Aku adalah Kurniawan, manusia pertama yang memiliki sebuah sistem di dalam diriku. Mungkin ini terdengar sangat aneh, karena memang pada dasarnya sistem ini hanya muncul di cerita berlatar fantasi saja.
Namun, entah kenapa aku bisa mendapatkan sistem ini, walaupun aku tidak celaka, ataupun mati. Ya, tiba-tiba saja sistem itu muncul dihadapan ku sambil mengatakan.
[Selamat! anda telah terpilih menjadi kandidat untuk bereinkarnasi ke dunia yang diinginkan!]
[Apa anda bersedia?]
[Ya/Tidak]
Begitulah kira-kira.
Melihat itu tentu aku sangat terkejut, tetapi setelah cukup waktu untuk berpikir. Aku akhirnya menerima kenyataan itu, dan apa salahnya untuk bereinkarnasi, lagipula saat ini aku berada di pihak yang diuntungkan.
Setelah beberapa hari berpikir keras, akupun langsung menekan layar yang merujuk ke kata 'Ya'. Dan selang beberapa detik, tiba-tiba sistem itu merubah kalimatnya dan menunjukkan persyaratan yang harus dilakukan agar bisa bereinkarnasi.
[Persyaratan. (Wajib!)]
[Anda harus memilih tujuan kehidupan anda sendiri, dan setiap kehidupan, anda harus melakukan persyaratan yang tercantum.]
[Kehidupan pertama: Hidup sebagai bangsawan.]
[Syarat pertama: Mati meminum racun akan bereinkarnasi menjadi anak bangsawan yang memiliki kekuatan sesuai dengan garis keturunan.]
[Syarat kedua: Mati kelaparan akan bereinkarnasi menjadi anak bangsawan yang memiliki kekuatan sedikit lebih kuat dari garis keturunan.]
[Syarat ketiga: Mati menunggu takdir akan bereinkarnasi menjadi anak bangsawan yang lemah.]
Hemm… Jika kulihat, mungkin lebih baik aku menjauhi pilihan ini. Karena aku tidak menyukai politik dan juga hidup penuh batasan.
Maka dari itu aku mencari terus pilihan yang menarik, hingga pada akhirnya aku menemukan sesuatu yang bisa membuatku jatuh cinta.
Pilihan itu adalah menjadi anak dari keluarga biasa, dan tentu saja aku menyukainya, apalagi persyaratannya yang menurutku sangat mudah.
[Kehidupan kesepuluh: Anak rakyat jelata.]
[Syarat pertama: Mati menunggu takdir akan bereinkarnasi menjadi anak biasa.]
[Syarat kedua: Mati menusuk diri akan bereinkarnasi menjadi anak dengan kekuatan fisik besar.]
[Syarat ketiga: Mati tertabrak kereta akan bereinkarnasi menjadi anak yang memiliki potensi tidak terbatas. Namun, semua itu tergantung usaha anda.]
Ini dia yang menarik, setelah melihat persyaratannya, aku langsung menekan layar yang merujuk pada persyaratan terakhir. Dan setelah itu layar kembali berubah, kemudian menunjukkan durasi yang ditetapkan.
Durasi itu tersisa 1 Minggu lagi, tapi itu waktu yang lebih dari cukup untukku. Karena kematiannya akan langsung kulakukan tanpa menunda-nunda lagi, untuk apa menunda semua itu jika kesempatan sudah di depan mata?
Setelah itu aku langsung pergi keluar rumah dan menuju stasiun kereta bawah tanah, karena itulah stasiun terdekat dari rumahku. Hanya membutuhkan waktu sekitar 5 menit, aku sudah tiba di depan rel kereta api yang kini masih kosong, karena jadwal selanjutnya masih tersisa 15 menit lagi.
Aku menunggu kurang lebih 7 menit hingga pada akhirnya telingaku menangkap suara mesin kereta yang sedang melaju cepat ke arah sini. Tanpa menunjukkan gelagat aneh, aku mengangkat ujung mulutku hingga menampakkan senyuman kemenangan.
Kereta semakin mendekat, tanpa basa-basi aku langsung berlari ke rel kemudian melompat ke tengah-tengah rel. Aku berdiri tegap menunggu kehadiran kereta itu, tampak orang-orang disekitar ku memintaku untuk segera menyingkir dari sini.
Tapi meskipun masih terdapat ruang yang cukup, aku tetap memilih untuk berdiam diri di tengah-tengah tanpa berpindah ke samping.
