Kepanikan luar biasa tengah menyelimuti Yura Afseen—gadis berusia 28 tahun, yang tengah mengendalikan laju mobilnya. Wajahnya pucat pasi ketika mendapati remnya tidak berfungsi. Dadanya berdegup hebat, lantaran rintik hujan mulai berjatuhan membasahi bumi. Pandangannya mulai samar, akibat hujan yang semakin deras.
“Ya Tuhan, apa yang terjadi?!” pekik Yura menginjak pedal rem berulang kali. Kedua tangannya bergerak cepat memutar setir, ketika mendapati sebuah tikungan.
Naas, jalan yang yang ia lalui sedikit menikung. Yura menghindari mobil di depan yang berjalan lambat, membanting setir mobil ke kanan. Silaunya cahaya lampu dari lawan arah membuat Yura pasrah. Teriakannya diiringi gemuruh petir yang menggelegar di udara.
“Aaaaarggh!” teriak Yura sebelum akhirnya mobilnya dihantam truk bermuatan berat hingga terpental dan HRV putih itu masuk ke jurang yang begitu dalam. Tak berapa lama, terdengar ledakan dengan api yang membumbung tinggi.
Lalu lintas pun berhenti seketika. Beberapa orang segera turun dari mobil untuk menyaksikan kecelakaan naas malam itu. Mereka sengaja turun menyaksikan api yang menyalak-nyalak.
Malam itu benar-benar mencekam. Setelah beberapa jam, mobil berhasil dievakuasi. Medan yang sulit mengakibatkan evakuasi berjalan lambat. Petugas medis yang sedari tadi menunggu segera memeriksa kondisi korban. Tubuh Yura turut terbakar hingga tidak bisa dikenali, siapa pun pasti ngeri melihatnya. Polisi telah berhasil menemukan identitasnya. Detik itu juga, Yura Afseen dinyatakan meninggal dunia.
Tak jauh dari kejadian itu, seorang wanita paruh baya bersama putranya tengah tersenyum puas di bawah payung yang melindungi keduanya dari hujan.
“Akhirnya, perempuan sialan itu mati juga. Hahaha,” gumam Sarah Angelic—ibu tiri Yura dengan begitu pelan. Hanya didengar oleh putranya saja. Semua orang terlalu fokus dengan korban kecelakaan.
Bibir Tora menyunggingkan senyum tipis, ia menatap remeh pada kondisi Yura saat ini. “Benar, Ma. Akhirnya semua harta Cullens akan jatuh ke tangan kita,” balas Tora melipat kedua lengannya di dada. Merasa puas karena rencana mereka berdua, tampaknya berjalan dengan lancar.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
“Eeuurghh!” rintih seorang gadis duduk di atas kursi dengan lilitan rantai di tubuhnya. Tangannya terikat kuat ke belakang.
Gadis itu mulai mengerjapkan mata perlahan. Menyesuaikan silaunya cahaya yang menyelusup retinanya. “Ssshhh!” Ia mendesis karena merasakan tubuhnya yang sakit luar biasa. Kepalanya pun terasa sangat berat. Pandangannya masih terlihat samar-samar. Ada tiga lelaki yang tengah menjaganya.
“Di mana aku? Bukankah harusnya aku sudah mati. Apakah aku sudah di surga? Tapi ... kenapa sekujur tubuhku remuk semua,” rintih gadis itu kebingungan.
DUARRR!
Terdengar ledakan yang memekakkan telinga. Lantai di hadapan Yura berlubang cukup lebar. Tak berapa lama, beberapa orang berpakaian rapi dan senada bermunculan dengan seutas tali hingga berdiri tegap di hadapan Yura.
Para pria itu menodongkan senjata laras panjang ke arah Yura. Karena ia yang tersisa di ruangan tersebut. Ketiga pria yang menjaganya, sudah terjatuh ke bawah tanah dan tertimpa reruntuhan bangunan.
Yura terperanjat kaget. Sepasang netranya membeliak semakin lebar melihat kejadian di depan matanya. Apalagi kini sebuah moncong pistol mengarah ke wajahnya.
“Katakan! Di mana chip itu?” tanya lelaki tampan bermata elang, yang semakin mendekatkan langkahnya.
Degup jantung Yura semakin bertalu kuat. Tubuhnya bahkan gemetar ketakutan. Ia hendak bergerak akan tetapi tertahan. Yura baru menyadari sepenuhnya, tubuhnya terikat sempurna di kursi yang ia duduki. Gadis itu merasa dejavu, karena pernah mengalami kejadian seperti ini sepuluh tahun yang lalu.
