Sore itu, setelah pulang dari sekolah, seperti biasa Satoshi segera menuju ke minimarket di dekat rumahnya untuk membeli bahan-bahan makanan untuk dimasak dirumah.
Satoshi memang terbiasa mengurus dirinya sendiri sejak dia masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Ayah nya yang sibuk bekerja sebagai konsultan bisnis dan Ibunya seorang perawat di salah satu rumah sakit selalu mengajarkan Satoshi untuk mandiri agar dapat mengurus dirinya sendiri.
Bagi Satoshi hal itu dianggap wajar dan tidak mengeluh, karena dalam sebuah keluarga harus saling membantu itulah yang sering di ajarkan oleh Ayah dan Ibunya setiap hari.
Satoshi sejak kecil sudah paham kalau orang tuanya sibuk bekerja, semua tidak lain untuk dirinya juga. Setidaknya, pekerjaan kecil seperti ini wajar untuk dia kerjakan.
Namun,.....
Sore itu setelah sampai di Apartemennya, dia mendapat kabar dari Rumah Sakit.
Satoshi tiba tiba menerima kabar melalui telepon dari Rumah Sakit kalau kedua orang tuanya mengalami kecelakaan.
"Apa?", "Dimana mereka sekarang ? Aku akan segera pergi kesana." ucap Satoshi saat menjawab telepon itu.
Setibanya di rumah sakit, Satoshi melihat sudah ada Paman dan Bibinya yang sudah berada di depan ruang UGD.
"Paman-Bibi, Bagaimana kedua orang tuaku ? Bagaimana kondisi mereka ?" Tanya Satoshi dengan wajah yang panik.
"Tenangkan dirimu dulu Satoshi" ucap pamannya dengan wajah yang sangat sedih.
"Kamu harus tenang dan sabar menerima cobaan ini semua, kami akan membantumu nanti" ucap bibinya sambil meneteskan air mata.
"Bibi, apa maksudmu itu?, dan kenapa dirimu menangis? Apa yang terjadi dengan orang tua ku?" ucap Satoshi dengan penuh rasa kebingungan.
Satoshi yang sangat bingung dan panik mendengar pintu UGD terbuka dan seorang dokter keluar dari ruang UGD
"Keluarga Bapak Misuki dan Ibu Hana ?", Dokter yang keluar dari ruangan UGD itu mencoba memanggil keluarga korban.
"Iya dokter saya satoshi, anak dari Bapak Misuki dan Ibu Hana" jawab satoshi dengan cepat.
"Kamu putranya ?" tanya Dokter itu.
"Iya dok betul saya putra mereka", jawab Satoshi.
"Begini nak, sebelumnya kami dari pihak Rumah Sakit meminta maaf, bahwa kedua orang tuamu tidak dapat kami selamatkan. Mereka mengalami kecelakaan yang sangat tragis dan kehilangan banyak darah terutama di bagian otak dan ada bagian pecahan kaca dari mobil yang tertusuk tepat mengenai jantung dari Ibu Hana", ucap dokter kepada satoshi.
Satoshi yang mendengar hal itu langsung terdiam, duduk terkulai lemas dan menjadi kosong pikirannya, dia tidak tahu harus seperti apa.
Kemudian Satoshi yang masih Shock mendengar kabar itu langsung meneteskan air matanya.
"Ayah-Ibu, bagaimana bisa kalian mengalami hal seperti ini, kenapa kalian meninggalkanku begitu cepat diusiaku yang baru 15 tahun" ucap Satoshi yang sangat sedih
"Apakah kalian tahu, aku harus bagaimana setelah ini".
Paman dan Bibinya segera menghampiri Satoshi, dan pamannya berkata, "Satoshi setelah ini tinggallah bersama kami, kami akan merawat dan membantu biaya hidupmu kami tidak akan meninggalkanmu sendirian, kamu adalah keluarga kami juga".
Satoshi yang masih dengan pikiran kosong menatap pamannya,
"Terima kasih paman dan bibi mau menerimaku aku janji akan berusaha untuk tidak terlalu merepotkan kalian".
Paman dan Bibinya segera memeluk Satoshi dengan erat dan sambil meneteskan air mata sambil melihat hal yang dialami kedua saudaranya harus meninggal di usia yang masih muda.
