“Nona Chelsea Indriyana, berusia dua puluh tahun,” ucap seorang dokter bernama August pada sang pasien berparas cantik yang sedang duduk di atas ranjang rawat. “Mm, baik. Nah, Nona Chelsea coba baringkan tubuh Anda terlebih dahulu, agar saya bisa memeriksa lagi kondisi tubuh Anda saat ini. Kalau sudah benar-benar pulih, tentu saja Anda bisa pulang secepatnya. Tapi, saya harap Anda tidak mengulangi perbuatan itu lagi ya?”
Emily begitu tercengang ketika sang dokter salah dalam menyebut namanya. Chelsea Indriyana? Siapa itu? Emily adalah Emily, lebih tepatnya Emily Panorama Rukmana. Seorang wanita berusia dua puluh tujuh tahun yang merupakan pewaris tunggal Pano Diamond Group—sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang real estate. Namun sejak dirinya membuka mata beberapa menit yang lalu, mengapa sang dokter dan perawat justru menganggapnya sebagai gadis berusia dua puluh tahun bernama Chelsea Indriyana? Apakah mata mereka memang sudah buta?
“Ayolah, Dokter! Saya ini Emily. Emily Panorama Rukmana! Semua orang pasti mengetahui siapa diri saya. Saya adalah seorang CEO dari perusahaan besar! Tapi, kenapa sejak tadi Dokter dan si suster terus-terusan menganggap saya sebagai orang lain sih?!” Emily yang sudah terlanjur jengkel lantas mengatakan hal tersebut pada Dokter August yang saat ini sedang menanganinya.
Namun Dokter August hanya tersenyum dan terus merawat pasiennya itu sebagaimana prosedur yang memang sudah ia hafal sejak mendapat predikat sebagai seorang dokter. Ia menganggap jika pasien yang ia ketahui bernama Chelsea Indriyana tersebut sedang mengalami halusinasi pasca koma selama tiga hari. Ingatan Chelsea juga bisa saja masih terganggu karena guncangan hebat setelah gadis itu memutuskan untuk terjun ke sungai tiga hari yang lalu.
Setelah Dokter August sudah selesai dalam memberikan pemeriksaan, Emily langsung membangunkan tubuhnya lagi. Ia menatap Dokter August dengan mata yang sudah berbinar penuh kebencian. Sebenarnya secara perasaan, ia tidak terlalu membenci dokter tersebut, melainkan merasa sangat jengkel. Ia tidak mau dianggap sebagai orang lain yang bahkan tidak pernah ia kenal sama sekali.
“Dokter!” Emily berucap lagi dan saat ini suaranya jauh lebih lantang daripada sebelumnya. “Saya Emily dan saya telah dibunuh oleh suami serta sepupu saya sendiri! Ini kasus berat lho! Jangan malah membercandai saya seperti itu dong!”
Dokter August yang sebelumnya nyaris menyelesaikan tugasnya, kini berangsur menegakkan tubuhnya. “Baiklah, Nona Chelsea, kondisi Anda ternyata sudah jauh lebih baik meskipun sempat mengalami koma selama tiga hari. Tekanan darah Anda cukup stabil dan luka di kepala Anda bisa sembuh lebih cepat jika Anda rajin meminum obat. Ini benar-benar sebuah keajaiban. Tapi, saya perlu memastikan lagi apakah Anda sudah benar-benar bisa pulang atau belum,” ucapnya.
Detik berikutnya, Dokter August mengambil ponsel dari sakunya. “Dan sayang sekali, Nona Chelsea, sepertinya Anda tidak bisa bertemu dengan idola Anda lagi. Coba lihat berita ini, beliau sudah meninggal tiga hari yang lalu. Jasad beliau juga ditemukan di tempat jatuhnya tubuh Anda. Mungkin sebentar lagi beberapa petugas kepolisian akan menemui Anda, karena Anda bisa dianggap sebagai saksi atas kematian Nyonya Emily sekaligus korban dari keputusan Anda sendiri. Namun jika Anda masih belum siap, tentu saya sebagai dokter yang merawat Anda akan menunda kedatangan para pihak dari kepolisian.”
“Hah, yang benar saja! Sepertinya rumah sakit ini memang benar-benar konyol sampai bisa memperkerjakan dokter segila Anda!” ucap Emily dengan ketus. “Dan lagi kenapa saya harus dirawat di ruang yang jelek ini sih?!”
Namun meski masih merasa dongkol dan mengganggap Dokter August sudah gila, Emily tetap merampas ponsel yang disodorkan oleh dokter tersebut. Dengan cepat ia menekan tombol untuk memutar sebuah video yang sudah Dokter August tunjukkan.
