[Tahun 3033, Ibukota Kerajaan Patras, Wina]
Api yang tak terhitung jumlahnya berkobar di sekitar Nix. Membuatnya susah bernapas selagi ia berjalan melewati reruntuhan bangunan yang tak terhitung jumlahnya.
Dia tidak merasa apa-apa ketika melewati puing-puing bangunan itu, hanya melihat dengan tatapannya yang kosong. Tidak ada yang tau apa yang sedang dipikirkannya sekarang.
"Ah, ini semua salahku" Pikir Nix dalam hati.
Hanya dalam satu hari saja, semua kota dan negara yang ada di dunia telah terbakar habis oleh api, membuat Nix yang menatapnya merasa hampa. Ia tidak tau apa yang harus ia lakukan, hanya bisa menatap itu dengan tatapan kosongnya.
"Semua ini tidak akan terjadi apabila aku tidak melawannya sendiri." Ucap Nix sambil melihat ke kobaran api dengan tatapan kosongnya.
Nix merasa dirinya yang menyebabkan semua ini terjadi, ia sangat membenci dirinya yang sekarang. Bahkan ia berpikir untuk membunuh dirinya sendiri.
"Apakah ada cara agar aku bisa memperbaiki ini?" Kata Nix dengan harapan yang dia anggap mustahil.
Walaupun Nix ingin memperbaikinya, ia tidak bisa melakukan apa-apa. "Semuanya sudah terlambat sekarang." Itulah yang dipikirkannya saat ini.
Mungkin ada keajaiban dimana seorang Dewa akan turun dari langit dan memberinya kesempatan ke-2, tetapi bagi Nix, Dewa itu hanyalah bualan belaka. Tidak ada gunanya berharap pada sosok yang tidak pernah dilihatnya seumur hidup.
Apabila dia bisa memperbaiki ini semua, maka dia pasti akan melakukannya dengan sungguh-sungguh dan tidak akan berpikir naif lagi kedepannya.
Apabila dia bisa mengulang waktu, maka dia akan mengumpulkan teman yang akan mendukungnya pada saat ia bertarung.
Apabila dia bisa bertarung ulang melawan Raja iblis itu, maka ia akan melawannya dengan kekuatan penuh dari awal, dan tentu saja dengan teman seperjuangan yang akan ia kumpulkan apabila dia memang bisa mengulang segalanya dari awal.
Tetapi itu hanyalah impian yang Nix dambakan di situasi sekarang ini. Dimana tidak ada 1 orang pun yang terlihat masih hidup, puing-puing bangunan yang bertebaran dimana-mana, api yang akan terus terlihat hingga ujung cakrawala, dan langit hitam yang terlihat seakan-akan ingin menelan dunia.
Nix hanya terus berjalan melewati puing-puing itu, sambil melihat beberapa mayat manusia yang terbaring diantara bangunan, bahkan yang sudah terbakar habis hingga menyisakan abunya saja.
"A-aku...."
Nix berlutut sambil menghadap ke langit yang hitam, merasakan ada sesuatu yang menggelitik pipinya, ia membiarkan itu terus mengalir, itu adalah air matanya yang ia jatuhkan sambil memikirkan hal-hal yang ia salahkan pada dirinya sendiri hingga sekarang.
"Kumohon maafkan aku..." Ucap Nix dengan isak tangisnya.
Tidak ada yang tau ucapan maaf itu untuk siapa, mungkin itu orang tuanya, atau kenalannya, atau mungkin seluruh manusia yang ia anggap sudah mati karena perbuatannya sendiri.
Ia hanya ingin meminta maaf untuk sekarang, walau tidak ada orang yang akan menjawabnya, ia tetap ingin melakukan itu untuk dirinya sendiri.
Sambil terus menyalahi dirinya sendiri dibawah langit hitam yang terus memekat, Nix yang sudah putus asa, mengambil salah satu dari dua pedang yang ia simpan di belakang punggungnya.
Pedang yang dia ambil berwarna hitam, sebuah pedang yang ia dapatkan dari masa lalu dengan mengalahkan bos labirin yang saat itu dikenal sebagai Death Ripper, Sang Dewa kematian.
Dulu, ia sempat membuat heboh seluruh dunia karena dapat mengalahkan Death Ripper seorang diri. Dengan berbuah pedang hitam yang dia ambil dari pemberian Death Ripper itu sendiri, ia dianggap sebagai petualang solo terhebat yang bahkan diakui oleh Guild.
