"Astaga jam berapa ini" Mataku membulat sempurna melihat jarum jam menunjukkan pukul 7 pagi, memang ini salahku setelah sholat shubuh tadi kurebahkan kembali tubuhku ini.
Aku segera berlari ke kamar mandi, menggunakan pakaianku secepat mungkin, memoleskan bedak tipis, tak lupa pelembab bibir agar bibir ini tak terlihat pucat.
Kuraih tasku dan beranjak keluar kamar.
"Pagi ma, Fira nggak sarapan ya ma, buru-buru." Ucapku menghampiri mama yang tengah menyantap sarapannya, kucium kedua pipinya lalu tangannya.
"Hati-hati sayang."
Hatiku sedikit lega, karena dosen pertama hari ini belum sampai ke ruangan.
Kududukkan tubuhku di kursi sebelah Nana sahabatku.
"Tumben anak rajin telat." Ucap Nana yang baru kali ini melihatku telat kekampus.
"Heheh, aku juga manusia kalik na." Ucapku cengengesan.
Tak berapa lama kemudian Pak Andra yang tak lain dosen mata kuliah pertama masuk ke ruangan.
"Selamat pagi semuanya, tugas yang kemaren segera dikumpulkan dalam bentuk file jadikan satu. Sekarang!" Ucapnya tegas karena dia memang terkenal sebagai dosen paling killer di kampus ini, walaupun usianya masih terlihat muda tetapi tampangnya sangat dingin dan menyeramkan.
"Mati aku Na, flasdisk ku tertinggal di atas meja." Ucapku pada Nana, aku sangat bingung dan cemas.
Setelah peristiwa tidak mengenakan hari ini, aku dan Nana pergi ke kantin untuk mengisi perut.
"Untung saja cuman dihukum berdiri didepan kelas Ra." Ucap Nana kembali mengingatkanku atas kejadian memalukan hari ini.
"Lupakan Na, aku sangat lapar." Aku dan Nana memesan bakso dan es teh kesukaan kami berdua.
"Kamu doyan apa lapar Ra Ra."
"Dua-duanya."
"Nana Safira." Tiba-tiba dari arah samping ada yang memanggil nama kami berdua.
"Kakak." Ucap Nana memanggil lelaki yang menghampiri kami.
Ya itu adalah kak Adit kakak kandung Nana, umurnya terpaut dua tahun dengan Nana, dia juga seorang mahasiswa disini.
Semenjak kami saling mengenal, kak Adit begitu perhatian padaku, aku tak begitu memikirkan hal itu, aku sudah menganggap kak Adit sebagai kakaku sendiri, dan kurasa kak Adit juga sama. Dia sudah menganggapku seperti Nana adeknya.
"Boleh gabung?" Tanya kak Adit yang kujawab dengan anggukan.
Kak Adit tidak datang sendiri, ia bersama dengan kedua temannya.
"Berhubung ada kakak, kakak yang bayarin makanan kita ya." Ucap Nana pada kakaknya.
"Baiklah, karena kakak lagi baik hati kalian kakak traktir." Ucap kak Adit yang disambut dengan raut kebahagianku dan Nana.
Kak Adit memang sering mentraktir aku dan Nana baik didalam kampus ataupun diluar kampus.
Setelah selesai makan, aku dan Nana beranjak akan pergi ke kelas lagi.
"Kak, Safira sama Nana duluan ke kelas." Pamitku pada kak Adit.
Seperginya Nana dan Safira..
"Hmm sampai kapan sahabat kita akan memendam perasaannya ini." Ujar Bimo sahabat Adit.
"Sampai Safira sama orang lain. Hahahaha."
"Diam kalian, atau aku tidak jadi mentraktir kalian."
Ya ini memang kenyatannya, sudah dua tahun ini Adit memendam perasaan pada Safira, ia terlalu takut mengungkapkan, takut ditolak.
Nana yang statusnya sebagai adek kandungnya pun tidak menyadari jika kakaknya menaruh hati pada Safira. Sama halnya dengan Safira, Nana menganggap perhatian Kak Adit pada Safira sama dengan perhatian kak Adit pada Nana.
Hari ini kelas Fira hanya ada dua mata kuliah, setelah selesai dengan mata kuliah terakhir Fira dan Nana beranjak pergi meninggalkan kelas.
"Pulang naik apa Ra?" Tanya Nana saat kami sedang berjalan menuju parkiran.
