung menvonisku yang bermasalah padahal sudah kami perlihatkan hasil tes yang menyatakan bahwa kami berdua sama - sama berdua sehat dan subur.
Dulu sikap beliau kepadaku tidak seperti ini walaupun terkadang jutek karena awalnya beliau kurang setuju hubunganku dengan anaknya karena aku dan Mas Arya berbeda suku. Aku suku Bugis dan Mas Arya suku Jawa, tapi beliau tidak pernah mengeluarkan kata kasar atau hinaan kepadaku.
Namun setelah ayah mertuaku meninggal dua tahun yang lalu dan kami pindah kesini, karena mas Arya habis diPHK dari tempat kerjanya, sikap ibu mertuaku berubah memusuhi dan membenciku.
Beliau menuduhku sebagai pembawa sial yang menyebabkan ayah mertua ku meninggal dan Mas Arya dipecat. Apalagi aku yang belum juga hamil membuat ibu mertuaku semakin membenciku.
"Dasar menantu tidak becus, kenapa gelasnya bisa pecah begitu, cepatkan bersihkan jangan sampai ada pecahan beling yang tertinggal, nanti terinjak Maira". Bentak mertuaku seraya menatap nyalang kepadaku.
"Ma..maaf Bu aku tak sengaja, akan segeraku bersihkan". Jawabku sambil menahan tangis.
"Sudah Bu jangan seperti itu sama Aisyah, tadi kan dia udah bilang tidak sengaja, tidak perlu ibu memarahinya sampai seperti itu". Ucap Mas Ryan membelaku.
Ibu Mertuaku menatap ku dengan tatapan tak suka karena pembelaan dari anak pertamanya.
"Terserahlah, ibu sudah sudah tidak selera makan, ibu mau kekamar saja, dan kamu Aisyah pintar sekali kamu cari muka depan anak dan menantuku. Cepatkan bersihkan itu dan bereskan meja makan". Perintah mertuaku sambil berlalu memasuki kamarnya.
Setelah membersihkan sisa pecahan gelas tadi, aku menuju meja makan untuk membereskan bekas makan mereka. Sejenak aku menatap makan yang masih tersisa, aku yang memasaknya tapi aku tidak bisa menikmatinya.
"Ais sini Mbak bantuin". Sahut Mbak Bella menghampiriku.
"Tidak usah Mbak Bell, biar aku aja yang beresin, lebih baik Mbak urus Maira saja ini memang sudah tugasku, lagian Mbak juga tamu disini". Tolak ku halus.
Bukannya aku menolak bantuan Mbak Bella tapi aku takut bila ibu mertuaku tahu, beliau akan memarahiku lagi karena Mbak Bella adalah menantu kesayangannya.
"Tidak apa - apa biar cepat selesai, lagian Mbak sedang tidak sibuk, Maira sudah diurus Ayahnya". Ujar Mbak Bella.
Aku biarkan Mbak Bella membantuku, karena dia tetap memaksa membantuku.
Akhirnya selalu juga semua, jadi lebih cepat karena dibantu kakak iparku.
"Terima kasih ya Mbak sudah bantuin". Ucapku
"Sama - sama Aisyah, kita kan keluarga jadi jangan pernah sungkan minta bantuan sama Mbak dan Mas Ryan ya. Kamu yang sabar ya hadapi ibu, semoga sikap ibu bisa jadi lebih baik ke kamu". Ujar Mbak Bella.
"Aamiin Mbak Insyallah, hanya Allah maha pembolak - balik hati hambanya". Ucapku tersenyum, aku merasa seperti mempunyai kakak perempuan karena aku adalah anak tunggal.
"Ya sudah, Mbak ke kamar duluan ya, kamu juga istrihat Mbak lihat muka kamu pucat". Ucap Mbak Bella kemudian berlalu ke kamarnya.
"Iya Mbak selamat istirahat". Balasku
Kemudian aku berlalu ke kamar mandi untuk bersih - bersih badan dan berwudhu untuk menunaikan sholat Isya.