Mendapat Rank Z yang merupakan simbol penghormatan baginya, ia menjadi lebih dikenal di sekitarnya. Mendapat perlakuan khusus dan pujaan yang sering dilontarkan padanya, walau dia sama sekali tidak peduli dengan itu.
Tetapi sekarang kenangan itu hanyalah sebuah kenangan lama, pedang yang ia dapatkan dengan susah payah itu sudah menemui tujuan akhirnya yaitu melawan Raja Iblis.
Tetapi dia gagal mengalahkannya. Membuat dunia hancur seperti sekarang ini, dia hanya melihat pedang itu sebagai pedang biasa yang akan mengakhiri hidupnya saat ini.
Dengan tatapannya yang masih kosong, Nix membalikkan pedang yang diambilnya dan memegang gagang pedang itu dengan kedua tangannya, mengarahkan ujung bilah pedang itu pada dirinya sendiri.
"Aku sudah lelah..." Kata Nix yang mungkin saja akan menjadi kalimat terakhirnya.
Nix mengangkat pedangnya lebih tinggi lagi, sambil terus melihat ke langit dan terus merasa hampa, ia menusuk dadanya dengan pedang hitamnya
*Crosh!*
Suara daging yang tertembus terdengar di telinga Nix, menandakan dia telah merobek dagingnya sendiri saat ini.
Darahnya berhamburan kemana-mana, mengotori wajah, pakaian dan tangannya. Walaupun ia sama sekali tidak peduli dengan itu sekarang.
Pandangannya mulai kabur karena kehabisan darah, lututnya yang tidak kuat untuk menopang tubuhnya akhirnya membuat tubuhnya terjatuh ke tanah.
Tidak lama setelah itu, dia menutup matanya dengan pasrah. Berharap ketika ia bangun ia akan berada di pangkuan ibunya lagi, dan mengulang segalanya dari awal.
Walau dia berpikir bahwa itu hanyalah harapan palsu yang tidak akan pernah terkabul, dia tetap berharap bahwa itu mungkin saja terjadi.
"Ugh!" Rintih Nix kesakitan.
Sakit akibat tusukan yang ia arahkan pada dirinya sendiri membuatnya menggeliat kesakitan.
Perlahan-lahan kesadarannya memudar akibat rasa sakit, menandakan bahwa sebentar lagi dirinya akan mati kehabisan darah.
Dengan harapan yang masih dia harapkan untuk terjadi. Dia menutup matanya dan menghembuskan nafas terakhirnya sambil berlinang air mata.
...----------------...
Gelap, semuanya terlihat gelap.
Setelah merasa bahwa ia sudah mati sebelumnya, Nix berada di sebuah tempat dimana semuanya terlihat gelap.
Tiada siapapun di situ, hanya dia seorang diri.
Nix menoleh ke sekitar melihat tempat gelap itu.
"Dimana aku?" Kata Nix dengan bingung.
Dia mencoba untuk mencari sesuatu di sekitarnya, tetapi tidak ada apapun yang bisa dilihatnya selain kegelapan yang tidak berujung.
"Bukankah aku sudah mati?" Gumam Nix dengan yakin.
Nix mengingat apa yang terjadi sebelumnya, dia telah menusuk dirinya sendiri dengan pedangnya, Mengakibatkan dia kehabisan darah dan mati di saat itu.
Namun, tiba-tiba dia berada disini tepat ketika dia merasa bahwa dia telah mati sebelumnya.
"Hm?"
Di belakangnya, terdengar sedikit suara.
Suara itu terdengar seperti angin. Mungkin Nix tidak akan bisa mendengarnya jika ia berada di dunianya. Tetapi di tempat yang sangat sepi seperti saat ini, bahkan suara sekecil angin-pun dapat terdengar.
Nix membalikkan badannya menuju asal suara itu.
Nix melihat sebilah pedang hitam yang dia kenali dengan baik bentuknya.
Sebuah pedang yang dulu ia dapatkan dengan menaklukkan dungeon, sebuah pedang yang telah berkelana bersamanya dalam waktu yang lama.
Ya, itu adalah salah satu dari dua pedang yang ia gunakan, The Black Rose.