"Biasalah." Ucapku yang dipahami oleh Nana.
"Nana, Safira, sudah mau pulang?"
"Ya iyalah kak, kan udah nggak ada mata kuliah."
"Ayo bareng kakak, kebetulan Kakak bawa mobil hari ini."
"Tidak usah kak, nanti merepotkan kak Adit lagian kan rumah kita nggak searah."
"Nggak papa kali Ra, itung-itung hemat uang transport kan nggak perlu bayar bensin. Hahahah." Ucap Nana yang menarik tanganku ke dalam mobil kak Adit.
"Ayo jalan pak supir." Kami berdua duduk di jok belakang sementara kak Adit berada di belakang kemudi layaknya seorang sopir.
"Durhaka kamu Na sama kakak sendiri."
Gelak tawa Nana pecah di dalam mobil, aku yang melihat peristiwa ini hanya senyum-senyum.
Rasanya aku sangat merindukan kakakku yang jauh disana, aku tidak bisa sedekat Nana dan kak Adit dengan kak Rama kakakku, karena ia menetap di luar kota bersama keluarganya.
"Kamu kenapa Ra, kok melamun?" Tanya Nana pada Fira.
"Ah tak apa Na, aku hanya rindu dengan kakakku."
"Jangan bersedih, anggap saja aku kakakmu." Ucap Kak Adit padaku yang kubalas dengan senyuman.
Memang kehadiran kak Adit membuatku merasakan kasih sayang seorang kakak di dalam hidupku. Dulu aku sangat dekat dengan kak Rama,sampai-sampai ketika kak Rama akan menikah aku menangis histeris tak terima karena kak Rama akan jauh dariku.
Setelah kepergian mobil kak Adit, aku beranjak masuk ke dalam rumah. Suasana terlihat sangat sepi dan hening.
"Hmm, mama belum pulang ternyata."
Kulangkahkan kakiku menuju kamar, hari ini sangat melelahkan bagiku, bangun terlambat, tak sempat sarapan, belum ditambah tugas ketinggalan.
Kupejamkan mataku di atas kasur untuk menghilangkan penat di kepalaku.
Ceklek
"Kebiasaan deh, anak mama pulang sekolah langsung tiduran." Itu suara mamaku yang mendekat ke arahku.
"Mama sudah pulang?" Kucium tangannya lalu beralih kepipi mama.
"Sudah sayang, hari ini banyak orderan jadi agak telat pulangnya." Jawab mamahku dengan wajah yang terlihat begitu lelah.
"Mamah istirahat dulu ya, Fira mandi dulu nanti Fira yang masak mah."
"Emang kamu bisa?" Tanya mama meledekku.
"Ah mama ma selalu begitu, meremehkan anak gadis mama."
Setelah mama keluar kamar, aku bergegas mandi.
Ya inilah aku, Safira Natasya anak kedua dari mama dan papa. Papaku sudah tiada lima tahun yang lalu.
Mama membuka toko roti yang tempatnya tidak begitu jauh dari rumahku, kakakku, kak Rama sudah menikah dan menetap di luar kota karena perkerjaan.
Aku adalah mahasiswi semester lima di salah satu kampus di kotaku.
Kini aku dan mama berada di meja makan, sore tadi aku memasak udang goreng dan ayam goreng. Udang kesukaanku sedangkan ayam kesukaan mamah dan kak Rama.
Setelah makan tak lupa kubereskan piring kotor dan mencucinya di wastafel, sedangkan mama beranjak ke sofa dekat meja makan untuk menonton tv.
Piring kotor tidak begitu banyak, karena memang hanya ada aku dan mama di rumah ini. Setelah selesai mencuci, aku bergabung pada mama yang ada di depan tv.
Kurebahkan tubuhku disamping mama berbantalkan paha mamaku.
"Bagaimana kuliahmu Ra?" Tanya mama dengan tangannya mengelus kepalaku.
"Hmm lancar ma, oiya ma tadi ada kejadian memalukan di kelas."
Itulah kebiasaanku menceritakan semua yang terjadi padaku pada mama, mama pun dengan senang hati mendengarkan keluh kesahku.
"Assalamu'alaikum ma, mama apa kabar?"
"Wa'alaikumsalam, mama baik. Anak nakal ya nggak pernah hubungi orang tua."
"Maaf ma, Rama sibuk akhir-akhir ini."