Setelah sholat tidak lupa ku panjatkan doa kepada yang Maha kuasa untuk mempercayakan ku memiliki keturunan, agar Allah melembutkan hati ibu mertuaku, untuk keharmonisan dan kelanggengan pernikahanku, serta doa untuk kedua mendiang orang tuaku, untuk mediang bapak mertuaku dan juga doa - doa baik lainnya.
Habis berdoa kurapikan alat sholatku dan berganti baju untuk tidur, ku lihat jam di dinding menunjukan pukul hampir jam sembilan malam tapi suamiku belum juga pulang.
'Ya Allah lindungilah suamiku'. Gumamku dalam hati.
Aku membuka laci di samping ranjangku dan mengambil sebuah foto, itu adalah foto mendiang kedua orang tuaku.
"Etta, Emma Aisyah rindu". Ucap ku sambil menangis.
Ingatanku kembali beberapa tahun yang lalu saat kedua orang tuaku masih hidup, walaupun kami hidup dalam kesederhanaan tapi kami hidup bahagia. Namun kebahagiaan itu tiba - tiba sirna karena kepergian kedua orang tuaku yang mendadak. Saat kejadian itu aku sedang berada di sekolah untuk melihat hasil kelulusan sekolah menengah atasku.
'ANDI AISYAH MAHARANI'. Aku tersenyum bahagia melihat namaku di urutan pertama pada pengumuman kelulusan.
Alhamdulillah aku lulus dengan nilai terbaik, imipianku untuk kuliah di kampus favoritku semakin dekat, puji syukur ku ucap kepada Allah SWT. Teman - temanku dan para guru mengucapkan selamat kepadaku.
Aku menolak ajakan teman - temanku untuk merayakan kelulusan kami, karena aku ingin segera pulang ke rumah. Aku sudah tidak sabar memberitahu orang tuaku hasil kelulusanku.
Ku kayuh sepedaku secepat yang ku bisa, untuk menuju rumahku, aku melewati hamparan sawah yang luas, karena mayoritas mata pencaharian di kampung halamanku adalah bertani dan berkebun.
Tidak terasa aku sampai jalan masuk menuju dirumahku, tapi yang aku bingung kenapa ada bendera putih depan pagar rumahku dan banyak warga di halaman rumah.
Aku tinggalkan sepedaku begitu saja dan menerebos masuk ke dalam rumah, saat tiba di depan pintu tubuhku mematung melihat dua jasad terbujur kaku di hadapanku, terdengar tangisan Tante Hasna adik kandung ibuku, meraung - raung memangil nama ibuku. Di samping ada suami tanteku menenangkannya.
Tiba - tiba aku kehilangan kekuatan di kakiku dan terduduk di lantai. Tante Hasna menyadari kehadiranku, kemudian bergerak ke arahku dan langsung memelukku.
"Yang sabar nak, sudah mi pergi Etta (ayah) sama Emma (ibu)mu, kamu yang kuat ya nak, ada tante sama Om mu yang akan meraawat kamu. Ikhlaskan mereka nak". Ucap Tante Hasna menguatkanku.
Aku melepaskan pelukan Tante Hasna dan menuju pembaringan mendiang orang tuaku. Ku pandangi wajah mereka satu persatu. Dan pecah lah tangisanku. Aku menangis memeluk kedua tubuh yang telah kaku itu.
"Etta, Emma kenapa kasih tinggal Aisyah. Ais nda mau sendiri. Bangun Etta, Emma lihat Aisyah lulus dengan nilai terbaik sesuai harapan Etta sama Emma.
"Etta sama Emma bilang mau lihat Aisyah jadi sarjana, jadi orang sukses, menikah, punya anak dan hidup bahagia. Kenapa kalian pergi sebelum lihat itu semua.
"Bangun Etta, bangun Emma". Teriakku histeris.
"Sudah nak ikhlas orang tua, biar mereka tenang di sana". Ujar Tante Hasna kembali menguatkanku.
