NovelToon NovelToon

Sebatas Asa Cintaku

1. SAMPAI JUMPA

 Pagi ini aku seperti gak sanggup tuk bangkit dari tidurku. Bukan karena udara yang dingin yang menyengat kulitku tapi karena rasa malas memuncak sampai ke level sepuluh. Perasaan campur aduk ada perasaan yang seolah akan kehilangan teman yang sudah dimulai dari SD bersamaku. Aku cuma takut aja gak akan bisa menemukan kebahagiaan paripurna ditempat lain.

Tapi semua rasa malas itu aku coba hempaskan dengan sekuat hati dan aku mulai beranjak dari tempat tidur, lalu bersiap mandi kemudian bersiap berangkat ke sekolah. Di sana aku hanya ingin menemui teman-temanku hari ini adalah tujuanku, karena besok hari minggu aku akan pergi ke Jakarta.

Tepatnya Hijrah dan pindah sekolah di sana untuk menyelesaikan tingkat SMA ku yang sudah hampir separuh perjalanan belajar dikelas tiga. Dan yang lebih aku gak suka hanya aku saja yang pindah sementara orang tuaku tetap di sini. di Bandung.

Orang tuaku gak pernah kasih alasan yang jelas kepadaku kenapa aku harus sekolah di Jakarta bahkan sampai sekarang, mereka hanya memastikan kalau sekolah yang baru nanti adalah sekolah favorit.

Aku berjalan dilorong, mencari temanku yang rupanya belum datang semua. Akhirnya aku tersadar, rupanya aku datang kepagian. Aku masuk ke dalam kelas yang masih sepi, aku orang pertama yang hadir. Sementara teman-temanku memang beda kelas. dari kelas satu kami gak pernah sekalas selalu berpisah kelas. Aku akrab dengan mereka karena mereka teman sekolahku semasa SD.

Matahari sudah tinggi sekali cahayanya pun memantul pada kaca jendela kelas. siang pun seakan sudah memberi kode sakti kepada guru piket untuk pencet bel pulang.

 Kriiiiinggggg...iiingggg!

Mendengar bel pulang, kami langsung menyiapkan diri untuk pergi pulang, kami berhamburan keluar kelas. Dan aku pun sigap mencari temanku, Astrid dan Leila. Meskipun kami memang gak pernah sekelas tapi kami akrab dan saling melengkapi sejak dulu, bahkan kami gak pernah musuhan sampai berlarut, palingan marahan kami cuma seharian aja dengan sikap saling diam dan menjauh setelah itu kami kembali baikan lagi.

Aku clingak-clinguk di lorong mencari dua temanku dikeramaian siswa karena bukan cuma kelas tiga aja yang pulang bahkan sampai kelas satu, Kami memang sering begini karena seperti biasanya setiap jam pulang kami selalu sempatkan makan bareng di kantin.

"Ra !" panggil Leila dari jauh dibelakangku.

Aku menoleh ke sumber suara diantara kerumunan siswa yang mulai sepi, Leila berlari kecil menghampiriku. Aku tersenyum menyambutnya.

"Ke kantin yuk Ra, udah ada Astrid di sana" Ajaknya.

Aku mengangguk tanpa bersuara.

Akhirnya kami sampai di kantin yang selama ini menemani persahabatan kami. Astrid rupanya sudah menunggu dia lagi asik main game di hapenya.

"Hai, Ra" sapanya lalu menyimpan hapenya ke dalam tasnya.

"Lagi main game ya ?" tanyaku sambil aku duduk dihadapannya

"Iya, biasalah game cacing" jawabnya

"Bentar ya, aku mau pesen es dulu" potongku.

Baru aja aku mau panggil tukangnya tapi Astrid menahanku.

"Eh, gak usah Ra, aku udh pesen kok" ucapnya.