"Gimana kabarmu dan Dinda?"
"Kami baik ma, insyaallah akhir pekan kami berkunjung ma."
"Wah benarkah, Safira pasti senang sekali."
"Jangan bilang dia ma, mau bikin kejutan buat si cengeng itu."
Hari ini adalah hari bebas bagiku, tidak ada kelas ditambah lagi dapat tamu bulanan. Ah merdekanya aku bisa bangun sesiang ini.
Kulangkahkan kaki keluar kamar menuju dapur.
"Mama bicara sama siapa?" Tanyaku pada mama yang sedang asik mengobrol di telepon.
"Rama."
"Kak, kakak jahat ih nggak pernah hubungi Fira." Aku benar-benar rindu dengan kak Rama. Tanpa aba-aba kurebut ponsel mama dan kutempelkan pada telingaku.
"Maaf kelinci, kakak sibuk."
Si cengeng, kelinci, marmut, kak Rama memang suka sekali mengganti-ganti nama panggilanku. Sekalinya ditanya jawabannya itu panggilan kesayangan.
"Kapan pulang kak? Fira rindu kakak."
"Bentar ya, Kakak ada pasien kamu ngobrol sama mbak Dinda dulu."
"Assalamu'alaikum Fira?" Sambungan telepon di sana sudah berganti suara.
Itu adalah suara mbak Dinda istri kak Rama, mbak Dinda dan kak Rama sudah menjalin hubungan sejak lama, hanya saja kak Rama baru mengenalkan mbak Dinda saat akan menikah dengannya. Itupun sangat mendadak bagiku.
"Wa'alaikumsalam kakak ipar, kakak ipar apa kabar?" Tanyaku padanya.
"Kabar baik Fira, gimana sekolahnya?"
"Lancar kok mbak. Hanya saja kurang asupan semangat."
"Kok gitu."
"Iyalah habisnya mbak Dinda sama suaminya mbak yang nyebelin nggak kesini. Udah berapa lama coba."
Begitulah obrolan kami via telepon, bercanda, bersendau gurau tertawa bersama.
Awalnya aku dan mbak Dinda tidak begitu dekat, seiring berjalannya waktu hubungan kami pun semakin dekat. Mbak Dinda orangnya baik, cekatan, rajin ,dan jika aku lihat ia amat mencintai kakakku.
"Sudah nak?" Tanya mama padaku.
"Sudah ma, ma Fira ikut ke toko ya."
"Memangnya nggak ke kampus?"
"Enggak ma, Safira nggak ada kelas hari ini."
Setelah mandi dan sarapan, aku dan mama segera pergi ke toko kue milik mama.
Toko kue yang kami punya memang tidak besar, tapi hampir tiap hari ramai pengunjung. Pengunjung toko kamipun dari berbagai kalangan,mulai dari anak-anak,remaja, orang tua. Yang paling banyak ya ibu-ibu. Mereka beli kue atapun pesan untuk acara arisan, pengajian, dan kumpul-kumpul ibu-ibu sosialita.
Mama punya dua orang kepercayaan di tokonya, mereka juga sangat dekat denganku karena hampir tiap pekan aku selalu berkunjung ke toko.
"Mama tinggal ke belakang ya, mbak Sari ikut saya ya. Biar kasir Safira yang handle."
"Baik Bu."Ucap mbak Sari salah satu orang kepercayaan mama.
Inilah yang kusuka, setiap aku ke toko mama mempercayakan kasir padaku.
Ini masih pagi, tapi pengunjung sudah ramai keluar masuk toko kue kami.
Tring
Suara ponselku tiba-tiba berbunyi, itu tandanya ada seseorang yang mengirim pesan. Aku tidak langsung membuka ponselku karena saat ini sedang ada pengunjung yang tengah membayar pesanannya.
Setelah dirasa keadaan sepi, aku membuka ponselku. Belum sempat membaca pesan yang masuk, Nana memanggilku, ya panggilan video atau vc.
"Assalamu'alaikum Safira, lama amat balasnya. Keluar yuk malas dirumah nih." Ucap Nana dengan muka cemberut.
"Wa'alaikumsalam nggak bisa, aku sibuk. Liat ni lagi jadi kasir di toko mama." Jawabku.
"Wah aku kesana ya, tunggu lima belas menit aku sampai."
Panggilan terputus sepihak, sudah menjadi kebiasaan Nana itu ma.