Aku pun jatuh pingsan karena tidak bisa menerima kepergian orang tuaku yang begitu cepat. Aku pingsan cukup lama sehingga aku tidak bisa melihat orang tuaku dikuburkan.
Dan yang aku tau dari cerita Tante Hasna, orang tuaku meninggal karena ditabrak saat pulang dari pasar oleh supir yang mengantuk. Supir itu sudah mendapatkan hukumannya
Aku sudah memaafkannya tapi aku belum bisa merelakan kepergian kedua tuaku yang secara mendadak.
Setelah kepergian orang tuaku, duniaku terasa terhenti, aku seperti kehilangan semangat hidupku. Aku sudah tidak berminat untuk melanjutkan kuliah lagi. Setiap hari aku hanya mngurung di kamar.
Tante dan Omku tidak pernah berhenti menghiburku, bahkan teman - teman dan para guru tidak ada yang bisa membujukku.
Setelah puas menangis aku pun tertidur sambil memeluk foto kedua orang tuaku.
Entah berapa lama aku tertidur, aku terbangun karena ada yang mengusap pipiku. Aku membuka mata dan melihat suamiku sudah berdiri di hadapan ku sambil tersenyum.
"Mas kamu udah pulang?" Tanyaku.
Bersambung...
Pov (Aisyah)
"Mas kamu sudah pulang?". Tanyaku
"Iya sayank baru aja, Mas mau bangunin kamu tapi nyenyak banget kamu tidurnya, tidak tega Mas banguninnya". Ucap Mas Arya sambil membelai rambutku lembut.
"Jam berapa ini, Mas udah makan?. Maaf tadi aku ketiduran". Ujarku.
"Sudah hampir jam sepuluh, iya tidak apa - apa sayank, kamu pasti kelelahan ngurus rumah seharian".
"Mas belum makan. Ini Mas ada bawain nasi goreng kesukaan kamu yang sering kita makan awal - awal kita nikah. Yuk kita makan berdua". Ajak suamiku.
"Ya sudah kita makan di kamar aja ya, Mas tunggu sini bentar ya mau ke dapur dulu ambil piring dan sendok". Ucapku.
"Tidak usah kamu di kamar aja, biar Mas yang ambil". Ujar Mas Arya.
"Mas sekalian gelas ya, tadi aku lupa ngambil". Kataku.
"Siap sayank". Jawab Mas Arya seraya membuka pintu dan berlalu ke dapur.
Tidak sampai semenit pintu kamar terbuka, Mas Arya masuk dengan barang bawaannya.
"Ini sayank piring ,sendok dan gelasnya". Ucap Mas Arya sambil menyodorkan barang yang dibawanya.
"Terimakasih Mas, gelasnya taruh di meja aja". Kata ku.
Mas Arya kemudian duduk di sampingku.
"Yuk makan Mas, sebelumnya kita berdoa dlu". Ucapku.
Mas Arya menyendokkan nasi lalu menyuapkan kepada ku. "Suapan pertama buat bidadari Mas". Ucap Mas yang membuat pipiku merona.
"Ahhh.. Buka mulutnya, kereta api mau masuk terowongan".
"Apaan sih Mas, ada - ada saja. Emangnya aku anak kecil, kalau mau makan harus kayak gitu". Ucapku sambil tertawa oleh tingkah lucu suamiku. Kemudian membuka mulut menerima suapannya.
"Biar kamu makan yang banyak, Mas janji akan selalu bahagiakan kamu. Jangan sedih lagi ya. Ucap Mas Arya yang membuatku meneteskan air mata.
"Loh sayank kenapa menangis? Mas ada buat salah ya? Atau nasi gorengnya terlalu pedes?". Tahan Mas Arya kuatir melihatku tiba - tiba menangis.