Nix tidak mengerti mengapa pedangnya ada di tempat ini sekarang. Sebelum ia berpikir mengenai itu, Pedang itu tiba-tiba berbicara padanya.
"Nix." Ucap pedang itu memanggilnya.
Seperti nada seorang wanita, Nix terkejut mendengar pedangnya dapat berbicara, namun sebelum ia sempat menjawabnya, pedang itu sekali lagi berbicara padanya.
"Nix, dengarkan aku, aku sudah melihat dan mengawasimu selama aku bersamamu selama bertahun-tahun, seperti apa kesenangan dan penderitaanmu, seperti apa keinginan dan harapanmu, dan seperti apa rasanya ingin memperbaiki segalanya dari awal." Kata pedang hitam itu.
Nix mengerti apa yang dimaksud dengan pedang itu. Tetapi ia merasa bahwa saat ini dia hanya harus mendengarkan pedang itu berbicara.
"Mungkin kamu tidak tau ini, tetapi dengan kekuatanku. Sebenarnya kamu dapat mengulang dunia ini dari awal kamu dilahirkan."
"The Black Rose mempunyai kekuatan unik dimana jika pemilik menusuk dirinya sendiri dengan pedangnya, maka ia dapat mengulang dunia dari awal ketika ia baru dilahirkan."
"Dan kamu yang tidak sengaja mengambilku untuk membunuh dirimu sendiri, telah memicu kekuatan itu untuk aktif."
"Dan sekarang ini, kamu sedang berada di dalam diriku untuk sementara waktu selagi menunggu tubuhmu dan pikiranmu di stabilkan."
"Agar nantinya di dunia baru yang akan kamu tempati, kamu akan tetap memiliki memori dari duniamu sebelumnya." Kata pedang itu menjelaskan.
Nix membelalakan matanya mendengar penjelasan pedang itu.
Dia tidak menyangka bahwa pilihannya untuk membunuh dirinya sendiri akan berubah menjadi sebuah kesempatan dimana dirinya dapat memperbaiki kesalahannya di masa lalu.
Namun, walau itu terjadi, tidak ada jaminan dimana Nix dapat membuat keputusan lebih baik di kehidupan selanjutnya.
Oleh karena itu, dia merasa senang sekaligus takut membayangkan dirinya mungkin akan melakukan kesalahan yang sama seperti yang ia lakukan di dunianya sebelumnya.
Nix mengigit bibirnya membayangkan kehancuran dunia yang ia lihat di depan matanya saat itu. Dan dengan tekad yang ia kumpulkan di hatinya, dia bersumpah bahwa selanjutnya ia akan menjadi lebih kuat dan tidak naif seperti sebelumnya
"Nix, stabilisasi telah selesai dilakukan, kamu akan segera dibangunkan di dunia barumu saat ini, apabila ada yang ingin kamu katakan. Sebaiknya kamu mengatakannya sekarang." Ucap pedang itu memberitahu Nix.
Mengetahui bahwa ia tidak mempunyai waktu lama lagi, Nix melihat ke arah Black Rose dengan mata tajamnya, menguatkan tekadnya sekali lagi. Ia membuka mulutnya untuk bersumpah kepada pedang itu dan dirinya sendiri.
"Black Rose, aku bersumpah atas namaku sendiri. Bahwa di kehidupanku selanjutnya, aku akan menjadi lebih kuat, membuat teman, serta melakukan hal yang kusesali di duniaku dulu karena tidak melakukannya sebelumnya." Nix berjanji pada Black Rose.
"Oleh karena itu, ketika aku sudah berada di sana, aku akan mencarimu lagi, dan akan berpetualang bersamamu lagi untuk mengalahkan raja iblis seperti di duniaku dulu. Karena itu, tolong tunggu aku sampai saat itu tiba." Ucap Nix dengan mata tajamnya.
Black Rose yang mendengar itu hanya menjawab dengan sepatah kata.
"Ya, aku akan menunggumu." Balas Black Rose singkat.
Setelah mengucapkan itu, sebuah cahaya muncul dari atas dan menerangi tempat yang gelap itu.
Semua langit dan dinding mulai tertutupi oleh silaunya cahaya itu, dan Black Rose yang berada di depan Nix, perlahan menghilang tertelan cahaya itu.
Nix terus menatap Black Rose sampai ia benar-benar tidak terlihat lagi di matanya.