Sebuah kabar mengenai kematian seorang wanita dari keluarga konglomerat bernama Emily Panorama Rukmana terdengar sekaligus terlihat dari video itu. Yang artinya adalah kematian Emily sendiri. Kabar tersebut menyebut jika Emily ditemukan tewas di sebuah sungai karena kecelakaan tunggal. Emily juga dianggap sedang mabuk berat ketika sedang mengemudikan mobilnya.
Wajah Emily langsung kebas. Perasaannya begitu syok dan benar-benar tidak habis pikir. Bagaimana bisa sampai muncul kabar kematian yang mencatut namanya, sementara dirinya masih hidup? Apakah saat ini semua orang di dunia sedang mengalami penyakit gila? Ataukah dirinya yang malah sudah menjadi gila setelah kepalanya dipukul oleh Ronald—suaminya?
Emily tidak menyangkal kabar mengenai jatuhnya tubuh dan mobilnya di sungai berarus deras itu. Mungkin Ronald—suaminya—dan Nora—sepupunya—memang hendak membuang jasadnya di tempat kejadian perkara tersebut. Namun ia tetap tidak bisa memercayai bahwa dirinya sudah dianggap mati, padahal masih bernapas sampai saat ini.
Sebelum akhirnya, layar ponsel pun mati, dan Emily melihat pantulan wajahnya di layar gelap benda tersebut. Sebuah wajah yang begitu asing!
“Si-siapa dia?” Emily berucap dengan bibir yang mulai bergetar. Detik berikutnya, ia langsung menyalakan ponsel itu lagi dan mencari fitur kamera. Perasaan Emily yang sudah dikejutkan oleh kabar kematian tentang dirinya, kini semakin bertambah syok dan campur-aduk setelah mendapati wajahnya telah berubah.
“Tidak! Tidak mungkin!” Emily secara spontan membuang ponsel itu. Ia mencengkeram wajahnya dengan panik. Ia juga memastikan setiap bagian tubuhnya yang benar-benar berbeda. “Tidak mungkin. Ini siapa? Aku siapa?! Tidak! Bagaimana bisa?!”
Reaksi Emily membuat Dokter August ikut terkejut. Ia pun langsung memberikan penanganan darurat dengan menyuntikkan obat penenang. Jika gadis itu sampai kehilangan akal, dikhawatirkan akan kembali melakukan tindakan bunuh diri yang lebih fatal. Ia tidak mau mengambil risiko yang begitu berbahaya.
Jeritan Emily berangsur mereda. Matanya terasa sangat mengantuk. Namun sebisa mungkin ia tidak ingin tertidur. Entah bagaimana bisa, dirinya malah menjadi Chelsea Indriyana. Gadis itu benar-benar tidak pernah ada kaitannya dengan hidup Emily selama ini. Emily hanya teringat akan kejadian sebelum dirinya dipukul menggunakan sebuah vas bunga yang terbuat dari keramik kualitas tinggi oleh Ronald—suaminya sendiri.
Padahal sebelumnya, Emily sudah menyusun suatu rencana yang begitu manis. Ia sengaja berbohong dengan mengatakan bahwa dirinya akan pergi keluar kota. Dan ketika larut malam telah tiba, Emily baru memutuskan untuk pulang. Ia berharap suaminya begitu tercengang oleh kedatangannya yang membawa sebuah kue sekaligus hadiah berisi sepatu yang super mahal. Bahkan meski usia pernikahannya dengan pria itu baru menginjak usia satu bulan, Emily tetap ingin menggelar pesta kecil yang sangat romantis. Hal tersebut ia lakukan sebagai tanda terima kasihnya pada Ronald, setelah pria itu menyelamatkannya dari jurang penderitaan pasca kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan di satu tahun yang lalu.
Namun kenyataan justru berjalan tak sesuai rencana. Setibanya di rumah, Emily yang sengaja berjalan secara mengendap-endap justru mendapati pintu kamarnya tidak tertutup rapat. Suara cumbuan dua orang terdengar samar. Dan ketika ia membuka pintu itu dengan lebar, ia menangkap keberadaan Ronald dan Nora sedang berhubungan intim.
Pada saat itu, perasaan Emily benar-benar campur-aduk. Namun kemarahan lebih mendominasi setiap perasaan yang mengisi seluruh relung hatinya. Kedua pengkhianat itu langsung berupaya untuk bersujud dan meminta maaf padanya. Yang lebih membuat Emily marah adalah ketika Ronald maupun Nora mengatakan bahwa apa yang Emily lihat hanyalah sebuah kesalahpahaman saja.
“Pergi kalian! Keluar dari rumahku sekarang juga, Pasangan Iblis!” ucap Emily begitu keras pada suami serta sepupunya. Kedua pipi dan terutama matanya sudah bersimbah air mata. “Kalian benar-benar tega! Seharusnya kalian berterima kasih padaku yang sudah menampung kalian di rumah ini! Kalian itu hanya orang miskin yang tidak tahu diri! Pergi dan jangan pernah menunjukkan wajah kalian di hadapanku lagi!”
