Di saat matahari sedang turun dan rombongan burung-burung gagak pulang. Di suatu jalanan dari pegunungan Cin di utara, seorang pemuda berkuda dengan lambat, karena ia ingin sekali menikmati pemandangan alam menjelang senja yang permai.
Di belakang pemuda itu ada seorang pemuda lain yang berusia empat belas tahun yang juga berkuda, kudanya tampak ringkih dan kurus, di buntut kudanya itu tak ada barang apa -apa kecuali bungkusan pakaian dan beberapa buku kitab saja. Dia terlihat sibuk sebab langit mulai meremang-remang namun majikannya masih tidak ada niat untuk mempercepat perjalanan mereka.
"Tuan muda, jalanan di sini tidak aman, " Ia tak tahan untuk tak bicara. "Nanti kita tidak dapat menemukan penginapan kalau kita bertemu dengan perampok di tengah jalan... "
Si Tuan Muda tidak menjawab, dia cuma tertawa sambil ia menyuruh kudanya untuk berlari dengan kencang. Pemuda ini adalah Hu Yi Tian atau Hu Liang Chen asalnya dari kota Yang di propinsi Yang, turunan sastrawan. Ketika itu di zaman Kekaisaran Beng, tahun kelima dari Kaisar Cong Ceng. Atas izin dari orangtuanya, ia melakukan perantauan. Pada waktu itu, seorang pengkhianat Gu Hian Tong seorang kasim yang berpengaruh yang di hukum mati atas misi pemberontakannya, akan tetapi negara belum seluruhnya aman sentosa, malah di berbagai daerah muncul segala macam bentuk kejahatan seperti perampokan dan penyamun.
Sesungguhnya orangtuanya itu tak setuju untuk putra mereka melakukan perantauan tetapi ia memaksa, dengan kata-kata seorang pria sejati, " Dapat membaca selaksa buku atau kitab, dapat digunakan untuk merantau berlaksa lie. " Ia merupakan seorang pemuda yang pintar dan berani.
Hu Yi Tian pergi bersama dengan budaknya itu yang bernama Cheng xiao. Ia menunjuk ke arah barat. Di sepanjang jalan, ia mengunjungi gunung-gunung yang permai, sungai-sungai dan kanal-kanal. Pada suatu hari ia berada di kaki gunung Chiung.Ia melihat sejumlah penduduk di sana bermuka pucat kuning, kurus kering dan kelaparan, diantara mereka hanya bisa makan rumput, pokoknya keadaan di sana sangatlah menyedihkan dan meresahkan hati.
Awalnya Ia masih bisa menyumbangkan uang nya tapi lama kelamaan ia kewalahan juga. Karena terlalu banyak yang harus di tolong oleh nya, disisi lain uang perbekalan sangat terbatas.
Tetapi Ia merelakan semuanya karena ia merasa kasihan melihat kesengsaraan rakyat jelata yang merajalela hampir merata, walaupun semua itu di tutupi dengan keindahan alam disekitarnya yang mendatangkan rasa yang berbeda.
Setelah ia di tegur oleh kacungnya, Hu Yi Tian telah mempercepat langkah kudanya karena ia belum menemukan penginapan, sedangkan langit sudah mulai menggelap. Belasan lie sudah ia lalui bersama kudanya, barulah ia sampai di sebuah desa lainnya. Melihat desa itu Ia dan kacungnya senang sekali, tapi kemudian, hati mereka berubah khawatir. Desa itu sangat sunyi sekali.
"Mari kita cari penginapan, " Kata Hu Yi Tian.
Akhirnya Hu Yi Tian turun dari kudanya di depan penginapan yang bernama' Penginapan Awan Ciang, lantas ia memanggil pemilik penginapan. Tapi, Ia tidak dapat jawaban, melainkan suara nya sendiri yang menggema di seluruh ruangan di penginapan yang terletak di sisi lain gunung seakan-akan ia mendapatkan sambutan dari dasar lembah gunung.
Kacungnya juga memanggil pemilik penginapan berkali-kali tetapi tidak ada jawaban pula. Rumah ini tampak sunyi, tidak ada seorangpun yang menyahut mereka.
