Wajahnya yang garang langsung muncul di hadapanku ketika aku membuka mata. Dia memang celebrity tapi bukan tipeku. Dia memang tampan tapi menyeramkan.
"Aaaaaaaaargh!!!!" untuk kesekian kali aku berteriak dalam hati.
Beruntung??? Aku adalah wanita paling sial di dunia.
Aku kembali menutup mata, untuk kesekian kalinya juga aku berharap ini mimpi.
Cup...
Dan itu sia - sia, kecupan ini adalah tandanya.
"Kamu sedang membayangkan apa?"
Aku menarik nafas dalam - dalam. Dan harus aku akui ini adalah kenyataan, andai mimpi, pria yang sedang duduk di atas ranjang bersamaku pasti bukan dia. Dan tidak pernah dia.
"bukan urusanmu," Aku berdiri dan beranjak ke arah kamar mandi yang segera diikuti olehnya. Lelaki yang sudah enam bulan ini sebagai suamiku.
"Jangan bilang privacy, kita suami istri..." Sahutnya seolah tahu akan isi otakku.
"yeah..." Suami yang menakutkan..
Matanya tajam, tubuhnya kekar, memang tampan tapi lebih ke arah menyeramkan untuk standardku. Suaranyapun sangat rendah dan dalam.. Untuk sebagian dunia atau seluruh negeri ini dia mungkin sexy.
Aku memukul jidatku meratapi betapa seramnya berada di sekitar tubuhnya yang kekar dalam banyak kesempatan.
Tanpa ragu Toby mendekat padaku. Aroma parfumnya masih sangat kuat meski dia belum mandi dari semalam. Samar - samar bau Rokok albert masih menyengat dari kemejanya yang tak rapi.
Cobalah kalian membayangkan bahwa semua privacy kalian bisa di akses oleh seorang Antagonis.
Ok... Tidak, dia memang berperan sebagai protagonist dalam setiap film atau series yang di bintanginya. Tapi perannya hampir yang seram - seram. Vampire, mafia, penjudi, gangster atau apalah itu yang jenisnya tidak jauh beda.
Aku mendengus pasrah dengan takdir yang telah terjadi.
Sepasang tangan kekarnya kini melingkar erat di pinggangku. Erat... Sangat erat seakan bisa meremukku bila dia menambahkan sedikit lagi tenaganya.
"Membunuhku akan melengkapi keinginanmu untuk segera pensiun" keluhku sekenanya.
Toby melonggarkan lengannya, mungkin dia baru menyadari betapa kurusnya aku.
"Seharusnya kamu merasa beruntung... Aku ini Celebrity"
"Seharusnya pernikahan ini juga tidak terjadi" gumamku sebal.
Sepasang mata kami saling bertemu di cermin. Dan kamipun saling berdecih.
"Aku ini tampan dan menawan, kamu sungguh istri yang kurang bersyukur" desisnya kali ini.
Aku mengangguk membenarkan. Ketika ribuan wanita meneriaki namanya, mereka pasti berebut mengganti kan ku. Tapi aku yang mendapatkannya.
"Itupun seharusnya..." Aku segera meraih sikat gigi dan...
"Pakai pasta gigiku.." Toby segera mengileskan pasfa gigi merknya di atas sikat gigiku.
"Mulutku bau..." Reflekku...
"Tidak seperti itu... Tapi terlalu mint.. Aku tidak suka" sepasang mata kamipun bertemu lagi untuk sesaat. Dan seperti biasanya aku kehilangan sedikit kesadaran jika dihadapkan dengan sepasang mata itu dan suaranya yang pelan dan Dalam.
Aku segara menutup mataku dan menggosok gigiku dengan cepat.
"Jadwal..." Tanyanya yang juga mulai menggosok gigi.
"Kerja.." jawabku singkat
"Pulang?"
"Jam 9 malam" jawabku bohong.
Toby sejenak mengehentikan aktivitas sikat giginya.