Selang beberapa menit ada seorang ibu paruh baya dan anak kecil masuk ke dalam toko.
"Oma, aku mau donat." Ucap anak kecil itu.
"Iya sayang, ambil yang kamu mau." Perempuan paruh baya itu menjawab permintaan cucunya dengan lembut.
Aku menyambut kedatangan mereka dengan senyum dan sapa.
"Oma, donatnya nggak ada Oma. Hiks hiks hiks." Tiba-tiba anak kecil itu menangis karena donat yang ia mau sudah habis.
Aku mendekatinya karena tak tega, air matanya sudah berlinangan.
"Hei anak manis, siapa namamu?" Tanyaku lembut seraya mengelus rambut panjangnya.
"Lisa Tante." Jawab anak kecil itu dengan tangan menghapus air matanya.
"Anak cantik nggak boleh nangis dong."
"Lisa cantik ya Tante?"
"Lisa cantik, manis lagi. Lisa mau donat?"
"Iya tapi donatnya udah habis."
"Masih ada kok, tapi Lisa harus sabar nunggu, donatnya lagi dibuat sama mamanya tante."
Ibu paruh baya yang tak lain neneknya Lisa tersenyum melihat keakraban antara Lisa dan Safira.
Dari dulu aku sangat suka dengan anak kecil, bagiku anak-anak sangat menggemaskan dan lucu.
"Nak, dimana Bu Sarah?"
"Mama lagi di belakang tante."
"Rupanya kamu anaknya Sarah , cantik mirip mamamu."
"Terimaksih tante."
Setelah berbincang-bincang dengan mama, neneknya Lisa pamit pergi dengan meninggalkan Lisa disini. Akupun bertanya-tanya dalam hatiku.
Setelah nenek Lisa tidak terlihat lagi, aku menghampiri mama.
Ternyata neneknya Lisa adalah langganan sekaligus teman lama mama. Sudah menjadi rutinitas Lisa pergi ke toko kue ini, Lisa sangat betah berada disini, selain hobinya makan kue, disini juga terdapat tempat bermain anak-anak yang berada di pojokan. Kata mama setiap pukul 12 Lisa akan dijemput oleh ayahnya.
Hari ini aku menghabiskan waktuku bersama Lisa, kasir mbak Sari yang mengambil alih.
Celotehan-celotehan lucu Lisa membuatku terhibur, sedangkan Nana. Entahlah katanya tadi ia ingin berkunjung kesini, tapi setelah satu jam ia mengabariku tidak jadi kesini karena diajak pergi ke mall oleh kak Adit. Lagi-lagi aku merasa iri pada Nana yang teramat dekat dengan kakaknya.
'Kak Rama aku rindu' batinku.
Aku bersyukur berkat Lisa,hatiku menjadi senang dan tidak sedih lagi.
"Tante cantik, donatnya sangat enak, Tante nggak makan?"
"Tante udah kenyang, buat Lisa aja. Lisa kan suka banget sama donat."
"Habisnya donat enak tante." Ucapnya dengan mulut penuh donat.
"Tante tante ayo kita selpi."
"Selpi?"
"Iya tante, itu lo tante foto pake hp."
"Selfie sayang,bukan selpi."Ucapku gemas kemudian mencubit pipi kanan dan kirinya.
Aku dan Lisa berfoto selfie berdua, banyak gambar yang kami ambil.
Jarum jam sudah menunjukkan angka 12 kurang, Lisa mulai lelah dan tertidur di pangkuanku.
Selang tiga puluh menit, seorang laki-laki dengan kemeja birunya masuk ke dalam toko.
"Mau jemput Lisa ya mas?" Tanya mbak Sari pada lelaki itu.
Setelah berbincang-bincang pada mbak Sari, lelaki itu mendekatiku.
"Lisa bangun sayang." Lisa yang merasa terganggu membuka matanya dan
"Papa... kenapa lama sekali?" Ternyata dia papanya Lisa.
"Papa, tadi Lisa foto banyak sama tante cantik pa, Lisa mau fotonya ditaruh di hp papa."
"Baiklah sayang, tapi sekarang papa buru-buru lain kali aja ya."
"Maunya sekarang papa ."
"Mbak ini kartu nama saya, nanti fotonya kirim ke nomer itu ya mbak."
Setelah memberikan kartu namanya, Lisa dan papanya pamit pulang.