Tiba-tiba semilir angin dingin datang kepada mereka. Segeralah mereka bergidik ngeri juga. Ia memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruang penginapan. Ia terkejut melihat dua sosok mayat yang sudah busuk di kelilingi lalat-lalat.
Cheng xiao mengikuti majikannya masuk ke dalam penginapan lalu menjerit-jerit dan lari keluar lagi. Hu Yi Tian melihat ke sekelilingnya ada peti -peti terbuka berserakan, pintu dan daun jendela pecah dan rusak. Jelaslah, penginapan itu telah menjadi korban perampokan ganas.
Cheng xiao melihat majikannya belum juga pergi dari penginapan itu, Ia kembali masuk untuk memanggil majikannya.
"Mari kita lihat ruangan lainnya, " Kata Hu Yi Tian.
Kembali di tempat lainnya adalah sama-sama mengerikan ada ruangan kosong, ada ruangan yang terdapat mayat juga, bahkan ada mayat wanita dengan tubuh telanjang bulat, ini korban keganasan manusia berhati binatang.
Jadi, desa itu adalah desa kosong yang juga merupakan desa neraka...
Walaupun ia bernyali besar, akhirnya Hu Yi Tian cepat-cepat kabur dari tempat itu. Tanpa bicara satu sama lain, majikan dan budaknya melarikan kuda mereka terus ke arah barat, sampai kira-kira belasan lie lagi. Mereka membisu, tapi mereka sudah merasa lapar. Dimana mereka dapat menemukan penginapan yang benar? kemana pula mereka mencari makanan?
Akhirnya Cheng xiao berseru:" Tuan Muda, lihat! " Dan Ia menunduk.
Majikannya itu memandang ke tempat yang di tunjuk, Hu Yi Tian melihat sebuah penerangan di tempat jauh.
"Mari kita menginap di sana! Kata Hu Yi Tian yang langsung melarikan kudanya dengan cepat.
Cheng xiao segera menyusulnya dengan cepat pula bak bayangan pemuda sastrawan itu.Dan jalanan di sana makin lama makin suram.
" Bagaimana kalau tempat itu adalah sarangnya perampok, apakah kita berarti akan mencari mati sendiri? " akhirnya Hu Yi Tian meragu sejenak.
Sang Budak terkejut.
"Kalau begitu, kita jangan pergi ke sana! " kata Cheng xiao.
Hu Yi Tian menengadah melihat awan gelap di sekitar langit. Itu menandakan mendung, tanda akan turun hujan.
"Kita lihat dulu, " Kata Hu Yi Tian yang segera turun dari kudanya yang tali kejang yang di ikat di batang pohon. Lalu, dengan langkah tegar, ia menghampiri cahaya terang itu. Cheng xiao pun segera mengikuti majikannya.
Setelah mereka berada di dekat terlihatlah ada sebuah rumah dengan dua pintu, hatinya pun mulai tenang. Saat ia mencoba untuk mengintip di pintu halaman rumah itu terdapat seekor anjing besar yang melompat keluar dan terus menggonggong kepadanya, ia hendak kabur.
Tetapi Cheng xiao dengan ranting menakuti anjing itu yang mundur namun suara anjing itu menimbulkan kegaduhan hingga membuat daun pintu terbuka untuk seorang wanita tua yang muncul dengan membawa pelita di tangannya.
"Siapa? " tanya nyonya tua itu.
"Kami seorang pelancong, " sahut Cheng xiao. " kami kemalaman, kami ingin meminta izin untuk menginap semalam di rumahmu. "
"Mari masuk! " Nyonya itu mengizinkan.
Hu Yi Tian masuk ke ruangan dalam rumah yang sangat bobrok dengan satu ranjang terbuat dari tanah, tak ada perabotan lainnya lagi. Juga ada seorang kakek tua yang sedang sakit keras.
Hu Yi Tian menyuruh kacungnya mengambil kuda mereka tapi kacungnya masih takut karena ingat mayat-mayat di dalam penginapan di desa pertama kali mereka datangi di gunung Cin.
"Mari ikut aku, "kata si kakek yang turun dari ranjangnya.
