Pagi ini, Aurora masih setia bergelung di bawah selimutnya. Rasanya malas sekali jika harus pergi ke kampus dan bertemu Singa Jantan itu. Pikir Aurora.
"Gila! Perasaan baru aja gue merem, udah pagi aja! Mana hari ini ada kelas pagi, lagi!" Aurora melirik jam yang ada di handphone nya dengan pandangan sayu.
"Mending mandi dulu, deh! Biar seger nih badan". Gumamnya lalu beranjak dari tempat ternyaman itu.
Aurora melangkahkan kakinya ke kamar mandi dengan langkah gontai. Setelah mandi, dia pun memakai pakaiannya dan menata beberapa buku pelajaran yang akan dibawa ke dalam tas.
Tok
Tok
Tok
"Sayang, Mama masuk, Ya?" Ucap seseorang dari balik pintu kamarnya.
"Masuk aja, Ma! Nggak di kunci, Kok" Seru Aurora.
Ceklek
Terlihat wanita yang telah melahirkannya itu berjalan mendekat dengan senyuman mengembang.
"Sayang, hari ini kamu ada jadwal pagi, Kan?Serena udah di bawah nungguin kamu, katanya kalian udah janjian buat berangkat bareng?" Tukas Elena, Mama Aurora seraya mengelus pucuk kepala sang anak.
Aurora mengernyitkan dahi sejenak, bingung dengan ucapan sang Mama. Pasalnya dia tidak ada janji apapun dengan sahabat nya satu itu.
Sejurus kemudian, kedua mata Aurora membola, Terbelalak.
"Serena! Kenapa lo demen banget nyariin gue masalah! Ogah banget gue ikut lo ketemu bandot tua sumber rezeki lo itu!" Batin Aurora.
"Yaudah, Ma. Kalau gitu Rora pergi dulu, Ya! Serena pasti lama nunggu-nya" Ucap Aurora sembari menyalimi tangan sang Mama.
"Loh, Sarapan dulu, Sayang! Papa udah nungguin di meja makan" Ucap Elena.
"Rora sarapan di kampus aja, Ma! Masih pagi juga, belum nafsu" Ujar Aurora sekenanya.
Dia pun menuruni satu persatu anak tangga di rumahnya.
Setelah di anak tangga terakhir, Dia mendapati Sang Papa, Arkhan Winata yang sedang menunggu istrinya memanggil Aurora.
"Loh, Sayang? Mama mana? Kok kamu sendirian?" Tanya Arkhan bingung.
"Papa? Mama masih diatas. Rora berangkat dulu, Ya! Maaf, Rora nggak ikut sarapan. Ada tugas kampus mendadak" Jelas Aurora sekenanya.
***
"Si Anying! Gue nggak mau ya, lo ajak ngemis-ngemis minta uang sama bandot lo itu! Sial banget hidup gue, Udah harga diri jatuh, ketimpa sial pula. Ganteng sih ganteng, tapi sadar diri juga, kali! Pantesnya tuh cari istri, bukan Sugar Baby! Heran gue, kenapa bisa gue sahabatan sama orang gila kayak lo!" Cerocos Aurora setelah sampai di samping Serena.
"Please, bantuin gue kali ini, aja! Sumpah, Rasaya gue frustasi banget! Daddy belum transferin gue, di telfon nggak di angkat. Kayaknya dia bener-bener marah sama gue" Ucap Serena mengerucutkan bibirnya.
"Gue tampol juga tuh bibir lama-lama! Itu bukan urusan gue, Ege! Gue nggak mau kena omelan Singa Jantan itu! Bosen gue lama-lama dikerjain habis-habisan sama tuh Dosen Killer" Gerutu Aurora.
Aurora memutar bola matanya malas. Ini lagi, Ini lagi! Masalahnya selalu sama, Resikonya pun akan sama nantinya.
"Please! Kali ini aja, Anying! Gue janji deh! Tapi nggak janji kalau lupa" Mohon Serena.
Aurora menatap kesal kearah Serena.
"Ogah! Berangkat aja sendiri! Gue mau kuliah" Aurora hendak memutar badannya, Namun tangannya di cekal oleh Serena.
