Bab 1 Monster Penunggu Danau Kerr
Terdapat sebuah hutan belantara yang gelap dan suram. Bahkan ketika siang, cahaya matahari kesulitan menelusup ke dalam. Demi memberi terang.
Namanya Hutan Rahasia, karena hutan itu menyimpan begitu banyak rahasia. Salah satu rahasianya adalah sebuah danau yang terletak di sisi barat hutan itu.
Sisi tergelap dan paling menyeramkan yang jarang sekali tersentuh oleh tangan manusia. Dingin, gelap dan berkabut. Maka penduduk sekitar hutan menyebutnya Danau Kerr.
Bahkan, rumor berkembang bahwa di sana terdapat monster hitam besar penunggu danau tersebut. Ia memiliki moncong merah dan mata menyala.
Monster itu selalu berada di permukaan air, seolah waspada pada setiap manusia yang mendatangi tempat itu. Ia siap menerkam siapapun yang mendekati danau.
Rumor itu terus berkembang, hingga membuat wilayah sekitar Danau Kerr menjadi tak terjamah manusia. Karena terkenal angker dan seram.
Banyak ksatria dan para pemburu yang datang karena penasaran, tapi tak satu pun dari mereka yang pulang dalam keadaan baik-baik saja.
Mereka memang selamat, tetapi akan keluar dari Hutan Rahasia dalam keadaan terluka. Tidak hanya itu, mereka juga kapok untuk datang kembali ke sana.
"Karena semua itu..., adalah ulah kita!" Terbahak-bahak seekor katak hijau besar disusul beberapa binatang yang lain.
Sepasang rusa, tiga ekor gagak hitam, sekawanan kera abu-abu, seekor kelinci bercorak hitam putih, dan masih banyak yang lain.
Benar! Rumor yang berkembang serta orang-orang yang keluar dari Hutan Rahasia dalam keadaan celaka, adalah ulah binatang-binatang itu.
Akan tetapi, mereka melakukannya bukan tanpa alasan. Demi menjaga dan melindungi Hutan Rahasia serta Danau Kerr tercinta mereka, para binatang itu tak membiarkan siapapun masuk dengan niat tidak baik.
Di pinggir danau, seekor angsa hitam tak ikut tertawa tetapi hanya tersenyum tipis melihat teman-temannya sedang begitu senang.
Rasanya, ia perlu berterima kasih pada mereka semua. Sebab, belakangan ini, sedang santer sebuah sayembara. Bahwa yang bisa menangkap monster penunggu Danau Kerr, akan diberikan hadiah satu juta koin emas oleh sang raja.
Sedangkan, monster penunggu danau yang dimaksud adalah dirinya.
Fayre Olaf. Ia pandangi cerminan dirinya pada permukaan air danau. Cahaya matahari yang terang membuat air danau yang jernih jadi berkilau.
Danau Kerr yang sebenarnya adalah sebuah wilayah yang asri dan hijau. Berada di ketinggian, membuat hawa di sekitar danau terasa sejuk. Dan karena tak terjamah manusia, daerah itu jadi terasa aman, nyaman dan tentram.
Danau Kerr yang gelap, angker dan suram bukanlah sebuah kebohongan. Akan tetapi, hal itu akan nampak pada setiap mana manusia yang penuh dengan ambisi dan pikiran buruk.
Seluruh Hutan Rahasia dipenuhi banyak sihir. Terutama di area barat, di mana Danau Kerr berada. Adalah ulah para penyihir selama 100 tahun belakangan. Yang tidak menginginkan seorang manusia pun menginjakkan kakinya ke sana.
Ada hal yang harus selalu mereka sembunyikan. Dan itu adalah Fayre, Fayre Olaf. Seekor angsa hitam penunggu Danau Kerr, selama 100 tahun belakangan ini. Sebab, jika keberadaan Fayre dianggap membahayakan keselamatan nyawa para penyihir.
Leher panjangnya melengkung, membuat bentuk lingkaran ketika paruhnya yang berwarna merah hendak membersihkan bulu-bulu di bagian sayap.
Fayre adalah seekor angsa yang begitu cantik dan menawan. Ukurannya lebih besar dibandingkan ukuran angsa pada umumnya. Dia memiliki paruh merah terang serta bulu-bulu hitam yang berkilau.