Tepat saat Yura berusia 18 tahun, Sarah menjualnya pada para sekelompok bandit tua. Yura yang terus memberontak mendapat penyiksaan pada fisiknya berakhir terikat di kursi dengan banyak luka di tubuhnya.
“Hei! Kau tuli? Cepat katakan di mana chip Klan Black Stone yang kalian curi. Atau kuledakkan kepalamu sekarang juga!” geram pria tinggi gagah dan begitu tampan itu.
“Chip? Chip apa, Tuan? Aku benar-benar tidak tahu,” ucap Yura ketakutan. Bulir keringat mengalir dari dahinya.
“Jangan berpura-pura?” bentak Zefon—ketua mafia Klan Black Stone, mengarahkan senjata ke atas dan melesatkan sebuah tembakan ke langit-langit ruangan.
Jeritan ketakutan terdengar melengking dari mulut Yura. Ia memejamkan mata rapat-rapat. Bahkan dua tangannya terkepal kuat saking takutnya. Dadanya sampai terasa sakit.
“Tuan!” seru salah satu anak buah Zefon yang baru datang. Wajahnya tampak panik, takut kedatangannya terlambat.
Pria itu melirik dengan ekor mata tajamnya, melihat anak buahnya membungkuk hormat padanya. “Katakan!” ucapnya tegas.
“Gadis ini tidak ada hubungannya dengan Klan Ganesha. Dia hanya korban penjualan prostitusi,” lapor sang bawahan masih membungkuk.
Zefon beralih pandang pada Yura, gadis itu memang terlihat begitu memprihatinkan saat ini. Banyak luka lebam, darah di wajah dan lengannya. “Hmm! Bereskan sisanya!” titah Zefon mengibaskan tangan.
Pria itu mengayunkan kaki panjangnya hingga mendekati Yura. Gadis itu masih menunduk ketakutan, tubuhnya gemetar hebat.
“Bersiaplah gadis kecil!” gumam Zefon menodongkan senjata padanya.
Yura memaksakan diri untuk mengangkat pandangan. Mulutnya menganga lebar, manik matanya membulat sempurna. Belum sempat bertanya tiba-tiba beberapa tembakan dilesatkan ke arahnya.
“Aaaaarrgggh!” jerit Yura sekuat yang ia mampu.
Bersambung~
Assalamu'alaikum.... Selamat datang di karya baruku, semoga syuka. Karena novel ini ikut Event, update selanjutnya nunggu review editor ya, Best 💋 Ditunggu jejak kakinya, like, komen dan fav 🥰💋💋
Hayo tebak, siapa Zefon? 😁
Yura merasa tubuhnya melayang ke udara. Ia memberanikan diri membuka mata, setelah jantungnya seolah terlepas dari sarangnya. Ia terperanjat ketika berada dalam pelukan pria tampan berwajah dingin itu. Napasnya masih berembus tak beraturan.
Ya, Zefon justru menyelamatkan Yura. Menembak tepat pada rantai yang mengikat tubuh Yura, lalu menggendongnya keluar.
Yura menatap pria itu lamat-lamat, ia merasa familier dengan pria tampan itu. Beberapa saat kemudian, Yura teringat bahwa pria itu adalah Zefon Xeverest. Salah satu konglomerat yang terkenal di negaranya.
‘Hah? Aku ... tidak mimpi ‘kan?’ batin Yura mencubit pinggang Zefon dengan kuat.
“Apa yang kau lakukan?” teriak Zefon berhenti, memberi tatapan tajam ke arahnya.
DEG!
“Ma ... maaf. Mengenai chip itu, disembunyikan di mobil APV berwarna hitam. Milik salah satu anak buahnya,” ucap Yura dengan degup jantung yang antah berantah.
Tatapan Zefon membuat nyali Yura semakin menciut. “Kau yakin? Dari mana kau tahu?” tanya pria itu mengerutkan keningnya.
“A ... aku mendengar pembicaraan mereka ketika aku diculik,” sahut Yura terbata.
“Hmmm, informasi ini sangat berharga!” Zefon melanjutkan langkahnya menuju mobil. Ia segera menghubungi para anak buahnya melalui sambungan alat komunikasi yang ada di telinganya. “Cepat temukan mobil APV hitam milik anak buah mereka. Periksa semua bagian mobil mereka!” titah Zefon dengan tegas yang segera dijalankan oleh para bawahannya.