Tentu saja Aurora kalah, Badan Serena lebih tinggi dan berisi darinya, otomatis dia tidak bisa melawan.
"Woi, Anying! Lepasin! Gue mau kuliah!" Teriak Aurora.
"Diem! Gue cuma minta tolong sebentar, Anying! Bukan mau perkosa lo!" Ucap Serena disertai kekehan.
Aurora diam tak melawan.
"Nah, Gini kan cepet selesai, Jadi lo bisa cepet-cepet pergi kuliah" Ucap Serena.
Dia pun berlari ke kursi kemudi dan menyalakan mesin mobilnya.
"Sepuluh menit, Nyet! Lebih dari itu, Kelar lo!" Seru Aurora menatap sengit Serena. Bukannya takut, Serena malah tergelak. Menurutnya, Lucu saja melihat raut muka Aurora.
"Iya-iya! Bentar doang, Kok" Jawab Serena masih tergelak.
***
Sepuluh menit mereka membelah jalanan Kota Jakarta itu. Dengan kelincahan Serena mereka dapat menerobos padatnya Ibukota. Hingga sampailah mereka di kawasan Apartmen Ellite jalan mawar.
"Cepetan turun! Gue sih ogah ikutan masuk" Ucal Aurora datar.
"Come on, Ra! Masa lo tega biarin sahabat lo yang cantik paripurna ini masuk sendiri? Gimana kalau ada orang jahatin gue? Gimana kalau ada Om-Om pedofil ngerayu gue?" Ucap Serena pura-pura takut.
Aurora berdecih, "Sejak kapan lo takut sama pedofil? Bukannya lo tuh peliharaan pedofil?"
"Dih, dikira gue anjing pake di perihara segala? Kalau Om Awan mah beda, dia tuh pedofil kesayangan" Ucap Serena sembari membayangkan wajah Sugar Daddy-nya itu.
"Bacot mulu daritadi! Cepetan masuk. Gue tunggu sepuluh menit, awas kalau lebih, gue tinggal" Ancam Aurora.
"Ck! Iya-iya! Gue masuk sekarang" Decak Serena. Dia pun mengambil tas jinjingnya dari seat belakang.
"Have fun, girls! Good luck! Jangan lupa bagi hasil" Seru Aurora dan dibalas tatapan kesal oleh Serena.
"Tunggu sebentar, Ndoro!" Ucap Serena berlagak seperti orang keraton dan mulai melangkah ke dalam.
Serena menekan tombol angka 9 setelah sampai di depan lift.
Ting!
Suara pintu lift terbuka bersamaan dengan notifikasi pesan masuk.
"Dasar bocah prik! Belum juga nyampe woi! Ganggu mulu kerjaannya!" Kesal Serena saat mendapat pesan dari Aurora.
Beberapa detik kemudian, Pintu lift kembali terbuka, menampilkan nuansa lantai 9.
Serena melangkah menuju ke sebuah kamar dan memencet bel beberapa kali.
Pintu terbuka, menampilkan seorang pria tampan bak dewa yunani tengah berdiri dengan memakai bathrobe.
"Daddy....." Lirih Serena. Dia pun segera berhambur ke pelukan pria tersebut.
"Masih ingat jalan ke sini? Aku pikir kamu amnesia. Makanya nggak pernah kesini" Ketus pria tersebut.
Pria itu adalah Awan, Hendra Priawan. Sugar Daddy dari Serena Devia Allinskie. Belum menikah, namun mempunyai simpanan gadis berusia 20 tahun yang sudah menjadi candu baginya.
"Daddy masih marah sama aku? Please, Dad! Dia itu nggak lebih dari seorang teman. Jujur, aku juga risih dia deket-deket terus sama aku! Aku cuma ingin dekat sama Daddy! Hanya Daddy yang bisa menyentuh dan menguasaiku" Rayu Serena sembari memainkan jari-jarinya di dada bidang Awan.
Setelah mendengar rayuan Serena, akhirnya Awan pun luluh kembali. Dan memaafkan Serena.
"Okay! Sekarang aku maafin kamu. Tapi jangan ulangi lagi, Beib!" Ucap Awan dengan mengecup pipi Serena. Tak hanya itu, mereka pun mulai terlena dengan perbuatan masing-masing dan mulai melancarkan aksi.
