...Sagara N. A POV...
Hari ini, kami kembali ke teritorial Vampire. Setelah sarapan dan berkemas, kami pergi kembali menggunakan kereta yang sama dengan kuda-kuda coklat milik kerajaan Claverdon. Sebelum aku benar-benar naik, aku menoleh dan melihat kakek Nicholas yang berdiri di depan pintu utama.
Seakan senang kalau aku menghilang dari hadapannya.
"Chairoz baru saja kembali dari misinya di negeri Irrinshire, karena tahun ini Akademi Negeri Danveurn akan membuka penerimaan murid baru. Itulah kenapa tadi malam dia bisa hadir" ayah bicara tiba-tiba ketika kereta kuda kami mulai berangkat.
"Sebenarnya, apa yang dilakukan Chairoz di negeri Irrinshire?" Ibu bertanya.
"Seorang mantan Hunter juga masih dibutuhkan, direkrut oleh kerajaan-kerajaan sebagai Hunter tambahan. Meski Chairos adalah Hunter berbangsa Lycanthrope, tapi kemampuannya banyak dibutuhkan. Kerajaan Uva dari bangsa Fairy merengkrut dia dalam misi pengincaran Rogue Fairy yang kabarnya mencuri setengah dari hasil bumi milik Uva pack" jelas ayah.
Kak Allegro tampak kagum, "Orang itu sangat kuat!"
Ayah tertawa, "Dia salah satu Hunter yang melakukan pemburuan di abad ke-16 dan berhasil menangkap Hybrid yang diincar INTI."
"Dia rekan Ayah, bukan?" Tanyaku.
"Benar, kami satu pelatihan waktu itu di abad ke-15."
Dua puluh jam kami habiskan diperjalanan untuk pergi ke pelabuhan Anchores yang ada di negeri Danveurn. Malam itu kami beristirahat disalah satu tempat peristirahatan yang ada. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali barang-barang kami dibawa masuk kedalam kepal besar.
Aku dan kak Allegro masih berdiri di dermaga, melihat para pekerja itu membongkar muatan. Setelahnya ibu memanggil, menyuruh kami menunggu di jajaran kursi yang ada tidak terlalu jauh dari dermaga.
Setelah beberapa menit, kapal besar itu siap untuk berlayar membawa kami, juga muatan lain yang sekalian akan dibawa ke negeri Urcmoonth. Hanya membutuhkan sekitar 4 jam untuk kami tiba. Barang bawaan kami yang hanya sedikit itu langsung diturunkan di dermaga.
Beberapa orang mengangkut barang-barang bawaan kami, kami juga langsung dikawal menuju pelabuhan Mystichael. Di sana, kami langsung pergi menggunakan kereta kuda dan akhirnya kami tiba di ibukota, Alystra.
"Ayah, aku ingin mengunjungi toko itu" ucap kak Allegro saat kami memasuki kota. Tempat ini ramai dengan manusianya, karna dua kehidupan berbeda memang harus berdampingan. Aku melihat sebuah toko alat tajam yang ditunjuk kak Allegro.
"Untuk apa?" Tanya ayah memberhentikan kereta.
"Aku memesan sesuatu, sebagai hadiah ulang tahun Gara."
Aku sampai lupa, bahwa hari ini ulang tahunku.
"Kau benar. Gara apa ada sesuatu yang kau inginkan? Hari ini umurmu bertambah satu tahun" ibu menangkup pipiku dengan dua telapak tangannya yang hangat.
"Ibu, aku sudah besar. Aku tidak perlu hadiah ulang tahun. Jangan juga perlakukan aku seperti anak kecil" protesku ketika ibu mencubit-cubit pipiku.
Ibu tertawa, "Astaga, anak ibu sudah besar. Kalau begitu, Allegro, pergilah bersama adikmu. Kami akan menunggu disini" ibu memberikan koin simpanan kak Allegro yang didapatnya setiap hari karna membantu kakek Northcliff dalam beberapa pekerjaan kecil.
Aku dan kak Allegro turun, menyeberangi jalan yang tidak terlalu kering. Kami memasuki toko itu, dan saat melihat penjualnya aku tau dia adalah seorang bangsa Vampire.
"Selamat datang kembali, pangeran Allegro, pangeran Sagara" hormatnya ketika ia menyadari kedatangan kami.
"Terimakasih atas sambutannya, paman. Aku datang untuk bertanya, apakah degger yang kupesan itu sudah selesai?"
Paman itu membungkuk lagi, "Sudah selesai, pangeran. Akan saya bawakan" lalu ia pergi untuk mengambilkan benda yang dipesan kak Allegro.
"Kapan kau memesannya, kak?"
Kak Allegro menjawab, "Beberapa hari saat kita berangkat pergi ke negeri Danveurn."
Selang beberapa detik, sang penjual kembali dengan membawakan sebuah degger, "Ini pangeran. Diukir dan diberi warna dengan ukuran sesuai yang pangeran inginkan."
Kak Allegro mengambil degger itu dari tangan sang penjual, lalu memberikannya padaku, "Apa kau menyukainya?"
Tentu saja aku suka, ini hadiah dari kak Allegro. Lagipula, aku tidak pernah dibolehkan memegang benda tajam seperti degger atau alat-alat dapur. Apa yang akan pertama kali kugunakan dengan degger ini?
Setelah dari tempat itu, kami kembali. Aku sangat senang karna memiliki benda ini, dan jangan lupa sarung deggernya yang juga indah, terbuat dari bahan kulit naga agar tahan dengan api. Aku meletakkan degger itu dipangkuanku.
