NovelToon NovelToon

Gadis Polos Dan Pria Sombong

Bab 1

Fatima Azahra, gadis muda yang masih bersekolah dan usianya kini baru saja menginjak umur 17 tahun. Itu artinya, Fatima baru saja duduk di kelas 11 SMK.

Lahir di keluarga yang miskin, membuat kehidupan Fatima selalu serba kekurangan dan ia selalu saja di marahi oleh kedua orang tuanya karena di anggap sebagai beban yang selalu saja menyusahkan.

Padahal Fatima bukanlah tipe anak yang suka meminta-minta uang kepada orang tuanya. Dan bahkan untuk membayar keperluan sekolahnya saja, Fatima harus berjuang sendiri dan tidak pernah meminta pada kedua orang tuanya. Karena gadis itu sudah terlanjur takut, akibat seringnya mendapat penolakan dari mereka..

Suatu hari Fatima mendapatkan sebuah tawaran dari sang Bude untuk bekerja di luar kota dengan gaji yang lumayan besar. Mengingat jika dia ingin mencoba memulai hidup baru dan juga mandiri, jadi tidak ada salahnya. Tetapi sayang nya Fatima belum lulus SMK dan ia cukup berat untuk putus sekolah.

Namun Budenya terus berusaha meyakinkan Fatima agar gadis itu mau pergi saja dari rumah orang tuanya. Emi sangat kasihan ketika melihat keponakan nya itu selalu saja di marahi dan di salah-salahkan oleh kakaknya, lalu ketika mengetahui ada sebuah lowongan membuat Emi ingin menawarkan nya pada Fatima.

Dari pada gadis itu bertahan disini, lebih baik saja Fatima pergi merantau untuk mencari uang. Lagi pula Fatima juga sudah memiliki ktp, meskipun belum lulus sekolah, tapi ijazah sama sekali tidak di perlukan untuk bekerja di sebuah rumah makan milik saudaranya.

"Ayolah Fatima! Kau harus memikirkan tawaran bude. Apa kau tidak ingin memiliki uang? Dari pada kau harus bertahan disini, bude merasa tidak tega ketika melihat mu selalu saja menangis dan sakit hati akibat omongan mereka. Kau hanya bekerja di rumah makan, dan semua kebutuhan mu akan di tanggung. Kebetulan pemilik rumah makan itu adalah saudara iparnya bude." ucap Emi yang masih terus berusaha membuju keponakan nya itu, agar mau beranjak dari sini dan meninggalkan orang tuanya.

Apalagi orang tua Fatima terlihat seperti tidak menyayangi nya, membuat Emi merasa sangat yakin jika keputusan nya untuk menawarkan gadis itu bekerja keluar kota adalah suatu keputusan yang sangat tepat.

Fatima terlihat menundukan kepalanya.

"Aku bingung bude, jika aku mau belum tentu ayah dan ibu akan memberikan izin." sahut Fatima pelan.

"Tidak usah meminta izin, kau pergi saja biar bude yang antarkan sampai ke tempat kamu bekerja. Kebetulan bude sudah lama tidak berkunjung ke tempat keluarga om kamu." balas Emi dengan cepat.

"Bagaimana, apa kamu mau?" tanya wanita itu lagi dengan antusias.

"Aku tidak bisa jika harus pergi secara diam-diam. Bagaimana pun itu mereka adalah kedua orang tua ku, sudah seharusnya aku meminta izin kepada mereka. Apapun jawabnya aku harus tetap menerima."

"Tapi_" Emi tak lagi melanjutkan ucapan nya, karena melihat Fatima yang sudah bangkit dan bersiap ingin pergi.

"Bude tenang saja! Jika ibu memberiku izin, aku akan segera memberitahukan tentang ini." ucap Fatima sambil tersenyum.

Emi langsung mengangguk dan tak lupa untuk membalas senyuman Fatima.

Setelah kepergian gadis itu, Emi hanya bisa tersenyum getir. Bagaimana bisa kakaknya menganggap bahwa gadis secantik dan sebaik Fatima adalah sebuah kesialan. Padahal seorang anak itu adalah anugrah terindah yang di berikan oleh Tuhan.