Dan ketika cahaya itu semakin terang dan terang, Nix perlahan memejamkan matanya.
...----------------...
[Tahun 3033]
[Tahun 3028]
[Tahun 3021]
[Tahun 3016]
[Tahun 3014]
[Tahun 3010, Kerajaan Heraklion, Tiva]
...----------------...
...Halo Semuanya 🙋...
Ini adalah ke-2 kalinya saya membuat Novel bertema Fantasi dengan Pedang dan sihir. Tidak seperti sebelumnya, yaitu menggunakan sudut pandang orang pertama, kali ini saya menggunakan sudut pandang orang ketiga. Apabila ada tutur kalimat yang kurang, dan ejaan yang salah, saya mohon untuk memberitahu lewat komentar agar saya dapat memperbaikinya dan menjadi lebih baik lagi. Semoga kalian dapat menikmati Novel ini. Terima kasih 🙏.
[Tahun 3010, Kerajaan Heraklios, Tifa]
Suara tangisan terdengar keras di telinga Nix, itu adalah tangisan seorang bayi yang baru lahir.
"Oeeeeee!! Oeeeeeeee!!!"
Ya, bayi itu adalah Nix, yang baru saja terlahir kembali di dunia yang pernah ia tempati sebelumnya.
"Hmm, bayi laki-laki yang sehat. Selamat ya bu, sekarang Ibu sudah resmi menjadi seorang Ibu." Ucap seorang wanita yang sepertinya seorang suster.
"Wahhhh!!! laki-laki ya? aku sudah memikirkannya sebelumnya. Sayang, namamu adalah Nix, Nixerick Xiphos."
"Nama yang artinya adalah pedang. Karena kelak kamu akan menjadi pendekar pedang yang akan melampaui bahkan ayahmu sendiri, aku percaya itu akan terjadi di masa depan." Ucap Ibu Nix sambil melihat ke arah Nix
Nix melihat ke arah Ibunya yang memiliki rambut pirang panjang yang sama seperti di kehidupan ia sebelumnya.
Di dunia Nix sebelumnya, ayah Nix memang terkenal sebagai petualangan peringkat A yang suka membantu warga sekitar dalam menghadapi monster.
Ia dikenal juga karena ketulusannya dalam membantu tanpa meminta sedikit pamrih-pun pada orang.
"Aku yakin bu, ketika ia sudah remaja nanti, ia pasti akan menjadi pendekar pedang terkuat yang akan dikenal di kota ini, bahkan mungkin kedepannya bisa mengguncang 1 negara, atau mungkin 1 dunia!" Ucap suster itu melebih-lebihkan.
Di kehidupan Nix sebelumnya. Nix sama sekali tidak mengenal suster ini, ia belum pernah melihat wajahnya sama sekali.
"Aku harap itu terjadi, karena bagaimanapun juga dia adalah anak dari suamiku." Balas ibuku dengan tersenyum.
Nix masihlah seorang bayi yang baru lahir, tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang selain menangis, Walau dia bisa berpikir layaknya orang dewasa dipikirannya.
*Duk Duk Duk Duk!*
Suara kayu yang diinjak terdengar keras hingga ke telinga Nix, Nix sudah menebak siapa itu, suara itu semakin keras hingga sampai di depan pintu kamar.
*Brak!*
Pintu ruangan dibanting secara keras.
"Eva!" Ucap seorang pria memanggil ibu Nix.
Ibu Nix terkejut mendengar suara itu.
"Ah! Sayang! apakah kamu tidak lihat? anak ini sedang ingin tidur!" Balas ibu Nix yang terkejut.
"Ah m-maaf! aku terbawa suasana karena kudengar kamu berhasil melahirkan. Begitu ya? jadi aku sudah menjadi seorang Ayah sekarang. " Ucap Ayah Nix sambil menggaruk kepalanya.
Ayah Nix bernama Taios Xiphos, berbalikan dengan Ibunya, Ayah Nix memliki rambut berwarna oranye, dan juga tubuhnya yang ideal dengan otot yang terlihat menembus bajunya.
Ibu Nix menodongkan Nix yang diselimuti dengan kain kepada Ayahnya yang ada di hadapannya.
"Ini, silahkan kamu menggendongnya dan melihatnya sendiri." Ucap Ibu Nix.