Akhirnya muncul cahaya menyilaukan di depan sana, melihat itu aku tidak bisa mengontrol senyumanku, semakin mendekat kecepatannya berkurang, namun aku cukup yakin bahwa aku akan mati ditempat.
Karena masih ada cara lain, yaitu merebahkan diri di rel.
Mwhehehe… akhirnya aku bisa mati, selamat tinggal dunia penuh kepalsuan, untuk saat ini aku akan meninggalkan kalian, ibu, ayah, kakak, adek, dan kucingku. Meskipun kenyataannya aku ini tidak memiliki semua itu, tapi yang pasti selamat tinggal.
Setelah itu aku memejamkan mataku, melepaskan tubuhku dan pada akhirnya tubuhku terlindas hingga terpotong, meskipun kesadaran ku langsung menghilang pada saat itu.
***
Di sebuah rumah yang terdapat di pedesaan, tampak ada seorang wanita sedang menjalani persalinan. Raut wajahnya tampak sangat berusaha keras, dengan bulir-bulir keringat menemaninya. Dia berteriak sekeras mungkin sambil menggenggam erat tangan seorang pria yang sepertinya merupakan suami dari wanita tersebut.
Ibu bidan terus berteriak menyemangati wanita itu, hingga pada akhirnya persalinan berjalan dengan lancar. Setelah dibersihkan dari darah, tubuh anak itu langsung ditempatkan ke dalam gendongan si ibu. Mereka tampak bahagia ketika mengetahui kesehatan anaknya.
Anak itu sangat imut, wajahnya mungil, pipi yang tembem, serta rambut hitam tipis, membuat perpaduan yang berakhir dengan pernyataan bahwa anak itu sangat tampan.
"Lihat, dia sangat tampan ketika sedang tertidur!" Ujar wanita itu dengan penuh kebahagiaan.
"Benar, wajahnya sangat mirip dengan kamu! Untung saja dia tidak mewariskan wajahku, kalau tidak, mungkin saja wajahnya akan menakutkan…" Timpal pria itu sambil menekan-nekan pipi tembem anaknya, dia tersenyum ketika mengatakan itu.
Setelah itu, anaknya terbangun lalu menangis. Ibu nya yang mengetahui jika anaknya sedang lapar, langsung memberinya asi sambil tersenyum indah.
Tanpa mereka ketahui, anak mereka yang sedang menyusui itu ternyata memiliki jiwa dari seorang pria berusia 26 tahun. Raut wajah yang dilihat mereka seperti sedang bahagia itu sebenarnya raut wajah pria cabul, yang bahagia karena sedang menyusu di payudar* wanita muda.
Memang, wajah kedua orangtuanya sangat muda, tapi sebenarnya usia mereka sudah mencapai 30 tahun-an, dan sudah menjalani kehidupan sebagai sepasang suami istri selama 4 tahun.
"Sayang, kita beri nama siapa anak kita ini?" Tanya wanita itu saat menidurkan anaknya yang sudah tertidur pulas.
Mendengar itu suaminya langsung berpikir keras, matanya terpejam dipaksakan dengan kedua telunjuk menekan kepalanya. Perlu waktu lama hingga pada akhirnya dia menemukan sebuah nama.
"Ah! Aku sudah mendapatkannya!" Seru pria itu mengangkat telunjuknya.
"Apa itu?" Tanya wanita itu dengan lembut.
"Bagaimana kalau kita beri nama, Haris Lodgradae!" Jawabnya sambil mendekatkan wajahnya ke arah istri nya.
"Baiklah. Tapi kenapa kamu pilih nama itu?" Wanita itu menyetujuinya dan bertanya.
"Eh? Tidak, aku tidak tahu kenapa memberikan nama itu. Karena tiba-tiba saja tersirat di otakku, hehe…" Jawabnya sangat canggung.
Wanita itu tersenyum melihat tingkah laku suaminya yang konyol, padahal dia memiliki wajah menakutkan. "Haish, kamu ini… Tapi tidak salah juga kita memberikan nama itu, bukan? Aku juga sangat menyukainya, dan menurutku anak kita juga pasti menyukainya." Ujar wanita itu sambil tersenyum sambil mengelus kepala anaknya.
"Hehe…"
Sedangkan disisi lain, Haris yang masih mencoba untuk menahan rasa kantuk, mendengar itu dia mengerutkan dahinya karena merasa aneh dengan nama pemberian mereka.