“Kakak, percayalah! Ini hanya salah paham.” Nora yang hanya membalut tubuhnya dengan sebuah selimut segera mencengkeram pergelangan kaki Emily. “Aku bisa menjelaskan dan—“
Karena sudah terlanjur jengkel, Emily memungut kue yang sudah ia jatuhkan dan langsung melempar kue tersebut ke wajah Nora. Detik itu juga, Nora langsung berteriak dan melepaskan kedua pergelangan kaki Emily. Nora begitu sakit hati karena merasa dipermalukan padahal dirinya sudah sampai menyembah sedemikian rupa.
“Emily sayang. Ka-kami hanya mabuk dan benar-benar tidak sadar. Aku pikir Nora adalah dirimu.” Ronald pun ambil suara dan mencoba mendekati sang istri.
Namun Emily yang sudah sangat kecewa sekaligus jijik memutuskan untuk memunggut kotak hadiah berisi sepatu dan melemparkan benda itu pada suaminya. “Pergi, Laki-laki iblis! Pergi sekarang juga! Bisa-bisanya kau masih mencari alibi setelah sudah tertangkap basah! Kau sudah benar-benar tidak punya hati, Biadab!” Ia berteriak sekencang-kencangnya.
Nora pun bangkit dan menahan Ronald yang masih hendak membujuk Emily. Di ingatan Emily, sepupunya itu sedang membisikkan sesuatu pada Ronald. Ia tidak tahu pasti perkataan apa yang terkandung di dalam bisikan tersebut. Namun, tiba-tiba saja Ronald berbalik badan, lalu mengambil sebuah vas bunga dari atas nakas. Selanjutnya Ronald menghampiri Emily dengan langkah begitu cepat, membuat Emily yang masih tercengang tidak bisa menghindar ketika Ronald mendadak menghantam kepalanya menggunakan benda keras tersebut.
Dan setelahnya Emily tidak tahu apa yang terjadi. Namun ia sempat tersadar dan menyadari tubuhnya berada di dalam air. Di saat sudah kesulitan bernapas, sesosok gadis terlintas di depan matanya. Mungkinkah sosok tersebut adalah pemilik tubuh yang saat ini Emily tinggali?
“Chelsea? Apakah kau yang telah memberikan tubuh ini untukku ...?” Emily bergumam setelah akhirnya matanya benar-benar terpejam karena sudah tidak mampu menahan efek dari obat penenang.
***
Beberapa petugas dari kepolisian baru saja keluar dari ruang rawat di mana Emily yang sudah beridentitaskan sebagai Chelsea Indriyana berada. Seperti yang Dokter August katakan, mereka menanyai beberapa hal terkait kematian Emily sekaligus motif di balik perbuatan Chelsea yang sampai melakukan tindakan bunuh diri. Namun Emily yang tidak tahu apa pun mengenai Chelsea, tentu saja memutuskan untuk bungkam. Ia juga tidak mungkin melaporkan kejadian sebenarnya di balik tragedi kematiannya.
Saat ini, akal sehat Emily sudah kembali. Sehingga ia memutuskan untuk tidak melaporkan penyebab sebenarnya atas kematiannya. Karena jika ia benar-benar dianggap gila, ia hanya akan berakhir dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa. Meski masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi, Emily tetap harus menerima takdirnya untuk hidup sebagai Chelsea Indriyana.
Lagi pula, sudah tidak ada yang bisa ia lakukan. Ia pun tidak tahu cara untuk kembali ke tubuhnya sendiri. Dan lagi, menurut petugas kepolisian, pemakaman atas dirinya akan digelar sebentar lagi. Kesaksian yang tidak bisa ia berikan membuat kasus kematiannya akan ditutup secara resmi sebagai kasus kecelakaan tunggal.
Emily menitikkan air mata. Salah satu tangannya mencengkeram bagian tubuh di mana jantungnya berada. Dadanya terasa sesak, benar-benar sesak sampai sulit sekali untuk bernapas. Rasanya seperti saat itu, saat di mana dirinya berada di dalam air. Ia mungkin mati karena kehabisan oksigen dan jantungnya telah dipenuhi oleh banyak air.
“Aku sudah diberikan kesempatan kedua dengan hidup di tubuh gadis ini, tapi kenapa rasanya menyedihkan sekali? Kenapa aku harus berakhir kehilangan identitas berhargaku? Kenapa nasibku seperti ini? Setelah kehilangan kedua orang tuaku, kini aku kehilangan tubuhku?” Emily menangis, meratapi nasibnya yang benar-benar miris.
Cukup lama bagi Emily meratapi nasib tragisnya. Air matanya mungkin bisa memenuhi satu bak mandi. Nyatanya memang sesulit itu baginya untuk menerima takdir menyebalkan ini. Namun ia tidak ingin mematikan jiwanya, meskipun tubuhnya sudah hampir dimasukkan ke dalam liang lahat. Emily harus tetap hidup. Ia tidak boleh membiarkan kedua iblis itu menikmati semua harta miliknya.