Leila ikut mengangguk "Iya Ra, biasanya kan kalo orang yang mau pergi jauh itu yang traktir tapi sekarang beda, Astrid yang mau traktir kita Ra" Ungkapnya

Aku gembira banget pastinya dong "Ooh, ya ampuuun Astrid baik banget. Thank you ya" Sumringah ku pecah

"Sama-sama Ra"

Makanan yang dipesan Astrid sudah tiba dimeja kami. Masing-masing kami ambil bagian. Aku ambil Soto dan es jus alpukat. Harusnya sih minumnya itu air putih atau air teh atau es jeruk ya. Tapi gak apa-apa deh, namanya juga ditraktir.

 Aku mulai seruput kuah soto yang masih panas.

Srruuppph!

Soto di kantin ini yang paling aku suka sejagat raya, karena kuahnya gurih. Aku sering banget beli sampai Astrid aja tahu harus pesenin aku apa.

"Ra, jangan lupain aku sama Lela ya"

"Iya Ra, jangan mentang-mentang kamu udah di Jakarta jadi lupa sama kita" Sambung Leila.

Aku masih nyeruput kuah "Ya, gak bakalan lah. Kalian itu kan sahabat aku. Jadi aku gak bakal lupa sama sekali"

"Janji ya Ra" Tegas Astrid.

Aku mengangguk "Iya, gak akan aku melupakan kalian"

"Mmm, terus.....mmmm" Astrid mau ngomong tapi dia ragu.

"Fredi gimana Ra? " Sambung Leila.

Jadi, Fredi itu pacarku di sekolah, selain Astrid dan Leila. Fredi adalah salah satu orang yang membuatku bahagia. Aku sama Fredi sudah dua tahun pacaran. Fredi sangat baik dan perhatian padaku. Tapi untuk hari ini aku gak lihat Fredi. Mungkin dia gak masuk atau sudah pulang lebih dulu atau dipaksa temannya main futsal.

Dan tumbenan Fredi gak hubungin aku, dari semalam hapenya gak bisa aku hubungi. Tapi aku gak mau cemburu buta tentang Fredi sekarang sedang apa dan di mana karena Fredi sudah yang terbaik bagiku.

Aku tersipu mendengar namanya. Gak sadar juga kalau kuah soto sudah habis hampir setengah. Astrid menyambungkan kalimatnya lagi

"Fredi, bagaimana Ra? kamu akan putus atau gimana?" tanyanya pelan. Seolah berharap ada jawaban yang pasti dariku.

Aku pikir itu pertanyaan yang bagus karena kami akan pacaran jarak jauh.

 "Ya gak mungkinlah aku putus sama dia. Dan aku juga gak akan lupain dia kok" Ucapku meyakinkan kedua sahabatku itu.

Astrid diam sejenak

"Cieeeehhh..." goda Leila.

Mendengarnya aku cuma tersipu malu. Dan membayangkan wajah Fredi nan tampan.

"Tapi kok, Fredi gak ada menunjukkan salam perpisahan atau gimana gitu ya, terus dari tadi juga dia gak ada. Kan seharusnya dia ada di sini bersama kita. Ya gak sih" tambah Astrid.

"Iya Ra, bahkan dia juga gak ikutan kita makan nih" sambar Leila.

Aku berpikir sebentar. Iya juga ya, kok Fredi gak keliatan dari pagi. Apa mungkin dia mau kasih aku kejutan ? mmm...sepertinya dia akan kasih aku kejutan deh.

"Ya, mungkin Fredi mau pulang cepet, dan bisa jadi dia mau kasih aku kejutan" tebakku sambil tersenyum semanis madu

Astrid dan Leila mengangguk seolah setuju.

Dan suasana mendadak hening, bagai hidup didalam tong. Sunyi. Tapi pada akhirnya ketika sempat hening kami mulai ngobrol lagi.

Ini sudah hari minggu, hari yang sebenarnya aku gak tunggu. Karena aku akan berangkat ke Jakarta untuk waktu yang lama. Hape ku bergetar sekali, dengan cepat aku raih hape ku yang masih tergeletak di kasur. Tadinya aku berharap pesan masuk itu dari Fredi, tapi rupanya dari Astrid.