"Dada tante cantik ."
Aku membalas melambaikan tangan pada Lisa.
'Masih muda tapi kok sudah punya anak ya. Papa muda.' Gumamku dalam hati
Berdetak waktu terus berputar,
Menyapu yang lalu menjadi ingatan,
Saat semua hal indah kini menjadi kenangan, Saat segalanya berubah dan seakan terus berubah,
Hingga akhir yang tak bisa kita ubah,
Hanya mampu mengenang semua jerih payah, berjuang melawan waktu, hingga kenangan kelam kan tiada.
Membuka jalan baru, mengukir kisah baru, bersama meski tak bisa bersama, membatu hanya bisa menunggu hingga kan ada waktu berjalan bersama di atas lembar kertas yang kan kita tulis bersama.
Sebuah surat yang sudah lama terlipat menjadi dua, kertasnya pun sudah usang termakan oleh waktu. Dulu bahagia dulu bersatu seakan tak ada yang memisahkan, tapi sekarang? Entahlah...
"Safira" Panggil seseorang dari luar kamarnya.
Ceklek
Safira menutup kembali surat yang tengah ia baca, menyimpannya dalam kotak khusus.
"Ada apa ma?" Jawabnya gugup.
"Udah jam berapa ini, mentang-mentang hari libur kamu ma."
"Maaf ma, Fira ketiduran habis shubuhan tadi."
"Itu ada Nana dibawah, cepat mandi temui dia mama mau ke toko."
"Nana? Suruh dia masuk kamar ma, Fira mandi dulu."
Lima belas menit kemudian Fira keluar dari kamar mandi, Fira sudah mengenakan baju santai di kamar mandi.
"Hey, kok nggak siap-siap sekalian si. Cepat ganti baju kita ke mall."
"Apa-apaan Na, kok mendadak si." Jawabku sambil mengerucutkan bibirku.
"Nanti sorean ajalah Na, lagi mager ni." Ucapku kemudian beranjak rebahan di kasur lagi.
"No no no Fira, ayo cepat ih." Nana menarik tanganku, terpaksa aku bangun dan berganti pakaian. Ada apa dengannya, mau ke mall nggak ngomong dulu, main ajak-ajak gitu. Nggak biasanya dia kaya gitu.
Tiga puluh menit kemudian aku dan Nana telah sampai di sebuah mall. Nana mengajakku melihat-lihat sepatu.
"Ra, yang ini bagus nggak?" Tanya nya padaku.
"Nggak." Jawabku singkat.
"Ih Safira nggak ikhlas banget kamu ya."
"Nana aku mager."
Setelah mendapatkan sepatu yang Nana inginkan, Nana mengajakku untuk makan di Restaurant.
"Ra, kali ini kamu yang traktir ya, uangku habis heheh."
Aku memutar bola mataku malas, siapa yang ngajak siapa yang bayar, sahabatku ini memang benar-benar.
Aku membuka tas selempangku, alangkah terkejutnya aku didalam sana hanya ada charger, sementara dompet dan ponselku tak ada.
"Na, Nana." Aku sangat cemas saat ini, pikirku dompet dan hpku dicuri orang.
"Dompetku nggak ada Na. Gimana ini bayarnya. Ponselku juga nggak ada."
"Ketinggalan Ra?"
"Nggak tau juga si, kalau ketinggalan nggak papa tapi kalau dicuri gimana Na. Ponsel kesayangan, dompet beserta kartu-kartu identitas penting. Nana." Mataku mulai berkaca-kaca.
"Aku bayar dulu Ra, ini untung masih ada uang."
Setelah selesai makan, aku dan Nana mengitari jalan yang kami lewati tadi, siapa tau dompet dan ponselku jatuh, malangnya kami tidak menemukan barang-barang ku. Kami juga sempat ke pusat informasi tapi hasilnya nihil. Dengan berat hati aku dan Nana kembali pulang kerumahku.
Sesampainya dirumah, aku langsung berlari ke kamar untuk mengecek ponsel dan dompet. Memang benar hari ini aku kurang beruntung, ponsel dan dompetku mungkin ludes dicuri orang.
"Na, kak Rama pasti marah itu ponsel hadiah dari kak Rama."
"Sabar Ra, bukan sepenuhnya salah kamu juga kan."
"Safiraaa!" Tiba-tiba ada yang memanggil namaku dengan volume keras. Aku berlari mendekat ke arah sumber suara karena takut mama kenapa-kenapa.