"Sebuah degger?" Tanya ibu sambil melihat kak Allegro.
"Umurnya sudah delapan tahun, jadi kupikir disituasi seperti ini dia harus sudah memiliki setidaknya satu benda yang akan melindunginya. Setidaknya ketika aku tidak sedang bersamanya."
Sungguh, aku akan menjaga benda ini. Jika aku akan pergi kemana saja, aku akan membawanya bersamaku.
Setelah perjalanan yang panjang akhirnya kami tiba di kerajaan Claverdon. Kami turun dari kereta dan barang kami langsung dibawa masuk.
"Yang mulia" panggil salah seorang pria yang asing wajahnya. Pria itu memiliki tubuh besar, rambut hitam tipis, dengan jubah Hunter abad ke-16.
Ayah menyadari kedatangannya, "Jangan panggil aku dengan sebutan itu, penurunan tahta masih beberapa minggu ke depan."
Pria itu membungkuk hormat, selang beberapa detik, matanya mengarah pada kak Allegro, "Apa kau pangeran Allegro?"
Kak Allegro mengangguk, "Apa paman adalah Dandelion Chairoz, mantan Hunter yang kemarin menghadiri perjamuan itu?"
Pria itu tertawa, "Iya, akhirnya kita bertemu. Aku mendengar banyak hal tentangmu. Lalu apa kau pangeran Sagara?"
"Gara" ucapku.
Chairoz menatap ayah sekilas, "Bagaimana kalau kita keliling kerajaan sebentar?"
"Tidak ikut."
"Ayolah Gara, dia itu seorang mantan Hunter. Apa kau tidak penasaran?" Bisik kak Allegro membujukku.
Aku menatap ibu sebentar dan menghembuskan napas panjang, "Baiklah."
"Kalau begitu, kami akan meninggalkan kalian berdua bersama Chairoz. Selamat bersenang-senang" ucap ibu sambil menggandeng tangan ayah, berjalan masuk kedalam kerajaan disusul beberapa Prajurit Emas yang mengawal mereka.
Kami bertiga mengelilingi kerajaan, sampai ke taman belakang. Chairoz bercerita banyak tentang dirinya dan bagaimana misi-misi yang ia jalani. Aku mendengar banyak kondisi sulit yang ia hadapi disaat menjalankan misi pemburuan Hybrid waktu itu.
"Saat itu, aku dihadapkan oleh dua pilihan sulit. Antara menyelamatkan diriku sendiri, atau menyelamatkan rekanku yang sedang melindungiku."
Chairoz menatapku, "Dia berteriak, menyuruhku untuk lari. Tapi yang kulakukan hanya berdiri menatap sisa-sisa tenaganya untuk menggerakkan pedang."
"Hingga akhirnya, dia berteriak untuk kedua kalinya. Menyuruhku lari. Aku tidak tau saat itu, kalau aku memilih pilihan yang benar. Mengorbankan rekanku demi aku tetap hidup. Aku juga tidak tau, apa yang ada dipikirannya sampai dengan mudah mengatakan hal itu."
Kak Allegro bertanya, "Apakah kau sudah tau jawabannya?"
Pria bertubuh besar di depanku berkata, "Karena ia lebih mengutamakan keberhasilan misi ini daripada menyelamatkan nyawanya sendiri."
"Tapi dia itu rekanmu!"
"Pilihan yang bijak membawa kita ke jalan yang terang benderang. Pikirnya, jika saat itu aku menolongnya yang sudah sekarat, ada kemungkinan kami sama-sama tidak selamat dan membiarkan Hybrid itu menghancurkan desa serta orang-orangnya."
"Dia pikir, mengorbankan 1 nyawa sebanding dengan menyelamatkan ratusan nyawa orang-orang."
Aku sebenarnya tidak terlalu peduli, ini hanya karna kak Allegro. Dimataku, Chairoz adalah orang biasa yang beruntung bisa sekuat itu.
Aku melihat dua pegangan pedang yang kelihatan dipunggung Chairoz. Tepat sekali ia langsung membuka jubah Hunter yang dikenakannya, dan dengan jelas aku melihat dua buah pedang panjang, diletakkan menyilang di punggungnya.
"Wow, apa itu sungguhan?" Kak Allegro bertanya.
"Tentu saja."
"Dari mana kau mendapatkannya?" Tanyaku sambil membandingkan benda itu dengan degger yang dihadiahkan kak Allegro.
"Dari pandai besi yang ada di wilayah bangsa Wizard, di teritorial kerajaan Terpsichore" ungkapnya.
"Ayah selalu punya beberapa pertemuan diluar teritorial Vampire, pernah sekali aku memintanya untuk ikut, tapi ayah tidak pernah mengizinkanku. Andai aku jadi seseorang sepertimu, aku pasti bisa mengelilingi dunia" itulah impian kak Allegro. Dia ingin bisa melihat kondisi bangsa lain, kerajaan-kerajaaannya, atau bahkan pack-pack yang ada.
"Itu karna kau masih kecil. Semua orang tua juga akan melarang hal semacam itu. Tapi, kerajaan sepertinya sedang sepi. Bukankah anggota kerajaan Claverdon sangat banyak?" Tanya Chairoz.
"Memang banyak. Tapi beberapa memilih untuk tinggal di kediaman mereka masing-masing" jujurku.
"Vampire memang suka keheningan, terkadang hal itu membuat mereka tenang" ucap kak Allegro.