 "Ra, maaf banget ya. Aku dan Lela gak bisa ke rumah kamu untuk peluk yang terakhir. Karena kami mau ngerjain makalah kelompok. kamu kan tau makalahnya harus beres. Hati-hati di jalan ya Ra"

"Oke, makasih" balasku dengan ketikan yang cepat

Semua barang sudah aku masukkan ke dalam koperku.

Dan saatnya aku membawa koperku keluar dari kamar membawanya dan bertemu pak supir yang rupanya sudah menungguku sambil seruput kopi yang dibuatnya sendiri.

Kebetulan ayahku sudah berangkat kerja, dia memang selalu berangkat lebih awal. Tapi aku sudah pamit dari semalam. Hanya ada ibuku yang juga sudah berdiri dipintu, seolah memberikan pesan semangat baru kepadaku. Aku langsung saja menghampirinya

 "Hati-hati ya Ra, hati-hati juga ya pak" pesannya sekaligus kepada kami.

Aku jawab "Iya bu" sambil mencium tangannya. Si pak supir juga menjawab ibuku, tapi dia gak perlu cium tangan ibuku. Karena bisa panjang urusannya.

Pak supir sambil membantuku memasukkan koperku ke dalam bagasi mobil, aku memang sengaja bawa dua koper besar. karena bawaanku cukup penting semua.

Jadi, aku gak mungkin meninggalkan hal yang penting begitu saja. Kemudian aku masuk ke dalam mobil lalu duduk ditengah, bagai nyonya besar. Supir mulai menyalakan mesin. Tapi ibuku menghampiri lagi, otomatis aja aku turunkan kaca mobil lalu menyimak pesan darinya.

"Jangan lupa salam sama tante dan om kamu ya, salam sama Limi juga ya"

"Iya, bu. Kan semalam juga ibu udah kasih tau aku"

"Oh iya, biar kamu inget aja haha"

Setelah ibuku menyelesaikan kalimat titip salamnya akhirnya kami siap berangkat, kaca mobil aku naikkan lagi.

Ibuku melambaikan tangannya dari garasi. Aku juga melambaikan tangan dan mobil pun semakin jauh melaju.

Pagi ini sudah pukul tujuh pagi, udara masih saja sejuk membuat aku semakin gak berdaya menahan kelopak mata yang memaksa mengatup. Tapi aku gak mau ketiduran dulu karena ini masih pagi. Perjalanan makin jauh dari rumah ke arah jalan besar. Tapi yang menyedihkan Fredi sama sekali gak terlihat. Dia pun gak hubungi aku sedari kemarin.

Hapenya pun malah mati sampai detik ini, entah sedang ada masalah hidup apa dia. Aku kecewa dibuatnya. Tapi pak supir rupanya seperti melihat kejanggalan dibelakang mobil, dia merasa risih rupanya ketika melihat ada seorang yang mengikuti kami sejak tadi dipertengahan jalan.

 "Itu siapa ya non yang ngikutin kita dari tadi ?"

Aku langsung menoleh ke belakang.

Astaga, itu Fredi. Rupanya dia dari tadi ngikutin pakai sepeda. Ya ampun, aku rasa itu sepeda adiknya yang didepan ada keranjangnya.

"Setop pak !"

2. TEMPAT TINGGAL BARU

Mobil pun mulai berhenti perlahan. Aku langsung aja keluar dari mobil. Lalu menghampirinya, bertemu berhadapan dari mata ke mata dari hati ke hati bagai drama Korea yang dramatis dan romantis. Aku terharu melihat usahanya.

Tapi sepertinya Fredi kehabisan nafas buktinya dia mengambil napas pelan-pelan, rupanya dia kelelahan juga sewaktu mengejar mobil yang cukup kencang lajunya.