"Apa-apaan 'Lodgradae' jelek sekali…" Batin Haris tapi tanpa disadari ternyata suara nya terdengar oleh kedua orangtuanya. Namun, suara itu terdengar seperti tangisan anak bayi jika ditelinga kedua orangtuanya.
Mereka langsung bergegas untuk menenangkan Haris yang sebenarnya baik-baik saja, dia hanya bisa menghela nafas berat kemudian melanjutkan sandiwaranya sebagai anak bayi.
Namun, saat sedang seperti itu, tiba-tiba muncul sebuah layar biru mengambang di depan matanya. Melihat itu, Haris tidak bisa menghentikan senyuman kemenangannya.
[Selamat! Anda telah berhasil bereinkarnasi! Saya akan memberikan poin perdana kepada Anda.]
[Selamat, master! Anda telah mendapatkan poin perdana sebesar 200.000! Poin ini bisa anda gunakan untuk meningkatkan kemampuan anda, tapi hanya bisa digunakan saat anda menginjak usia 10 tahun!]
Dipikir-pikir takut ada yang bingung, kenapa pilihan jadi anak jelata memiliki potensi besar. Sebenarnya yang dimaksud dengan 'Kekuatan tak terbatas' itu memiliki potensi yang tidak ada batasnya. Jadi, lebih mudah nya si Haris akan terus menjadi orang kuat, meski sudah tua pun potensinya tidak akan tersendat.
Semua kekuatan yang didapatkan olehnya itu dengan usahanya sendiri.
Matahari sudah terangkat dengan cahaya cerah mencoba untuk membangunkan anak laki-laki yang kini sedang tertidur pulas. Perlahan anak itu merasa sedikit terganggu, hingga pada akhirnya dia membuka matanya.
Tanpa membuat pergerakan lain, anak itu menatap langit-langit dengan tatapan kosong, wajar saja karena kesadarannya belum terkumpul sepenuhnya. Selang beberapa menit, anak itu kemudian duduk di samping ranjang sambil mengucek matanya yang sedikit berkabut.
Setelah itu dia beranjak lalu pergi keluar kamar untuk menyapa keluarganya yang sudah diketahui jika mereka sedang memasak.
Sudah berada di dapur, anak itu langsung menyapa kedua orangtuanya. "Selamat pagi, ayah, ibu… Kalian sedang apa?" Ujar anak itu menyadarkan kedua orangtuanya.
Mereka menoleh ke sumber suara, lalu tersenyum ketika melihat anaknya sedang mengucek mata dengan air liur membasahi sekitar mulutnya.
"Hai Haris, kamu sudah bangun, ya? Lebih baik ke cuci muka dulu." Wanita itu tersenyum dengan tangan tak berhenti untuk memasak.
"Hemhem, benar apa kata ibu mu. Lebih baik cuci muka dulu, atau jangan-jangan anak ayah ini masih ingin dibantu…" Timpal pria itu sambil melangkah mendekat ke arah Haris dengan tangan siap mengangkat tubuhnya.
Namun, dengan segera Haris menolak ayahnya itu, kemudian berlari ke arah kamar mandi sambil menyeka air liurnya.
Sesampainya di dalam kamar mandi, dia langsung mencuci mukanya sambil menatap pantulan wajahnya di cermin. Wajah yang begitu tampan, kulit putih bersih, pupil mata bulat berwarna biru cerah, serta rambut hitamnya sudah tumbuh lebat. Melihat wajahnya, Haris membuka lebar mulutnya hingga menampakkan deretan gigi putihnya.
"Yeah, aku memang sangat tampan!" Ujar Haris sambil bergaya narsis di depan cermin, kemudian diakhiri dengan kedipan mata berbintang.
Haris sudah berusia 7 tahun, dan selama menjalani kehidupannya dia tidak pernah sekalipun merasakan apa yang dirasakan oleh para karakter utama isekai di dalam novel favoritnya.
Selama ini dia terbebas dari penderitaan, sehingga membuatnya sangat bahagia serta bersyukur atas nasibnya itu. Namun, bukan berarti selama ini dia selalu berleha-leha, karena dia suka menyempatkan diri untuk mempelajari ilmu-ilmu penting. Seperti, sihir, teknik pedang, dan juga cerita-cerita legendaris yang menceritakan perjuangan seorang pahlawan untuk memperjuangkan kedamaian.