"Baiklah dokter segera urus jenazah Misaki dan Hana, biar kami sekeluarga segera mengurus pemakaman mereka", ucap pamannya Satoshi kepada dokter itu.
Satoshi dengan tubuh yang masih sangat lemas mulai berjalan perlahan yang terus didampingi bibinya untuk bergegas naik ke dalam mobil untuk mengiringi kepergian kedua orang tuanya ke rumah duka.
Jenazah orang tua Satoshi di antar dengan mobil Ambulance.
Sementara pamannya menyelesaikan urusannya di rumah sakit.
Setelah kepergian kedua orang tuanya, Paman dan Bibinya memutuskan untuk merawat dan membiayai Satoshi.
Satoshi yang semula adalah anak yang cukup ceria, sekarang berubah menjadi anak yang pendiam dan penyendiri setelah kepergian orang tuanya.
Walaupun anak-anak dari Paman dan Bibinya selalu berusaha menghibur Satoshi, namun Satoshi selalu memilih untuk menyendiri dan membantu pekerjaan rumah.
"Matsuo...Hina...." paman Hideo memanggil kedua anaknya. (Oh iya, "Hideo" adalah nama pamannya Satoshi sementara Bibinya bernama "Tsuna").
"Iya Ayah", sahut kedua anak paman Hideo dan segera berjalan menuju ke ruang keluarga.
"Bagaimana kondisi Satoshi ? Apakah dia sudah bisa ceria lagi ? Sudah 3 bulan ini setelah kedua orang tuanya meninggal, aku lihat Satoshi selalu diam saja".
"Belum Ayah, masih seperti biasa... dia hanya menjawab seadanya dia benar-benar berubah tidak seperti yang dulu" jawab Matsuo kepada Ayahnya dengan wajah yang sedih.
"Aku sangat sedih ayah melihat Satoshi seperti ini, dulu dia begitu manja kepadaku dan selalu ingin ditemaniku, sekarang aku hanya melihat raut muka yang sangat sedih dan tatapan kosong saat aku melihat Satoshi", jawab Hina dengan raut muka yang sedih.
"Bagaimana ini.... dia juga mulai sering terlambat pulang ke rumah, aku dengar dari gurunya dia menjadi anak pemurung sekarang di sekolahnya dan teman-temannya mulai menjauhinya", ucap Paman Hideo
"Hmmm... Coba aku ke kamar Satoshi, aku akan berbicara dengannya" sahut Bibi Tsuna kepada keluarganya.
Bibi Tsuna segera menuju kamar Satoshi dengan membawa segelas coklat hangat.
"Tok...tok...tok...", Bibi Tsuna mengetuk kamar Satoshi.
"Satoshi...bibi boleh masuk ? ada yang ingin aku bicarakan denganmu" tanya Bibi Tsuna yang sudah berada didepan kamar Satoshi.
"Iya.... Bibi silahkan masuk", sahut Satoshi dari dalam kamarnya.
Bibi Tsunapun masuk membuka kamar Satoshi.
"Oh rupanya kamu sedang belajar, maaf bibi menjadi mengganggumu", ucap Bibi Tsuna yang melihat Satoshi sedang belajar.
"Tidak Bi, Bibi tidak menggangguku kok, lagian aku sudah kelas 3 SMP sebentar lagi akan masuk ke SMA jadi aku menyiapkan ini semua"
Satoshi yang melihat Bibinya membawakan segelas coklat panas merasa senang.
"Wahh terima kasih bibi sudah repot-repot membawakan coklat panas untukku" sambil meminum coklat panas itu.
"jadi apa yang mau dibicarakan denganku?" tanya Satoshi kepada Bibinya.
"Tadi dibawah Pamanmu, Matsuo dan Hina sedang membicarakanmu, katanya sekarang kamu lebih sering diam dan menyendiri, apa yang membuat seperti itu Satoshi ? Apakah kamu masih sangat berduka atas meninggalnya kedua orang tuamu ?" tanya Bibi Tsuna kepada Satoshi.
Satoshi hanya terdiam mendengar ucapan Bibinya,
"Oh.. jadi semua mengkhawatirkanku", gumam Satoshi dengan suara lirih dan kepalanya menunduk kebawah.
Kemudian dengan manatap wajah bibinya Satoshi menjelaskan kondisinya,
"Aku memang masih bersedih, aku seperti itu mungkin aku sedang memikirkan masa depanku" jawab Satoshi yang diiringi senyum kepada bibinya.