"Kamu kok ngejar sih Fred. Kok kamu gak bilang dulu biar aku tungguin di rumah ?"

Fredi masih menarik nafasnya pelan-pelan.

Lalu dia keluarkan lewat mulut dengan pelan.

Dia sangat kelihatan kecapean

"Aku...hossssh....hossh....aku....hosshh...aku...hossh" jawabnya masih susah napas.

Aku berusaha menenangkannya, sambil tepuk-tepuk pelan punggungnya. Akhirnya dia sudah bisa bicara normal meski nafasnya masih terasa cepat

"Maaf ya, aku gak bisa kasih kamu kabar. Soalnya aku sibuk banget"

"Kok hape kamu mati sih ?" tanyaku

"Iya, Hapeku rusak tapi udah aku bawa ke bengkel hape. katanya nanti sore bisa diambil"

"Oh gitu"

"Kamu gak marahkan sayang ?" tanyanya

Aku berikan senyuman manis untuknya dan memaafkan rasa kecewaku yang sempat muncul

"Iya gak apa-apa kok Fred. Aku tetep sayang kamu" ucapku dengan lembut

Fredi mengambil bungkusan plastik hitam kecil dari keranjang sepedanya. Lalu menyerahkannya kepadaku. Aku langsung buka didepannya karena penasaran isinya apa

"Wah, boneka kodok kecil lucu banget aku suka"

Rupanya sebuah boneka kodok kecil yang harganya lima ribuan yang dijual di pasar malam. Aku tahu banget boneka ini, karena aku sering liat kalau lagi ke pasar malam beli tahu bulat dan otak-otak ikan. Tapi gak apa kok. Aku tetap bahagia menerimanya.

"Iya, simpan ya Ra. Itu untuk pelipur rindu kamu untukku. Kalau kamu kangen sama aku kamu peluk aja bonekanya" ucapnya romantis

Aku tersipu dia bilang begitu, rasanya mau peluk tapi kami sedang ada di jalan umum, karena kami cuma ngobrol begini aja banyak orang yang melihat dengan pandangan liar

Tiiiinnn..tinnnn.....nnnnnnn !!!

Pak supir bunyikan klakson berkali-kali.

Aku dan Fredi akhirnya tersadar kalau kami cukup lama berdua

"Makasih ya Fred, aku pasti rindu kamu terus" ucapku sambil pergi melambaikan tangan untuknya.

"Iya Ra, aku juga akan selalu merindukan dan selalu mencintaimu. Kabarin aku kalau udah sampai ya" balasnya, dan juga melambaikan tangannya.

Aku sudah di dalam mobil pun dia masih melambaikan tangannya, aku sudah jauh dia masih melambaikan tangannya.

"Itu pacarnya ya non ?" tanya pak supir kepengen tahu. Aku gak jawab aku cuma tersipu.

"Setia amat non" godanya lagi sambil fokus dengan setirnya

Aku gak bisa jawab apa-apa. Aku cuma bisa tersenyum simpul.

Dalam perjalanan aku ketiduran memang itu adalah kebiasaan aku selalu ketiduran kalau perjalanan cukup jauh. Tanpa sadar kami sudah sampai dan pak supir membangunkanku

"Non, non. Bangun, udah sampe non"

Aku sontak terbangun karena suara pak supir yang fals. Aku melihat ke kanan. Ada rumah mewah bercat putih dengan gerbang yang tertutup rapat

"Ini beneran rumahnya Pak ?"

"Iya, kan saya sering antar Ibu ke sini. Jadi saya tau"

"Oh gitu, yaudah deh Pak" ucapku sambil membuka pintu mobil

"Yaudah apa non ?"

"Balik lagi ke Bandung Pak"

"Hah !"

"Ya saya turun di sini lah Pak, ayok pak bantu saya keluarin koper"

"Oh, kirain" Pak supir ngelus-ngelus dada.

"Non, lucu juga ya hahaha" tambahnya, sambil tertawa garing.