Chip itu sangat berharga bagi Zefon, karena berisi mengenai harta kekayaan Keluarga Sebastian yang turun temurun. Selain itu, banyak rahasia mengenai Klan mafianya. Ia sangat murka ketika ada pengkhianat yang berhasil mencuri dan menjualnya pada klan musuh.
‘Gadis ini, jangan sampai lepas,’ batin Zefon mendudukkan di kursi penumpang pada mobil sport mewahnya. Zefon juga memasangkan sabuk pengaman pada Yura.
Tubuh Yura yang masih begitu lemah tidak terlalu banyak protes. Menurut saja akan dibawa ke mana. Ia bahkan hampir kehilangan kesadaran.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Selang tiga puluh menit, Aston Martin Vulcan berwarna hitam legam telah berhenti di depan sebuah mansion mewah. Pintu gerbang terbuka lebar secara otomatis, ketika Zefon menyalakan sensor pada mobil mewahnya.
Tepat di pelataran bangunan megah itu, Zefon terburu-buru turun. Setengah berlari mengitari mobil dan kembali menggendong tubuh mungil Yura yang sudah tak sadarkan diri. Ia segera melenggang masuk.
Beberapa pelayan membelalak ketika melihat tuannya membawa pulang seorang gadis. Pria berusia 30 tahun itu, sempat dikabarkan impoten. Bahkan mulut ibunya sendiri yang berucap. Karena selama itu, Zefon sama sekali tidak pernah mengenalkan seorang wanita padanya.
“Cepat telepon Dokter Luna!” titah Zefon saat melalui beberapa pelayan yang masih terdiam dalam keterkejutannya.
Suara bariton itu segera menyadarkan mereka. Dan seketika membungkuk hormat, “Baik, Tuan!” ucap mereka serentak.
Zefon membawa ke kamar pribadinya. Hampir semua pelayan yang melihatnya segera bergunjing. Namun tak lama karena sadar akan perintah tuannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
“Apa yang kamu lakukan, Zefon?!” teriak Luna—dokter pribadi sekaligus tantenya. Wanita itu memekik lantaran melihat banyak luka di tubuh seorang gadis belia.
“Aku menyelamatkannya, Aunty. Lakukan saja tugasmu!” geram Zefon, tidak terima dituduh sembarangan.
Luna mendesah kasar, tak ingin berdebat segera melakukan pemeriksaan pada Yura. Sedangkan Zefon menunggunya dengan sabar, namun sama sekali tak mengalihkan pandangan dari Yura.
Luna menjelaskan bahwa Yura mengalami kekerasan fisik. Tetapi untungnya tidak mengalami pelecehan. Ia sudah memberi obat terbaik melalui sebuah suntikan, agar kondisinya lekas membaik. Selain itu Luna juga mengobati luka-luka di wajah cantiknya.
“Aunty! Jangan katakan apa pun pada mama, papa dan semuanya. Berpura-puralah tidak tahu apa-apa setelah keluar dari sini!” tegas pria itu dengan wajah dinginnya.
Sudah tabiat Zefon seperti itu, Luna sama sekali tidak terkejut. Ia mengedikkan bahu sembari tersenyum samar. “Ya! Itu tugasmu sendiri laporan sama mereka! Udah, aku pulang. Jaga baik-baik gadismu!” pesan Luna menepuk bahu Zefon.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Keesokan harinya, Yura tersadar dari tidur lelapnya. Ia masih mengumpulkan kesadaran. Saat membuka mata sempurna, Yura terkejut karena berada di kamar yang asing. Buru-buru ia bangun, namun tak lama mendesis sembari menyentuh pangkal hidungnya karena merasa pusing luar biasa. “Awwh!” desisnya.
“Sudah sadar?”
DEG!
Yura terpaku saat mendengar suara bariton. Ia menggerakkan kepala perlahan, hingga pandangannya menangkap sosok Zefon yang berdiri sambil menatapnya serius.
‘Hah! Ini benar-benar nyata? Bukan mimpi.’ Yura menelan salivanya, ‘Ternyata Tuhan memberiku kesempatan hidup kembali. Mengingat kejadian penculikan itu, berarti aku kembali ke sepuluh tahun yang lalu. Aku tidak akan menyia-nyiakannya. Sarah! Awas kau, akan aku balas semua perbuatanmu!’ geramnya dalam hati mengepalkan kedua tangan kecilnya.
“Sepertinya aku harus mengantarmu ke THT. Sejak kemarin pendengaranmu bermasalah!” cetus Zefon.