Gambaran monster yang tersebar melalui rumor kepada para penduduk, sebenarnya kurang lebih mengambil bentuk identik Fayre yang lebih besar dari pada angsa yang lain. Para binatang melebih-lebihkan, supaya tak ada yang berani mendatangi danau.
Sebagai penanda bahwa dia adalah seorang peri, terdapat mahkota kecil di kepalanya. Tiara indah berkilau yang akan menyesuaikan bentuk, ketika Fayre berubah menjadi manusia. Mahkota itu akan selalu ada di atas kepalanya.
"Fayre!" panggil rusa betina bernama Lidya.
"Hm-." Dalam wujud angsanya, Fayre menoleh pelan.
Sungguh pun hal itu merupakan wujud keanggunan sejati meskipun si angsa sedang menoleh dengan malas.
"Sebentar lagi hari ketujuh bulan ini. Apa rencanamu kali ini saat kau berubah menjadi manusia?" tanya Lidya dan yang lain pun ikut penasaran.
Penduduk sekitar danau adalah para binatang yang bisa bicara. Mereka dulunya adalah manusia yang disihir menjadi binatang karena tak mau mengikuti perintah para penyihir.
"Apa kau akan pergi ke desa lagi? Bisakah aku ikut?" Si kelinci hitam putih bertanya dengan wajah lucu dan imut.
Hampir setiap siang, sekawanan hewan itu akan berkumpul di pinggir danau. Saling berbincang, berbagi makanan dan yang terutama adalah mengajak Fayre bicara. Karena meskipun ramah, angsa hitam itu lebih banyak diam jika tidak ditanya.
Pernah sekali waktu ia bicara pada katak hijau besar. Namanya Fros. Alasan ia jarang bicara adalah, karena bosan dan jenuh dengan keadaan yang sudah ia jalani selama seratus tahun belakangan ini.
Fros adalah binatang yang paling lama tinggal di danau itu, selain Fayre. Sudah hampir 50 tahun Fros tinggal di sana. Mereka berteman cukup lama, sehingga Fros sangat memahami perasaan Fayre saat ini.
"Entahlah-," jawab Fayre singkat.
Lalu, angsa hitam itu berenang menyusuri sisi permukaan danau yang lain. Ia pergi menjauh.
Suasana yang tadinya riang, saat para binatang sedang bercerita tentang pencapaian mereka yang bisa mempertahankan keamanan wilayah pun mendadak berubah muram.
Mereka semua saling pandang dengan wajah sedih.
Pada hari ketujuh di setiap bulan, Fayre akan berubah menjadi manusia selama 7 hari. Lalu setelah itu, ia akan berubah menjadi angsa hitam lagi.
"Padahal, dulu Fayre sangat ceria. Dia selalu bisa menghidupkan suasana. Senyum yang dulu indah, sekarang jadi jarang terlihat." Kelinci belang hitam putih bernama Blaster bercerita.
Yang lain membenarkan sambil memandang kepergian Fayre dengan tatapan nanar dan sendu. Sepertinya, Fayre sangat menikmati kesendiriannya.
"Ah, aku jadi menyesal sudah bertanya seperti itu!" sesal Lidya. Ia sandarkan kepalanya pada kepala pejantannya, Lory.
"Tidak apa-apa, Sayang! Itu bukan salahmu! Mungkin saja, Fayre sedang banyak pikiran." Lory menenangkan pasangannya. Menggesekkan wajahnya pada kepala Lidya, memberikan kenyamanan.
Wajah lucu Fross amat sedih memandang Fayre yang kian menjauh. "Aku akan bicara dengannya. Mungkin dia mau mengatakan sesuatu," ucapnya pada yang lain. Setelah itu ia menceburkan diri ke air. Menyusul Fayre dengan gerakan keempat kakinya yang membelah air danau.
"Fayre! Fayre-," panggil Fross sambil terus berenang menyusul.
Tak dihiraukan panggilan itu, si angsa hitam tetap melaju pelan. Ia yakin, si katak hijau pasti bisa menyusul.
Fross tambah kecepatan renangnya, semakin tak sabar karena Fayre malah mengacuhkannya. “Fayre, tunggu aku!”
Si angsa hitam menoleh sebentar saat Fross sudah tiba di sisinya. Mereka kini menyusuri permukaan danau beriringan.