"Kami juga masih bersedih Satoshi, tapi kamu harus kuat dan bangkit, mulai besok kamu harus ceria saat di sekolah dan sepertinya kamu sudah lama tidak berlatih bela diri juga" sahut Bibinya.
"Aku kurang ceria saat di sekolah mungkin karena aku sedang merenung Bibi Tsuna, salah satu guruku menyarankan untuk melanjutkan ke Sekolah Negeri dengan mutu pendidikan yang tinggi, tapi aku pikir...jika aku sekolah disana akan membebani Paman dan Bibi tentunya, apalagi untuk mendapatkan beasiswa juga sulit, nilaiku tidak cukup" jawab Satoshi kepada bibinya.
"Kamu tidak perlu mengkhawatirkan soal biaya Satoshi, kami masih sanggup untuk membiayaimu" jawab Bibi Tsuna dengan senyumannya.
"Tidak Bibi Tsuna, tidak bisa seperti itu. Kak Matsuo dan Kak Hina juga membutuhkan biaya untuk kuliah, aku tahu walaupun ada sedikit tabungan dari Orang tuaku, itu pun juga tidak cukup sampai menyelesaikan sekolahku, jadi aku beberapa hari ini juga bekerja sampingan di toko buku setelah pulang sekolah untuk tambahan uang jajan, jadi aku sudah jarang berlatih bela diri, he..he..he" jawab Satoshi dengan sedikit tersenyum.
Bibi Tsuna yang terkejut Satoshi mengatakan itu, tiba-tiba meneteskan air mata dan langsung memeluk Satoshi.
"Bagaimana bisa anak seusiamu dapat memikirkan hal dewasa seperti itu"
"Setelah aku masuk ke SMA aku berencana kembali ke apartemen lama ku Bibi",
"Aku akan menjalani hidupku sendiri dan akan mengurus diriku sendiri",
"Karena aku berencana bekerja sampingan nantinya" tegas Satoshi.
"Aku nantinya akan sering pulang malam, jika masih tinggal disini, aku tidak enak dengan Paman dan Bibi".
Bibi Tsuna melepaskan pelukannya dan berkata,
"Tidak Satoshi, tidak boleh !
"Kamu harus tetap tinggal disini sampai kamu dewasa, aku tidak mengizinkanmu !!!" jawab bibi dengan perasaan yang sedih dan kesal.
"Aku mohon..., aku harus menghadapi ini semua" jawab Satoshi meyakinkan Bibinya.
"Tidak Satoshi !!! Aku akan mengadukan ini ke pamanmu jika kamu tidak menurut padaku !" jawab bibi tsuna meninggalkan Satoshi dan bergegas menuju Paman Hideo.
Dan Satoshi yang melihat Bibinya pergi meninggalkannya hanya bisa diam.
Bibi Tsuna langsung menemui suaminya, Matsuo dan Hina, dia menceritakan semuanya.
Semua orang terkejut dan sedikit sedih dengan keputusan Satoshi.
"Satoshi turunlah... Aku mau berbicara denganmu" terdengar suara Paman Hideo dari lantai bawah.
Satoshi yang mendengar teriakan Pamannya begegas menuju ke bawah untuk bertemu dengan Paman, Bibi dan kedua sepupunya.
"Ada apa Paman memanggilku?" Sambil berjalan menjawab panggilan Pamannya.
"Duduk lah" jawab paman hideo.
"Kamu yakin dengan keputusanmu itu ?"
"Bibimu sudah menceritakan semuanya"
"Iya paman keputusanku sudah sangat matang, maaf bila akhir-akhir ini aku menjadi pendiam dan menyendiri". Jawab Satoshi dengan kepala menunduk kepada Pamannya.
"Ini bukan soal kamu pendiam, apa kamu tidak betah tinggal dirumah Paman?" dengan nada sedikit geram bertanya kepada Satoshi.
"Dengan tenang Satoshi menjawab "Paman, aku masih memiliki apartemen peninggalan orang tuaku, aku harus merawatnya dan ingin tinggal disana, aku juga ingin menghadapi masa depan dengan caraku sendiri, aku pasti akan mengunjungi kalian semua".
"Paman dan Bibi adalah waliku sekarang, aku tidak mungkin melupakan kebaikan kalian selama ini kepadaku namun izinkan aku menjalani pilihanku".