"Terkadang hal itu juga membuat mereka lebih unggul dalam pertarungan" kataku.
Setelahnya kami memutuskan untuk masuk ke dalam. Tapi sebelum kami tiba di ruang keluarga, di ambang pintu aku melihat beberapa Prajurit yang tidak pernah kulihat sebelumnya.
"Kalian seharusnya tidak melakukan ini" suara itu milik kakek Northcliff, dia datang dari sisi lain.
Aku melihat seorang pria yang melepaskan helm besi itu, "Maaf mengganggu ketenanganmu, Yang Mulia. Para petinggi mengutus hamba untuk membawa anak Hybrid itu, bukan kah hari ini usianya 8 tahun?"
"Apa yang akan para Elder lakukan?" Ayah bersuara.
"Sebenarnya, hamba tidak ditugaskan untuk menjelaskan permasalahan ini. Tapi Pangeran dibawa demi kepentingannya dan demi kita bersama. Pangeran akan dapat penanganan, seperti yang pernah terjadi abad lalu" ucapnya.
"Kau pikir aku mempercayai tim Healer INTI? Kau lupa, aku satu-satunya yang tidak mendukung pengendalian itu meski faktanya mereka berhasil" kata kakek Northcliff.
"Yang Mulia-"
"Aku tidak ingin cucuku kenapa-kenapa," saat mendengar itu aku menatap kakek Northcliff. Ini pertama kalinya aku mendengar ia menyebutku cucunya.
"Kenapa pengendaliannya tidak di kerajaan saja?" Ibu yang terlihat sangat ketakutan akhirnya angkat bicara.
"Itu adalah keputusan INTI. Hamba hanya menjalankan tugas" katanya sambil sedikit membungkuk hormat pada ibu.
Ayah berbalik menatap kakek Northcliff, karena ia tau keputusan Raja dari negeri Urcmoonth itu tidak bisa diganggu gugat.
"Aku yang akan menjaminnya. Berikan dia waktu untuk berkembang agar kita mengetahui hal-hal kedepannya, dia juga perlu mengerti soal ini. Jika kau membawanya sekarang secara paksa, itu sangat tidak baik untuk pertumbuhannya" ucap kakek Northcliff dengan wajahnya yang serius.
"Bagaimana jika sifat itu muncul?"
"Tapi aku pastikan, tidak akan terjadi sesuatu yang fatal. Berikanlah dia waktu" ayah memotong dengan lantang.
Pria itu tampak sedang berpikir, "Hamba adalah pemimpin pasukan INTI, namun hamba juga menghormati kerajaan tertinggi. Hamba akan menyampaikan pesan Yang Mulia pada para Elder, tapi izinkan hamba untuk datang kembali saat usia anak Hybrid itu menginjak 14 tahun. Hambar minta maaf telah mengganggu ketenangan Yang Mulia."
Para pasukan INTI bergerak meninggalkan ruangan. Disaat itu kami bertiga memasuki ruangan untuk ikut berkumpul. Ibu berlari, mengangkatku dan memelukku dalam dekapannya.
Aku tidak bisa melihat wajah-wajah seluruh anggota kerajaan saat ini. Tidak tau kenapa ibu mengarahkan pandanganku ke arah lain. Aku melihat para pasukan INTI yang berjalan serempak membelakangiku, kecuali sang pemimpin mereka yang menoleh melihatku.
Dia berhenti meninggalkan barisan pasukannya, demi menatapku dengan wajah serius itu. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Dia hanya berdiri melihatku dari jarak yang jauh, kemudian kembali berbalik meninggalkan tatapanku.
......To Be Continue.......
Setelah makan malam, kami tidak secara sengaja berkumpul di ruang keluarga. Semua karena hadirnya Chairoz, dan ku dengar memang ia bersama ayah sedang berbincang-bincang mengenai Akademi Negeri Danveurn yang akan menyambut kedatangan murid besok hari.
"Paman, kudengar kau adalah salah satu staf di Akademi Negeri Danveurn. Apa itu benar?" Tanyaku saat beberapa dari keluarga ibu sedang membahas permasalahan tadi siang.
Chairoz mengangguk, "Aku juga tidak menyangka Akademi Negeri Danveurn kembali mengundangku."
Tadi siang, aku mendengar perbincangan di ruang keluarga ini. Saat itu, aku berpura-pura tidur di pelukan ibu.
Kakek Charles bilang, pasukan INTI memang pergi dengan menerima permohonan ayah. Tapi, kemungkinan setelahnya mereka akan mengubah struktur penjagaan dan misi-misi baru untuk dilaksanakan.
Aku hanya tidak ingin keluargaku kenapa-kenapa.
Mereka, INTI menandaiku hanya karena aku berbeda. Mereka tidak bisa menklasifikasiku dalam bangsa Lycanthrope ataupun Vampire. Bagaimanapun aku belum mendapatkan jati diriku, hal itulah yang membuat mereka berpikir kalau aku akan menjadi seorang Hybrid.
Jika aku terus di sini, itu akan membahayakan semua orang.
"Bawalah aku bersamamu" kataku bersamaan dengan pintu ruang keluarga yang terbuka. Semua orang tampak terkejut, termasuk keluarga kecil dari saudari ibu yang baru saja datang.
Disana, aku melihat anak laki-laki yang setinggi denganku, berdiri menatapku dengan tatapan tidak suka. Bahkan aku baru pertama kali melihatnya.