Saat ini Haris sudah berada di ruang makan yang sudah didekorasi dengan meriah. Dia tersenyum bahagia ketika melihatnya, meskipun sudah mengalami hal ini selama beberapa kali. Namun hatinya tidak pernah merasa bosan olehnya.
Hari ini merupakan hari yang membahagiakan bagi keluarga itu, karena mereka sedang merayakan ulang tahunnya Haris yang ke tujuh. Yang artinya sudah tujuh tahun Haris berada di dunia ini, atau bisa dibilang kehidupan keduanya.
Dan selama tujuh tahun itu tidak ada yang aneh. Namun, banyak sekali pengalaman pertama sekaligus spesial baginya. Karena, di dunia ini dia bisa merasakan kehangatan dari yang namanya 'Orangtua'. Jika bisa dilukiskan, maka semua kebahagiaan bisa terlihat jelas, tapi sayangnya Haris tidak memiliki kemampuan melukis.
Dengan kaki berayun-ayun, Haris menunggu kedua orangtuanya selesai sambil duduk di atas kursi dengan tangan di simpan di atas meja persegi panjang.
Tak lama kemudian, kedua orangtuanya sudah selesai dalam persiapan, dan setelahnya mereka menarik kursi kebelakang lalu menjatuhkan pantatnya diatas kursi.
Kini mereka sedang duduk dengan posisi ibu dan Haris saling berhadapan dengan ayahnya.
"Selamat ulang tahun, Haris!" Ujar ibunya sambil mengelus-elus kepala anaknya, membuat Haris menjadi salah tingkah.
'Aku masih belum terbiasa dengan perlakuan ini!' Batin Haris menjerit.
"Terimakasih ibu…" Jawab Haris malu-malu, membuat kedua orang tuanya terkekeh melihat reaksi anaknya yang begitu menggemaskan di mata mereka.
"Hoya, kamu merasa malu…?" Goda ayahnya di seberang sana sambil menunjukkan senyuman meledek.
"Tidak!" Bantah Haris menggebrak kan mejanya pelan dengan wajah tersipu.
"Hahaha! Lihatlah wajahnya sayang, dia anak laki-laki tapi terlihat sangat imut jika sedang tersipu!!" Ujar ayahnya yang tertawa terbahak-bahak tak tertahankan.
"Ish, kamu jangan seperti itu! Kasihan anak kita harus menahan malu seperti itu!" Tegur ibunya sambil menarik tubuh Haris ke dalam pelukannya menghentikan tawa ayahnya.
Haris yang diperlakukan seperti itu hanya bisa tersenyum tipis menunjukkan kebahagiaannya.
Riana Vania atau ibunya Haris, merupakan wanita cantik dan menawan, dipadukan dengan tubuhnya yang begitu molek, membuat dirinya menjadi kembang desa dan kebetulan dia adalah anak dari kepala desa.
Louis Hernandez atau ayahnya Haris, merupakan pria berprofesi sebagai petualang Rank-B dengan job sebagai Swordsman, dia sendiri dikenal sebagai petualang penyendiri, karena dirinya selalu memilih untuk berpetualang menyelesaikan misi dengan tenaganya dan usahanya sendiri.
Jika harus jujur, Louis sangat tidak cocok untuk Riana, karena wanita itu lebih cocok jika bersama denganku, aww jadi malu deh…
Setelah saling bercanda, mereka langsung melakukan pesta ulang tahun dengan penuh senyuman. Haris juga tidak lupa menyuapi mereka makanan yang sudah dibuat ibunya, tindakan itu diperuntukkan sebagai berbagi kebahagiaan dan rasa terimakasih.
Haris dan Louis mengelus-elus perut buncit mereka karena terlalu banyak memakan makanan pesta, karena menurut mereka sayang sekali jika makanan yang dibuat oleh Riana tersisa banyak, apalagi wanita itu tidak makan terlalu banyak.
"Oh iya Haris, apa yang kamu inginkan?" Tanya Riana dan di angguki oleh Louis membuat Haris kebingungan.
Dia menempelkan telunjuknya di dagu sambil menatap ke atas untuk memikirkan apa yang dia inginkan dari kedua orang tuanya.
"Hmmm, kalau begitu… Apa aku boleh meminta sesuatu?" Tanya Haris mendadak serius dengan tatapan memohon.
Melihat wajah anaknya, mereka berdua saling menatap satu sama lain, kemudian mengangguk membuat Haris senang, senyuman lebar terpampang jelas diwajahnya yang imut.