"Aktingmu buruk..." Komennya kemudian.
Uhf... Sulitnya menikah dengan actor hebat, sekejap mata saja dia bisa menebak akting amatirku.
"Benar.." Jawabku tanpa ragu.
Toby tersenyum tipis dan melanjutkan sikat giginya. Sesekali terasa dia menatapku dengan garang. Atau... Itu hanya perasaanku saja.
Aku segera menyelesaikan sikat gigiku dan berencana segera pergi dari rumah ini. Tanpa berfikir aku melangkah keluar dari kamar mandi.
"Kamu tidak mandi...?"
"Aku mandi di kantor.." Jawabku ringan tanpa menoleh.
"Siapa yang mengijinkanmu melakukannya" Jemari Toby yang kekar telah menancap di pundakku.
"Aku... Aku... Yang mengijinkan, aku sudah biasa melakukannya" Jawabku lebih mirip rintihan.
"Kamu masih takut padaku?" tanyanya... Tanpa rasa bersalah.
Aku membalikkan badanku dan menantang untuk menatapnya "Tentu saja..."
"Kamu bahkan tidak merasa bahwa kamu sedang menang lotre.. Mendapatkan suami tampan , kaya dan populer seperti aku?"
Kepalaku segera pusing... "Sorry... Kalau aku tidak seperti harapanmu"
Seharusnya dan sewajarnya memang begitu. Tapi konsekuensinya lebih dari itu. Dan setiap dia libur aku akan bersama makhluk antagonist ini sepanjang hari.
Toby mengacak rambutku ringan... "Mandilah di rumah.. aku keluar"
Entah kenapa dia di anugrahi mata yang jarang berkedip.
"Kenapa kita harus satu mobil?" Tanyaku yang kurang nyamam duduk berhadapan dengannya dalam mobil limusin hitam pekat miliknya.
"Aku hanya memastikan kamu tidak membohongiku"
Aku membuang muka ke arah luar jendela. "Suruhlah Albert membeli gps dan sematkan di tubuhku, hal seperti itu lebih akurat" Gumamku.
"Asal malam ini kamu tidak pulang telat, aku hanya libur sampai besok"
Aku menahan nafas sejenak, bukan urusanku dia libur atau tidak.
"Atau aku meminta bosmu untuk memecatmu, itu akan lebih mudah"
Aku mendengus,
"Ternyata kamu memang mirip dengan semua peranmu, Antagonist"
"Aku tidak pernah menjadi antagonists, hanya criminal dalam posisi protagonist. Ingat itu" jemari Toby telah mencengkeram kerahku sedikit kuat.
****
"Tumben di antar suami, dia tidak sibuk?" Nora menyambutku dengan gurau ketika kami berpapasan di basement parkir.
"Sedang libur..."
"Ehem... Bulan madu dong?" Nora menyenggol bahuku ringan "Aku dengar dia akan segera melakukan tour untuk album terbaru dan filmnya yang akan segera launching"
Aku hanya tersenyum simpul, Nora bahkan lebih tahu jadwal suamiku dari padaku.
"jadi.... Gimana rasanya punya suami ganteng dan intimidating gitu... Ganas atau.." Nora masih mengangguku hingga di meja kerja.
"Ah.. Benar... Kita juga penasaran..." Tiba - tiba Jody yang berjarak dua meja dariku juga ikut bergabung.
Aku tidak mungkin jujur bagaimana pernikahan kami Sebenarnya.
"Kalian bisa membayangkan sendiri, bagaimana seharusnya ... AUUURRRH..!" aku menirukan gaya harimau menerkam.
Serempak semua tertawa berderai, termasuk aku yang menertawakam diriku yang mulai rajin berbohong. Padahal jelas aku bukan ahlinya.
****
6 bulan 14 hari sebelumnya....