"Kau ingin meninggalkan kerajaan?" Ibu bertanya dengan nada tidak percaya.
"Itu akan lebih baik, lagipula di sana aku akan belajar" ucapku.
"Aku setuju. Dia sudah berumur 8 tahun, sudah waktunya ia masuk ke akademi. Mungkin dengan perkembangannya di sana, ia akan mendapatkan jati dirinya" kata ayah tiba-tiba.
"Damian, Akademi Negeri Danveurn sangat jauh dan tidak semua orang bisa mendatangi wilayah itu" ibu terdengar khawatir.
"Gara tidak pernah keluar dari kerajaan, bagaimana dia bertemu dengan orang baru di luar sana?" Tambah ibu sambil melihat ayah.
"Sayang, ini bukan hanya tentang jati dirinya. Sudah saatnya dia belajar hal-hal yang baru, sudah waktunya dia masuk akademi" ucap ayah.
"Gara juga akan masuk Akademi Negeri Danveurn? Wah kebetulan sekali Dylan juga," kata bibi Nala Northcliff sambil mendekatkan anak laki-laki itu padaku, "Ayo berkenalan."
"Dylan Max" ucapnya sambil menjulurkan tangan.
Aku menjabat tangannya, "Gara."
"Kakak menyuruh Dylan untuk masuk ke Akademi Negeri Danveurn?" Tanya ibu.
"Bukan, tapi suamiku. Lagipula, Dylan jarang diajari oleh ayahnya. Saat mendengar tahun ini Akademi Negeri Danveurn mulai membuka pendaftaran dan Dandelion Chairoz akan mampir ke Alystra, suamiku menghubunginya dan memintanya agar memasukkan nama Dylan" jelas bibi Nala sambil menunjuk paman Alexander Northcliff, suaminya.
"Dengan begitu, Gara tidak akan sendirian di sana. Lagipula, banyak bangsa lain yang menghubungiku beberapa waktu lalu. Mungkin, anak-anak mereka sudah tiba di akademi saat ini," jelas Chairoz, "Anda tidak perlu cemas, putri Annelise. Aku akan bertanggung jawab atas Gara."
Ibu melihatku. Matanya berkaca-kaca. Sudah jelas, dia akan sangat hancur untuk mengetahui aku akan pergi dari pelukan perlindungannya. Pikirannya akan terus memikirkan, apa yang aku makan, apakah tidurku nyenyak, atau anggota tubuh mana yang sakit saat aku tidak lagi terlihat oleh matanya.
Aku mendekati ibu, dengan segera ia menangkapku dan memelukku di atas pangkuannya. Beberapa kali keningku dikecup. Rambutku yang memang berantakan diusap. Punggungku dipukul pelan, seperti ingin menenangkanku.
Ibu, seharusnya akulah yang menenangkan dirimu.
"Di sana aku akan baik-baik saja. Aku sudah bukan anak kecil, ibu" ucapku.
"Ibu tau. Disini, ada kakakmu yang akan menemani ibu" katanya sambil memeluk kak Allegro yang duduk di samping ibu.
"Kakek, apa aku boleh pergi?" Tanyaku pada Raja Charles Northcliff yang terus memperhatikanku.
"Jika memang itu keinginanmu, aku tidak akan melarang" ucapnya melihatku penuh makna, tanpa senyum mengkhawatirkan kondisiku.
"Sudah diputuskan, besok kalian akan berangkat kembali ke Negeri Danveur. Istirahatlah malam ini, selamat malam" kakek Charles pergi meninggalkan kami.
Rasanya, aku akan merindukan pelukan ibu. Aku mendekap, memeluknya erat. Tertidur dalam genggaman tangannya.
...════════ ◖◍◗ ════════...
Annelise Northcliff POV
"Ayo, istirahat. Allegro juga sudah mengantuk." Damian mendekatiku ketika semua orang kembali ke kamarnya masing-masing untuk istirahat, kecuali Nala dan Dylan yang masih terjaga.
"Aku masih ingin disini. Allegro, ayo ke kamarmu, kau sudah mengantuk 'kan?"
Anak pertamaku, Allegro, turun dari sofa dengan mata beratnya. Setengah sadar berjalan, tapi Damian mengangkatnya, "Jangan lama-lama, kau juga harus istirahat."
Damian dan Allegro pergi, meninggalkan kami yang tersisa. Aku melihat wajah Gara. Dia benar-benar tertidur pulas.
"Apakah Gara adalah adikku?" Dylan bertanya tiba-tiba.
"Iya, kau lebih tua satu tahun darinya" kataku.
"Dylan jarang di kerajaan. Dia lebih suka berdiam di rumah besar kediamaan kami. Jadi soal rupa Gara, dia belum tau sama sekali" ucap Nala menjelaskan.
Aku tertawa, "Pantas aja, saat kau masuk dan melihat Gara, kau sedikit tidak menyukainya. Kau pasti mengira Gara adalah orang luar kerajaan."
"Sebab, dia sangat berbeda."
Aku kembali melihat Gara ketika mendengar perkataan polos dari Dylan, sambil menyamankan posisi tidurnya, "Dia memang berbeda. Dia punya warna mata yang berbeda dari yang lain. Sifatnya juga bertolak belakang."
"Yang membuat aku mengatakan bahwa dia berbeda, adalah apa yang ada di dalam tubuhnya" perkataan Dylan membuat aku dan Nala terkejut.