Dulu, kedua orang tua Fatima sepakat tidak ingin memiliki anak dan hanya ingin hidup berdua saja. Karena menurut mereka kehadiran seorang anak hanya akan membuat hidup mereka berantakan dan kacau. Namun siapa sangka Tuhan menghadirkan Fatima, sehingga kehadiran gadis itu sangat tidak di terima dan juga di benci oleh kedua orang tuanya.

Bisa di bilang jika Fatima bukanlah sesosok anak yang di harapkan kehadiran nya oleh orang tua nya sendiri. Karena dari awal kedua orang tua Fatima sangat tidak ingin memiliki momongan.

"Bu!" panggil Fatima yang baru saja masuk ke dalam rumahnya.

Seperti biasa. Maka tidak akan ada jawaban dari mulut Sekar ketika mendapat panggilan dari putrinya tersebut.

Meskipun begitu, Fatima sama sekali tidak merasa sakit hati dan malah tersenyum ke arah ibunya.

"Aku dan bude baru saja bertemu di luar. Dia menawarkan ku sebuah pekerjaan di luar kota, tugasku hanya membantu-bantu dan juga melayani para pelanggan. Apakah aku boleh_"

"Tidak!" bentak Sekar yang langsung memotong omongan putrinya. Dia melotot dan tidak terima jika Fatima harus bekerja.

Sementara gadis itu hanya bisa menahan tangisnya dengan sebuah senyuman terpaksa.

"Apa kau gila dan bodoh?" tanya Sekar berbicara dengan nada yang kuat.

"Kau ini mau jadi apa? Sudah di rawat sampai sebesar ini, tapi kau malah ingin mengecawakan kedua orang tua mu. Tugas mu itu hanya sekolah, setelah tamat kau harus menjadi seorang Dokter yang sukses dan bisa membanggakan ayah dan ibu mu. Bukan nya malah menjadi seorang pelayan." bentak Sekar dengan penuh emosi dan juga amarah.

"Sudah cukup! Pelankan nada bicara mu itu Sekar." sahut Emi yang datang secara tiba-tiba.

Melihat kedatangan adiknya, tentu membuat Sekar langsung melotot tak percaya.

"Kau, jangan ikut campur dengan urusan ku. Dia adalah anak ku, dan kau tidak berhak untuk membelanya. Berani sekali kau menawarkan pekerjaan sampah seperti itu kepada Fatima." ungkap Sekar dengan emosi yang meledak-ledak, wanita itu sangat benci dengan orang-orang yang mencampuri urusan pribadinya.

"Anak kau bilang?" tanya Emi sambil tersenyum meledek.

Sungguh tak percaya, sepertinya Sekar sudah gila. Hanya mengaku jika Fatima adalah anak nya, namun sebagai orang tua, Sekar sama sekali tidak pernah menjalankan kewajiban nya sebagai seorang ibu sejati.

Setelah melahirkan Fatima, bahkan Sekar sama sekali tidak sudi untuk memberikan nama kepada darah daging nya sendiri. Semasa bayi, Fatima hanya di urus oleh nenek nya saja. Setelah kematian sang ibu, barulah mau tak mau Sekar harus merawat anak tak di anggap nya itu dengan penuh kekerasan tanpa ada rasa ikhlas sedikit pun di dalam hatinya.

Tak mau berjuang untuk pendidikan putrinya sendiri, namun berharap agar Fatima bisa menjadi seorang Dokter.

Membuat Emi hanya bisa menertawakan ucapan dari kakaknya itu.

"Berhentilah bermimpi, kau menuntut agar Fatima bisa sukses? Tapi apakah kau tau jika menjadi Dokter itu bukanlah suatu hal yang mudah? Perlu biaya yang besar, dan pastinya kau tidak akan sanggup membayar pendidikan nya! Upss, jangankan membayar pendidikan kuliah. Untuk sekolah Dasar saja kau tidak mampu untuk membayarnya." sindir Emi merasa sangat puas karena berhasil membuat kakaknya itu marah.

"Dasar adik tidak tau diri."

Sekar pun sudah bersiap ingin menampar wajah Emi, namun sayangnya Fatima otomatis mencegah tangan sang ibu dan berusaha melindungi budenya.