"Apa yang kamu inginkan?" Tanya Louis dengan senyuman lembut, rasanya itu masih cocok untuk wajah menyeramkan nya.
Tanpa basa-basi Haris langsung menjawab, "Aku ingin belajar Swordsmanship!"
Jawaban itu membuat kedua orang tuanya terkejut karena tidak terduga anak seimut itu ingin belajar sesuatu yang berat. Namun, bukan berarti itu tidak cocok untuknya, karena dia masih memiliki darah ayahnya yang merupakan Swordsman.
Mari kita kembali ke satu hari sebelumnya…
Malam hari, gelap gulita tanpa anda lampu yang biasanya digunakan di kota. Meski begitu para warga masih memakai lentera untuk membantu penerangan, dan itulah yang sedang menemani Haris yang masih terjaga di malam itu.
Alasan mengapa dia masih terjaga, dikarenakan Sistem yang tiba-tiba muncul dan mengirimkan sebuah notifikasi yang membuat Haris harus berpikir keras untuk memilih keputusan yang benar.
Notifikasi itu menunjukkan kalimat seperti ini.
[Karena anda sudah menginjak usia 7 tahun, maka anda dikhususkan untuk memilih job agar masa depan anda memiliki tujuan pasti!]
Dan terdapat banyak pilihan job yang menurut Haris semuanya sama saja, tidak ada yang berbeda, karena ujung-ujungnya Job itu akan berguna juga. Namun, pemikirannya langsung tertuju kepada kedua orang tuanya yang memiliki job berbeda.
Riana memiliki Job sebagai Healer, dan Louis memiliki Job sebagai Swordsman. Jika dipikirkan maka pilihan yang tepat untuk Haris adalah: Swordsman.
Alasannya simpel: karena dia anak dari Louis.
Hahah simpel bukan?
'Swordsman masih bisa diterima olehku, dan itu juga merupakan Job yang keren. Sedangkan untuk Healer… ya itu masih bisa diterima juga, tapi lebih baik untuk tidak memilih itu untuk dijadikan Job utama.' Batin Haris sedikit bingung.
Haris memang memiliki kekuatan tak terbatas, tapi itu bukan berarti dia akan menjadi kuat dalam waktu singkat. Karena bakat juga harus diasah, jika tidak begitu maka bakatnya akan menjadi tidak berguna.
Merasa pilihannya sudah tepat, tanpa pikir panjang Haris langsung memilih Job Swordsman. Dan tiba-tiba jendela statusnya berubah dengan satu tambahan dalam Statistik.
[Haris Lodgradae]
Lvl: 15
Hp: 150/150
Mana: 150/150
Swordsmanship: 0
Str: 20
Int: 20
Vit: 10
Agi: 15
Aura: 0
Poin Sistem: 200.000
Melihat statusnya Haris mengetahui apa yang berbeda, dan dia juga sekarang bisa dipastikan akan meningkatkan terus Aura dan juga Swordsmanship agar bisa mencapai sesuatu yang tak terbayangkan.
Kembali ke saat ini…
Itulah alasan yang membuat dia sangat percaya diri dalam memilih permintaannya. Ayahnya masih memasang wajah terkejut, tapi dengan segera dia memahami tekad anaknya yang terpancar dari tatapan mata nya. Dia tersenyum tipis ketika menyadari anaknya semakin dewasa dan bisa memilih keputusan yang tepat.
"Baiklah, mulai besok kita akan berlatih. Dan ingat! Ayah tidak akan segan-segan, loh!?" Ujar ayahnya sambil memberi sedikit ancaman.
Namun ancaman itu malah membuat Haris senang, dia tersenyum bahagia sambil menjawab, "Itulah yang aku harapkan! Ayah memang yang terbaik!"
"Hahaha! Ini baru anakku!!" Ayahnya tertawa, kemudian mengangkat tubuhnya, lalu menarik leher anaknya kedalam ketiaknya. "Kamu harus siap-siap, oke?" Lanjutnya sambil menggosok kepala Haris.
Pagi hari sudah terlihat dengan matahari sedikit terangkat. Cahaya hangat menembus kain yang menutupi jendela, dan mencapai Haris yang sedang tertidur pulas.
Lagi-lagi, mungkin karena terganggu dengan perasaan hangat di kelopak matanya, Haris pun membuka matanya secara perlahan. Namun, kali ini dia langsung bangkit dari posisi tidurnya. Dengan rambut masih acak-acakan, Haris menatap kosong dinding kayu 2 meter di depannya.