"Saat aku di depan pintu hendak masuk, aku mengira di dalam ada seorang Lycanthrope tertinggi. Aura itu sangat kuat sampai membuatku enggan untuk masuk. Seperti Alpha dewasa. Ketika aku masuk, mataku tersorot pada manik mata Gara yang menyala. Di sanalah aku menemukan serigala itu" jelas Dylan sambil melihat Gara.
"Aku tidak pernah, merasakan aura serigala dari Gara" jujurku.
INTI mengatakan anakku adalah seorang Hybrid muda yang belum mengeluarkan sifat aslinya. Kami, seluruh bangsa Supranatural tidak tau mengenai anak Hybrid dengan pasti, kecuali mereka-mereka yang telah melakukan penelitian secara langsung, itupun tidak pernah diungkapkan untuk publik. Tidak pernah kutemukan catatan tentangnya secara detail, INTI menyimpan hal itu rapat-rapat tanpa alasan yang jelas. Kisahnya dimulai ratusan tahun lalu, yang diingat hanyalah anak Hybrid itu memusnahkan banyak orang dan juga seorang kanibal.
Namun mendengar perkataan Vale Barbarian, aku jadi mengkhawatirkan kondisi Gara jika ia berhasil dibawa. Apakah mereka akan memperlakukan Gara dengan baik?
Percuma pertanyaan itu terus berputar, tidak ada yang tau jawabannya sebelum waktu itu tiba.
Aku hanya seorang ibu yang sedang mengkhawatirkan anaknya.
...════════ ◖◍◗ ════════...
...Sagara N.A POV...
Pagi tadi, aku mengucapkan salam perpisahan pada keluarga ibu, keluargaku, dan kak Allegro.
"Kita akan sampai di pelabuhan" ucap Chairoz sambil melihat keluar jendela kereta kuda.
Kak Allegro bilang, bahwa dia akan menulis surat untukku. Dia akan mempunyai burung gagak miliknya, dan mengantarkan surat itu melalui burung gagak, seperti yang dilakukan Chairoz.
Harinya gelap. Awan hitam berkumpul diatas sana, menghujani seluruh kawasan Moldenleaf.
Kereta mulai berjalan lamban. Aku melihat kearah luar jendela, sebuah pelabuhan yang kemarin kusinggahi terlihat ramai. Sepertinya, akan ada banyak orang yang pergi ke negeri serigala, Danveurn.
"Aku pikir, selain bangsawan dan keanggotaan kerajaan, tidak ada yang boleh masuk ke teritorial clan lain" ucap Dylan saat melihat rakyat dari kerajaan Claverdon yang bersiap-siap hendak berangkat.
"Bukan seperti itu. Semua orang boleh memasuki teritorial bangsa lain jika punya tujuan. Seperti para rakyat dari kerajaan Claverdon di sana, mereka berpergian untuk berdagang, atau alasan lain. Tidak semua kerajaan punya perizinan keluar dan masuk teritorial" jelas Chairoz sesaat sebelum kereta berhenti.
Aku memaklumkan apa yang Chairoz bicarakan, sebab dia adalah seorang mantan Hunter yang masih menjalankan beberapa misi dari berbagai bangsa. Tentu saja dia akan tau hal-hal seperti itu.
"Siapi barang bawaan kalian dan temui aku didermaga" kata Paman Chairoz lalu ia keluar.
"Dari tadi kau diam, apa kau takut adik kecil?" Dylan mengajakku berbicara sambil mengeluarkan jubah berbulunya untuk dipakai.
"Kita hanya beda 1 tahun, jangan mengharap lebih" ucap ku dengan ikut memakai jubah yang berbahan dasar sama seperti milik Dylan.
Dylan terkekeh sebentar, "Apa saja yang kau bawa?"
"Hanya pakaian dan sepatu."
"Bukankah itu aneh?"
"Apa yang aneh?"
"Akademi mana yang hanya menyuruh muridnya membawa pakaian saja? Padahal aku ingin masuk Akademi Negeri Urcmoonth tapi ayahlah yang lebih berkuasa" keluh Dylan.
"Karena ada kak Allegro?" Tanyaku.
"Karena di sana banyak temanku!"
"Terserah kau saja" kataku seraya turun dari kereta, dan memakai topi jubah yang menutupi seluruh kepalaku.
"Tunggu aku adik kecil."
"Astaga, bisakah kau berhenti? Kau bukan kak Allegro, jangan panggil aku adikmu."
"Meski begitu, aku lebih tua 1 tahun darimu" ucapnya dengan nada bangga, ikut turun dari kereta.
"Panggil aku dengan adik sekali lagi, akan kupukul kau" kataku sambil berjalan meninggalkannya ketika kereta kuda yang kami tumpangi mulai bergerak pergi.
"Hahaha."
Aku berjalan ke dermaga, diikuti Dylan dengan membawa koper yang hanya berisi pakaian dan sepatu saja, dan tidak ada yang tau aku membawa deggerku yang dihadiahkan oleh kak Allegro saat ulang tahunku kemarin.
"Itu Chairoz" Dylan menunjuk ke arah dermaga, di sana paman Lion berdiri, berbicara dengan beberapa orang. Aku melihat anak perempuan berdiri di samping Chairoz.
Apakah dia juga anak murid Chairoz?
...To Be Continue...
Anak perempuan itu selayaknya orang bangsawan, berpakaian hijau dan putih dengan payung berenda manik-manik dipegangannya.
"Anak perempuan itu sedang menangis" bisik Dylan.
Kami berdua menghampiri Chairoz, dan benar saja, anak perempuan ini sedang menangis. Aku bahkan tidak bisa melihat wajahnya, dia sibuk mengusap-usap matanya.