Aku menggelengkan kepala. "Aku terharu Mas, terima kasih untuk semuanya Mas". Jawabku
"Owalah yank kirain kenapa, Mas sampai panik liat kamu nangis kayak gitu. Sudah jangan nangis lagi nanti nasi gorengnya basah kena air mata, yang ada malah jadi nasi goreng kuah". Ucap Mas Arya sambil nyengir memamerkan gigi yang rapi.
Akupun yang tadinya nangis jadi tertawa mendengar kata - kata yang dia ucapkan. Nasi gorengpun ludes dalam sekejap.
"Alhamdulillah". Ucap kami serempak.
"Nih Mas kamu minum dulu, aku mau ke dapur dulu balikin piring dan sendok". Ucap berlalu ke dapur.
Aku memang sengaja meletakkan gelas dan teko air dalam kamar, jadi kalau haus tengah malam tidak perlu ke kamar lagi. Dari kecil aku memang suka haus tengah malam sehingga almarhumah Emmaku selalu menyediakan gelas dan teko dalam kamarku.
Sekembali ku ke kamar, Mas Arya sudah di duduk tepi ranjang menungguku.
"Sini yank duduk dekat Mas". Panggil Mas Arya.
Aku pun duduk di samping nya.
"Ini hasil Mas ngojol hari ini kamu simpan, pergunakan buat keperluan kamu. Mas sudah ambil 20 ribu buat uang bensin. Coba kamu hitung dulu jumlah nya berapa tadi Mas tidak sempat hitung". Ujar Mas Arya sambil memberikan uang yang aku tidak tahu jumlah nya.
Aku menerima uang itu dan menghitungnya.
"Alhamdulillah Mas ada tiga ratus ribu, terima kasih ya Mas". Ucap ku bersyukur, banyak sedikit rejeki yang didapat suamiku selalu ku syukuri.
"Sama - sama yank, Alhamdulillah hari ini Mas dapat banyak orderan makanya Mas pulang telat, ada beberapa pelanggan yang kasih tip gede". Cerita Mas Arya.
"Semoga rejeki Mas selalu dilancarkan sama Allah. Aamiin". Ucapku mendoakan suamiku.
"Aamiin. Ya sudah kita sekarang tidur saja ya, efek kenyang nih Mas jadi ngantuk". Kata Mas Arya sambil menguap.
"Oya Mas Ryan dan keluarganya lagi ada di rumah, lupa aku sampaikan ke Mas". Ucap ku.
"Hmm..ya udah besok pagi saja Mas temui mereka, sekarang paling sudah pada tidur. Kamu juga segera istrihat". Jawab Mas Arya kemudian berbaring di kasur.
"Iya Mas, aku simpan uangnya dulu". Jawabku kemudian uangnya di tempat penyimpanan rahasia ku.
Setelah itu aku mematikan lampu kamar, kemudian naik ke ranjang, lalu segera tidur tidak lupa membaca doa.
Kami berdua terlelap menyelami mimpi kami masing - masing.
***
Aku terbangun mendengar kumandang adzan subuh, bergegas aku bangun untuk menunaikan kewajibanku tidak lupa membangunkan Mas Arya juga.
"Mas bangun, sudah adzan tuh". Ujar ku membangunkan nya.
"Iya yank". Jawab nya.
Aku pun ke luar kamar menuju kamar mandi, untuk mandi dan berwudhu.
Setelah selesai, ternyata ada Mas Arya di depan pintu. Kami gantian.
Setibanya di kamar, bergegas aku berpakaian dan menunaikan sholat.
Selesai sholat, sudah ada Mas Arya yang telah siap untuk berangkat ke Masjid.
"Mas ke Masjid dulu". Ucap Mas Arya.
"Iya Mas". Jawabku sambil menci*m tangan nya.
"Assalamualaikum". Salam suamiku.
"Wa'alaikum salam". Jawabku.
Setelah Mas Arya pergi, aku segera menuju dapur untuk membuat sarapan untuk orang rumah. Jadi pas mereka bangun sarapan sudah tersedia di meja makan.
Pagi ini aku akan memasak nasi goreng sosis dan telur ceplok.