"Ku mohon hentikan pertengkaran ini. Ibu, jika ibu memang tidak mengizinkan ku untuk bekerja. Baiklah aku akan sekolah dan menuruti kemauan ibu saja." ungkap Fatima dengan wajah yang sangat kecewa dan juga sedih.

Biarlah ia mengalah demi hubungan ibunya dan juga sang bude baik-baik saja. Fatima akan sangat merasa bersalah jika sampai ikatan kakak-adik itu terputus hanya karena ulahnya.

Bab 2

"Tidak, bude sama sekali tidak terima jika kau harus terus-terusan di sakiti oleh ayah dan ibu mu yang sama sekali tidak berperasaan ini. Fatima sadarlah jika mereka tidak menginginkan kehadiran mu, jadi buat apa bertahan? Lebih baik menjauh dari pada harus makan hati setiap hari." sahut Emi yang benar-benar merasa prustasi, melihat keponakan nya itu terlalu lemah dan juga pasrah dengan keadaan, meskipun keadaan itu sendiri ingin menikam nya.

Setelah itu Emi pun langsung beralih menatap tajam ke arah kakaknya.

"Aku akan membawanya pergi dari sini, bukan kah itu adalah keinginan mu sejak dulu? Berulang kali kau ingin menggungurkan nya semasa waktu di kandungan dulu." ucap Emi dengan penuh penekanan.

"Tidak, kau tidak boleh membawanya. Biarkan anak sialan itu tetap tinggal di rumah ku! Bagaimana pun juga, waktu ku tlah habis untuk merawatnya selama ini." balas Sekar yang merasa tidak terima karena adiknya itu malah membawa Fatima pergi bersamanya.

Meskipun dia sangat membenci anak itu, tetapi dirinya sangat tidak rela jika Fatima harus bekerja sebagai seorang pelayan. Karena Sekar hanya mau agar Fatima menjadi seorang Dokter. Bekerja sebagai seorang pelayan tentunya adalah sebuah profesi yang sangat memalukan.

"Tidak! Bukan kau, tapi ibu yang sudah merawat Fatima hingga besar." sangkal Emi yang tidak terima dan terus menarik tangan keponakan nya itu untuk pergi dari rumah ini.

Rasanya begitu sangat panas, jika saja Emi tidak mengingat bahwa wanita itu adalah kakaknya sendiri. Maka dia pasti akan memasukan Sekar ke dalam rumah sakit jiwa. Benar jika wanita itu memang sudah gila dan tidak waras. Rasanya dia sangat emosi dan ingin menampar wajah perempuan tua itu.

Sesampainya Fatima di rumah Emi, gadis itu merasa sangat bersalah karena sudah meninggalkan ibunya.

Tentu hal itu dapat terbaca oleh Emi, dan wanita itu benar-benar sangat kesal dengan pemikiran keponakan nya tersebut.

"Sepertinya lebih baik aku melanjutkan sekolah saja bude, tidak perlu bekerja dan mencari uang di luar kota." ucap Fatima yang secara tiba-tiba.

"Berhentilah menjadi tidak waras seperti ibu mu itu. Wanita gila itu menuntut mu untuk menjadi seorang Dokter yang sukses, apa kau pikir menjadi Dokter adalah suatu hal yang mudah? Membutuhkan biaya yang sangat besar, dan apa kau yakin akan mampu? Jika kau gagal maka wanita gila itu akan menggantung mu." sahut Emi yang sudah terlanjur kesal, sembari mulai mengemasi pakaian nya di dalam sebuah tas berukuran sedang.

Karena memang saat ini keduanya sedang berada di dalam kamar. Sudah bulat keputusan Emi, bahwa dia akan membawa Fatima keluar kota untuk bekerja.

"Bude sangat tidak mengerti, kenapa kau bisa membela wanita stres itu sampai segitunya? Memang nya apa yang sudah dia berikan selama ini? Kasih sayang? Cinta seorang ibu? Uang? Bahkan di antara hal yang ku sebutkan, dia sama sekali tidak pernah memberikan nya kepada mu." ucap Emi dengan bersungguh-sungguh.

Karena wanita itu sudah tau dengan jelas bagaimana kehidupan yang di lalui oleh Fatima.