"Jangan lakukan itu pada matamu, kau bisa merusaknya, dan-" ketika aku memegang tangannya hendak menyingkirkan dari wajahnya, di sana aku melihat dua buah manik mata yang berwarna putih, "-matamu cantik."
Anak perempuan itu berhenti menangis, terkejut akan perkataanku barusan. Dylan ikut mendekat, melihat wajahnya yang putih seperti salju. Aku bingung, kenapa rambut, manik mata, dan kulitnya bisa seputih itu. Bahkan warna kulit bangsa Vampire saja tidak seputih itu.
Apa dia seorang Hybrid?
"Wow~ matamu indah sekali. Aku belum pernah melihatnya. Kau bangsa Vampire?" Dylan memperhatikan wajah anak perempuan ini dengan saksama, dia juga mengusap titik-titik air mata di pipinya.
"Kau tidak pernah diajarkan oleh ibumu? Seharusnya yang kau tanya adalah namanya" ucapku.
"Aku Cassandra" katanya sambil terisak.
"Perkenalkan, aku Dylan dan dia adalah Gara" ucap Dylan.
Setelah Chairoz berbicara dengan beberapa orang tadi, dia langsung menyuruh kami untuk masuk ke kapal.
Kami menggunakan kapal kerajaan, yang hanya kami tumpangi dengan kereta kuda yang ikut dibawa. Setelahnya kami masuk ke dalam dan menemukan sebuah meja penuh makanan untuk kami santap. Tapi mataku lebih memilih untuk melihat banyak roti tawar di atas meja. Mereka juga menyajikan selai coklat dalam bentuk toples kaca.
"Apa kalian lapar?" Tanya Chairoz kepada kami. Cassa dengan spontan mengangguk, aku memang tidak tau apakah dia sudah makan atau tidak sebelumnya. Tapi soal aku dan Dylan, kami sarapan tadi pagi, dan tidak terlalu lapar.
Kami langsung duduk di sana. Setelahnya, Dylan dan Cassa memakan roti-roti itu meskipun banyak makanan lain yang disajikan.
Beberapa jam kami habiskan di dalam kabin, hingga akhirnya kami sampai di pelabuhan Anchores, Negeri Danveurn. Kami turun ke dermaga dan menunggu kereta kuda kami untuk diturunkan. Lalu kami pergi meninggalkan pelabuhan dan masuk ke wilayah Dorforwyn, Ibu Kota Negeri Danveurn di mana berdirinya kerajaan tertinggi bangsa Lycanthrope, Kerajaan Angkara.
"Apa Cassa juga anak muridmu?" Aku teringat dengan pertanyaan yang ingin ku tanyakan pada Chairoz.
"Iya, dia akan jadi anak muridku juga."
"Bisakah kau bercerita sedikit tentang Cassa?" Dylan bersuara. Lagipula, Cassa sedang tertidur di samping paman Lion. Dia terlihat sangat lelah.
"Cassa lahir dan dibesarkan di wilayah Azaire, Negeri Aberrstwyth. Rakyat dari Kerajaan Isambard, seorang Angel tentunya" jelasnya.
"Wow~ aku pikir Akademi Negeri Danveurn adalah sekolah khusus laki-laki" Dylan kagum.
"Hahaha, banyak dari bangsa Angel yang mendaftar tahun ini, dan Kerajaan Isambard mengirim satu anak laki-laki yang akan jadi murid di Akademi Negeri Danveurn. Soal Cassa, memang ini sedikit mengejutkanku" ucapnya.
"Apa maksudnya?"
"Cassandra adalah Angel yang berbeda. Dia terlahir dengan keperbedaan gen, mereka menyebutnya albino. Tidak ada yang tau soal orang tua Cassandra. Orang-orang menemukannya di jalanan, saat ia masih bayi. Cassandra dibesarkan di sebuah panti asuhan. Anak-anak lain tidak ada yang ingin mendekatinya. Hingga akhirnya dia tau, keperbedaannya membuat ia dibenci, karna orang-orang berasumsi bahwa Cassandra akan memberi dampak buruk untuk Negeri Aberrstwyth. Lalu, Cassandra di keluarkan dari panti asuhan. Tidak ada yang mau menerimanya. Sampai Cassandra di bawa oleh sekelompok orang asing hingga bertemu dengan seorang konglomerat di teritorial yang sama, bernama Adolf Hazard Pavoleos. Pavoleos memperlakukannya seperti anaknya sendiri. Tapi disisi lain, Pavoleos mengajari Cassandra soal kemiliteran kerajaan Isambard hingga usianya saat ini. Mendengar kabar bahwa Akademi mulai membuka pendaftaran murid baru, Pavoleos mengirimkan surat dan ingin mengikutsertakan Cassandra dalam Akademi. Maka dari itu, Cassandra dikirimkan padaku hari ini."
"Dan kenapa menangis?" Tanya Dylan.
"Tentu saja dia sedih harus berpisah dengan Pavoleos, dan sekaligus takut jika orang-orang di luar dari Negeeinya juga akan membedakannya."
"Jadi begitu. Pantas saja dia menangis" ucapku sambil melihat Cassa dalam jarak dekat. Aku jadi ingin memiliki saudari perempuan, agar aku menjadi lebih dewasa seperti kak Allegro.
"Cassa adalah perempuan yang cantik, bagaimana bisa orang-orang itu membencinya."