Serena mulai terbuai hingga lupa perjanjiannya dengan Aurora tadi.
Drrtt.....
Dering handphone Serena berhasil membuat aksi itu terjeda.
Auroranjing! Is Calling
"Wait, Dad! Oh my god! Aku lupa, Tadi aku kesini dianterin bestie aku. Sekarang dia ada di basement. Pasti dia ngomel, aku suruh nungguin padahal dia mau kuliah" Jelas Serena.
"Angkat Honey! Suruh aja dia bawa mobil kamu! Kamu nggak boleh balik sampai beberapa hari kedepan. Sampai aku puas dengan kekesalanku" Ujar Awan. Serena pun mengangguk dan memilih mengirim pesan kepada Aurora.
Auroranjing!
"Lo bawa aja mobil gue! Gue nggak bisa balik, see you Njing! Thanks udah mau direpotin. Bye bestie"
~Serenanjing!
Itulah isi pesan Serena yang sukses membuat Aurora kesal bukan main.
Aurora segera melompat ke seat kemudi dan menjalankan mobilnya dengan kecepatan penuh.
"Dasar Anying! Kenapa nggak ngomong dari tadi! Tau gini gue tinggal aja tuh orang! Bisa ditelan hidup-hidup sama Mr Angkasa kalau gini ceritanya" Gumam Aurora.
***
Sesampainya dikampus, ternyata kelas sudah dimulai. Aurora mengintip suasana kelasnya dibalik kaca pintu.
Ruangan yang biasanya rileks itu mendadak berubah menjadi kandang Singa. Terlihat seorang Dosen sedang menerangkan materi di depan kelas dengan tatapan dingin nan tajam.
"Mati gue! Gimana cara masuknya?" Gumam Aurora sembari memikirkan cara.
Tanpa Aurora ketahui, ternyata Dosen tersebut sudah mendapati keberadannya dan sedang memantau apa yang akan dilakukan Aurora selanjutnya.
Sang Dosen pun pura-pura menulis dipapan tulis untuk mengelabuhi Aurora. Dan benar saja, Aurora masuk mengendap-ngendap ke arah bangkunya.
"Ehm! Apakah kampus ini milik keluargamu, sehingga kamu keluar masuk kelas seenak jidat? Harus berapa kali dan dengan cara apa saya harus kasih tau kamu, ARESHA CHANDRIKA AURORA?!" Mampus, jika suda menggunakan nama lengkap, Maka bisa dipastikan Sang Dosen sudah marah besar.
Betapa malunya Aurora. Kini semua mata tertuju padanya.
Aurora membalikkan badannya dengan sedikit bergetar. Dia berusaha menarik senyuman semanis mungkin.
Terlihat kilatan amarah di wajah Dosen tersebut. Wajahnya merah padam dan tatapannya datar.
"M-Mr?" Sapa Aurora masih melengkungkan bibirnya.
"Kalian kerjakan tugas halaman 124. Dan kamu, Aurora! Ikut saya keruangan, SEKARANG!!" Seru Sang Dosen dengan lantang.
Aurora tak bisa berkutik lagi, dia hanya bisa pasrah mengikuti Sag Dosen dan menjalani hukuman sembari mengumpati nama Serena dalam hati.
"Serenanjing! Awas kalau besok lo masuk!" Batin Aurora.
Bersambung......
Setibanya di ruangan Angkasa, Sang Dosen Killer tersebut, Aurora masih menundukkan pandangannya.
Angkasa mendaratkan bokongnya di kursi kebesarannya dan memerintahkan Aurora untuk duduk dengan raut wajah datar.
"Duduk!" Seru Angkasa dengan nada dingin.
"Mr, saya telat karena ada alasannya!" Kilah Aurora.
"Baiklah, apa alasannya? Jelaskan pada saya apa alasannya? Bangun siang? Macet? Atau ada yang lain? Aurora, semua itu sudah basi!" Ucap Angkasa penuh penekanan.
"Gila! Serem juga nih Singa Jantan kalau marah!" Batin Aurora.
"Kamu mengumpati saya dalam hati? Cih, sayangnya mau kamu mengumpat sampai mulut mulut kamu berbusa pun tidak akan bisa merubah keputusan saya!" Cicit Angkasa.