Dengan ditemani oleh kakek ini, mereka bisa membawa kuda mereka ke pekarangan rumah kakek nenek tua itu dengan hati lega. Lantas, si nyonya tua menyuguhkan beberapa kue biji bunga teratai dan seteko teh hangat, tapi Hu Yi Tian tak bisa melanjutkan makannya karena ia ingin tahu mengenai pembunuhan yang terjadi di penginapan dan beberapa tempat di dalam perjalanannya ke berbagai desa di pegunungan Cin.
Bersambung!!
Hu Yi Tian mendengarkan penuturan kakek tua yang menceritakan tentang pembunuhan yang terjadi di sejumlah desa di kaki gunung Cin tanpa berkedip sama sekali saking terkejutnya.
"Perampokan? Mustahil perampok demikian keji sekali? " sahut kakek tua itu yang menghela napas. "Ini semua adalah perbuatan baik dari tentara negeri ini! "
Hu Yi Tian tercengang.
"Tentara negeri ini? Tentara negeri ini demikian keji? " Ia bertanya. "Apa pembesarnya telah membiarkan mereka mengganas? "
Orang tua itu tertawa hambar.
"Rupanya Tuan muda baru ini kali merantau! " Ia berkata. "Segala apa yang Tuan muda tidak tahu! Pembesar tentara? Dia justru ambil bagian yang paling bagus! Yang paling banyak dan terbaik telah lebih dahulu di perlihatkan! "
"Kenapa rakyat tak mengadu ke kantor negeri? " Tanya Hu Yi Tian.
"Apa gunanya? Itu artinya cari penyakit! Sekali kau mengadu, dalam hitungan detik saja nyawa mu akan melayang..! "
"Eh, bagaimana bisa jadi demikian? "
Hu Yi Tian semakin tidak mengerti.
"Bukankah hamba negeri ini saling melindungi? Siapa mengadu, pengaduannya di tolak, orang nya di tangkap, lalu dipenjara! Siapa yang tidak mempersembahkan uang, dia jangan harap bisa keluar dari penjara! "
Pemuda itu menggeleng kepala.
"Tak mengira aku, pembesar di desa ini begitu buruk, " Ia menyatakan pendapatnya. Ia lantas bertanya pula:"Apa gunanya tentara negeri ini pergi ke pegunungan? "
"Tujuan mereka untuk menumpas perampok! Tapi kenyataannya, kebanyakan perampok itu merampok karena desakan tentara juga! Kalau tentara tak berhasil membekuk perampok, ya mereka membunuh sejumlah penduduk, untuk mereka bisa melaporkan jasa mereka kepada atasan mereka untuk imbalan jasa mereka. Mereka serang rakyat, mereka merampok dan membunuh, dan pulangnya, bisa naik pangkat juga! "
Orang tua itu bicara makin lama makin sengit, sampai si nenek berkali-kali mengelus -elus tangannya untuk meredakan emisinya. Nenek merasa khawatir Hu Yi Tian adalah salah satu dari orang-orang itu yang akan membahayakan mereka.
Hu Yi Tian sendiri menghela napas panjang agar pikirannya tak mumet. Kakeknya adalah seorang pembesar, ayahnya adalah sastrawan, pokoknya semuanya berpangkat tinggi, ia tahu mereka semua adalah orang-orang yang terkenal jujur dan pelindung rakyat. Tapi siapa mengira, di desa ini ia mendengar tentang tentara Boan -Ciu sering mengancam perbatasan tentara negeri ini bukan melawan musuh untuk membela negara mereka, mereka justru mencelakai rakyat!
Akhirnya karena ia terlalu lelah dan pusing untuk memikirkan kejahatan tentara itu. Hu Yi Tian pun memilih untuk membaringkan dirinya di tempat tidur untuk tidur namun baru Ia nyaris terlelap. Ia terperanjat mendengar suara berisik dari suara gonggongan anjing dan terdengar pula kuda -kuda, disusul dengan seruan keras dan lalu ketukan kencang pada pintu!
Si nyonya tua hendak membuka pintu, kakek tua itu mencegahnya.
"Tuan muda, pergilah kau ke belakang, untuk kau bisa bersembunyi di sana. " kata kakek tua itu.
Hu Yi Tian menuruti, bersama Cheng xiao. Ia telah pergi ke belakang untuk bersembunyi di balik alang-alang yang tumbuh rimbun di sekitar halaman belakang rumah itu. Baru saja mereka sembunyi, mereka mendengar suara pintu telah di hancurkan karena di dobrak.