“Sebenarnya, apa yang terjadi, Fayre? Apa kau sadar, sudah setahun belakangan ini kau terlihat murung. Kau bahkan bersikap dingin dan acuh pada teman-teman.”
Katak itu melayangkan protes, tapi tetap dengan nada lembut dan tak kencang. Ia tak ingin menyinggung teman angsanya itu sama sekali.
“Kami ini teman-temanmu, Fayre! Keluargamu! Katakan-ceritakan, jika ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu! Mungkin kami bisa membantu, atau setidaknya kau bisa berbagi bebanmu dengan kami.”
Fayre berhenti berenang. Leher panjangnya bergerak pelan. Menoleh pada Fross yang sudah sampai di sampingnya.
“Fross!” panggil angsa itu pelan.
“Hm-?”
“Tahun ini-tepat seratus tahun setelah aku menerima kutukan.”
Bersambung..
Bab 2 Rapat Darurat
“Serius?” kaget Fross. Mata besarnya di atas kepala hampir melompat keluar. Katak itu berenang sampai berada di depan teman angsanya. Memasang wajah penasaran.
Ia kira masih ada beberapa tahun lagi. Ia pikir bukan tahun ini. Fross sangka masih ada beberapa waktu lagi untuk mereka berharap.
“Kau lihat pohon beringin itu-!” Fayre menunjuk sebuah pohon beringin lebat di pinggir danau, dengan sayap hitamnya yang menawan. “Hitunglah! Setiap tahun berganti, aku selalu menandai batang pohon itu. Dan kini, adalah tahun terakhir aku boleh berharap.” Pandangan mata Fayre tak berubah tapi tertangkap nuansa sendu.
Bola matanya bergetar. Sedih, frustasi dan putus asa sedang ia atasi sendiri dengan bungkam. Fayre membangun dingin dan sunyi, agar ia semakin terbiasa dengan kehidupan di sana. Dalam kesendirian. Dan mungkin, ia tak akan bisa kembali pada dunia asalnya. Pada wujudnya yang semula.
Fross melompat ke arah batu besar di dekat sana. Lantas membekap mulut yang hendak menyuarakan kaget berbalut kepedihan. Begitu sedih dan pedih hatinya sebagai seorang teman.
Hampir semua binatang yang ada di sana dulunya adalah manusia. Mereka berubah wujud karena ulah para penyihir. Dan hanya Fayre dan Fross yang seorang peri, karenanya mereka memiliki umur dan masa kutukan yang lebih lama dibandingkan yang lain.
Fross memiliki masa hukuman selama 60 tahun. Sekitar sepuluh tahun lagi ia akan bisa terlepas dari kutukannya. Beruntungnya, hal itu bisa terjadi tanpa syarat.
Sedangkan Fayre, karena bukan penyihir yang memberinya hukuman. Maka, jika ingin hukumannya hilang, Fayre harus menemukan seseorang yang dapat mencintainya tulus apa adanya.
Sebelum masa hukumannya lewat, sebelum seratus tahun ini berganti. Karena jika tidak, Fayre selamanya akan hidup sebagai seekor angsa hitam. Ia tidak akan bisa lagi kembali ke dunianya berasal.
“..., 97, 98, 99....” Fross selesai menghitung dengan keempat jari kataknya. Lalu menatap Fayre lagi dengan tak percaya. “Benar, Fayre! Tahun ini-.” Suara Fross nampak tercekat.
“Ha-.” Dibuka Fayre merahnya, membuang napas pasrah ke samping.
Fross buru-buru melompat ke air. Ia berenang mendekati teman angsanya. Lalu melompat lagi dan naik ke punggung Fayre. Fross memeluk leher panjang Fayre begitu erat.
“Tenang saja, Fayre! Masih ada waktu, masih ada 4 bulan lagi sebelum tahun berganti. Aku yakin, kau pasti akan menemukan cinta sejatimu.” Mata Fross memejam. Menahan air mata agar tak luruh dan membasahi bulu-bulu halus milik temannya.
Ia tak ingin Fayre tahu bahwa ia begitu sedih karena kenyataan itu. Dia saja yang hanya mendengar berita itu, bisa menjadi begitu sedih. Lalu, bagaimana dengan Fayre sendiri yang mengalaminya? Pantas saja, jika setahun belakangan teman angsanya itu berubah dingin dan muram.
Fross pikir, daripada menunjukkan empati dan menyelami apa yang Fayre rasakan saat ini. Lebih baik dirinya memberi semangat dan keceriaan pada si angsa hitam.