"Kep-Keputusan apa, Mr? Saya mohon jangan libatkan orang tua saya, apalagi sampai di D.O karena saya sering terlambat" Mohon Aurora penuh ketakutan.
Pelupuk mata Aurora sudah menggenang, bahkan hampir jatuh.
"Menarik!" Batin Angkasa tersenyum dalam hati.
"Terserah, asal kamu mau menuruti ala yang saya mau, hal itu tidak akan pernah terjadi" Ucap Angkasa tersenyum miring.
"Baiklah, saya berjanji akan menuruti semua yang Mr mau, asal jangan lakukan itu" Ucap Aurora spontan.
"Baiklah, Sekarang kamu boleh kembali dulu ke kelas, kerjakan tugas yang saya berikan tadi. Lima belas menit lagi saya akan kembali dan meminta tugas tersebut" Pungkas Angkasa.
Aurora pun kembali dengan langkah gontai. Ini semua karena Serena. Lihatlah, betapa gilanya Serena itu.
"Lo emang bejat, Ser. Tapi anehnya gue nggak pernah mau persahabatan kita putus" Gumam Aurora sembari berjalan kembali ke kelas.
Tanpa Aurora ketahui, Angkasa sudah merekam pembicaraannya dengan Aurora untuk senjata ancaman.
***
"Saatnya dikumpulkan! Selesai tidak selesai, silahkan kalian letakkan di atas meja!" Ucap Angkasa lantang sembari berjalan masuk ke dalam kelas dengan gaya cool-nya.
Aurora dan teman-temannya tak bisa berkutik lagi. Mereka menyerahkan buku tugas dengan perasaan kalut. Alamat nilai D mah kalau begini. Gumam sebagian Mahasiswa.
"Aurora! Kamu ikut saya ke ruangan sekarang! Ada yang ingin saya bicarakan sama kamu! Dan, tolong bawakan buku tugas teman-temanmu!" Seru Angkasa tegas tanpa melihat kearah Aurora.
Sejenak Aurora tercengang. Dia menatap punggung lebar Angkasa dengan tatapan sendu.
"Ada apa lagi, Tuhan! Serena bener-bener nguji kesabaran gue! Awas kalau besok lo masuk, gue bikin perkedel lo!" Aurora mendengus kesal sembari membereskan buku-bukunya. Dia pun segera melangkah mengikuti Dosen Killer tersebut.
Tok
Tok
Tok
"Masuk!" Suara tegas milik Angkasa menggema di ruangan tersebut.
"Huft! Tenang, Rora! Lo harus tenang" Ucap Aurora menyemangati diri sendiri.
"Tapi kenapa hidup gue selalu sial, Sih!" Gerutunya.
Perlahan dia memutar handle pintu dan membukanya pelan-pelan. Perasaannya campur aduk, antara takut dan juga kesal.
"P-Permisi, Mr! Ini saya, Rora" Ucap Aurora berdiri diambang pintu.
"Iya! Memang kamu yang saya panggil, Kan?" Tukas Angkasa menaikkan sebelah alisnya.
Angkasa diam dan menatap tajam ke arah Aurora. Membuat Aurora salah tingkah dibuatnya.
"Saya heran, kenapa Mahasiswi pintar seperti kamu selalu membuat masalah? Dari 40 Mahasiswa di kelasmu, Kamu lah pemenangnya, Aurora! Kamu selalu teliti dan tepat saat mengerjakan tugas. Tapi, kenapa kamu nakal sekai? Tidak bisakah kamu datang pagi dan mengikuti mata kuliah saya dengan seksama? Dengan begitu, Mungkin saya tidak akan repot-repot menghukum kamu" Ucap Angkasa tenang namun menusuk.
"Saya begini karena ada alasannya, Mr!" Lagi-lagi Aurora berbicara soal alasan. Namun, Jika disuruh menjelaskan apa alasannya, Aurora hanya bungkam.
"Apa alasannya? Saya akan msndengarkan alasanmu dengan baik. Silahkan jelaskan!" Tegas Angkasa.
"Mampus! Apa yang harus gue jelasin? Nggak mungkin dong gue jelasin kalau gue telat gara-gara nganterin Serena ke tempat Sugar Daddy? Bisa-bisa kena masalah lagi!" Batin Aurora menjerit.