Koper sudah keluar dari persembunyiannya dan kini aku berdiri dihadapan gerbang yang lebih tinggi dari aku. Sumpah, ini rumah lebih mewah dari rumah orang tuaku. Aku baru tahu punya saudara orang kaya

"Pak, ayok mampir dulu" ajakku. Tapi Pak Supir sungkan lalu menolak

"Gak usah lah non, saya langsung pulang saja"

"Oh gitu, baiklah Pak. Hati-hati ya"

"Sama-sama non"

Pak supir akhirnya pergi kembali ke Bandung tapi perasaan ini seperti tertinggal, aku merasa Pak Supir sudah lupa membawaku kembali pulang padahal memang harusnya aku di sini.

Tiba-tiba saja perasaan gak tertarik untuk masuk ke dalam mendadak muncul, aku seperti merasakan aroma-aroma kebencian dari dalam rumah. Aku memang sedikit sok tahu tapi rasanya begitu. Tapi ya sudahlah, aku harus bisa beradaptasi. Eh, omong-omong belnya mana ya. Oh ini dia.

Tiiingggtoongggg!

Aku pencet berkali-kali tapi belum ada satupun yang merespon. padahal baru lima menit aku nunggu tapi bagai setahun berdiri disini. Menyebalkan.

Rasanya aku mau teriak memanggil tapi nanti takut dikira lagi demo.

Sudah lewat dari lima menit aku masih berusaha pencet bel. Aku nyaris putus asa lalu bersandar pada gerbang. Disela lamunanku akhirnya seorang wanita paruh baya datang membuka gerbang tapi dia bukan Tante Rini

"Rara ya ? saya Bibi Asnah. Asistennya Bu Rini. Ibu sudah cerita kalau Non Rara mau datang. Ayo silakan masuk"

"Iya Bi, makasih ya"

Lalu tanpa aku suruh Bi Asnah langsung bawa koperku sekaligus dua aku sudah berusaha menolaknya untuk membawa satu orang satu tapi dia yang mau. Aku jadi merasa bagai nyonya besar

 "Terimakasih ya Bi" ucapku setelah didalam rumah.

Lalu dengan mata tercengang melihat kecantikkan ruang tamu pelan-pelan aku duduk disofa mewah nan cantik, pokoknya rumahnya mewah banget. Aku rasanya bagai nyonya besar lagi. Aku gak berhenti terus melihat sekelilingku dari sudut langit-langit rumah sampai ke sudut yang lainnya, percis kayak tingkah kucing baru dipungut.

"Bi, kok sepi ya ?" tanyaku pelan

"Iya, belum pada pulang non. Tapi tadi Bu Rini sudah pesan ke saya kalau non Rara mau datang. Oh ya, saya ambilkan minum dulu ya"

"Oh, gitu ya Bi. Iya Bi makasih ya"

Rumah ini sepi bahkan suara cicak pun gak terdengar, sungguh sangat sepi. Aku masih tetap duduk sambil menunggu Bibi bawakan minum, kebetulan banget aku sudah haus. Akhirnya Bibi membawakan aku segelas air jeruk dingin

"Ini non minumnya, pasti seger deh" ucapnya sambil menyodorkan gelas isi es jus jeruk.

Tanpa ragu dan malu lagi langsung saja aku minum.

Glekh..glekkh....glekk!

Aku menyipitkan mata, ekspresi menahan rasa asam kelihatan banget. Es jeruknya asem banget. Sumpah

"Asem banget Bi"

"Loh kok asem ?" Si Bibi kebingungan. "Saya bikinin lagi ya non" lanjutnya sambil merampas gelas yang aku pegang.

Aku menolak dan kembali merampas gelas asem dari tangannya

"Gak usah Bi, ini juga enak kok" aku melanjutkan minum meski harus menahan rasa asem.

Ya mungkin karena asemnya ini gak seberapa dari bau asemnya orang yang gak mandi sebulan.