Sang ayah yang melihat itu langsung maju ke depan dan mengambil bayi itu dengan perlahan dari tangan Ibu Nix.
Ketika sudah mengambilnya, Ayah Nix dengan perlahan menaruh bayi itu di dadanya, membuat Nix yang menangis langsung berhenti karena merasa nyaman.
"Cup-cup-cup, jangan menangis lagi, jangan menangis lagi." Ucap Ayah Nix menenangkan bayinya.
Walau Nix masih bayi, ia mengerti ucapan yang dikatakan oleh ayahnya. Membuat dia yang mendengarnya entah kenapa merasa rindu dan senang secara bersamaan.
"Cup-cup-cup, anak Ayah pintar, anak Ayah pintar, Ayah yakin saat kamu sudah besar nanti, Kamu akan menjadi lebih kuat dari Ayah. Dan bahkan bisa melampaui pendekar pedang kuat lainnya." Ucap Ayah sambil tersenyum.
Nix hanya terdiam melihat ke arah Ayahnya, dia berpikir bahwa apa yang dikatakan ayahnya memang akan menjadi kenyataan, karena memang sebelumnya dia adalah Swordmaster dengan peringkat Z.
Tetapi Nix segera membuang pemikiran naif itu, walaupun dia memang bisa menjadi sekuat dulu lagi dengan kemampuan skill yang masih ia ingat dari dunia lamanya, ia tidak boleh beranggapan bahwa semuanya akan tetap berjalan mulus tanpa ada halangan.
Karena pemikiran itulah yang membuatnya kalah dalam mengalahkan Raja Iblis sebelumnya.
"Sekarang kamu tidur dulu ya nak, biar nanti kamu merasa lapar dan akan makan setelahnya, biar cepat tumbuh ya." Ucap ayahku sambil menepuk Nix dengan halus.
Nix yang merasa nyaman dengan suara dan sentuhan hangat dari Ayahnya, perlahan memejamkan matanya dan tertidur.
...----------------...
[Tahun 3014, Kerajaan Heraklios, Tifa]
4 Tahun sudah berlalu semenjak Nix dilahirkan, dan ia sekarang sudah menjadi anak kecil yang aktif dengan berlatih pedang dengan ayahnya setiap hari.
"Ayo-ayo! anak ayah harus bisa setidaknya melayangkan tebasannya dengan betul ke lawannya." Kata Ayah pada Nix.
Sebenarnya, Nix dapat mengarahkan serangan telak ke ayahnya yang sengaja membuka banyak celah.
Tetapi dengan kondisi tubuh dan staminanya saat ini, dia tidak bisa melakukan serangan yang ingin dilakukannya walau ingin.
"Hyah! Hyah!"
Nix dengan sebisanya melakukan tebasan layaknya seorang anak kecil yang pertama kali memegang pedang.
"Hahaha, anak Ayah sangat semangat ya berlatih pedangnya." Ucap Ayah Nix sambil tersenyum.
Nix tetap mengayunkan pedangnya dengan niatan untuk segera melatih tubuh dan staminanya. Walau mungkin ayunan yang ia layangkan terlihat seperti ayunan anak kecil.
...----------------...
[Tahun 3018, Kerajaan Heraklios, Tifa]
Setelah berumur 8 tahun, Nix sudah bisa melawan ayahnya dengan seimbang.
"Aku maju Ayah!" Ucap Nix sambil menendang kakinya ke tanah di belakangnya.
Nix melaju pesat ke arah ayahnya yang berada di hadapannya.
"Hoooh, kalau begitu, tunjukkan semua yang kamu bisa nak!" Balas Ayah Nix sambil memasang kuda-kuda.
Nix sudah mengerti pola kuda-kuda yang digunakan ayahnya sendiri, itu adalah pola yang ia gunakan sama seperti di dunianya sebelumnya. Karena memang Ayahnya sendirilah yang mengajarinya itu.
"Terima ini!"
Nix mengayunkan pedangnya ke arah ayahnya.
Ayah Nix menangkis nya dengan pedangnya.
Nix melakukan lompatan kecil ke belakang, dan melakukan tendangan memutar ke arah kepala ayahnya.
Ayahnya memundurkan kepalanya sedikit untuk menghindari serangan itu.