"Tidak bisa menjelaskan? Cih, dasar anak muda zaman sekarang" Gumam Angkasa.
Aurora hanya mengernyit bingung. Jujur, saat ini keadaannya sungguh terdesak.
"Tidak ada pilihan lagi, kali ini sepertinya harus melibatkan orang tua! Biar kamu jera!" Ucap Angkasa yang membuat Aurora bangkit seketika.
"Loh, Nggak bisa gitu, dong! Kan saya sudah janji akan melakukan apapun yang Mr mau, asal perkara ini nggak sampai ke orang tua!" Kesal Aurora mulai emosi.
"Sopankah begitu? Bisa tida kamu bergaya layaknya wanita?" Angkasa di buat geleng-geleng kepala oleh Aurora. Sikap dan tingkah Aurora sangat tidak mencerminkan sebagai wanita.
"Habisnya Mr cari gara-gara, sih!" Ucap Aurora kembali menetralkan dirinya.
"Baiklah, jika kamu tidak mau, maka kamu harus menjadi asisten saya selama batas waktu yang tidak ditentukan. Tidak ada penolakan, karena saya tidak suka ditolak" Ucap Angkasa mutlak.
"H-Hah? Asisten? Yang bener aja, Mr! Saya....." Belum sempat Aurora berbicara, Angkasa sudah menyela nya.
"Terserah, itu pilihan. Mau aman, atau orang tuamu saya panggil" Ujar Angkasa santai.
"Ini sebagai hukuman kecil, Karena kamu berani bermain-main dengan saya!" Sambung Angkasa dengan tersenyum Devil.
"Okay! Kamu boleh pulang sekarang. Besok kamu datang ke ruangan saya sebelum jam kuliah dimulai" Pungkas Angkasa dan mempersilahkan Aurora kembali.
***
Aurora beranjak keluar dengan menghentak-hentakkan kaki kasar.
"Serenanjing! Kenapa gue yang kena getahnya?" Gerutu Aurora.
Aurora berjalan menyusuri koridor kampus tersebut dengan wajah masam.
"Hai, Ra! Tumben wajahnya ditekuk gitu? Ada masalah apa?" Tanya Ansell si kepo. Ansell salah satu pengagum Aurora dan juga teman satu fakultas Serena.
"Nggak ada. Oh iya, Sell! Serena tadi berangkat, nggak?" Aurora berbalik tanya.
"Nggak ada, aku pikir dia bolos sama kamu. Makanya sekarang aku mau nyamperin kamu ke kelas" Ujar Ansell.
"Gue ikut kelas tadi. Tadi pagi sih kita barengan, tapi dia ada urusan katanya. Yaudah, gue cabut dulu, Sell" Pamit Aurora.
Tak disangka, seseorang tengah memperhatikan mereka berdua.
"Kamu bawa mobil? Kalau nggak ayo aku anterin!" Tawar Ansell.
"Thanks, Sell. Tapi gue selalu bawa mobil. Next time maybe" Ucap Aurora.
"Okay, Hati-hati dijalan, Kabarin kalau udah sampai" Ucap Ansell tersenyum.
Aurora hanya tersenyum tipis lalu dengan cepat dia menuju parkiran.
***
Aurora memasuki mobil Serena yang dia bawa tadi pagi.
"Gara-gara majikan lo yang satu itu, gue jadi kena sial tau, nggak?!" Seru Aurora sembari memukul stir mobil.
Aurora melajukan mobil membelah jalanan. Rasanya dia ingin segera merebahkan tubuhnya dan tertidur dengan nyenyak. Badan dan otaknya sangat lelah. Ingin dia bertemu Serena lalu mencekik, Menendang, dan Melemparnya ke pulau terpencil.
Supaya tidak membuat masalah untuknya lagi.
"Pengen gue cakar muka lo, Ser!" Kesal Aurora memukul stir mobil berkali-kali.
Bersambung.......
Angkasa Elzidane Ausky, Seorang Dosen Killer yang selalu mendapat masalah karena mengurusi Mahasiswi nakalnya.