"Ya sudah kalo gitu saya tinggal dulu ya" tandasnya lalu pergi. Beberapa menit kemudian Bibi datang lagi. Dan es jeruk yang asem tadi pun sudah aku habiskan

"Non, mau langsung ke kamar gak ?"

"Boleh Bi, kebetulan aku juga capek"

"Ya udah ayo kita ke atas, saya bantu bawa satu kopernya ya. Soalnya berat hehehe" ajaknya sambil tertawa ringan dan membawa satu koper.

Aku lalu mengikutinya dari belakang. Melangkah pelan menaiki anak tangga. Dan akhirnya aku disambut oleh kamar yang cukup nyaman bagiku. Gak terlalu sempit gak besar juga. Pokoknya pas.

"Nih non kamarnya, bentar lagi Ibu datang. saya tinggal dulu ya non" Pamitnya lalu pergi

"Iya Bi, makasih ya"

3. PENGKHIANAT CINTA

Melihat ruang tidur yang nyaman, bersih, kasur yang empuk membuatku semakin norak.

Langsung aja aku baringkan tubuhku diatas kasur yang empuk sambil menikmati Ac yang semakin dingin. Pada akhirnya daya tahan ngantukku pun terbatas semakin aku menikmati hembusan AC semakin mataku mengatup begitu cantiknya.

Tokk...tookkk !!!

Nada ketukan pintu membuatku panik seketika aku terbangun karena mendengar suara pintu seolah dipaksa membangunkanku.

Sungguh suara yang bar-bar. Membuat jantungku berdenyut cepat dengan nyawa yang belum sempat terkumpul maksimal, pintu masih saja diketuk. Aku hanya menoleh ke arah pintu. Aku lupa kalau pintu memang tadi sengaja aku kunci.

Pintu aku buka tanpa menjawab dari dalam, rupanya Tante Rini sudah berdiri tepat dimulut pintu. Dia langsung menyambut dan memelukku.

"Hai, Ra. Wah sudah besar ya. Terakhir kita ketemu kamu masih SD ya"

"Iya Tante, gak nyangka ya" ucapku sambil mengakhiri pelukan.

Kali ini aku agak sungkan dengannya mungkin karena aku belum akrab. Tapi setidaknya aku bisa betah tinggal di rumah ini. Itu yang paling penting

"Gak nyangka ya, kamu udah sebesar ini. Semakin cantik pula. Gimana perjalanannya? "

Aku bingung, pertanyaannya ambigu bagiku

"Perjalanan apa nih Tan. Perjalanan kenapa aku bisa cantik ?" tanyaku dengan polos

Tante tertawa "Hahaha, loh bukan. Perjalanan kamu ke sini"

"Ooh, ya lumayan lelah. Tapi gak sih Tan. Ya pokoknya begitu deh" aku jadi bingung mau jawab apa.

Yang pasti aku ngantuk. Plissss, berikan aku kesempatan untuk tidur.

"Oh gitu, ya sudah kamu mandi aja dulu atau mau makan dulu"

"Enggak Tan, nanti aja. Aku mau tidur sebentar aja dulu. Boleh ya"

Tante Rini menyetujui "Ya boleh dong, nanti jangan lupa ke bawah kita makan malam ya"

"Oke Tante"

"Ya sudah Tante tunggu nanti pas makan malam ya" ucapnya

Saat melangkah pamit tapi aku tahan sebentar

"Oh ya Tan, yang lain pada kemana. Om Budi dan Limi ?" sekalian aja aku nanya

"Om kamu masih kerja, kalo Limi belum pulang"

"Oh gitu, kok Limi belum pulang udah sore begini. Emangnya Limi ada eskul atau ada les atau bimbel ?"

"Gak, Limi memang jarang pulang"

"Kok bisa? " Aku kaget dong, dengarnya

"Nanti juga kamu tahu sendiri" ucapnya mengakhiri obrolannya.