Memikirkan Ronald dan Nora, sekaligus kekejaman mereka, membuat Emily lantas melebarkan mata. Ia segera menghapus sisa-sisa air mata yang membasahi kedua pipinya. Tatapannya berubah menjadi lebih tajam. Ekspresinya pun tak se-menyedihkan sebelumnya, melainkan lebih serius dan tegas.
“Jika aku mati, jika gadis ini pun mati di dalam tubuhku, bukankah kedua iblis itu juga harus mati?” gumam Emily diiringi kemarahan yang sudah semakin membesar. Bara api di dalam dadanya membuatnya lantas menginginkan sebuah keadilan. Ia harus membalas dendam. “Aku akan hidup sebagai gadis ini. Jika kesempatan kedua ini diberikan padaku, mungkin Tuhan pun memintaku untuk memberikan penghukuman bagi Ronald dan Nora. Mereka harus didakwa. Mereka pun harus menderita! Tak akan aku biarkan keduanya hidup bebas dan menikmati kekayaan yang seharusnya aku miliki! Mulai hari ini aku benar-benar akan hidup sebagai Chelsea! Namaku bukan lagi Emily, melainkan Chelsea!”
Emily, tidak, tetapi Chelsea lantas menyeringai tajam. Kesedihan yang sempat melanda kini nyaris terkikis habis oleh kemunculan amarah yang begitu besar. Bagaimana pun caranya, Emily harus membalas dendam. Menggunakan tubuh dan nama Chelsea, Emily akan menjalani setiap misi yang perlu ia lakukan demi menghancurkan kedua pengkhianat yang telah membuatnya mati sia-sia.
***
Di hari berikutnya, seorang pria tua datang. Hery Padiman—ayah kandung Chelsea Indriyana—memasuki ruang rawat di mana Chelsea berada bersama dengan Dokter August dan salah seorang perawat. Awalnya Chelsea tidak tahu siapa pria tua itu, setelah akhirnya Dokter August memberikan penjelasan.
“Kondisi Nona Chelsea sudah lebih stabil, Tuan Hery. Mungkin masih perlu meminum obat saja untuk menyembuhkan luka di kepalanya. Sepertinya, anak Anda begitu spesial karena bisa pulih dengan cepat. Saya berharap, Anda tetap memberikan pengawasan dan kalau bisa, Anda harus membawa Nona Chelsea ke psikolog untuk memastikan kondisi mentalnya. Ingatannya juga belum sepenuhnya stabil, jadi memang masih perlu diawasi,” jelas Dokter August pada Hery Padiman ketika Chelsea masih sibuk menatap keluar jendela.
“Baik, Pak Dokter. Saya sangat berterima kasih atas perawatan yang Anda berikan untuk putri saya. Dan tentu saja saya akan memberikan pengawasan ketat pada putri saya sendiri. Terima kasih banyak, Pak Dokter!” sahut Hery. Detik berikutnya ia lantas menghampiri Chelsea dan segera memberikan pelukan. Ia bahkan sampai menangis. “Duh, anakku. Tolong jangan melakukan hal itu lagi ya, Nak. Ayah benar-benar mencemaskanmu.”
Chelsea tersenyum. “Baik, Ayah. Maafkan saya ya,” jawabnya lalu membalas pelukan Hery.
Apakah dia adalah ayah yang baik? Jika keluarga pemilik tubuh ini sangat baik, tampaknya nasibku tidak benar-benar buruk, batin Chelsea.
“Nah, Nona Chelsea. Karena selama satu hari sejak Anda siuman, kondisi Anda semakin membaik, Anda boleh pulang hari ini. Dan saran saya, tolong jangan mengulangi perbuatan itu lagi ya!” ucap Dokter August.
“Baik, Dokter. Terima kasih banyak!” Chelsea menjawab dan tersenyum lebar.
Detik berikutnya, Chelsea langsung bergegas turun dari ranjang rawatnya. Dan Hery begitu setia membimbing putrinya tersebut. Hery benar-benar menunjukkan sosok ayah yang begitu perhatian. Mengingatkan si Jiwa di dalam tubuh Chelsea pada orang tua kandungnya sendiri. Bowo Rukmana dan Asri Dewidanti, kedua orang tuanya saat masih hidup sebagai Emily Panorama Rukmana. Kedua orang tua yang sangat bijak dan penuh perhatian.
***
Plak! Setidaknya sampai terdengar bunyi sedemikian rupa, ketika Hery mendadak menampar pipi Chelsea sesaat setelah tiba di rumah mereka. Sosok Hery pun seolah bukan Hery yang baru pertama kali Chelsea temui. Pria tua tersebut terlihat benar-benar berbeda. Tidak lagi tampak layaknya seorang ayah yang penuh perhatian, melainkan seperti halnya bandit yang kerap menyiksa orang.