Dia mempunyai julukan khas yang disematkan oleh Aurora, Singa Jantan. Menurut Aurora, Kemarahan yang dimiliki Angkasa mirip seperti singa. Dia seakan ingin menelan hidup-hidup siapapun yang berani mengusiknya.
Namun, untungnya Angkasa tidak mengetahui julukan tersebut. Bayangkan saja jika dia mengetahui julukan tersebut.
***
Seusai mengurusi Mahasiswi yang sering membuatnya naik darah itu, Angkasa bergegas pulang. Agkasa adalah anak sulung dari pasangan Aditya Trisakti dan Safira Ardini. Dia mempunyai adik perempuan bernama Gerhana Elzada Ausky. Saat ini, Hana tengah menempuh pendidikannya di Inggris.
"Assalamu'alaikum, Mama" Salam Angkasa saat masuk ke dalam rumah.
"Wa'alaikum Salam. Tumben udah pulang?" Jawab Safira. Safira pun mengambil alih tas dari tangan Angkasa.
"Abang, seharusnya kamu tuh udah punya istri. Masa harus Mama sih yang nyiapin kebutuhan kamu" Gerutu Safira. Angkasa hanya memutar bola matanya malas. Selalu itu yang Safira bahas.
"Huft..... Abang masih mau bebas, Ma! Lagian, Abang belum bisa jadi rektor. Itu impian Abang dari dulu" Jawab Angkasa malas.
"Lagian kamu, Sih! Papa udah sering tawarin kamu buat jadi pimpinan perusahaan, gantiin Papa. Tapi kamu selalu menolak. Sekali-sekali pikirin pasangan, jangan ngurusin kerjaan mulu!" Ucap Safira.
"Iya Mamaku Sayang. Yaudah, Angkasa mau ke kamar dulu, mau mandi" Ucap Angkasa seraya mengambil alih tas nya lagi.
Safira menatap punggung sang anak dengan tatapan sendu. Berulang kali dia menjebak kata-kata hanya sekedar memastikan. Dia ingin sang anak menata masa depan dan membuka hati untuk menjalin asmara.
"Kamu harus berusaha, Sayang. Lupakan semua masalalu dan cari pengisi hati yang mau menerimamu apa adanya. Mama udah nggak sanggup lagi lihat kamu tenggelam dalam masalalu. Mama yakin suatu saat kamu bisa melupakannya" Gumam Safira.
***
Angkasa merebahkan tubuhnya diatas kasur. Niatnya pulang untuk menghilangkan rasa pusing akibat ulah Aurora, namun yang dia dapat malah rasa pusing itu kian bertambah setelah ucapan sang Mama tadi.
"Bisa mati muda gue kalau terus-terusan mikir kayak gini" Gerutunya.
Angkasa pun kembali beranjak menuju kamar mandi. Mungkin dengan berendam, dia akan lebih tenang. Pusingnya pun akan sedikit berkurang.
***
Pukul 3 sore, Aurora menggeliat di kasur king size-nya. Rasanya sangat lelah sehingga dia enggan untuk turun dari kasur.
Ting!
Sebuah pesan masuk ke handphone-nya. Dia pun meraih handphone di atas nakas dan membuka lock screen.
"Siapa sih, gangguin orang istirahat aja!" Gerutu Aurora dengan mata setengah terpejam.
"Hoaamm...... Cepet banget udah jam 3" Sambungnya.
Aurora mulai membuka aplikasi chat dan betapa terkejutnya saat melihat notifikasi dari Serena. Terdapat ratusan chat dan panggilan tersemat di aplikasi tersebut.
"Gila nih orang! Handphone gue nge-lag ege!" Kesalnya namun tak berniat untuk membalas pesan tersebut.
Sebuah nomor tidak di kenal tepat dibawah nama Serena menarik perhatian Aurora.
085 xxx xxx xxx
"Siang, Aurora! Saya mau menagih janji kamu untuk melakukan apapun yang saya mau. Sekarang, kamu kerjakan tugas yang sudah saya kirim ke emailmu. Deadline jam 7 malam. Jika telat sedetik saja, maka bersiaplah untuk mendapat konsekuensi yang sangat menarik!"
~ANGKASA ELZIDANE AUSKY
Mata Aurora terbelalak melihat room chat tersebut.