"Ah… aku harus latihan…" Ujarnya sedikit lemah sambil mengucek sebelah matanya.
Dia beranjak dari ranjang, kemudian berjalan keluar untuk mencuci mukanya. Setelah itu dia menghampiri ibunya yang sedang menjemur pakaian di halaman rumah. Sesampainya, dia bisa melihat ibu nya yang begitu cantik dengan disinari oleh cahaya matahari, membuatnya semakin indah dan nyaman untuk dipandang.
Namun, bagi Haris itu sudah menjadi pemandangan yang biasa. Awalnya dia memang terkesima melihatnya, tapi lambat-laun dirinya mulai terbiasa dan seolah tidak mempedulikannya karena dia pikir tak normal untuk mencintai ibunya dalam artian lain.
"Ibu, kemana ayah?" Tanya Haris menyadarkan ibunya yang terlalu fokus menjemur.
Riana menoleh, "Ayah?... Sepertinya dia sedang mempersiapkan pedang kayu di gudang." Jawabnya begitu lembut dengan tangan yang masih bekerja.
Mendengar jawaban ibunya, Haris merasa tersentak karena dia pikir ayahnya akan memulai latihan di siang hari. Tapi, untuk waktu sepagi ini dia sudah mempersiapkan pedang kayu yang merupakan benda paling utama di dalam pelatihannya?
'Sepertinya dia memang tidak ingin memberi ampun kepadaku.' Batin Haris merasa aneh ketika memikirkan ayahnya yang terlalu berniat, tapi dengan itu juga dia bisa mendapatkan pelatihan yang cepat.
Tanpa berbincang lagi Haris langsung menghampiri ibunya, kemudian menunjukkan isyarat yang membuat ibunya tersenyum tipis. Dia menurunkan tubuhnya, lalu *Chup pipi Haris di cium ibunya.
"Hehe, makasih ibu. Chup." Haris tersenyum lebar lalu membalas ciuman ibunya, dan setelahnya dia langsung pergi ke gudang.
Di berjalan cukup jauh, karena tidak hanya tempat gudang yang terletak di belakang rumah, tapi luas rumah ini saja sudah tidak wajar untuk ukuran rumah di pedesaan.
"Halo ayah!" Sesampainya di gudang, Haris langsung menyapa ayahnya yang kini sedang mengelap sekitar sepuluh pedang kayu.
Mendengar suara anaknya, ayahnya langsung mendongak menatap anaknya, kemudian menyeka keringatnya dan berkata, "Haris, kamu udah bangun? Padahal ayah baru saja hendak membangunkan mu setelah selesai mengelap satu pedang kayu ini." Jawab ayahnya penuh keseriusan karena dia memang tipe orang yang akan fokus total ketika sedang melakukan sesuatu.
Tanpa menjawab kembali, Haris menatap pedang kayu yang tersimpan saling menindih, "Untuk apa pedang kayu sebanyak itu, ayah?" Tanya Haris.
"Hei, apa yang kamu katakan? Jelas-jelas itu semua untuk pelatihan kamu." Jawabnya tanpa menghentikan gerakan tangannya. Dia sama seperti Riana.
'Yeah, ayahku memang seperti ini, seorang pria sejati yang tidak pernah mengingkari janji. Tapi itu juga sifat yang sedikit menganggu ku, jujur saja.' Batin Haris memikirkan ayahnya yang begitu amanah.
Haris mengabaikan perkataan ayahnya, kemudian merentangkan satu tangannya ke depan sambil dikepalkan. Ayahnya mendongak, lalu tersenyum dan langsung membalas anaknya dengan pukulan ringan tertuju ke tangan Haris.
Ya, itu adalah tos atau salam selamat pagi bagi mereka berdua, karena menurut mereka melakukan hal itu sangat cocok untuk seorang pria sejati.
Setelahnya, Haris langsung kembali kerumahnya untuk membasuh tubuhnya. Namun, segera dihentikan oleh ayahnya yang tiba-tiba sudah berada di hadapannya.
"Haris sayang, kamu jangan mandi, oke? Cukup basuh wajah saja, kemudian kembali ke halaman, yaa…!?" Ayahnya menghalangi jalan sambil mengingatkan Haris dengan seringai aneh terpampang jelas diwajahnya.