"Karena dia ibuku! Meskipun dia tidak pernah menjalankan kewajiban sbagai seorang ibu. Ibu tetap lah ibu, dan dia adalah orang yang sudah melahirkan ku sampai bertaruh nyawa." balas Fatima sambil tersenyum, sehingga membuat Emi langsung mengalihkan pandangan matanya ke arah gadis berusia 17 tahun itu.

"Melahirkan kau bilang? Orang yang ingin membun*h mu apakah itu masih pantas di sebut ibu? Jika saja pada saat itu kau mudah untuk di gugurkan, maka pastinya Sekar akan sangat bahagia. Karena dia lebih memilih agar kau mati dan tidak lahir ke dunia ini." balas Emi yang seketika mampu membuat Fatima terdiam.

Tanpa sadar air matanya kini telah menetes deras tanpa di minta.

Setelah selesai mengemas pakaian, akhirnya Emi langsung bangkit dan memindahkan tasnya ke tempat lain.

"Pada akhirnya, semua rencana pembun*han itu gagal dan tidak ada yang berhasil sama sekali. Namun upaya Sekar untuk menggugurkan mu dengan meminum obat serta ramuan racun malah meninggalkan bekas, dan membuat tangan serta juga telinga mu menjadi sedikit cacat." sambung Emi lagi.

Spontan gadis itu langsung memegangi daun telinga nya, dan juga tak lupa untuk menundukan kepalanya.

Ya, Fatima memang gadis yang cacat dan tidak sempurna. Itu semua di karnakan ulah ibunya di masalalu yang mencoba untuk melenyapkan nya dari dalam kandungan dengan berbagai macam hal aneh. Al hasil kini, tangan serta telinga nya menjadi cacat dan juga sangat aneh. Bentukan nya tidak sempurna, karena Fatima hanya memiliki 4 buah jari tangan saja, serta daun telinga yang terbelah dan juga lebih besar dari bentukan telinga manusia pada umumnya.

Tentu dia sangat minder karena selalu mendapat ejekan dari semua teman-temannya di sekolah. Tapi mau bagaimana lagi? Inilah yang di sebut sebagai takdir.

...****************...

Hari ini Emi benar-benar akan mengantarkan keponakan nya pergi ke luar kota untuk bekerja di sana. Sebelum itu Emi juga sudah mengabari lewat telpon nya, bahwa ia bersama keponakan nya akan tiba hari ini.

Fatima pun membawa sebuah tas yang berisikan baju milik sang bude, yang ternyata baju itu sudah di berikan oleh Emi untuknya.

"Pakailah baju itu saat kau tinggal disana, maafkan bude karena tidak bisa membelikan mu baju baru, dan hanya bisa membekali mu baju bekas bude." ungkap Emi merasa sangat bersalah akan hal itu.

"Tidak masalah bude, ini saja sudah lebih dari cukup. Terima kasih untuk semuanya!" balas Fatima sambil tersenyum manis.

Emi pun lantas langsung mencium kening keponakan nya itu. Dan bergegas mengajak Fatima untuk segera naik ke motor.

Ada dua orang pria dan pria itu merupakan tetanga budenya yang sengaja Emi bayar untuk mengantarkan mereka berdua menuju ke jalan besar untuk menaiki bus antar kota.

Setelah sampai di terminal, mereka berdua pun langsung masuk ke dalam bus yang akan membawa mereka pergi dari kota ini. Secara bersamaan dua orang pria itu telah pergi dan kembali ke desa.

Perjalanan yang di tempuh cukup lumayan lama, kisaran 5 jam lebih untuk sampai dan tiba ke tempat tujuan.

Di sana Emi langsung di sambut oleh keluarga suaminya. Dan juga kebetulan karena Fatima sudah kenal dengan saudara om nya, maka dari itu ia pun tak terlalu sungkan dan cukup akrab.

Sebelum kembali ke desa, Emi pun tak lupa untuk memberikan sebuah pesan pada keponakan nya itu.

"Mulai sekarang kau akan tinggal di sini. Jaga diri mu baik-baik, karena bude sangat mempercayai mu. Berteman lah dengan karyawan yang lain, semoga kau bahagia berada di tempat yang baru." ucap Emi dan tak lupa untuk langsung memeluk gadis itu.