Tendangan Nix yang dihindari sepenuhnya oleh Ayahnya, dilanjutkan dengan serangan beruntun dari pedang Nix.
Ayah Nix dengan santai menangkis semua serangan itu.
Setelah merasa bahwa jarak diantara mereka sudah dekat, Nix melompat di depan wajah ayahnya, dan melakukan tendangan memutar tepat ke wajah Ayahnya.
"!"
Ayah Nix terkejut dengan tendangan itu, tetapi ia berhasil menghindarinya dengan menundukkan kepalanya
Nix mendarat di tanah dengan posisi kepala yang berada di bawah, menopang tubuhnya dengan tangan, dan mendorong itu untuk melancarkan tendangan kaki belakangnya ke arah Ayahnya.
*Bugh!*
Tendangan Nix mendarat di perut Ayahnya.
Nix yang mendorong ayahnya ke belakang, melanjutkan serangannya dengan melempar pedang kayunya ke arah Ayahnya.
Ayahnya yang melihat itu langsung menepis pedang Nix dengan pedangnya.
"Woah! apa yang kamu lakukan Nix? membuang senjatamu seperti itu." Ucap Ayah Nix.
Ayah Nix yang melihat Nix dengan tangan kosong, langsung maju ke arahnya dengan niat untuk menyerangnya.
Nix yang melihat itu hanya diam di tempatnya.
Ayah Nix yang sudah dekat dengannya, langsung mengambil posisi menyerang dan mengarahkan pedangnya secara lurus ke arah Nix.
Nix yang melihat itu langsung sengaja menidurkan badannya di tanah.
Nix sekarang berada tepat di bawah tubuh ayahnya.
Nix mengeluarkan senjata yang ia simpan di kantung bajunya.
Senjata itu adalah pedang kayu lain yang ia sembunyikan untuk berjaga-jaga apabila dia melemparkan senjatanya.
Sesudah mengeluarkan pedang itu, dia langsung menusuknya tepat di dada Ayahnya.
"?!"
Ayahnya terkejut melihat anaknya yang menyimpan senjata lain di bajunya.
"Heh, lumayan." Ucap Ayahnya.
Nix yang masih berada di tanah bangkit berdiri dan membersihkan bajunya yang kotor.
"Gimana? apakah aku sudah siap yah?" Tanya Nix kepada Ayahnya.
Ayahnya memasang wajah tersenyum mendengar Nix bertanya.
"Ya, kamu sudah sangat siap Nix." Balas Ayahnya.
Setelah mendengar itu, Nix dengan lega menghembuskan nafasnya.
"Akademi Sihir ya, mungkin akan menarik di sana." Ucap Nix sambil melihat ke langit.
Tidak lama setelah mereka berlatih, Ibu Nix memanggilnya untuk makan siang.
"Sayang! Nix! masakannya sudah jadi! ayo makan siang!" Ucap Ibu Nix memanggil Ayah dan anaknya yang sedang melamun.
"Iya! aku kesana! ayo Ayah!" Ajak Nix.
"Ya, kita akan lanjutkan ini nanti, persiapan dirimu Nix, karena kali ini ayah tidak akan menahan diri." Balas Ayahnya.
"Tentu saja!" Balas Nix dengan semangat.
[Tahun 3024, Kerajaan Heraklios,Tifa]
Setelah genap berumur 14 tahun, Nix akan dikirim menuju Ibukota kerajaan untuk belajar di salah satu Akademi Sihir Kerajaan.
Nix sudah siap untuk pergi ke Ibukota dengan Kereta kudanya yang menunggu didepan rumah, sekarang ia sedang berdiri di depan rumahnya sambil melihat ke arah orang tuanya dengan niatan untuk berpamitan dengan mereka.
"Ayah, ibu, aku berangkat dulu." Ucap Nix berpamitan.
Ayah dan ibunya tersenyum melihat anaknya yang akan segera pergi meninggalkan mereka untuk belajar di Ibukota.
"Tidak kusangka, hanya dalam waktu singkat. Bayi kecilku yang dulu suka menangis sudah menjadi cukup dewasa untuk belajar di akademi sihir kerajaan." Ucap Ibu Nix padanya.
"Ibu..." Gumam Nix tersenyum pahit.
"Ya, pastikan kamu belajar dengan giat di sana, kejarlah impianmu dan jangan berhenti untuk berlatih agar menjadi lebih kuat." Ucap Ayahnya.