"Begitulah cara orang-orang menghakimi. Bentuk wujud bukan lagi alasan, tapi kepada apa yang akan terjadi suatu saat nanti." Aku penasaran, seperti apa anak-anak murid di Akademi nanti.
...════════ ◖◍◗ ════════...
Kami tiba di wilayah Astbourne, wilayah yang dipimpin atas Kerajaan Dalerine. Wilayah yang dalam sejarahnya menjadi tempat tinggal Hybrid pertama, atau dia yang bernama Aeolus.
Kami masuk ke kotanya, dan ketibaan kami diperhatikan banyak orang. Mereka hanya tidak tau saja, kalau bangsa Vampire dan Angel lah yang ada di dalam kereta.
"Kota di Astbourne tidak seperti yang aku bayangkan. Aku pikir kota ini hanya sedikit yang tinggal, atau Kerajaan Dalerine menutup kota ini" ucapku.
"Karena Astbourne punya sejarah kelam?" Tebak Dylan.
"Begitulah."
Sampailah kami ke sebuah jalan di dalam hutan. Tidak tau kenapa, rasanya sangat tidak asing dalam pikiranku. Seakan aku pernah menginjakkan kaki ke dalam hutan ini. Aku akrab dengan hutan, tapi hanya hutan di wilayah Dorforwyn atau hutan di wilayah Ibu Kota Negeri Aberrstwyth, Alystra yang pernah ku datangi.
"Perasaan ini seperti aku pulang ke rumah saja" gumamku tiba-tiba saat melihat ke luar jendela dan menemukan pohon-pohon tinggi menjulang keatas yang saling bergesekan hingga membuat suara-suara aneh.
"Kau 'kan anak hutan" kata Dylan.
"Pasti kak Allegro yang mengatakannya padamu."
"Kak Allegro bilang hutan itu rumah kedua mu, kau bahkan punya rumah pohon di hutan wilayah Alystra 'kan?"
"Dia suka sekali memamerkannya, itu tempat di mana kami sering menghabiskan waktu ketika dia selesai sekolah."
Perjalanan yang cukup jauh hingga sampailah kami di hutan terbuka. Kata Chairoz, kita baru saja memasuki wilayah Astbourne bagian utara. Kami memasuki kota kecil yang ada di sini, kota ini salah satu yang memegang peran penting dalam sistem ekonomi di Negeri Danveurn, karena kota memiliki dataran tinggi. yang cocok dijadikan tempat berkebun.
"Kita memasuki kota Northborne" kata Chairoz.
Wilayah ini sangatlah luas, tapi yang membuatku penasaran adalah tebing tinggi yang mengitari tempat ini. Tebing itu bertemu tepat jauh di depan kami.
"Kenapa ada tebing setinggi itu yang seakan mengurung tempat ini?" Tanya Dylan yang ternyata punya pikiran sama denganku.
"Ini adalah tempat yang bersejarah. Dahulu sekali sebelum Lycanthrope ke-3 membuang cucunya, tempat ini adalah lembah yang mati tanpa kehidupan. Hingga peperangan menghancurkan tempat ini, dan meratakan wilayah utara. Yang tersisa hanyalah tebing-tebing dan pegunungan itu. Karenanya tanah di sini menjadi subur dan dapat di tinggali" jelas Chairoz.
"Peperangan itu tampaknya menguntungkan Negeri Danveurn juga" gumamku tiba-tiba.
"Bagaimana bisa kau berkata seperti itu di atas kekelaman masa lalu?" Dylan menyenggol bahuku.
"Yang dikatakan Gara benar, tidak selalu dampak negatif saja yang bisa diperoleh dari suatu kejadian" sambung Chairoz sambil menatapku.
"Tapi horror sekali, bicara seperti itu!"
"Hahaha!"
Setelahnya, kami sampai di ujung kota dengan sebuah gapura selamat tinggal yang meyakinkanku kalau Akademi itu tidak berada di sini. Keluar dari kota, aku melihat dataran yang diselimuti rerumputan hijau kekuningan di sepanjang penjuru tempat ini hingga sedikit hutan yang ada di dekat tebing tinggi itu.
Kalau tebing itu tercipta karena peperangan, itu berarti peperangan itu menyebabkan tanah di wilayah Astbourne runtuh hingga terbentuknya lembah ini.
Aeolus yang melakukan semua ini.
"Apakah kita akan ke tebing itu?" Tanya Cassandra yang ternyata sudah bangun.
"Tepat di sisi utaranya, ada sebuah celah yang hanya beberapa orang dengan nama mereka tertulis di Akademi yang bisa melewatinya" jelas Chairoz.
"Bagaimana jika ada nama yang tidak tertulis dan melewati celah itu?" Tanya Dylan.
"Mereka hanya akan menemukan hutan yang berakhir dengan laut Odile" kata Chairoz.
Ketika kami hampir sampai di sebuah celah dihiasi gapura kuno yang tampak ditutupi dengan gelombang-gelombang bercahaya sebagai pintu masuknya, aku mendengar suara kuda dari langit sana. Aku hanya menoleh untuk melihat keluar dan menemukan kereta kuda yang didominasi dengan warna putih terbang di antara awan-awan. Melompat-melompat atau seluncuran, kereta dengan kuda bersayap itu turun kemudian menyentuh tanah. Kereta itu berjalan tepat di belakang keretaku.
"Kereta kuda Kerajaan Isambard, dari Negeri Aberrstwyth" kata Chairoz.
"Itu pasti Pangeran" ucap Cassandra tiba-tiba.