Lalu ia turun. Baiklah kalau begitu biar aku lanjut tidur. Aku memang suka tidur karena aku bukan tipe orang yang suka keluar rumah atau sibuk dengan segudang aktifitas yang belum tentu bermanfaat tapi aku lebih baik memilih tidur

Jakarta rupanya sudah gelap, aku juga sudah mandi sudah makan juga dan tadi sempat ketemu om Budi pas makan malam bersama Tapi karena ini sudah jam tujuh maka dia mau main bulu tangkis dulu ke lapangan blok sebelah. Kata tante Rini, om Budi memang setiap malam main bulu tangkis. Sementara Limi belum juga datang tapi ketika makan bersama tadi gak ada pembahasan tentang keberadaan Limi.

Jadi, malam ini aku lewatkan di kamar saja. Karena tante Rini juga katanya mau istirahat. Jadi, ini kesempatan bagiku untuk rebahan sambil lihat postingan dan yang lagi viral di Instagram

Kemudian hape aku bergetar ada pesan masuk, aku memang sengaja gak dikasih nada deringnya. Sebenarnya gak ada alasan yang pasti cuma emang lebih suka digetarin aja tanpa suara. Aku cek ada pesan masuk dari Fredi

"Kok gak diangkat yank ?"

Pesannya baru masuk mungkin tadi gak ada ada sinyal.

"Ini chat kamu aja baru masuk yank"

"Oh gitu, pantes aja"

"Boleh telpon gak ?" tambahnya lagi.

Aku jawab "Oke"

Beberapa menit aku tunggu akhirnya dia telpon. Aku bahagia banget ketika dia menelponku. Bahagia luar biasa. Langsung aja aku terima panggilan

"Halo sayang" sapa ku dari sini

"Halo juga sayang" balasnya dari sebrang sana

"Aku kangeeeennnnnn banget sama kamu. Aku gak bisa jauh dari kamu, aku rindu kamu bangg___"

"Ra !" tiba-tiba ucapanku dipotong oleh seorang perempun. Aku kenal suara itu, Astrid

"Loh, Astrid. Kamu lagi ngapain di sana ?"

"Lagi mau nelpon aja sama kamu aja Ra"

"Oh gitu, eh kamu gak lagi ada macem-macem kan sama Fredi. Hahaha" ucapkan diakhiri tawa kaku.

Suasana disana mendadak terasa hening sejenak

"Trid, kamu lagi kumpul bareng Leila juga ya. Seru banget deh. Aku pengen kumpul malam ini, aku kangen kalian, aku gak bisa jauh"

"Ra, aku sama Fredi aja" ungkapnya

Aku terdiam mendengarnya

"Kok bisa? " Aku mulai cemburu buta

"Iya, karena____" Astrid gak melanjutkan

"Karena apa ?" tanyaku

"Karena, aku juga kangen sama kamu. Kamu kapan pulang. Padahal baru berapa jam pisah aku udah kangen kamu Ra" lanjutnya.

Setidaknya aku bernapas lega mendengar alasan Astrid begitu

"Iya aku juga sama"

"Ra, bentar nih. Fredi mau ngomong"

Langsung saja suara beralih ke Fredi kesayanganku.

"Ra, kamu udah makan belum ?" tanya Fredi memulai obrolan

"Iya aku udah makan kok. Kamu sendi___"pertanyaan aku dipotong lagi

"Ra, aku mau ngomong serius" Potongnya cepat.

Aku rasa sepertinya dia mau ngelamar aku deh. Tapi apa gak terlalu cepat ya.

"Ra, dengerin aku. Ini aku serius. Aku sama Astrid udah lama pacaran"

Aku spontan tertawa "Hahaha" walau otakku berfikir keras.

"Aku serius Ra, kami udah tiga bulan pacaran"

Aku diam, aku mulai percaya dengan omongannya tapi aku masih berharap kalau ini adalah prank. Pikiranku kacau saat itu.