Melihat itu tentu membuat Haris merinding, tapi dengan segera dia mengangguk untuk memberikan pengusiran yang tidak disadari.
'Aku terkadang merasa beruntung punya ayah seperti itu, tapi terkadang merasa paling beruntung karena ayahku sangat perhatian dengan masa depanku.' Batin Haris membayangkan ayahnya yang begitu menyayangi dirinya hingga tidak membiarkan dia untuk berleha-leha.
Karena menurutnya sikap perhatian tidak selalu ditunjukkan dengan lemah lembut, bisa juga seperti ayahnya yang sangat keras dalam kegiatan Haris, tapi sebenarnya dia sangat khawatir kepadanya. Siapa juga yang tidak ingin anaknya menjadi kuat, dan bisa menjaga dirinya sendiri?
Selesai membasuh wajahnya dia langsung pergi ke halaman sesuai dengan keinginan ayahnya. Di halaman dia bisa melihat ayahnya sudah bersiap dengan sebuah pedang kayu di tancapkan ke dalam tanah, tetapi wajahnya memandang ke arah lain sambil bersiul.
"Ah Haris! Kamu sudah selesai? Kukira kamu akan lari terbirit-birit seperti kelinci karena terlalu takut…" Ledek ayahnya sambil memperagakan gerakan kelinci dengan tubuh besarnya itu.
Masih menyikapinya layaknya anak seusianya, Haris langsung berteriak, "Aku tidak seperti itu! Aku bukanlah ayah yang selalu terbirit-birit ketika pulang dengan keadaan mabuk!!" Jawab Haris dengan sedikit mengadu.
Dia sengaja mengatakan hal itu karena ibunya masih menjemur pakaian di halaman, sehingga dia bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Haris.
'Kekekekk, inilah dampak yang diterima karena berurusan denganku!' Batin Haris tertawa cekikikan ketika melihat ayahnya sedang ketakutan oleh tatapan tajam ibunya.
"Ah, em, jujur saja ayah mengakui itu. Jadi, maafkan aku sayang." Ujar ayahnya sambil membungkuk dihadapan ibunya, dan karena tidak tega ibunya memaafkan perilakunya. "Dan untukmu, ayah akan meningkatkan tingkat kesulitannya!" Lanjut ayahnya mengejutkan Haris karena tiba-tiba menoleh dengan cepat dan menatapnya tajam.
Namun, semua itu digagalkan oleh Riana yang memukul kepala belakang Louis dengan ember besar ditangannya, yang sebelumnya digunakan untuk mengangkat pakaian.
"Kamu! Tidak perlu sekeras itu kepadanya! Bagaimanapun juga dia anak kita, dia juga masih berusia tujuh tahun belum lama ini." Tegur Riana membuat Louis berguling di atas rumput halaman sambil meringis kesakitan dengan tangan menempel di kepala belakangnya.
"Adu-duh… Pukulan ember istri ternyata melebihi damage serangan ogre…" Ujar Louis di ketika sudah bangkit dari posisi berguling nya.
Setelah mengatakan itu tiba-tiba tubuhnya mendadak kedinginan, dan pada saat menoleh, dia dikejutkan oleh Riana yang sedang mengeluarkan aura hitam legam yang tidak diketahui alasannya.
"... Jadi kamu menganggap ku sebagai Ogre…!?" Riana semakin mengeraskan kepalanya.
"Iya, tapi kamu itu bukan Ogre, melainkan jelmaan Malaikat." Jawab Louis yang mencoba untuk tenang.
Namun ternyata pujiannya ampuh hingga membuat Riana tersipu akan itu, "Aaaa~ kamu seperti iblis saja~" Ujar Riana sambil menggeliat seperti cacing.
"Iblis? Kenapa?" Tanya polos Louis.
"Hmm? Kamu memang iblis. Orang tua mana yang hendak menyiksa anaknya sendiri dengan kedok latihan seperti itu." Jawab Riana sambil berjalan menjauh dari tempat mereka berdua.
'Ada apa dengan mereka?' Batin Haris sedikit heran dengan tingkah orang tuanya.
Setelah beberapa waktu berlalu tanpa pembicaraan, akhirnya Louis kembali bangkit setelah sebelumnya berlutut tidak percaya dengan pernyataan Riana.
"Baiklah, maafkan ayah yang menunda pelatihan ini…" Ujar Louis dengan tulus.
'Justru itu bagus untukku.' Batin Haris menjawab permintaan maaf ayahnya.