Suka duka menjadi penyiar radio kadang kita kita mendapatkan jadwal siaran tengah malam. Enaknya kadang kamu tidak perlu repot dengan riasan, karena mereka hanya peduli pada suaramu saja.
Jam lima pagi tepatnya, aku baru saja usai membeli kopi hangat untuk aku nikmati di ruang siaran setelah jeda satu jam dari siaran sebelumnya.
Tentu saja pada jam segini gedung pasti sepi. Aku membeli dua cup kopi susu yang salah satunya untuk Sony producerku saat itu.
Tanpa ada firasat apapun hari itu aku memasuki lift dengan tenang seperti biasa.
"... Andai saja siaran siang juga se sepi ini.." Aku bahkan mensyukuri ketika memasuki lift dan mendapati kondisi lift yang kosong. Yang tentu saja hampir tak pernah terjadi saat siang hari.
Tut.. Aku memencet angka tiga, di mana ruangan siaranku berada. Lift melaju dengan lancar. Tapi....
Ting...
Pintu lift terbuka, sebuah tubuh tinggi masuk dengan sangat tergesa - gesa dan menabrakku yang memang berdiri tepat di tengah pintu lift.
"Auch....!!!" Tentu saja salah satu kopi panas tumpah ke tubuhnya.
"Damn!!!" Tentu saja dia mengumpat.
"Maaaf.... Ucapku setengah terbata. Dan dengan segera aku melepas scrafku dan mulai melap kopi yang menjalar di sepanjang kemejanya..
Pria itu hanya mendesis kesal... Tanpa sabar, dia melepas kemejanya yang basah begitu saja dan segera meraih syall di tanganku yang berencana berhenti mengelap. Dengan kasar dia menariknya dan mengelapkan scraftku pada dadanya yang rapi. Tanpa sadar bahwa dia juga menggenggam erat tanganku.
"Ma.. Aaf.." Aku maaih sibbuk meminta maaf, tapi...
TING....
Pintu lift ternyata sudah terbuka lagi setelah sempat tertutup.. Dan kembali lagi ke lantai dasar...
Cekrek.... Cekrek... Cekrek...
Kilatan kamera begitu menyorot ke arah kami yang masih terperangkap di dalam lift.
Dia siapa? Tanyaku dalam hati seiring dengan reflek wajahku yang terangkat otomatis, Dan...
Wajah itu mendekat dengan cepat dan menciumku dengan penuh semangat .. Sepasang tangan hangatnyapun segera mendarat pada pangkal rahangku yang memang kedinginan karena udara pagi.
Jantungku serasa berhenti saat itu...
"Apakah ini mimpi?" Aku masih membelalak lebar. Dan...
"Thank you for say Yes" suaranya begitu rendah tapi cukup lantang dan menggema...
"Ye... Yes..???" Aku bermaksud bertanya, apa.. Yang YES...
Tapi...
"Woaaaa...!!!" Sorakan serempak terdengar dari arah luar, seiring dengan kilatan lampu yang terasa lebih terang.
Pikiranku masih belum jernih tapi tanganku telah tertarik keluar. Tunggu... Aku harus kembali ke lantai tiga bukan?
Tapi pria ini terlalu kuat, kerumunan di depan kamipun segera membelah memberi jalan kami menuju mobil van yang baru saja parkir.
"Terimakasih.. Thank you..." Lanjutnya ketika dia mulai menutup pintu mobil dengan aku yang masih menggenggam erat satu gelas kopi di salah satu tanganku yang masih bebas.
"A...!!"
"Tidak perlu berterimakasih, ini keberuntunganmu" Potong Toby pada suara yang keluar dari tenggorokanku.
"A..."
Toby segera melingkarkan sebuah cincin di jariku.
"Tanggal dan waktunya akan segera di putuskan"
Aku sudah tak bisa berkata lagi, entah kekuatan dari mana aku segera melempar segelas kopi yang tersisa ke adah wajahnya.