"Ini, ada sedikit uang jajan jika nantinya kau membutuhkan sesuatu." Emi pun memberikan uang senilai 700 rb untuk Fatima.

Namun gadis itu langsung menolaknya.

"Tidak usah bude, aku sudah terlalu merepotkan mu." balas Fatima yang merasa tidak enak hati.

"Tidak apa-apa, bude sangat suka sekali jika di repotkan." balas Emi dengan entengnya, lalu memberikan uang itu secara paksa kepada Fatima.

Bab 3

Fatima pun tak bisa menolak sama sekali, dan terpaksa menerima uang 700 rb itu. Berjanji di dalam hatinya, jika ia pasti akan membayar uang itu pada saat sudah bekerja nanti.

Setelah kepergian budenya, gadis itu masih betah untuk tetap berada di depan kost-kostan nya.

Ya, Emi memang memilih untuk menyewakan kost saja dari pada jika Fatima harus tinggal di rumah adik iparnya tersebut.

Emi hanya takut jika Fatima akan merasa canggung jika tinggal disana. Bahkan kost-kostan ini sudah di bayar oleh Emi sampai bulan depan. Jadi Fatima tidak perlu lagi khawatir tentang biaya sewanya.

...****************...

Pagi hari.

Fatima bangun dan bersiap untuk bekerja, hari ini adalah hari pertamanya tinggal di kota asing.

Sungguh senang, karena pada akhirnya dia bisa hidup sendiri dan juga mandiri tanpa menyusahkan kedua orang tuanya.

"Bu do'akan Fatima ya! Mulai hari ini Fatima akan hidup mandiri, dan tidak akan menyusahkan ibu lagi. Fatima janji akan mengirimi ibu uang, kalau Fatima sudah gajian." ungkap gadis itu sambil tersenyum manis karena tiba-tiba saja dirinya mengingat tentang ibunya, dan sangat merindukan Sekar.

Hari berganti hari, Bulan berganti bulan.

Tak terasa kini, Fatima sudah bekerja lebih dari 1 bulan dan telah menerima gaji pertamanya.

Terlihat gadis itu kini sedang termenung dan duduk manis di atas ranjang nya. Sambil mencoba untuk menghitung uang yang baru saja di terimanya dari Talia.

Talia adalah pemilik rumah makan tempat Fatima bekerja. Wanita itu sangat baik, dan tak ragu untuk membimbing nya selama bekerja. Sehingga membuat Fatima sangat betah selama bekerja di rumah makan itu.

"Ini adalah uang dari gaji pertama ku, lalu akan aku belikan apa ya?" tanya Fatima berbicara dengan dirinya sendiri sambil berpikir keras.

Hingga pada akhirnya Fatima mengingat pesan yang di berikan oleh Emi, jika setelah ia menerima gaji pertamanya. Maka Fatima harus segera membeli handphone agar dia dan budenya bisa saling menghubungi.

"Berjanjilah pada bude, jika nanti kau akan menghubungi bude dengan segera. Bude pasti sangat merindukan mu, dan ingin mendengar suara mu lewat handphone." *kata Emi dengan memegang kedua bahu Fatima.

"Tapi aku tidak memiliki handphone, bagaimana mungkin aku bisa menghubungi bude?" tanya nya bingung.

Karena memang selama ini dia tidak memiliki ponsel pintar tersebut, akibat tidak memiliki uang untuk membelinya. Meminta kepada Sekar hanya akan membuatnya di marahi oleh ibunya tersebut secara habis-habisan.

Jadi lebih baik Fatima diam saja, meskipun seluruh teman nya sudah memiliki benda yang bernama Handphone itu.

"Kalau begitu, setelah kau mendapatkan gaji pertama mu. Maka segeralah beli, dan jangan lupa hubungi bude di nomor ini." Emi pun langsung menyerahkan selembar kertas, berisikan nomor handphone miliknya.

Fatima langsung menerima nya, dan segera mengangguk*.

...****************...

"Terima kasih!" ucap Fatima sembari menerima sekotak handphone baru yang telah resmi ia beli dari toko terdekat.

Setelah itu ia pun memutuskan untuk kembali ke kost-kostan.

Di dalam kamar.

Merasa tidak sabar, gadis itu langsung saja masuk ke dalam kamarnya karena ingin segera meng-unboxing hp barunya.