Nanti, jika ia ingin menangis, akan ia lakukan jika Fayre sudah kembali ke sarangnya. Ia akan menangis sepuasnya sampai kulit kataknya berubah warna.
“Tidak usah menghiburku! Aku sudah cukup kuat untuk menerima kemungkinan terburuk, sekali pun.” Dengan paruhnya, Fayre angkat tubuh katak hijau besar yang duduk di atas punggung. Lalu, meletakkan tubuh Fross di atas permukaan air lagi.
"Jangan melihatku dengan begitu menyedihkan!" pinta Fayre setengah memerintah. "Aku tak suka dikasihani!" ungkapnya lagi bernada dingin.
"A-aku..., tidak melakukannya!" sangkal Fross buru-buru dan gelagapan. "Aku hanya sedang melihat betapa cantiknya angsa hitam kebanggaan Danau Kerr kami." Lalu buru-buru mendekat dan mengusap bulu-bulu hitam berkilau milik Fayre.
"Aku memang cantik!" acuh Fayre berkata sembari mengepakkan kedua sayap indahnya.
Dengan begitu, Fross jadi terhempas. Terguling ke samping, hampir saja tenggelam karena hilang keseimbangan.
"Ch! Kau cantik, tapi jahat!" decak katak itu. Dengan wajah jeleknya ia melompat ke batu tadi lagi. "Fayre!" Tapi kemudian ia memanggilnya dengan lembut dan penuh perhatian.
"Apa?" sahut si angsa dingin.
Sekali lagi, ia tak suka dikasihani. Bahkan jika itu adalah suara atau pandangan mata sekali pun. Ia tak semenyedihkan itu. Dia bukan akan mati. Ia tetap hidup, tapi bagai makhluk yang sudah mati. Hatinya mati.
"Setidaknya, tunjukkan senyummu yang dulu lagi. Kami semua sangat merindukannya-," pinta Fross penuh permohonan.
Harapan dari setiap semua teman binatang yang sedih melihat perubahan Fayre dalam beberapa waktu belakangan.
"Hh, entahlah, Fross! Sepertinya, aku lupa bagaimana caranya untuk tersenyum." Angsa hitam itu langsung berenang lagi ke tepian.
Mendekati pohon beringin tempat dirinya mengkalkulasi masa hukuman yang sudah ia alami hampir satu abad ini.
“Jangan minta aku untuk tersenyum lagi. Paruhku terlalu kaku untuk diajak tersenyum. Lagipula, dengan paruh ini, apa kau bisa membedakan mana saatnya aku sedang tersenyum atau tidak?” ucap Fayre membelakangi Fross. Ia pandangi pohon beringin itu dengan tatapan dalam.
“Ch! Angsa hitam itu masih bisa bercanda rupanya!” Fross tersenyum kecil.
Benar juga, apa bedanya, ya, saat dia tersenyum atau tidak? Paruh kaku seperti itu, mana bisa dibuat melengkung seperti binatang yang lain ketika tersenyum.
Fross jadi pusing sendiri membayangkannya!
Kembali pada Fayre yang masih menatap lamat-lamat pohon beringin dengan akar gantung menjuntai. Setiap goresan yang ia buat, dipandanginya satu persatu.
Ternyata, sudah begitu lama, ya, sejak ia menggores batang pohon itu pertama kali! Tatapannya berubah nanar.
Benar! Khusus bagi Fayre, yang memiliki syarat untuk lepas dari kutukan yang menimpanya. Angsa hitam itu harus menemukan cinta sejati.
Akan tetapi, bagaimana caranya ia menemukan cinta sejati itu, jikalau dirinya saja hanya diberi waktu tujuh hari di setiap bulan.
Bagaimana ia akan menemukan cinta sejati itu? Bagaimana ia akan mempertahankan cinta untuk menjadi sejati, jika dia telah menemukannya?
Semua itu terhalau dengan masa berubah wujudnya yang amat singkat. Pada akhirnya, akankah Fayre bisa terlepas dari hukuman itu sendiri?
Angsa hitam itu bahkan tidak yakin sama sekali. Ia telah melewati masa-masa putus asa dan frustasi. Dengan berdiam diri dan membungkam mulutnya sendiri. Tanpa yang lain ketahui bahwa Fayre sedang mengalami masa-masa sulit.