“Ayah! Apa yang Ayah lakukan?!” ucap Chelsea sembari mencengkeram pipinya yang kesakitan. Ia benar-benar syok karena diperlakukan sedemikian rupa. Kepulangannya ke rumah sang pemilik tubuh disambut dengan sebuah tamparan? Bukankah Hery sudah sangat keterlaluan?
“Anak bodoh! Anak kurang ajar! Memangnya kau pikir kau bisa melarikan diri dariku dengan cara mati, hah?! Kau benar-benar anak durhaka, Chelsea!” sahut Hery berapi-api. “Sudah Ayah katakan kau harus mendengar semua yang Ayah perintahkan. Patuhi Ayah, atau ibumu yang akan mati! Kau itu sudah dimiliki Tuan Reynof! Kau sudah aku jual padanya! Aku akan mati jika tidak bisa mengantarkanmu padanya, Anak Bodoh!”
“A-apa?!” Chelsea kembali dibuat syok. Lagi dan lagi, peristiwa menyebalkan terus saja menghampirinya. Rupanya si pemilik tubuh pun memiliki kehidupan yang menyedihkan. Pantas saja jika gadis itu memutuskan untuk bunuh diri. “Aku tidak mau, Ayah! Aku bukan barang! Lebih baik aku mati saja daripada harus diperjualbelikan!”
“Apa katamu?” Mata Hery melotot. “Baik jika memang itu maumu! Tapi lihat saja apa yang akan aku lakukan, Nak! Lihat saja!”
Hery langsung meninggalkan ruang utama dari rumah sederhananya itu. Chelsea tidak tahu Hery akan melakukan perbuatan apa lagi. Ia hanya ingin lari. Dan di detik berikutnya, Chelsea segera memutar tubuhnya. Ia melihat pintu rumah yang belum tertutup rapat, dan pastinya akan membuatnya lebih mudah untuk kabur. Lagi pula ia bukan Chelsea yang sebenarnya. Ia tidak mau menjadi gadis pengecut yang tetap tinggal bersama sosok orang tua yang kejam.
Namun ....
“Ayah! Ibu mohon, Ayah! Sakiiiit! Tolong jangan seret Ibu seperti ini, Ayah! Tolong, ini sakit!”
Rintihan seorang wanita membuat langkah Chelsea langsung terhenti. Niatnya untuk melarikan diri pun langsung menguap di detik itu juga. Apalagi setelah dirinya menatap Hery yang keluar dari sebuah kamar dengan menyeret kaki seorang wanita paruh baya.
Siapa wanita itu? Mungkinkah ibu kandung dari pemilik tubuh ini? Batin Chelsea bertanya-tanya.
Tawa Hery tiba-tiba terdengar menggelegar, hingga membuat bulu kuduk Chelsea meremang. Rupanya Hery memang bukan sosok ayah yang penyayang. Pria itu adalah monster yang tak memiliki belas kasihan. Kehidupan Chelsea asli sungguh sangat malang. Pemilik tubuh itu memang lebih baik menghilang, dan saat ini Chelsea barulah yang akan menanggung segalanya.
“Jika kau benar-benar mau melarikan diri, aku akan menguliti tubuh ibumu, Nak! Kau sayang pada ibumu, bukan? Lagi pula, aku berjudi supaya menang dan uangnya untuk kalian! Kalau sudah kalah begini, harusnya kau sebagai anak harus ikut bertanggung jawab dong!” ucap Hery Padiman murka dan belum juga melepaskan kaki Dahlia—istrinya sendiri sekaligus ibu kandung Chelsea yang sebenarnya.
Kedua telapak tangan Chelsea mengepal erat. Tubuhnya pun ikut gemetar hebat. Ronald dan Nora memang kejam, tetapi ternyata ada orang yang jauh lebih kejam. Monster di hadapannya itu sampai tega menyiksa sang istri dan juga sampai menjual sang putri. Chelsea yang hendak melarikan diri pun sampai tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Si pemilik tubuh mungkin selalu menjaga ibunya selama ini.
“Ba-baiklah,” ucap Chelsea. Ia menelan saliva dengan susah-payah. “Baiklah, Ayah. Aku ... akan menemui orang itu, tapi tolong lepaskan Ibu dulu.”
“Tidak, Nak, jangan! Tidak boleh!” Dahlia tidak ingin putrinya menanggung penderitaan itu. “Pergi saja! Tidak apa-apa. Ibu tidak apa-apa.”
“Diamlah, Dahlia! Kau itu justru kenapa-napa, buktinya kau merengek kesakitan. Itu artinya kau pun setuju jika Chelsea memang harus dijual!”
“Tidak boleh! Tidak!”