"Tentu saja, aku akan terus berlatih hingga suatu saat aku dapat mengalahkan Ayah dalam 1 tebasan."
"Hoooh, aku menantikan dimana itu benar-benar terjadi Nix." Ucap Ayahnya tersenyum.
"Jangan hanya berlatih terus, jaga kesehatanmu dan carilah teman terutama gadis yang mungkin akan menjadi pasanganmu di masa depan." Ucap Ibu Nix.
"Ahahahaha, aku akan berusaha dalam mencari teman bu, tetapi untuk gadis..."
"Jangan berlama-lama dalam mencari seorang gadis, karena jika terlalu lama. Tanpa sadar kamu sudah menjadi tua dan tidak ada gadis lagi yang ingin bersamamu." Ucap Ibu Nix menasehatinya.
"A-aku tau itu..."
"Ahahahaha, memang susah ya jadi anak muda." Ucap Ayah Nix tertawa.
"Hm?, apakah kamu tidak sadar bahwa dulu kamu juga seperti itu sayang?" Ucap Ibu Nix.
"Eh? benarkah?"
"Ya, kamu dulu sangatlah tidak peka sampai-sampai membuatku harus mengakui perasaanku ketika kamu sudah berumur 31 tahun.
"E-eh? aku tidak menyangka akan selama itu." Ayah Nix menggaruk kepalanya.
Setelah mendengar obrolan sedikit dari orang tuanya, Nix segera mengambil barang bawaannya dan menaruhnya di kereta.
Setelah itu, dia langsung mengambil posisi duduk di salah satu bangku keretanya dan melihat ke arah jendela untuk melihat kedua orang tuanya yang masih menunggunya.
"Kalau begitu, aku berangkat dulu." Ucap Nix sambil melambaikan tangan
"Ya, jangan lupa untuk terus berlatih." Ucap Ayahnya.
"Dan jangan lupa untuk mencari teman dan memberi Ibu surat ya!" Ucap Ibunya.
"Ya, aku mengerti kok." Jawab Nix
Setelah mendengar pesan mereka. Sopir Kuda yang berada di depan segera menjalankan kudanya untuk segera berangkat menuju Ibukota kerajaan.
Nix mengeluarkan kepalanya dari jendela dan melambaikan tangannya pada Ibu dan Ayahnya yang terus menjauh dari pandangannya.
Nix terus melihat mereka sampai kedua orang tuanya sudah tidak terlihat lagi di pandangannya.
"Aku pasti akan rindu dengan mereka." Ucap Nix sambil melihat ke arah rumahnya.
...----------------...
[Tahun 3024, Ibukota Kerajaan Heraklios, Limos]
Perjalanan ke Ibukota kerajaan Heraklios memakan waktu sampai 5 jam untuk sampai.
Ketika sudah sampai di depan pintu gerbang, terlihat berbagai kereta kuda yang hendak masuk ke dalam kota itu, mulai dari kereta sekelas bangsawan dan konglomerat, hingga kereta sekelas Nix yang terlihat sederhana.
Kereta yang terlihat mewah itu kebanyakan milik seorang siswa bangsawan yang bersekolah sama dengan tempatnya yaitu akademi sihir.
Bangsawan adalah orang dengan status khusus yang diperoleh dari keturunan melalui pencapaian yang dilakukan leluhur mereka di masa lalu.
Biasanya, status bangsawan akan diberikan pada seseorang atau keluarga yang pernah berkontribusi dalam membantu negara berperang sebelumnya.
Maka dari itu, kebanyakan keturunan bangsawan adalah keturunan pendekar pedang ataupun seorang caster yang terkenal di masa lampau.
Namun, pencapaian itu adalah pencapaian dari leluhur di masa lampau, dan bukan pencapaian cucu dan anak mereka yang merupakan keturunannya.
Tetapi, kebanyakan bangsawan sekarang menganggap derajat mereka lebih tinggi padahal mereka tidak melakukan prestasi yang dilakukan oleh leluhur mereka dulu.
Istilahnya, mereka hanyalah menumpang nama. Dan tidak melakukan prestasi apapun. Dan itu membuat sifat mereka menjadi sombong dan egois terhadap rakyat biasa yang tidak tergolong bangsawan.