"Aku harap kamu bisa lupain aku Ra, aku cocok sama Astrid. Maaf"

Aku masih tetap diam menyimak omongannya dari kata per kata, siapa tahu memang prank. Tapi naluriku berkata kalau ini memang terjadi.

"Aku harap kamu jangan gantung diri, jangan lompat, atau nabrakin diri kamu ke mobil truk tanah, Semoga kamu bisa terima keadaan ini, aku minta maap banget aku___"

Belum juga dia selesai ngomong tapi telpon aku tutup paksa. Aku gak mau dengar omongannya lagi. Kalau dia memang lebih memilih Astrid ya sudah gak apa-apa juga kok.

Tapi kok aku nangis ya. Menyedihkan sekali malam ini.

Air mataku mengalir begitu saja, padahal aku merasa sangat kuat menghadapinya tapi mungkin pengkhianatan yang lebih menyakitkan bagiku. Aku gak habis pikir mereka selama ini menyimpan kebohongan yang gak banget. Astaga, menyedihkan banget kisah cintaku. Rasanya mereka sudah berhasil mensabotase hatiku.

Hiks...hikss..hiks!

Oh ya, aku sekalian aja marahin Leila, jangan-jangan dia tau semua ini. Dan aku yakin dia pasti tahu tapi kenapa dia gak kasih tahu, sama aja dong si Leila membiarkan pengkhianatan hidup di bumi ini.

Nuuuttttttt.....nuutttt!

"Ada apa Ra ?" Jawabnya cepat

Aku mulai tarik napas ambil ancang-ancang untuk marah. Dia harus tahu kalau malam ini aku marah banget

"Kamu tahu kan semuanya tentang Astrid dan Fredi ?"

"Kamu udah tahu Ra ?" Dia tanya balik

"Aku tanya kamu !" nadaku mulai ngegas

"Iya aku tahu banget, mereka udah pacaran tiga bulan"

"Kenapa kamu gak bilang aku ?" suaraku makin ngegas

"Maaf Ra, aku cuma gak mau kamu sakit hati" jawabnya pelan.

Aku menangis semakin lirih

Hiks...hiks..hiks!

Aku rasa Leila mendengar tangisanku, aku masih gak terima

"Ya gak bisa gitu dong___"

Tapi telpon ia tutup

Nuuuuttt....nuuuttttt!

"Halo, halo. Leila ! kalian gak bisa begitu sama aku. Kalian jahat kalian tega. Aku benci kalian !"

Sambungan dia akhiri sendiri padahal aku masih mau banyak ngomong. Makanya meski sambungan sudah terputus aku masih ngomong

Aku langsung banting hape ke kasur. Kalau ke lantai nanti rusak. Aku kesal banget malam ini.

Aku nangis sejadi-jadinya. Aku benci kalian semua, aku benci malam ini.

Hiks...hikss...hikss!

Aku tandai kalian ya, aku tandai muka-muka kalian. Lihat aja, aku gak akan pernah mau maafin kalian. TITIK.

Malam semakin larut, aku juga sudah berhenti menangis karena lagi pula untuk apa aku menangisi manusia macam mereka, toh mereka aja lagi senang-senang kan, sekarang.

Tapi aku belum bisa tidur, padahal jam dinding sudah menunjukkan pukul dua pagi. Mungkin karena aku mulai merasa hati ini sudah sunyi sekarang, sesunyi rumah ini, sesunyi kamar ini. Yang bisa terdengar cuma detik jarum jam yang menemani.

Aku lantas bangkit dari tempat tidurku, lalu melangkah ke hadapan jendela dan membukanya. Aku gak akan lompat kok, aku cuma mau lihat langit yang masih berbintang. Tapi rupanya malam ini aku berharap hujan. Hujan yang sangat deras ada petir ada juga kilat, setidaknya itu sudah melengkapi hatiku yang kacau saat ini. Tanpa aku sadari aku air mataku jatuh kembali. Tuh kan aku jadi galau lagi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!