Setelah matang, aku sajikan di meja makan. Tak lupa aku simpanin buatku dan Mas Arya. Suamiku tidak suka sarapan, jadi biasa aku jadikan buat bekal dia kerja.
Aku lanjut membersihkan dapur, menyapu dan mengepel lantai, setelah itu aku mencuci pakaian ku, Mas Arya, ibu Mertuaku dan juga pakaian Rani.
Walaupun udah dewasa Rani tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah, ibu terlalu memanjakannya karena dia anak bungsu dan anak perempuan satu - satunya.
Perlakuan Rani terhadapku tidak jauh beda dengan ibunya. Dia tidak pernah menghormatiku sebagai istri dari kakak kandungnya dan terkadang berlaku tidak sopan kepadaku.
Setelah beres mencuci, terdengar suara Mas Arya memanggilku. Ternyata dia sudah pulang dari Masjid.
"Assalamualaikum, Sayank kamu dimana"?. Panggil Mas Arya.
"Wa'alaikum salam Iya Mas, aku habis beres nyuci ". Jawab ku kemudian menci*um tangan suami ku.
Kami berdua masuk kamar. Aku menyiapkan pakaian suamiku untuk berangkat ngojol, Mas Arya biasa berangkat pagi kalau sedang libur kerja. Katanya biar dapat orderannya banyak.
Mas Arya sudah siap untuk berangkat menjemput rejeki, tidak lupa ku membekalinya dengan nasi goreng yang ku buat tadi dan sebotol air minum.
Kemudian aku mengantar ke depan rumah.
"Mas berangkat dulu ya ini sudah ada orderan yang masuk, kamu baik - baik di rumah, kalau sudah lelah istirahat". Ucap Mas Arya sambil memeriksa ponselnya.
"Iya Mas, hati - hati di jalan. Semoga hari ini dilancarkan. Aamiin". Jawabku sambil menci*um tangannya dan mendoakannya.
"Aamiin. Mas jalan ya. Assalamualaikum". Ucap suami ku kemudian mengendarai motor dan meninggalkan rumah.
"Wa'alaikum salam". Balasku lalu masuk ke rumah dan menutup pintu.
Aku kembali ke dalam untuk melanjutkan menjemur pakaian.
"Aisyah sini ikut sarapan dulu" . Panggil Mbak Bella.
Ternyata di meja makan sudah ada ibu Mertua ku, Mas Ryan, Mbak Bella dan Maira. Terlihat Mertuaku tidak suka dengan kehadiranku.
Aku berjalan mendekati mereka.
"Arya sudah berangkat ngojol ya?". Tanya Mas Ryan.
"Iya Mas baru aja, tadi buru - buru karena ada orderan". Jawabku. Mas Ryan membalas dengan anggukan.
"Kalau Rani kemana Bu, dari kemarin tidak keliatan itu anak? Ibu jangan terlalu dibebasin Rani, dia itu anak gadis, tidak baik sering keluar rumah sampai malam, apalagi sampai tidak pulang ke rumah". Mas Ryan berbalik bertanya kepada ibu Mertuaku.
"Dia lagi nginap di rumah teman nya buat ngerjain tugas, sudah kamu tidak perlu mikirin dia. Dia sudah besar, bisa bedain mana yang baik dan mana yang buruk. Ibu percaya sama Rani". Jawab mertuaku membela Rani.
Mas Ryan cuma diam mendengarkan jawaban ibu nya.
"Nasi goreng buatanmu enak banget loh Ais, Maira saja yang susah makan sampai nambah". Puji Mbak Bella.
"Iya masakan Bibi Aisyah enak". Ucap Maira ikut memuji ku.
Aku hanya tersenyum mendengar pujian mereka. Mas Ryan juga terlihat juga menikmati masakan ku, kecuali mertuaku dengan tatapan tidak suka nya.
"Alahh. Makanan kayak gini aja ibu juga bisa masak lebih enak, kalian terlalu berlebihan memuji dia". Cemooh ibu Mertuaku.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!