Maka kini, ia telah mencapai batas pasrah. Berserah pada takdir yang akan datang padanya. Entah itu tetap berada di sana sebagai angsa hitam, atau bisa kembali ke wujudnya semula dan pulang ke dunia peri.
Dipandangi Fayre pohon beringin yang batangnya telah ia gores berulang kali, dengan nanar dan penuh ironi.
Melihat dari kejauhan, Fross juga memandang sahabatnya itu dengan tatapan nanar. "Tenang saja, Fayre!" Mengembuskan napas penuh keyakinan. "Kami, keluargamu pasti akan membantumu menemukan cinta sejati untukmu." Katak itu pun berbalik. Melompat ke air lagi, lantas berenang menuju teman-teman binatangnya yang lain.
Nampaknya, mereka mesti melakukan rapat darurat saat ini juga. Selagi Fayre sibuk dengan kesendiriannya.
Bersambung...
Bab 3 Bermesraan Di Muka Umum
Ketika Fross kembali lagi ke tempat semula, ternyata teman teman binatangnya sudah membubarkan diri. Ada yang mulai mencari makan, sekadar berkeliling, atau ada juga yang memilih kembali ke sarang mereka untuk beristirahat.
Maka, katak hijau besar itu membutuhkan waktu untuk mengundang semuanya berkumpul lagi.
Ada satu cara agar tak perlu buang-buang waktu dan tenaga supaya semua binatang bisa berkumpul. Akan tetapi, dengan cara itu Fayre pasti akan mengetahui rencananya ini juga.
Sebab, tak satu binatang pun di sana, akan melewatkan tiupan terompet tanda darurat. Kebetulan, Fross yang menyimpan terompet yang berasal dari cangkang kerang besar itu.
Tidak bisa! Ini adalah misi rahasia untuk membantu Fayre, teman sekaligus keluarga mereka. Fayre tidak boleh mengetahui hal ini.
Menjelang senja, setiap perwakilan spesies binatang hadir di tempat yang sudah ditentukan. Di tengah hutan, agar jauh dari jangkauan Fayre. Lagi pula, ketika sore datang, biasanya Fayre akan kembali ke rumahnya.
Ya! Dari semua binatang, hanya Fayre saja yang tempat berteduhnya disebut rumah. Sebab Fayre membangun sebuah gubuk kecil di salah satu tepian danau, ketika dirinya tengah dalam wujud manusia.
Inginnya ia membuatkan untuk yang lain juga. Tapi teman-teman binatang menolak, karena mereka ingin membuat tempat tinggal senyaman diri mereka sendiri. Agar mereka pun lekas menerima kenyataan bahwa mereka tidak dalam wujud manusia, untuk sementara ini.
Lagi pula, mereka tidak ingin merepotkan Fayre. Biarkan Fayre menikmati waktunya berpetualang pada masa liburnya tak berwujud angsa. Berkelana dan menghibur diri dengan berkeliling desa, begitu biasanya yang Fayre lakukan ketika berubah wujud menjadi manusia.
Kembali pada binatang-binatang yang sudah berkumpul.
Di depan, Fross bersama Blaster juga Lidya dan Lory memimpin rapat tersebut. Fross berdiri di sebuah batu besar, supaya dirinya terlihat. Sebab, meskipun ukurannya besar ketimbang katak yang lain. Tetap saja, ia kecil jika dibandingkan dengan binatang yang lainnya.
Blaster, si kelinci belang hitam putih memeganginya sebuah corong yang terbuat dari daun lebar. Berfungsi sebagai pengeras suara, agar suara Fross dapat didengar semuanya.
"Halo, teman-teman!" Sapaan Fross membuat suasana yang tadinya riuh pun menjadi tenang. "Terima kasih, karena kalian sudah mau meluangkan waktu," lanjutnya.
"Ya, Fross! Sebenarnya ada apa? Kenapa kau sampai mengumpulkan kami semua di sini? Dan kenapa juga kita harus mengadakan perkumpulan ini secara rahasia?" Seekor tupai bertanya sembari memegangi kenari di depan dada.
"Begini-!" Padahal ia sudah biasa bicara di depan teman-teman binatang. Tapi entah kenapa, kali ini ia merasa lebih berdebar. "Ini mengenai Fayre, teman sekaligus keluarga kita!" Para binatang yang diundang pun saling bertanya.