Dahlia terus meronta. Chelsea sampai harus sudah bercucuran air mata, menahan kesal dan rasa sedihnya. Ia tidak bisa melihat wanita paruh baya itu terus-terusan disiksa. Chelsea yang asli mungkin juga akan berpikir sedemikian rupa.
Sementara itu, tawa Hery justru semakin menggelegar. Dirinya puas karena Chelsea akhirnya setuju untuk dijadikan sebagai barang taruhan yang sebelumnya sudah ia sepakati dengan pihak lawan judinya. Apalagi selain hutangnya akan lunas, ia masih bisa memperoleh uang lagi ketika Chelsea sanggup memberikan kepuasan bagi pihak tersebut.
***
Reynof Keihl Wangsa, pria inilah yang menjadi pihak lawan judi Hery Padiman. Pria blasteran Prancis yang berasal dari salah satu keluarga konglomerat sekaligus pemilik perusahaan real estate bernama Nerverley Group tersebut, bahkan tak segan untuk merogoh kocek dalam demi memiliki gadis cantik yang merupakan putri kandung dari Hery Padiman. Ia pun sampai mengirim anak buahnya untuk memastikan apakah sosok Chelsea Indriyana memang secantik di foto pemberian Hery, dan apakah masih suci di usia yang baru menginjak angka 20 tahun. Dan ternyata, ucapan Hery bukanlah isapan jempol semata.
Malam ini, Reynof akan mendapatkan gadis itu secara sepenuhnya. Ia bahkan sudah membayangkan bagaimana gadis itu akan menjerit kesakitan dan meronta minta dilepaskan. Reynof benar-benar sudah tidak sabar. Ia memang pria bejat yang tak hanya gemar bermain wanita. Mungkin jika bukan bagian dari keluarga konglomerat, ia bisa disebut sebagai penjahat yang sangat kotor.
Pasalnya, tidak hanya menyandang status sebagai playboy kelas berat, Reynof juga merupakan owner dari beberapa perusahaan peminjaman uang. Belum lagi tentang hobinya yang kerap melakukan kecurangan dalam berjudi. Pria ini adalah dewanya para monster keji lainnya. Kelasnya nyaris setara dengan kelas para mafia.
“Apakah dia sudah menungguku?” tanya Reynof pada Ruben Diego—sekretaris utama sekaligus kaki tangannya—yang masih sibuk mengemudikan mobil ke arah sebuah hotel yang masih berada di bawah naungan Nerverley Group.
Ruben lantas menganggukkan kepala. “Ya, Tuan. Gadis itu sudah memasuki salah satu kamar yang Tuan inginkan,” jawabnya setelah itu.
“Bagus!” Senyum Reynof merekah semakin lebar. “Oh, aku benar-benar menyesal karena sudah membuatnya menunggu terlalu lama. Kalau saja bukan gara-gara meeting, mungkin saat ini aku sudah bersenang-senang dengannya.”
Ruben tidak menjawab ucapan Reynof dan langsung membelokkan arah mobil ke area hotel yang memang mereka tuju. Di depan pintu masuk utama hotel itu, Ruben menghentikan mobil yang dikemudikannya. Detik berikutnya, ia bergegas untuk turun terlebih dahulu. Ia berjalan ke arah pintu mobil di mana Reynof berada. Dengan cepat, Ruben membuka pintu mobil untuk sang tuan.
Kehadiran Reynof langsung disambut hormat oleh manager dan para staff hotel yang bertugas. Ia tersenyum lebar dan berjalan dengan angkuh. Ia memang dewa yang memang pantas mereka hormati. Di belakangnya, Ruben sudah menyusul, sementara mobil yang mereka kendarai sudah Ruben serahkan pada salah satu petugas hotel.
“Hai, Kayla Hannes yang seksi!” ucap Reynof pada seorang wanita yang merupakan sekretaris keduanya. “Apakah gadis itu sudah benar-benar siap seperti apa yang dikatakan oleh Ruben?”
Kayla yang sudah menunggu Reynof di bagian elevator lantas menganggukkan kepala. “Benar, Tuan, gadis itu sudah berada di dalam kamar sekarang. Dan sudah menunggu kedatangan Tuan sejak setengah jam yang lalu,” jawabnya.
“Baiklah. Kalau begitu segera antarkan aku, Kayla.”
“Baik, Tuan.”
Kayla mengambil alih tugas Ruben untuk mengiringi langkah Reynof. Ia segera mempersilakan Reynof untuk masuk ke dalam elevator. Mereka menuju lantai 30, di mana Chelsea Indriyana berada di salah satu kamar di lantai tersebut.
Beberapa saat kemudian, akhirnya pintu elevator terbuka. Perasaan Reynof semakin dibuat girang karena sebentar lagi dirinya bisa memenuhi keinginan batin yang sudah muncul sejak ia melihat sosok Chelsea hanya dari selembar kertas. Jika gadis itu benar-benar masih gadis, Reynof pun tak segan untuk menyerahkan lebih banyak uang lagi pada Hery Padiman.