Paman dan bibinya terdiam seketika mendengar jawaban Satoshi. Matsuo dan Hina tersenyum bangga mendengar jawaban Satoshi.
Setelah terdiam cukup lama Paman Hideo melanjutkan pertanyaanya.
"Baiklah Satoshi jika itu keputusanmu, lalu SMA mana yang ingin kamu pilih untuk lanjutkan sekolah ?"
"Aku mendapat informasi dari guruku bahwa di kota ini ada sekolah yang biaya nya cukup murah walaupun pendidikannya lumayan buruk"
"Namun setelahku pikir matang-matang, aku cukup melanjutkan sekolahku sampai selesai tidak perlu kualitas yang bagus" jawab Satoshi meyakinkan Pamannya.
"Memang apa nama sekolah itu, aku tidak tahu ada sekolah seperti itu?" tanya paman Hideo kepada Satoshi
Disaat yang bersamaan Matsuo terkejut mendengar ciri-ciri sekolah yang dikatakan Satoshi.
"Satoshi, tunggu...jangan-jangan sekolah yang kau katakan itu adalah SMA Laki-laki Swasta Itachiyama ?" tanya Matsuo dengan rasa penasaran.
Hina yang mendengar Matsuo mengatakan nama sekolah itu langsung terkejut dengan mata yang melotot dan mulut menganga menatap Matsuo.
"Kak, kau tidak asal menyebut nama sekolah itu kan?" tanya Hina dengan rasa ketakutan.
Paman Hideo dan Bibi Tuna heran kenapa anak-anaknya terkejut seperti itu.
"Matsuo - Hina... kenapa kalian seperti itu ? Ada apa dengan SMA Laki-laki Swasta Itachiyama ?" tanya Paman Hideo kepada kedua anaknya.
"Iya betul kak Matsuo, SMA Laki-laki Swasta Itachiyama, aku akan bersekolah disitu, sudahku ajukan ke guruku dan akan diurus pendaftarannya" jawab Satoshi dengan santai.
Matsuo yang semakin terkejut mendengar jawaban Satoshi kemudian menjelaskan ke semuanya.
Bahwa sekolah itu adalah berkumpulnya anak-anak berandalan dari seluruh negeri ini, yang dia ketahui perkelahian antar siswa dan tawuran antar sekolah sudah menjadi hal biasa di sekolah itu setiap tahunnya.
Banyak yang tidak lulus dan di keluarkan dari sekolah itu makanya kualitas pendidikan sekolah itu saat ini sangat buruk.
Guru yang disana bersusah payah merekrut siswa baru agar sekolah itu masih dapat bertahan.
Mendengar cerita itu paman Hideo dan Bibi Tsuna terdiam cukup lama, Satoshi juga ikut terdiam mendengar itu.
"Hmm... sebaiknya renungkan saja dulu Satoshi keputusanmu untuk memilih sekolah itu, mumpung masih ada waktu sebelum kelulusanmu" ucap Paman Hideo kepada Satoshi.
Satoshi kemudian meninggalkan mereka dan kembali menuju kamarnya memikirkan perkataan Matsuo tadi.
Pergantian semester pada musim dingin tahun ini, Satoshi berencana untuk pulang mengunjungi apartemennya, dia berencana untuk membersihkan apartemennya karena sudah lebih dari 3 bulan ia tinggalkan.
"Paman - Bibi, liburan musim dingin ini aku izin untuk pulang ke apartemenku, aku mau membersihkan apartemenku sepertinya sudah sangat kotor dan berdebu disana", ucap Satoshi meminta izin ke Paman dan Bibinya.
"Mau berapa hari Satoshi kamu kembali ke apartemenmu?", tanya Paman Hideo.
"Mungkin satu minggu atau lebih nanti, karena aku juga berencana mengunjungi makam Ayah dan Ibu, sudah lama aku tak kesana, aku merindukan mereka dan ingin berdoa untuk mereka", jawab Satoshi kepada Pamannya.
"Hmmm...Baiklah, nanti kalau kamu membutuhkan bantuan kami tinggal telepon Matsuo atau Hina saja atau Bibimu", ucap paman Hideo kepada Satoshi.
"Baik Paman", jawab Satoshi dengan penuh senyuman.
"Anak itu benar-benar anak yang kuat dan tangguh, melebihi kedua orang tuanya. Dia sangat bertanggung jawab dan dapat di andalkan" ucap Bibi Tsuna kepada Paman Hideo.