"Kenapa tidak cepat buka pintu? " terdengar suara bengis menegur kedua orang tua itu. Lalu disusul dengan pukulan yang mengejutkan daun telinga terdengar nyata.
"Oh, tuan pembesar, kami.. kami adalah suami istri tua, telinga kami sudah agak tuli, karenanya kami tidak dapat mendengar suara kedatangan anda... " terdengar jawaban si nyonya tua itu.
Tapi kembali suara orang menghajar sesuatu terdengar lagi di telinga.
"Jikalau tidak kedengaran, kau harus di hajar! " demikian tegur orang itu lagi. "Cepat, potong ayam, cepat siapkan nasi untuk kami berempat! "
"Kami sendiri akan mati kelaparan, darimana kami dapatkan ayam? " demikian suara ratapan.
Segera terdengar suara tubuh seseorang yang di banting, rupanya kakek tua itu di dorong hingga roboh, di susul suara tangisan dari nyonya tua itu.
"Sudahlah, Hong! " lalu terdengar suara yang lain. "Ini hari kita sudah berkeliling desa selama satu hari penuh, kita melainkan hanya menerima dua puluh tail lebih, memang sebenarnya kita masih belum puas, tetapi percuma andaikata kau hendak lampiaskan amarahmu.. "
"Tetapi orang ini, tanpa dipaksa, mana bisa mau menurut? " terdengar sahutan, rupanya dari si marga Hong itu. "Mengenai dua puluh tail itu, jikalau aku tidak mematahkan kaki si tua bangka, mana dia mau mengeluarkan uangnya? "
"Penduduk di sini memang melarang. " kata orang ketiga, "Hanya kalau kita tidak paksa mereka, kita sendiri yang akan dimarah oleh tuan pembesar senior... "
Ketika orang itu berkata-kata, kudanya Hu Yi Tian ribut, beberapa orang itu terheran-heran, lalu mereka pergi keluar untuk melihat halaman depan rumah itu dan menemukan dua ekor kuda milik si tuan muda dan kacungnya.
"Si penunggang kuda tentu menginap di sini, ini adalah hasil pekerjaan kita.. " demikian kawanan tentara itu bicara satu sama lain, kemudian mereka kembali ke dalam rumah, dengan raut wajah mereka kegirangan.
Hu Yi Tian kaget, ia sadar bahaya mengancam keselamatannya dan kacungnya, ia menarik Cheng Xiao untuk kabur dari pintu belakang lain, menjauh dari rumah itu dengan melewati jalanan yang tidak rata dan banyak bebatuan. Namun, hati mereka lega tak melihat ada seorangpun yang mengejar mereka, sedangkan uang untuk perbekalan mereka masih aman di bokong Cheng Xiao. Mereka meringkuk di dalam rimbun pepohonan yang lebat selama semalaman itu, dan esok hari saat matahari mulai naik, mereka keluar untuk mencari jalan besar untuk mereka bisa melanjutkan perjalanan.
Di tengah jalan, selagi melakukan perjalanan sepuluh lie lebih, majikan dan kacungnya itu sedang berunding untuk membeli kuda baru untuk perjalanan mereka. Sementara itu, Cheng Xiao selalu mengomentari, mencaci maki tiap hari ia ingat kawanan hamba-hamba negeri yang jahat dan kejam, yang sudah menyiksa rakyat dan memeras rakyat, sampai peristiwa kemarin malam yang menyebabkan mereka kehilangan kuda-kuda mereka.
Mereka sedang berjalan dengan tenang namun tiba-tiba dari jalan kecil, muncul empat orang tentara , yang bersenjatakan pedang, yang telah membawa borgol, dan dua diantaranya terlihat menuntun dua ekor kuda. Mereka berdua saling bertukar pandang dengan terbelalak. Karena mereka mengenali kuda mereka! Jadi, empat orang tentara itu adalah hamba-hamba negeri yang semalam menghajat kakek tua dan nenek tua yang merupakan rakyat jelata yang sangat miskin.