“Silakan masuk, Tuan,” ucap Kayla Hannes sembari membuka pintu dari salah satu kamar di hotel itu.
“Ah, Kayla. Terima kasih, Sayang. Kita bersenang-senang bersama nanti saja ya!” sahut Reynof sembari membelai lembut wajah Kayla, lalu menorehkan satu kecupan di pipi wanita itu.
Kayla hanya mengangguk. Detik berikutnya, ia bergegas untuk semakin melebarkan pintu agar Reynof tidak kesulitan untuk masuk.
Ucapan Kayla memang benar adanya. Chelsea Indriyana sudah berada di dalam kamar tersebut dan tengah duduk di tepian ranjang. Reynof melangkah dengan angkuh sembari bersenandung, sampai Chelsea bersedia untuk melihat keberadaannya. Dan akhirnya gadis itu menatapnya. Namun ada sesuatu yang membuat Reynof heran, mengenai pandangan mata Chelsea yang tidak menyiratkan ketakutan apa pun, benar-benar jauh dari ekspetasi yang ia bayangkan selama ini.
Di sisi lain, Chelsea bukannya tidak merasa takut, melainkan justru terkejut. Ia tidak menyangka bahwa pria bengis itu yang akan membeli tubuh yang ia tinggali saat ini. Reynof Keihl Wangsa, pria super jahat yang ditakuti oleh banyak pengusaha bahkan pejabat. Sampai kejahatan Reynof pun tak pernah terungkap. Saat hidup sebagai Emily, tentu Chelsea tahu betul siapa pria yang memimpin perusahaan kompetitor dari Pano Diamond Group tersebut.
“Hai, Chelsea. Kenapa melihatku dengan tatapan mengerikan seperti itu? Apa kau sudah siap dengan apa yang harus kita lewati malam ini? Kau sudah tahu siapa aku, ‘kan? Ah, aku ingat! Kau hanya gadis miskin yang memiliki ayah kurang ajar, jadi mana mungkin kau tahu siapa aku,” ucap Reynof lalu tertawa kecil tepat di hadapan gadis itu. Detik berikutnya, ia berangsur merundukkan tubuhnya dan membuat wajahnya nyaris menyentuh wajah Chelsea. “Aku Reynof Keihl Wangsa, seorang—“
“Aku tahu siapa dirimu, Tuan Reynof,” potong Chelsea yang bahkan tak ingin berbicara lebih sopan pada pria itu. “Seorang pengusaha kotor yang gila wanita, gila uang, gila judi, bosnya para rentenir sekaligus pengendali banyak pihak.”
Reynof begitu terkesiap. “Bagaimana kau bisa tahu?”
“Apakah itu penting?”
“Ah, tidak juga sih! Haha. Yang paling penting saat ini adalah ....” Reynof membelai lengan Chelsea sementara gadis itu tetap diam. “Dirimu, Nona. Bisakah kita memulainya sekarang juga?”
Chelsea langsung mencengkeram tangan Reynof demi menghentikan tindakan pria itu. “Tidak. Aku tidak mau dijamah olehmu. Yang berhutang padamu adalah ayahku, jadi kenapa aku yang harus bertanggung jawab? Lagi pula, aku bukan barang yang bisa kalian jadikan sebagai alat kesepakatan atau bahkan kalian perjualbelikan!”
“Waaaah! Berani sekali kau rupanya.” Reynof menarik tubuhnya dan lantas memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku celana. “Aku pikir kau hanyalah gadis naif yang cengeng. Tapi ternyata kau cukup pemberani juga ya? Selain itu, pengetahuanmu cukup luas juga sampai bisa mengetahui sisi gelap dari diriku. Tapi! Kau tetap barangku, Nona. Kau sudah menjadi milikku. Kau dijual oleh ayahmu padaku, dan jika kau tak senang pada ide ayahmu, itu bukan urusanku melainkan urusanmu dengan si Tua Bangka itu! Sekarang kau hanya perlu diam dan menurut padaku saja!”
Tidak! Chelsea harus keluar dari situasi seperti ini. Bahkan meski tubuh itu bukanlah miliknya, ia tetap tidak mau dijamah oleh Reynof. Chelsea memutar otaknya dengan keras ketika Reynof sudah mulai mendekatinya, bahkan mulai menyentuh tangannya. Kalau ia tidak bisa keluar dari situasi ini, setidaknya ia tidak boleh menyerahkan tubuhnya dengan sia-sia.
Pria ini adalah pria berpengaruh besar. Jika aku bisa memanfaatkannya, mungkin aku bisa memulai rencanaku untuk membalas dendam pada Ronald dan Nora. Jika aku memang harus menyerahkan tubuh ini, aku juga harus mendapatkan keuntungan, bukan? Tapi, sungguh, aku tidak mau disentuh oleh lelaki sejahat dirinya! Batin Chelsea.