"Kau mengenalnya?" Tanya Dylan.
"Aku melihatnya sesekali ketika parade hujan, Pangeran biasanya duduk di singgahsana dan memilih butiran-butiran hujan untuk dibagikan pada tanah umat manusia sebagai suatu kemakmuran" jelas Cassandra.
Tak lama kemudian, muncul sebuah pentagram bercahaya yang begitu rumit melayang di atas tanah. Di dalam pentagram itu bukanlah tanah yang semulanya berumput hijau kuning lagi, tapi seperti ruang yang gelap.
Dari sana keluar sebuah kereta dengan kuda-kuda hitam bersurai seperti cairan lava. Kereta kuda hitam itu berjalan di belakang kereta bangsa Angel.
"Raja bangsa Demon benar-benar mengusir anaknya" gumam Chairoz.
"Mengusir?" Tanyaku.
"Aku tidak tau pasti. Aku hanya mendengar desas-desus dari rakyatnya."
Tak berselang lama, muncul dua kereta kuda dari arah yang berbeda, sepertinya mereka mengambil jalan lain menuju ke sini. Kereta kuda yang pertama sudah sangat jelas menunjukkan kalau kerajaan bangsa Mermaid juga mengirimkan anak mereka. Namun, aku tidak pernah tau dari bangsa mana kereta kedua itu berasal.
"Siapa yang di belakang itu?" Tanya Cassa.
"Itu kereta kuda kerajaan bangsa Fairy" jawab Dylan.
"Kau tau?" Sahutku.
"Semua orang pasti tau siapa yang paling suka kerlap-kerlip bercahaya."
Setelah sampai di celah, ada seseorang yang berdiri menghalangi. Orang itu seperti penjaga tempat ini.
"Bawa barang kalian, dan segeralah turun" kata Chairoz lalu turun terlebih dahulu. Ku lihat dari jendela, ternyata ada Hunter yang serupa seperti Chairoz yang keluar dari kereta-kereta itu. Mereka memakai jubah yang sama. Apa mereka adalah bagian dari tim Hunter abad pertengahan?
"Kenapa kita harus turun dan membawa koper kita sendiri?" Oceh Dylan.
"Karena tempat ini sangatlah sakral, kereta-kereta kuda ini tidak bisa memasuki celah itu" jawabku.
"Aneh sekali, kenapa pula sebuah Akademi begitu tertutup? Akademi Negeri Urcmoonth tidak begitu."
"Beda wilayah, beda pula kebijakannya."
"Ayo kita turun" ajak Cassa.
Kami bertiga, satu per satu turun dari kereta dengan koper kami masing-masing. Begitu pula Cassandra langsung membuka payung indahnya karena memang matahari benar-benar terik di puncak sana.
Aku menoleh, sengaja untuk melihat orang-orang itu keluar dari kereta mereka. Di sana ku lihat, mereka semua berdiri menatapiku dan ikut bergabung bersama kami.
"Kau yang terkenal itu 'kan?" Tanya salah satu dari mereka yang memiliki dua tanduk kecil di keningnya.
"Terkenal?"
"Wah, benar! Kau anak laki-laki yang terkenal itu" sambung anak laki-laki yang memiliki wajah cantik, dia pasti Bangsa Fairy.
"Terkenal bagaimana?" Tanya Dylan.
"Matanya yang hitam bersinar itu, seperti gerhana bulan" jawab dia yang berasal dari Bangsa Angel.
"Suatu kehormatan untuk bertemu denganmu" seseorang berjalan kearahku dan menjulurkan tangannya. Dia dari Bangsa Mermaid, aku bisa merasakan auranya.
Aku menjabati tangannya, "Sagara Hart Northcliff Andromeda, dari Kerajaan Angkara, Negeri Danveurn."
"Iris Semele, dari Kerajaan Narmadia di Negeri Thralkeld."
Lalu yang lainnya ikut berjabatan denganku dan Dylan.
"Castiel Evangelos, dari Kerajaan Isambard, Negeri Aberrstwyth" kata sang Angel.
"Xavier Damonous dari Kerajaan Damouncless, aku dari Negeri Narthford" ucap anak Demon bertanduk dua itu.
"Aku Piers Macallister, aku dari Kerajaan Uva, wilayah Fysikossilian di Negeri Irrinshire. Aku seorang Nature Fairy!" Ucap Fairy cantik yang sangat antusias memperkenalkan dirinya itu.
"Aku Dylan Max Northcliff, dari Kerajaan Claverdon di Negeri Urcmoonth."
"Northcliff?"
"Aku dan Dylan bersaudara."
"Ohh begitu."
Ketika asik mendengarkan mereka, aku melihat Castiel yang menyapa Cassandra.
"Kau anak perempuan itu 'kan, yang dirawat oleh Mr. Pavoleos."
Cassandra mengangguk dan menunduk hormat, "Namaku Cassandra. Senang bertemu Pangeran di sini."
"Aku akan marah kalau kau bersikap seperti itu, di sini aku hanya seorang Castiel."
"Baiklah... Castiel..."
"Aku penasaran bagaimana kehidupan asrama kita?" Ucap Dylan.
"Yah, kurasa akan sama menyenangkan seperti kau tertidur di atas bantal" kataku.
"Kehidupan yang nyaman?"
"Kehidupan yang tidak akan kita ketahui ketika kita sudah nyaman."
Dylan menepuk bahuku, "Kau benar. Kau selalu benar."
...To Be Continue...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!