Di pihak lain, empat orang tentara itu mengawasi mereka yang belum sempat untuk kabur, yang membuat mereka harus bersikap tenang dan pura-pura tak mengenal keempat orang tentara itu dengan melanjutkan perjalanan mereka.
Bersambung!!
"Eh, sahabat, kau mau pergi kemana? " akhirnya salah satu dari tentara itu menegur.
Di saat itulah Hu Yi Tian teringat, salah satu dari tentara yang menganiaya kakek tua itu kemarin malam.
"Aku bersama Tuan muda ku hendak melancong ke daerah selatan, " Cheng Xiao mewakili Hu Yi Tian menjawab. Ia pun maju ke depan majikan nya.
Dengan tak pernah mengira tentara yang marga Hong telah menyambar Cheng Xiao untuk di ancam dengan cepat, dia juga menyambar bungkusan di bokong Cheng Xiao, yang mana ia segera buka, hingga terlihatlah isinya uang dan emas dan perak. Dengan tiba-tiba juga ia menjadi bermata garang, dan wajahnya amat bengis.
"Tuan muda? Tuan muda apa? " dia menghardik. " Kamu tentunya bukan orang baik-baik. Dari mana harta ini? Tentu hasil mencuri! Hebat. Kita dapat membekuk pencuri berikut barang bukti nya! Hayo ikut kami menghadapi tuan pembesar senior kami! "
Jelas tentara itu menghina pemuda dan bocah itu yang hendak di gertak , supaya uangnya itu bisa di kantongi nya.
Tapi Cheng Xiao amat cerdik, ia tidak takut.
"Bagus! " Ia bilang. "Tuan muda adalah putranya tuan besar Hauw, pergi kepada tuanmu, itulah yang paling bagus! "
Si marga Hong tercengang, hingga ia mundur. Mendadak, ia tertawa.
"Aku main-main saja! " kata si marga Hong, raut wajahnya berubah menjadi ramah tamah. "Boleh toh kita main-main sedikit? "
Lihatlah orang itu menjadi manis budi, hatinya Cheng Xiao jadi besar.
"Mari kembalikan kuda kami, " kata Cheng Xiao. "Atau sebentar, menghadap kepada tuan besar mu, nanti aku akan minta keadilan kepada beliau untuk menghukum kalian semua. "
Semua orang terkejut.
Termasuk para tentara itu, satu diantaranya yang berusia paruh baya lantas mengerutkan alisnya.
"Inilah bahayanya, " pikir orang itu kemudian. "Sudah terlanjur, baik ku habisi dua bocah ini, uangnya kami rampas. "
Ia lantas ambil keputusan, mendadak Ia cabut goloknya dan tebas si bocah.
Cheng Xiao kaget, Ia sudah mengelak namun pundaknya tetap terkena tebasan, hingga darah mengalir deras.
"Tuan muda, cepat lari, " teriak budak ini, walau kecil orangnya tetapi hatinya tabah dan setia.
Hu Yi Tian pun kaget,lantas saja ia lari.
Tentara itu penasaran, ia menebas pula, tetapi sekali ini Cheng Xiao bisa menghindari, setelah itu, bocah ini berputar cepat untuk lari juga untuk menyusul majikannya.
"Kejar mereka! " teriak tentara itu makin ganas, yang lain mengejar kedua orang itu bersama si marga Hong.
Bukan main rasa khawatir Cheng Xiao yang tak mungkin bisa lari lebih kencang lagi. Di saat ia nyaris tertangkap, tiba-tiba dari arah depannya datanglah seorang penunggang kuda, yang mana kudanya membiarkannya untuk lari dengan lebih cepat.
Empat tentara itu melihat si penunggang kuda itu, dimana salah satu dari mereka berteriak:" Kurang ajar! Sialan besar, kau berani melawan kami?! "
"Bekuk dia! Bekuk dia! " satu tentara lain itu berteriak. "Bekuk penjahat itu!"
Kawanan tentara itu secara keji menuduh tuan muda Hu berdua sebagai penjahat. Dengan cara itulah mereka mencari alasan untuk keganasan mereka.