"Kamu benar sayang, aku berjanji akan terus menjaga dan melindungi anak itu", jawab Paman Hideo kepada istrinya.
Setelah satu minggu berlalu, libur musim dingin pun tiba, Satoshi yang sudah mendapat izin dari pamannya, pagi hari setelah sarapan dia bergegas menuju ke apartemennya menaiki kereta. Sebelum itu Satoshi mampir ke minimarket untuk membeli bahan makanan, dupa, dan pengharum ruangan.
Setelah tiba di depan pintu apartemennya tubuh Satoshi mulai bergetar,
"Aku harus kuat menghadapi kenyataan ini. Aku Satoshi, putra Misaki dan Hana tidak perlu takut menghadapi semua ini", gumam Satoshi dalam hatinya.
Saat pintu di buka, tercium bau yang lembab dan udara yang kotor. Sebuah tempat yang sangat gelap dan berdebu.
"Aku Pulang.... Ayah Ibu" ucap Satoshi.
Satoshi segera menyalakan lampu di Apartemennya. Dia melihat banyak debu dan banyak sampah berserakan disekitarnya.
"Sudah 3 bulan lebih aku meninggalkan tempat ini, tak heran jika tempat ini menjadi berdebu. Padahal dulu aku tidak pernah lupa membersihkan tempat ini setiap hari agar keluargaku tinggal dengan nyaman"
"Yoshhh, waktunya membersihkan tempat ini. Karena aku akan tinggal disini lagi waktu musim panas nanti", ucap Satoshi untuk menyemangati dirinya sendiri.
Disaat membersihkan kamar orang tuanya Satoshi menemukan Tongkat Baseball berbahan besi yang masih sangat bagus.
"Tak kusangka ternyata ayah memilki tongkat pemukul baseball yang sangat bagus, apakah ayah dulu suka bermain baseball waktu masih sekolah ya?", ucap Satoshi sambil tersenyum-senyum membersihkan kamar orang tuanya.
Foto yang dikamar orang tuanya sebagian dipindah ke ruang keluarga, di susun rapi dan diberi dupa di depannya.
"Ayah...Ibu...kalian tak perlu khawatir disana, aku disini tetap kuat menjalani kehidupanku, aku selalu mendoakan kalian disini, aku tidak melupakan semua hal yang sudah kalian ajarkan dan berikan kepadaku dulu", ucap Satoshi dengan sedih dan meneteskan air matanya.
Tanpa terasa hari sudah mulai sore dia melihat sudah pukul 3 sore dan akhirnya apartemennya kembali bersih sama seperti dulu.
Satoshi yang kelelahan, duduk di sofa ruang keluarga sampai memejamkan matanya.
Tiba-tiba bel apartemen berbunyi
"Ting...tong...ting...tong"
"Permisi ada surat dan paket untuk keluarga Misaki".
"Surat dan paketnya, saya tinggal di depan ya pak, permisi". ucap pengirim surat.
Satoshi yang kaget langsung bangun mendengar ada suara di depan pintu apartemennya.
"Suara tukang pos sepertinya yang tadi mengirim surat kesini", jawab Satoshi yang masih lemas karena baru bangun dari tidurnya.
Satoshi segera berjalan ke arah depan pintu untuk mengambil surat dan paketnya.
"Siapa yang mengirim surat kesini ya, padahal tadi sepertinya tidak ada surat sama sekali waktu aku datang kemari"
Setelah membawa surat dan paketnya masuk kedalam, Satoshi mengambil air minum dan membaca siapa pengirim surat itu.
Disurat itu tertulis,
"Dari Paman Takeuchi"
"Siapa ya Paman Takeuchi?" tanya Satoshi dalam hatinya.
Kemudian Satoshi membuka surat itu,
"Aku yakin, Satoshi, putra Misaki dan Hana, kamu akan pulang ke rumah. Aku ingin kamu bertemu denganku malam ini pukul 7 di taman dekat rumahmu, Paman Takeuchi" begitulah isi dari surat itu.
Satoshi yang masih kebingungan dengan maksud dari isi surat itu hanya terdiam.
"Ahh lebih baik aku menemuinya nanti, sekarang aku akan makan dulu dan bersiap-siap untuk bertemu pengirim surat ini".
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!