"Karena sudah tidak ada waktu lagi, ayah sarankan kamu untuk segera mengayunkan pedang kayu itu sebanyak lima ratus kali!" Tegas ayahnya memerintahkan sesuatu yang mustahil dilakukan anak seusia Haris.
"Baiklah." Tanpa bantahan, Haris hanya menerima itu. Kemudian menegakkan tubuh dan juga melebarkan kakinya, dengan tangan menggenggam erat gagang pedang kayu. Dia langsung mengayunkannya dengan hitungan maju.
"Bagus." Louis cukup bangga dengan anaknya yang cepat tanggap. Namun dirinya berharap agar anaknya menjadi anak kecil pada umumnya.
Latihan itu terus berlanjut dengan peningkatan tingkat kesulitan di setiap harinya, tapi itu berhasil dilalui oleh Haris hingga dua tahun kemudian. Di usia yang masih kurang dari sepuluh tahun, Haris sudah memiliki fisik yang kuat dengan ukiran-ukiran otot tampak di tubuhnya.
"9998…9999…1000!" Teriak Haris di halaman dengan tubuh telanjang dada, keringatnya mengalir deras layaknya sedang diterjang hujan deras. Wajar saja, karena dia sudah menjalani pelatihan sulit dengan mengayunkan pedang yang sudah bukan kayu lagi selama seribu kali ayunan.
Melihat anaknya yang sedang membenarkan tempo nafasnya, Louis tampak tersenyum bahagi melihat perkembangan anaknya yang begitu pesat. Awalnya dia beranggapan bahwa anaknya akan mencapai level ini dalam kurun waktu Lima tahun. Namun tidak diduga tebakannya melenceng jauh, karena anaknya selalu memberikan kejutan sehingga membuat Louis selalu menambahkan kesulitan dalam pelatihannya.
"Baiklah, itu sudah cukup!" Ujar Louis sambil melemparkan handuk dan botol berisikan air ke arah Haris, dan Haris menerimanya dengan respon cepat.
"Hmm… sangat baik." Gumam Louis ketika melihat respon anaknya.
"Haris, kamu sudah selesai dalam pelatihan pertama untuk menjadi Swordmaster, dan bersiap-siap untuk menghadapi pelatihan dua hari selanjutnya." Lanjut Louis sambil meninggalkan Haris di halaman.
Sedangkan Haris yang mendengar itu hanya mengangguk, kemudian membuka tutup botol yang terbuat dari kayu dan meneguknya dengan cepat.
"Haah! Akhirnya aku selesai menuntaskan tahapan dasar. Hmm… mari kita lihat sejauh apa perkembangan ku." Gumam Haris sambil menyeka air minum yang belepotan hingga membasahi sekitar mulutnya, dan setelah itu dia membuka layar status.
[Haris Lodgradae]
Lvl: 50
Hp: 500/500
Mana: 325/325
Swordsmanship: 10%
Str: 65
Int: 45
Vit: 35
Agi: 30
Aura: 2
— Pantang Menyerah.
— Teman Pedang.
Poin Sistem: 250.350
Melihat statusnya yang begitu menakjubkan, Haris tidak kuasa untuk menahan senyumnya. Di dalam pikirannya dia seolah tidak percaya dengan kenyataan ini. Namun di satu sisi dia sangat bahagia hingga rasanya dia bisa saja melompat dari tebing.
"Gilak! Statusku semakin… Woaaah!!" Haris berteriak keras hingga membuat orang tuanya menjadi khawatir dan langsung bergegas ke halaman.
Namun, yang dilihat oleh mereka itu sosok anaknya sedang tersenyum lebar menakutkan dengan mata sedikit melengkung ke atas.
"Haris? Kamu kenapa teriak-teriak seperti itu?" Tanya Louis menyadarkan Haris.
"A-ah, maaf aku hanya terlalu bahagia dengan keberhasilanku…" Jawab Haris malu-malu, tapi yang dikatakan olehnya itu merupakan kebenaran. Namun, kebenaran itu berbeda di setiap pemahaman antara orang tua dengan . . Haris.
"Aish, daripada seperti itu, lebih baik untukmu masuk ke dalam dan membasuh tubuhmu yang penuh dengan keringat. Setelah itu kita akan makan malam." Perintah Riana membuyarkan semuanya.
"Baik ibu." Jawab Haris sambil mengangguk, kemudian mengekori kedua orang tuanya sambil membawa botol dan handuk di satu tangannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!