“Tunggu!” ucap Chelsea dan langsung berdiri sampai membuat aksi lanjutan yang Reynof lakukan menjadi terhenti. “Uang. Aku bisa mengembalikan uang yang kau berikan padaku ayahku, bahkan lebih besar!”
Mata Reynof memicing tajam. Detik berikutnya, ia justru tertawa terbahak-bahak. “Si miskin sepertimu? Yang benar saja, Nona! Kau tidak akan mampu membayar uangku bahkan meski dengan gaji yang kau dapatkan setelah bekerja selama lima tahun!”
“Bisa! Aku bisa memberikannya. Aku bahkan bisa menyerahkan sebagian besar saham Pano Diamond Group padamu! Aku berjanji. Untuk itu dengarkan aku dan jangan mencoba-coba menyentuhku lagi, Tuan Reynof Keihl Wangsa! Ini penawaran yang besar.”
Saham Pano Diamond Group? Kenapa dia sampai membawa-bawa nama perusahaan itu? Reynof bertanya-tanya.
Kini perasaan heran yang Reynof rasakan bukan lagi mengenai keberanian Chelsea saja, melainkan juga tentang pengetahuan Chelsea yang tampaknya memang benar-benar luas. Memangnya mana mungkin gadis biasa yang sudah putus kuliah itu bisa mengetahui tentang saham? Apalagi sampai berani membawa-bawa perusahaan orang lain. Pasti ada yang Chelsea sembunyikan.
Melihat Reynof yang terdiam membuat Chelsea yakin jika ucapannya sudah cukup untuk mempengaruhi pria itu. Ia pun segera menegakkan tubuhnya dan berusaha untuk lebih tenang.
“Jika kau bisa membantuku, aku benar-benar akan menyerahkan sebagian besar saham perusahaan itu padamu, Tuan Reynof,” ucap Chelsea.
Reynof menghela napas. “Apa yang kau inginkan, Nona? Dan bagaimana kau bisa se-begitu lancangnya dengan membawa-bawa nama perusahaan orang lain?” balasnya.
“Aku ingin kau membantuku untuk mengungkap kasus kematian Emily Panorama Rukmana, alias pewaris sah dari perusahaan tersebut, sekaligus menghukum Ronald dan Nora. Suami serta adik sepupu dari wanita itu.”
“Apa?!” Reynof semakin tidak mengerti. “Aku tahu jika Emily sudah mati karena sebuah kecelakaan. Tapi, yang membuatku kembali terkejut adalah ketika kau mengetahui nama suami dan adik sepupunya, Chelsea ....”
Reynof berangsur bangkit dari duduknya dan lantas mendekati Chelsea. Ia menarik dagu Chelsea sembari menatap mata Chelsea dengan tajam. “Siapa kau sebenarnya?”
Chelsea menelan saliva dengan susah-payah. Detik berikutnya, ia segera menepis tangan Reynof dari wajahnya. “Sudah aku katakan, jangan menyentuhku lagi!” tegasnya. “Kau boleh mendapatkan saham perusahaan itu bahkan diriku, jika kau benar-benar mau membantuku, Tuan Reynof!”
“Jawab dulu pertanyaanku, Chelsea, kau siapa? Tak mungkin kau hanya gadis miskin biasa, jika—“
“Aku Chelsea Indriyana, aku sahabat dekat Emily Panorama Rukmana. Aku merasa ada yang janggal dengan kasus kematiannya dan aku juga mengetahui perselingkuhan suaminya dengan Nora. Demi Emily, aku ingin melakukan segala hal untuk mengungkap kejadian sebenarnya di balik kematiannya bahkan meski aku harus mengorbankan diriku sendiri. Dia sangat berarti bagiku. Dan menurutku, lebih baik perusahaan peninggalan Emily dimiliki olehmu yang lebih pandai dalam berbisnis, daripada Ronald dan Nora yang kemungkinan besar sudah membunuh wanita itu. Dan ... apakah penjelasanku sudah cukup untuk memuaskan rasa ingin tahumu, Tuan Reynof?”
Reynof terdiam, tetapi terus menatap wajah Chelsea dengan tajam. Penjelasan Chelsea memang cukup panjang, tetapi baginya tetap tidak masuk akal. Hanya menyandang status sebagai seorang sahabat, tetapi Chelsea rela melakukan segalanya untuk mendiang Emily? Apakah itu wajar? Lagi pula, menurut informasi yang Reynof dapatkan, tidak ada satu pun pernyataan yang mengatakan bahwa Chelsea berteman dekat dengan mendiang Emily Panorama Rukmana.
Lantas, keputusan apa yang harus Reynof berikan ketika ia pun masih ragu dan lebih ingin menguasai tubuh Chelsea malam ini juga?
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!