"Mr Angkasa! Gila, gila! Dari mana coba dia dapetin kontak gue? Horror banget nih orang!"
"Tugas apaan? Perasaan gue nggak pernah absen tugas? Nggak waras nih dosen!" Sambungnya.
"Anying emang si Serena! Awas aja lo kalau udah masuk, gue pites-pites sampai jadi kutu, Lo!"
Aurora bergegas turun dari ranjang dan berjalan gontai menuju kamar mandi.
"Mimpi apa gue semalem? Udah ketangkap basah sama Mr Angkasa, sekarang dapet tugas juga! Sial banget hidup gue!" Ucap Aurora di depan cermin wastafel.
Aurora pun membasuh mukanya berkali-kali. Berharap dia akan bangun dan kejadian tadi adalah mimpi.
Dia pun keluar dari kamar dan menapaki anak tangga menuju lantai bawah.
Dia melihat Elena yang sedang bersantai di depan TV sembari menikmati coklat dingin.
"Ma, kenapa Mama nggak bangunin Rora?" Ucap Aurora setelah mendaratkan bokongnya di samping Elena.
"Sorry, Sayang. Mama pikir kamu sedang lelah, makanya Mama nggak bangunin kamu. Kamu tidur nyenyak banget" Jawab Sang Mama.
"Gimana kuliah kamu, Sayang?" Tanya Elena sembari mengelus kepala putrinya.
"Lancar, Ma! Lancaarr bangett!" Jawab Aurora.
Sebagai anak tunggal di keluarga Winata, Aurora cukup di manja oleh orang tuanya. Mereka sangat menyayangi dan memperhatikan setiap perkembangan Aurora.
"Ra, Mama lihat mobil Serena di Carport. Kamu yang bawa?" Tanya Elena masih setia mengelus kepala Aurora.
"Iya. Tadi Serena pulang telat. Jadi, mobilnya disuruh bawa. Biasa lah, Mungkin dia banyak tugas, kan kita beda fakultas" Jawab Aurora. Untung otaknya cerdas, jadi tidak perlu berpikir lagi untuk menyiapkan jawaban.
"Oh, kirain kalian bolos tadi. Jangan keseringan bolos,Ya. Mama nggak mau kamu ketinggalan skripsi" Nasihat Elena.
"Pasti, Ma" Jawab Aurora tersenyum samar.
"Yaudah, makan dulu, gih! Mama udah masakin makanan kesukaan kamu. Tinggal panasin aja, Mbok Sumi udah Mama suruh pulang tadi. Kasihan suaminya sakit" Ujar Elena.
Mbok Sumi adalah pembantu rumah tangga Aurora, yang di percaya sejak belum ada Aurora di tengah-tengah mereka.
"Kasian Mbok Sumi, Ma. Kenapa nggak dikasih libur aja?"
"Maunya sih gitu, Tapi Mbok Sumi nolak. Katanya nggak enak sama kita"
"Udah ah, cepetan makan!" Seru Elena mendorong bahu Aurora pelan.
"Mama nggak mau ikut makan?"
"Nggak! Mama udah makan tadi" Jawab Elena. Aurora pun mengangguk.
Dengan pikiran berkecamuk, Aurora pun makan. Dia sangat mencemaskan keadaannya. Bagaimana jika Angkasa nekat memberi tahu orang tuanya.
Ting!
Sebuah notifikasi pesan masuk ke handphone Aurora.
*085 xxx xxx xxx
"Bagaimana? Sudah selesai? Seharusnya sudah selesai, soal nggak seberapa loh itu. Ini baru permulaan. Selamat menikmati, ini balasannya karena kamu sudah berani bermain-main dengan saya"
"Atau perlu aku membantu mengajarimu? Dengan senang hati aku akan datang ke rumahmu, ARESHA CHANDRIKA AURORA*!"
Aurora membulatkan matanya sempurna.
"Dasar Singa Jantan! Sumpah! Ketiban sial nggak ada habisnya, Punya DosKill satu aja kepala gue mau pecah. Please, masalah gue sama Serena belum kelar. Kenapa lo pakai nambah-nambahin segala, Sih!" Kesal Aurora.
Hilanglah nafsu makannya.
Bersambung.......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!