Si penunggang kuda di depan datang semakin dekat seakan ia tak melihat ada dua orang lagi yang lari dan empat orang tentara mengejar orang-orang itu, ia pun dengar teriakan- teriakan si kepala tentara, maka ia melarikan kudanya ke arah kedua orang itu, setelah datang dekat, Ia membungkukan tubuh, ia juga mengulurkan tangannya, terlihat mudah sekali, ia cekal Hu Yi Tian dan Cheng Xiao, untuk diangkat naik ke punggung kudanya.
Empat orang tentara itu, dengan napas mereka yang tersengal-sengal, sudah sampai di depan si penunggang kuda yang telah menahan kudanya, dan pria ini sudah menurunkan dua orang itu sambil berkata:" Ini mereka, sudah di tangkap! " setelah itu ia pun meloncat turun.
Si penunggang kuda ini bertubuh besar, suara nya nyaring, mukanya berewokan, usianya kira -kira tiga puluh tahun.
"Terimakasih, " kata keempat tentara itu, yang bersikap ramah tamah. Mereka takut terhadap orang berwajah gagah perkasa. Kemudian mereka mengangkat bangun Cheng Xiao dan Hu Yi Tian, yang jatuh ke tanah.
Penunggang kuda itu diamati oleh Hu Yi Tian, yang muda dan sebagai sastrawan, serta Cheng Xiao, yang termangu sebagai majikannya. Sama sekali mereka berdua tidak ada mirip-miripnya dengan orang jahat.
Sekonyong-konyong Cheng Xiao membuka mulutnya:"Pendekar, tolong! Mereka hendak merampas dan membunuh kami! "
"Kamu siapa? " tanya si penunggang kuda.
"Inilah tuan muda ku. Tuan muda Hu Yi Tian. "
Cheng Xiao belum sempat bicara panjang lebar karena salah satu dari tentara itu telah menutup mulutnya.
"Saudara, kau sebaiknya ambil jalanmu sendiri, jangan kau ikut campur urusan kami orang kantor negeri ini, " kepala tentara yang usianya paruh baya menasehati si penunggang kuda.
Tapi si penunggang kuda bersikap lain.
"Lepaskan tanganmu itu, biarkan dia bicara! " Ia berkata kepada tentara yang menutup mulut Cheng Xiao.
"Aku yang rendah hanyalah seorang anak muda pelajar biasa, aku tidak memiliki tenaga besar, mana mungkin aku seorang penjahat... " Hu Yi Tian berkata.
"Ehh, bocah kau berani banyak bicara? " salah satu dari tentara lain menegurnya. Dan, ia telah mengangkat tangan untuk menampar wajah pemuda itu.
Penunggang kuda itu gusar, ia ayunkan pecutnya dengan lincah telah melilit si tentara galak, hingga tamparan tentara itu gagal, bahkan pria itu sampai terpelanting dan jatuh ke tanah hingga giginya copot, mulutnya berdarah-darah.
"Bagaimana sebenarnya masalah kalian! " tegas si penunggang kuda.
"Tuan muda ku sedang melakukan perantauan, " Cheng Xiao menggantikan tuannya, "lalu kami bertemu dengan keempat orang ini, mereka lihat uang kami, lantas mereka hendak merampas uang kami! " Cheng Xiao berlutut. "Pendekar, tolong kami... " Ia memohon.
"Apakah yang kamu katakan itu benar? " tanya si penunggang kuda itu kepada tentara itu, belum sempat si tentara itu menjawab dari arah belakangnya si marga Hong telah mengayunkan golok untuk menebasnya.
Si penunggang kuda itu mendengar suara angin golok ke arahnya, tanpa menoleh sekalipun, ia meliukan tubuhnya ke kiri, seraya ia memutar tubuhnya untuk mendekap sedikit, ia telah kirim tendangan ke paha si marga Hong hingga pria itu terpental dan roboh.
"Inilah dia si penyamun tulen!" seru ketiga orang tentara lainnnya sambil menyerang maju ke arah si penunggang kuda itu.
Cheng Xiao khawatir lihat si penunggang kuda yang tak membawa senjata apapun telah di serang oleh ketiga tentara lainnya akan tetapi Si penunggang kuda tak merasa takut di keroyok, dengan lincah sekali mengelak di atas punggung kudanya. Ia berhasil menghindari serangan golok dan rantai besi yang di gunakan oleh para pengeroyokan si penunggang kuda itu.
Bersambung!!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!