Fross hanya menjelaskan duduk permasalahannya pada Blaster, Lidya dan Lory. Maka pada kesempatan kali ini ia akan menjelaskan kepada yang lainnya.
"Ada apa dengan Fayre, Fross? Ku lihat, belakangan ini dia selalu murung dan menyendiri." Seekor beruang madu bertanya.
"Itu dia masalahnya-! Apakah kalian ada yang mengingat, sudah tahun ke berapa Fayre menjalani kutukannya sebagai angsa hitam?" Fross sengaja melemparkan bola panas supaya mereka semua semakin penasaran.
Para binatang saling bertanya lagi dalam kebingungan. Mereka tahu bahwa ini sudah sangat-sangat lama, tetapi tidak ada yang hapal betul sudah berapa lama, pastinya.
"Ini adalah tahun terakhir Fayre mempunyai kesempatan untuk menghapus kutukan itu." Langsung gempar suasana di sana.
Mereka semua kaget dan tak menyangka. Sungguh tak menyangka bahwa sudah selama itu Fayre menjalani kutukannya. Dan lebih tak menyangka lagi, ketika Fayre berubah menjadi wujud manusia, angsa hitam itu tetap terlihat muda dan amat cantik.
"Jadi sudah seratus tahun, ya-?!" Seekor kura-kura tua bersuara sembari mengangguk dengan sorot matanya yang penuh makna.
"Benar! Karena ini sudah seratus tahun, maka Fayre harus menemukan dan mendapatkan cinta sejatinya, supaya dia bisa benar-benar terlepas dari kutukan itu.
"Waktunya tinggal 4 bulan lagi, sebelum tahun ini berakhir. Berarti, dalam kurun waktu 4 bulan ini, kita harus membantu Fayre bertemu dengan cinta sejatinya," terang Fross panjang lebar.
"Lalu, bagaimana kita tahu siapa cinta sejatinya?" Tupai tadi bertanya lagi sembari mengunyah kenari yang ia gigit. Wajahnya sungguh menggemaskan sekali.
"Tak ada yang tahu siapa cinta sejatinya. Bahkan Fayre sekali pun." Fross menggeleng lemah.
"Lantas, bagaimana Fross? Apa rencanamu? Apa kau berniat menjadikan salah satu dari kami sebagai cinta sejati Fayre?" Seekor kera abu bertanya dengan sedikit menuntut, juga sedikit mengejek.
Beberapa di antaranya pun tertawa mendengar hal itu. Sebab itu adalah opsi paling mustahil yang akan terjadi. Mereka semua tahu bahwa Fayre berbeda. Fayre istimewa, dia bukan manusia, dia adalah seorang peri.
Jadi, sudah pasti mereka yang dulunya manusia merasa minder juga merasa tak mungkin, apabila Fayre akan jatuh cinta pada salah satu di antara mereka semua. Jika Fayre mau pun hal itu pasti sudah akan terjadi sejak lama. Sejak sangat lama, mungkin.
Sungguh sebuah lelucon!
"Fross! Kau, kan, juga seorang peri..., bagaimana jika kau saja yang menjadi cinta sejatinya? Bukankah kau sangat peduli pada Fayre, jika dibandingkan yang lain?!" Teman kera tadi menambahkan dan semakin menambah tawa di antara para binatang.
"Ha-."
Fross sudah hendak membuka mulutnya, tetapi seekor kura-kura tua sudah menjawab celetukan itu terlebih dahulu.
"Cinta bukan masalah mau atau tidak. Dan siapa yang lebih tepat. Cinta akan datang dengan sendirinya, meski harus menunggu waktu yang sangat lama."
Mendengar suara kura-kura yang pelan dan dalam, riuh ramai itu pun menjadi tenang. Fross dan yang lain akhirnya bisa bernapas lega.
"Lagipula, sepertinya tidak ditentukan makhluk mana yang lebih cocok menjadi cinta sejatinya. Bahkan, jika itu seekor katak biasa pun, jika memang mereka ditakdirkan untuk bersama, maka mereka akan bersama.
"Cinta tidak untuk dipandang siapa lebih cocok dengan siapa. Cinta tak membutuhkan komentar makhluk yang lainnya."
Kura-kura tua yang diketahui bernama Land itu kemudian mengunyah selembar daun, setelah selesai dengan bicara. Dengan santai, seolah-olah ia tidak habis mengucapkan kata-kata bijak yang sudah membungkam mulut-mulut remeh yang lain.