Toby berteriak denga suara besarnya itu...yang terdengar cukup menegangkan. Aku reflek menjerit karena takut.
"Aku harus siaran..." aku berteriak lantang juga ahirnya.
DONG.... Kenapa aku harus mementingkan pekerjaan? Harusnya aku marah dengan apa yang dia lakukan.
"Ah..." Toby kini menatapku lebih seksama.
Aku berusaha terlihat berani, tapi tidak menutupi rasa takut yang sedang akut dalam diriku. Karena pria yang di depanku adalah Toby
Seorang celebrity, berwajah antagonist meski tampan, dengan tubuh yang terbentuk sempurna dan pastinya kekar. Sejuta karyanya adalah peran yang tidak ramah, gangster, perampok, dan semua jenis badboy dalam serial action manapun. Meski, semua peran itu ada dalam segi protagonist, tapi aura seram criminal tetcium sangat lekat.
Glek... Aku menelan salivaku kasar.
"Untungnya kamu tidak terlalu buruk" desisnya.
Uh... Entah mengapa aku jadi merasa lega. Tunggu...
"Pernikahan kita pasti menjadi promosi besar untuk perusahaanmu, bolos saja, menagerku akan mengurusnya"
Mataku melebar seketika. "Menikah????"
Glek... Aku menelan salivaku kasar.
"Untungnya kamu tidak terlalu buruk" desisnya.
Uh... Entah mengapa aku jadi merasa lega. Tunggu...
"Pernikahan kita pasti menjadi promosi besar untuk perusahaanmu, bolos saja, menagerku akan mengurusnya"
Mataku melebar seketika. "Menikah????"
Tenggorokan, jantungku dan nafasku membeku seketika. Kami baru saja bertemu, dan kami menikah?
Drrrrrrt.... Getaran handphoneku menyela keterkejutanku.
"Dia tidak bisa melakukan pekerjaan hari ini, aku tidak bisa membiarkan penampilannya yang compang camping tersorot media lebih banyak lagi?" Toby mengangkat telphonku seenaknya.
"Itu produserku?"
Toby mengangguk pasti, "dan dia bilang terimakasih" Toby mengembalikan handphoneku ke saku kanan cardiganku.
Uhf.... Aku sungguh stress dan segera meneguk gelas kertas untuk kopi yang masih dalam genggamanku. Namun tentu saja hanya beberapa tetes tersisa.
"Aaaaaaargh....!!!!" aku berteriak lantang. Sebenarnya aku ingin bilang "tolong aku di culik?"
Tapi itu tidak mungkin, tidak ada penculikan yang terang - terangan seperti ini. Meski ini sebenarnya masuk dalam kategori penculikan, mengingat aku sungguh tidak menyetujui situasinya.
****
Toby menyodorkan sekaleng kopi instan ke hadapanku.
" Kamu ingin kopi bukan?"
Aku mengerjap, seolah ingin menangis tapi aku segera menahan. Menghadapi makhluk kurang ajar seperti dia haruslah kuat dan tidak boleh lemah.
"aku memperlakukanmu dengan baik, jangan membuat drama seakan kamu sedang aku siksa" Lanjutnya yang menyodorkan lebih dekat lagi kaleng kopi instan itu ke arahku.
"Beritanya sudah muncul di beberapa media online" Pria ber T shirt putih yang sedari tadi duduk di samping supir ahirnya angkat bicara. "Ini!!?" sebuah tablet kini berpindah tangan ke arah jemari Toby.
"mereka memang photographer yang handal, pose nya dan anglenya cukup bagus"
Kriiiiiing.. suara nyaring handphone Toby dengan ringtone classic segera menyeruak.
"Aku belum pernah melihat wanita itu" ucap seseorang di seberang sana yang sepertinya geram.
"Aku juga" Jawab Toby santai dengan suara beratnya.
"Apa..??" suara di seberang meninggi hampir tujuh oktav.
" tidak ada yang tuli di antara kita"
Panggilanpun terputus.