Diskriminasi antara rakyat biasa sudah menjadi hal yang lumrah bagi sistem sosial saat ini, bangsawan yang merupakan keturunan kerajaan memiliki kekuatan yang dapat menindas orang yang ada di bawah mereka.
Mereka dapat melakukan apapun asal mereka memiliki koneksi dan uang.
Dan di Akademi sihir yang akan Nix datangi untuk belajar, kemungkinan adalah sarang terbesar dari anak-anak bangsawan yang bersifat egois.
Karena itu, kemungkinan Nix harus mengantisipasi bertemu dengan mereka, karena Nix ingin menghindari masalah sebisa mungkin.
Sambil terus memikirkan itu, Nix dikejutkan dengan tubrukan dari samping keretanya.
*Brak!* {Suara tabrakan}
"?!"
Nix terkejut karena ada tubrukan yang mengenai keretanya dari samping.
Ketika dia memeriksanya dari jendela, terlihat sepasang kereta kuda mewah berbalut emas yang sepertinya milik seseorang yang cukup kaya.
Tidak lama setelah tubrukan itu, Jendela kereta tersebut dibuka dari dalam, dan Nix melihat seorang anak laki-laki yang sepertinya berumuran sama dengannya di sana.
Anak lelaki itu memasang wajah emosi sekaligus jijik sambil menatap Nix yang berada persis disampingnya.
"Bisakah kamu perhatikan jalurmu sedikit? dasar rakyat jelata." Ucap Anak lelaki itu dari jendela.
Nix tau bahwa di aturan dunia ini, seseorang dengan uang dan kemampuan lebih dapat dengan leluasa memerintah dan menindas orang yang ada di bawah mereka.
Sebelum Nix menjadi Swordmaster dengan peringkat Z, Nix seringkali mendapat cacian dan hinaan dari orang yang memiliki kuasa lebih darinya.
Ia bahkan pernah dijebak dengan sekelompok pembunuh profesional hanya karena dia membuat seorang bangsawan kesal.
Dengan uang dan kuasa, orang kaya dapat melakukan apapun pada orang yang ada dibawahnya, dan mereka cenderung bersifat egois dan jijik pada orang seperti Nix yang disebut sebagai rakyat jelata.
Maka dari itu, Nix sudah tau apa yang harus dilakukannya jika bertemu dengan orang seperti itu.
Hal terbaik yang harus dilakukan adalah menurut dan tidak melawan, karena hanya akan memperpanjang urusan jika berurusan dengan orang seperti mereka.
"Maafkan aku, aku akan lebih berhati-hati lain kali." Ucap Nix dengan kepala tertunduk.
Anak itu tersenyum melihat Nix yang menundukkan kepalanya.
"Kamu tidak melawan? sepertinya kamu mempunyai sedikit otak di kepalamu." Ucap anak lelaki itu dengan tersenyum.
Nix hanya terdiam mendengar cacian anak itu.
Anak itu yang melihat Nix tidak menunjukkan reaksi apa-apa, merasa kesal dan kembali menghina Nix.
"Membosankan, seperti yang diharapkan dari rakyat jelata. Kalian hanya bisa menurut dan menundukkan kepala kalian dihadapan orang yang berada di atas kalian, karena pada dasarnya kalian tidak lebih dari sekedar semut yang mengikuti ratu." Lanjut ucap anak itu menghina Nix.
Nix tetap diam dan tidak mengatakan sepatah kata pun.
Setelah melihat reaksi Nix. anak itu menutup jendelanya dengan kesal dan kembali melanjutkan perjalanannya menuju Ibu Kota.
"...."
Nix terdiam melihat kereta anak itu menjauh dari keretanya.
Tidak lama setelah itu, sopir kereta yang melihat suasana sudah menjadi tenang, menghadap ke belakang untuk bertanya kepada Nix yang masih terdiam di dalam kereta.
"T-tuan? apakah kita bisa melanjutkannya sekarang?" Tanya Sopir itu kepada Nix.
Nix menghadap ke sopir kereta untuk membalasnya.
"Ya, maafkan aku, anda bisa melanjutkannya sekarang." Jawab Nix.
Setelah mendengar jawabannya, sopir kereta langsung kembali menjalankan kudanya menuju arah Ibukota.
"Aku penasaran apa yang akan terjadi di Akademi nanti." Pikir Nix dalam hati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!