Dan alangkah terkejutnya aku...
Surprisheeee🥳🥳🥳
"Kalian."
Aku sangat terkejut, ternyata hari ini adalah hari ulang tahunku. Mereka mempersiapkan kejutan untukku. Mataku mulai berkaca-kaca, tak menyangka semua orang datang disini termasuk kak Rama dan istrinya.
"Selamat ulang tahun Safira." Ucap mama memelukku.
"Terimakasih mama, jadi mama juga sekongkol ya. Tadi kata mama hari ini sibuk pulang larut." Ucapku sambil mengerucutkan bibirku.
"Jelek banget si adek kakak. Selamat ulang tahun kelinci kesayangan kakak."
"Kakak pulang, aahhh aku senang sekali." Aku menghambur kepelukan kak Rama, seseorang yang dari kemaren kurindukan, bahkan sangat amat kurindu.
"Ceritanya rindu sama kak Rama aja ni, sama kakak ipar enggak." Ucap mbak Dinda pura-pura ngambek.
Aku melepaskan pelukanku pada kak Rama dan mendekati kakak iparku, Aku memeluknya dengan hati-hati karena perut mbak Dinda sudah membesar.
"Rindu kakak ipar juga, makasih ya kak udah kasih kado terbaik buat Safira."
Seminggu yang lalu, waktu kami mengobrol lewat telepon, aku meminta pada mbak Dinda dan Kak Rama untuk datang saat hari ulang tahunku, waktu itu mbak Dinda bilang nggak bisa tapi ternyata hari ini mereka datang.
"Sama-sama sayang." Balasan mbak Dinda dengan tangan mengelus pucuk kepalaku.
"Hei, kau melupakanku Ra." Ucap Nana dengan muka yang dibuat-buat.
"Ah kamu, sini aku peluk juga." Aku memeluk sahabatku erat-erat dan sekarnag aku mengerti semua ini adalah rencana keluargaku dan juga Nana.
"Selamat ulang tahun Safira, Doamu aamiinku."
"Makasih Nana."
Hari ini aku benar-benar bahagia, Semua yang aku inginkan hadir disini. Waktu pun sudah semakin sore, setelah acara potong kue selesai, Nana pamit untuk pulang kerumah.
Kini aku, mama, kak Rama, dan mbak Dinda berada di depan tv. Kami bersenda gurau ngobrol kesana kemari.
"Kak, kakak nggak kasih kado buat Fira?"
"Emang adek kakak mau apa si?" Ucap kak Rama sambil mencubit pipiku.
"Liat kakak ipar, suamimu sudah mau jadi ayah masih usilin aku." Aku mengadu pada mbak Dinda.
Kak Rama bangkit dari duduknya pergi ke kamarnya, dan kembali dengan membawa kotak berbungkus kertas kado, ya aku tau itu pasti untukku.
Kak Rama memberikan kotakan itu padaku, segera kubuka dan alangkah terkejutnya aku ternyata disana ada ponsel dan dompetku. Aku jadi paham, kejadian hari ini bukan real tapi setingan yang direncanakan.
"Jadi ini semua akal-akalan kakak. Ih ngeselinnnn!!." Aku benar-benar kesal pada kakakku, tak segan-segan aku mencubit lengannya dengan keras.
"Aw Aw Aw ampun dek, kakak minta maaf."
"Liat nak ,ayahmu dan tantemu kaya Tom and Jerry ." Ucap mbak Dinda mengelus perut besarnya.
"Emang dia denger ya kak, kan belum keluar."
Kak Dinda dan Kak Rama tertawa mendengar pertanyaan ku.
Kak Rama memberikanku boneka yang sangat besar bewarna ungu kesukaanku sedangkan mbak Dinda memberikanku tas yang sangat bagus.
"Terimakasih kakak-kakaku, Safira sayang kalian."
"Giliran dikasih sesuatu bilang sayang, nggak dikasih dibilang nyebelin." Ucap kak Rama pura-pura merajuk.
"Sudah-sudah waktunya istirahat udah larut malam ni, sampai kapan kalian mau mengobrol." Mama menghampiri kami dan menyuruh kami istirahat.
"Baik ma. Selamat malam semua." Ucapku meninggalkan mereka.
"Rama, ajak Dinda ke kamar. Kalian istirahat."
Ucap Mama.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!