Sejujurnya, Fross sempat memikirkan saran yang tadi sempat disampaikan terkait dirinya yang juga seorang peri. Ia sempat hendak besar kepala dan akan mengajukan diri menjadi cinta sejatinya Fayre.
Akan tetapi, sungguh pun ucapan Land langsung mengguncang akal sehat dan nuraninya. Benar! Jika memang mereka ditakdirkan untuk bersama, maka mereka akan bersama. Sejak awal.
Namun pada kenyataannya, mereka hanya berteman sampai sekarang. Mungkin, Fross memang bukan takdir cinta sejati yang dibutuhkan dan diharapkan seorang Fayre.
Tidak! Mereka semua hanya tidak tahu, bahwa setiap malam di rumahnya, Fayre bahkan sempat memikirkan hal itu. Untuk menjadikan salah satu teman binatangnya sebagai cinta sejatinya.
Sayangnya, memang tidak semudah itu menemukan cinta sejati. Maka dari itu, Fayre kembali tenggelam dalam kegalauan dan keresahannya dari waktu ke waktu.
Mengapa sulit sekali menemukan cara untuk menghapus kutukannya itu?!
"Baiklah, jadi apa rencanamu untuk menemukan cinta sejati Fayre?" tanya tupai kecil lucu yang sudah selesai memakan biji kenarinya tadi.
Ah! Untung saja tupai itu mengingatkan! Karena jika tidak, mereka akan tenggelam pada hal-hal tidak berguna.
"Begini-." Dihentikan Fross bicaranya, sebab ia merasa suaranya semakin mengecil daripada sebelumnya.
Dilihat Fross pengeras suara sudah melenceng-tak tepat berada di depan mulutnya. Katak itu pun menoleh ke belakang.
Benar saja! Blaster tidak fokus memegangi pengeras suaranya seperti tadi. Kelinci belang itu sedang melihat ke samping dengan begitu serius.
"Hey, Kelinci! Pegang pengeras suaranya yang benar!" tegur Fross.
"Ekh, iya iya!"
"Apa sih yang kau lihat sampai seserius itu?"
"Akh, itu mereka!" Langsung ditunjuk oleh Blaster kedua rusa di sebelah kirinya. "Bukannya memperhatikan ke depan, tapi mereka malah asyik bermesraan!" adu kelinci itu kesal.
"Astaga, ya ampun!" Fross menepuk dahi lalu meraup wajah dengan ekspresi lelah. Ingin mengomel, tapi ini bukan waktunya. "Sini! Berikan padaku!" Direbut katak itu pengeras suara dari tangan Blaster.
Mereka benar-benar tidak tahu tempat dan waktu. Dan yang jelas tidak tahu malu. Padahal, semua binatang sedang fokus dan serius. Tapi bisa-bisanya mereka malah memikirkan diri mereka sendiri. Mana lagi, ditonton oleh semua yang hadir.
Benar-benar!
Corong daun itu Fross arahkan pada sepasang rusa yang tengah memadu kasih tak jauh darinya. Namun sebelum itu Fross memberi kode pada binatang yang lain untuk diam dan menutup mulut mereka.
"Awaaaasss! Ada harimaauuuu!!!" teriak Fross dengan sengaja menggunakan pengeras suara. Diarahkan tepat ke telinga kedua rusa.
"APA?? Harimau? Mana? Mana?"
"Sayang! Ada Harimau! Sebaiknya kita cepat melarikan diri dan bersembunyi!"
Keduanya pun langsung terperanjat. Auto selesai bermesraan lalu lari tunggang langgang. Masih tak sadar bahwa yang terbirit-birit hanyalah mereka berdua saja.
Setelah keduanya berlari, para binatang pun melepas tawa mereka. Terbahak sampai puas, sampai perut mereka sakit, ada juga yang sampai menangis saking lucu melihat kelakuan dua rusa itu.
"Sudah, sudah! Ayo kita kembali fokus pada masalah Fayre! Jangan hiraukan mereka berdua lagi!"
Sekarang Fross memegang pengeras suaranya sendiri. Supaya lebih stabil, pikirnya. Daripada memegangi hilang fokus lagi. Suaranya pun mengecil lagi bak suara semut-semut kecil.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!