Toby tanpa expresi yang berarti segera mengetik sederet pesan di handphonenya. Sebelum ahirnya mendaratkan sepasang mata tajamnya kepadaku yangasih bingung atas apa yang sedang aku saksikan, dan alami.
"XS...?" Tanyanya.
"Ha...?? "
"Ukuran bajumu?"
Aku hanya mengangguk begitu saja dengan bodohnya.
"Hubungi team stylist, siapkan ruangan untuknya dengan fashion ukuran XS" pintanya pada lelaki yang ber kaos putih. "Kita akan melakukan konferensi pers.."
Jantung dan mataku seakan mau keluar secara bersamaan. Tapi yang ada aku malah muntah....
Terdengar dengungan kesal dari Toby, yang entah mengapa membuatku merasa lega. Setidaknya alu membalaskan kekesalanku meski hanya 0.0001%
*******
" Hmmm.... "seorang pria kemayu dengan lentik mengetuk ngetukkan jemarinya di pipi." Kamu yakin dengan pilihanmu? "
" Sudah terjadi "jawab toby dengan jemari yang semakin erat melingkar di lenganku.
Pasti kalian bertanya kenapa aku tidak lari saja? hal itu pertanyaan yang sama terjadi padaku. Tapi pikiranku sungguh sulit bergikir dan memgambil keputusan.
" Aku banyak bekerja keras untuknya" Keluh lelaki itu yang segera meraih tanganku yang lain, yang masij menggenggam kaleng minuman kopi meski isinya telah habis aku teguk.
"Kamu tegang...?" tanyanya sangat naif. Tentu saja aku tegang.
Toby!!!! Sebuah teriakan segera mendekat seiring suara langkah yang perlahan melambat.
Toby hanya menoleh sesaat dan kembali pada posisi semula termasuk tangannya yang belum melepas tanganku yang lain.
" Case Close!!" ucapnya datar tanpa merubah pandangannya "Atur pernikahanku pada jadwal yang memungkinkan, dan jangan sampai ada cela"
Pria itu yang rupanya datang dengan berlari masih sibuk menata nafasnya "Apa maksudmu, kita belum mensepakati solusi ini"
"Aku sudah" jawab Toby matap.
"Aku belum.." suaraku masih tercekat tapi setidaknya keluar.
Semua mata langsung mengarah padaku. Dan itu adalah kesalahan ku .
Tanpa ragu Toby sekali lagi meraih wajahku dengan tangannya yang tersisa dan menciumku. Meski kali ini rasanya lebih tulus, tapi aku merasa sedih, seakan semua masa depanku runtuh.
"Dia sudah setuju!" jawab Toby sepihak seiring dengan isak yang muncul dariku.
"Kalian lihat? Dia sedang terharu, karena ahirnya aku mengumumkan hubungan kami" lanjut Toby tanpa memperdulikan arti tangisanku sebenarnya.
Suasanapun langsung mencair, setiap orang sibuk dengan segala keperluan konferensi Pers yang sepertinya sudah di depan mata.
****
1...2...3
Action...!!!
Aku memasuki area konferensi pers. Kelihatan cahaya menyerang ruang pandangku bertubi - tubi.
Samar - samar Toby tersenyum manis menatapku yang sedikit kesulitan menajamkan pandangan.
Sekilas sepertinya matanya menyipit sebelum ahirnya. "Santai saja" bisik...
Santai..??? Harusnya aku sekarang sedang di ruang siaran sendiri menikmati kopiku dan membawakan topik selamat pagi. Dengan memutar lagu ballad popular sepanjang masa.
Tapi... Ehem... Aku berdehem sejenak dan mengisyaratkan Toby untuk lebih mendekat padaku. Dan tanpa ragu dia segera mengiyakan.
"Keparat!!!" umpatku lirih. Toby hanya menyeringai pelan dan kembali menatap lurus kedepan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!