"Woah!" Fatima langsung terngangah ketika melihat benda canggih itu ada di tangan nya.

Begitu tak menyangka sekaligus tak percaya jika kali ini dia bisa membeli benda mahal dengan hasil dari keringatnya sendiri. Bangga? Tentu, di usianya yang masih 17 tahun namun Fatima sudah bisa mendapatkan uang dan membeli barang yang sejak dulu selalu diinginkan nya.

Gadis itu pun langsung saja memeluk hanphone nya akibat merasa terlanjur senang sambil tersenyum.

Sementara di desa.

Emi begitu sangat kaget ketika mendapatkan sebuah telpon dari nomor asing yang ternyata nomor itu merupakan nomor keponakan nya sendiri.

"Fatima? Akhirnya kau mengabari bude, bude sangat merindukan mu Fatima. Bagaimana kabar mu?" tanya Emi dengan penuh semangat.

Sementara Fatima hanya tertawa. "Baik bude! Kabar bude sendiri bagaimana?"

"Bude sehat, tapi kenapa kamu baru menelpon bude sekarang? Bude kan sudah pesan agar kau mengabari bude secepatnya." protes Emi yang lupa jika keponakan nya itu tidak memiliki handphone.

Fatima hanya bisa menghela nafas dan tersenyum geli. Padahal umur budenya tidak lah belum terlalu tua, namun Emi sudah pikun seperti nenek-nenek saja.

"Bude, bude kan tau kalau Fatima tidak punya handphone. Sekarang Fatima baru saja gajian, dan Fatima langsung mengingat tentang bude. Langsung Fatma pergi ke store ponsel untuk membeli handphone, agar bisa menghubungi bude ku tersayang." jawab Fatima, yang seketika membuat Emi pun langsung sadar.

Wanita berusia 30 tahun itu langsung saja menepuk jidatnya sendiri.

"Oh, maaf kan bude mu sayang! Bude benar-benar lupa dan tidak mengingat sampai memarahi mu." kata Emi sungguh sangat menyesal.

"Tidak masalah bude!" balas Fatima yang memahami tentang keadaan Emi, mungkin saja wanita itu sedang kecapean atau lelah.

"Ya. Kalau begitu sudah dulu ya Fatima! Bude harus memberesi rumah bude, karena lagi berantakan akibat ulah nya Fahri." pamit Emi, dan Fatima langsung saja meng-iyakan nya.

Fahri adalah anak dari budenya, masih berusia 2 tahun dan merupakan anak pertama. Padahal usia Emi kini sudah menginjak kepala tiga, namun usia anak nya tersebut masih sangat kecil.

Itu karena faktor Emi yang lebih memilih untuk menikah di usia 27 tahun dan ingin mengejar karirnya sebagai guru PNS terlebih dahulu. Keuntungan dari menikah di usia segitu, membuat Emi jadi lebih dewasa dan sudah benar-benar matang untuk mengurus rumah tangga.

Membahas tentang pernikahan, Fatima sendiri belum tau pasti kapan dia akan menikah. Gadis itu hanya berharap jika dirinya akan menikah setelah benar-benar siap dan juga menemukan pilihan yang tepat.

Fatima sangat takut jika dia akan menemukan pria yang salah dan membuat kehidupan nya menjadi sangat menderita.

...****************...

"Hey kau! Berikan nomor ponsel putriku." perintah Sekar yang tiba-tiba saja datang dan menegur Emi.

"Apa kau memiliki putri selama ini?"

Pertanyaan dari Emi tentu membuat Sekar marah, dan bersiap ingin segera melayangkan tamparan.

Namun beruntung karena Ferdi yang merupakan suaminya Emi datang pada saat tepat waktu.

"Berhentilah mencari keributan di rumah ku! Aku masih menghargai mu karena kau adalah kakak dari istri ku. Tapi jangan berani bermacam-macam atau aku akan melaporkan mu pada polisi." tekan Ferdi, sehingga membuat Sekar menjadi sangat muak.

"Hh, dasar suami istri sama saja! Berani nya hanya mengancam." balas Sekar yang seolah sama sekali tidak takut atas ancaman yang di berikan oleh adik iparnya itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!