“Ah, maaf! Aku hanya terkejut saja karena berada di kamar asing, Tuan,” ujar Yura terkejut. Ia tak sengaja menilik bajunya yang sudah berganti piyama tidur. Matanya mendelik, “Aaaaa! Dasar, Tuan Mesum!” pekiknya menyilangkan kedua tangan.
Zefon menyentil dahi Yura, kesal karena teriakannya menyakiti telinga. “Bodoh! Pelayan yang menggantinya. Otakmu itu yang mesum!” ketus lelaki itu.
Yura menunduk, menggigit bibir bawahnya. Merasa malu atas tuduhannya. “Hehe, maaf.”
‘Sikapnya beda sekali dengan semalam!’ gerutu Zefon menatapnya tanpa ekspresi.
“Pelayan akan mengantar sarapan. Lalu kembali istirahat supaya lekas sembuh!” ujar pria itu melenggang keluar dari kamar.
“Yaampun! Ganteng banget!” pekik Yura berguling di atas ranjang empuk itu. Bahkan menggerakkan kedua kakinya saking excited-nya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dua hari Yura diperlakukan bak ratu di mansion Zefon. Semua pelayan begitu patuh dan hormat padanya. Yura sampai merasa tak enak hati.
Ia melihat kalender yang ada di atas meja. “Tanggal 20 Januari. Hemm, nanti malam ‘kan ada acara anniversary ayah dengan wanita iblis itu! Aku harus memberinya kejutan!” gumam Yura.
Yura mengendap-endap keluar kamar. Selama dua hari dia seperti tawanan, yang tidak dibolehkan keluar kamar. Karena memang Zefon melarangnya. Namun, selama dua hari itu pula, ia tak bertemu dengan pria itu.
“Bi, aku harus pulang. Orang tuaku pasti mencariku. Tolong sampaikan ini pada Tuan Zefon ya.” Yura menyodorkan sebuah surat.
“Tidak boleh, Nona. Anda harus tetap di sini sesuai perintah Tuan!” tegas pelayan di rumah itu.
“Tenang saja, dia tidak akan marah. Aku yang bertanggung jawab. Aku pamit ya, Bi. Terima kasih atas semuanya.”
Yura memaksa, ia berlari menuruni anak tangga hingga benar-benar keluar dari mansion besar itu. Napasnya terengah-engah ketika mencapai pintu gerbang.
Penjaga melarang, tapi Yura kekeh mengatakan atas izin Zefon. Hingga ia berhasil keluar setelah meminjam uang pada penjaga itu. Yura mengatakan, Zefon akan menggantinya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dengan diantar sebuah taksi, Yura akhirnya sampai di kediaman Cullens. Benar dugaannya, rumah itu sudah didekorasi seperti sepuluh tahun lalu untuk merayakan anniversary.
Yura masuk mengendap-endap. Karena kesibukan semua orang, ia berhasil mencapai kamar tanpa ada yang menyadari.
“Aaahh aku merindukan kamarku!” ucapnya menghempaskan tubuh ke ranjang. “Tunggu! Aku harus segera bersiap. Kejutan pertama akan segera datang!”
Buru-buru Yura beranjak, segera merias wajahnya sebaik mungkin, lalu mengenakan gaun yang indah.
Yura turun dari lantai dua ketika acara akan dimulai. Para tamu undangan sudah memenuhi ruang tamu. Hentakan heels di kakinya, menarik atensi beberapa orang. Termasuk, Sarah dan Tora.
Mata Sarah melotot begitu lebarnya ketika melihat kehadiran Yura di sana. ‘Ba ... bagaimana dia bisa ada di sini? Bukankah harusnya dia menjadi santapan para bandit itu?’ batin Sarah terlihat panik.
Bersambung~
Jejaknya jan lupa ya, Best 💋
“Ibu, kenapa dia bisa ada di sini?” bisik Tora di telinga ibunya.
Sarah tersadar dari lamunan, “Ibu juga tidak tahu!” balasnya berbisik pula.
Langkah Yura terlihat begitu anggun. Ia sangat cantik, rambut panjangnya tergerai indah. Gadis itu pun akhirnya berdiri tepat di hadapan Sarah.
“Maaf ya, Ibu, Ayah, aku terlambat hadir. Sepertinya ibu lupa memberitahuku ada acara besar ini,” ucap Yura lembut menyimpan senyum sinisnya.
Sarah segera mengubah ekspresinya. Ia bersikap sok manis di depan Rehan Cullen—ayah Yura. Berusaha sebaik mungkin menutupi kegugupannya.
“Kata ibumu, kau lebih memilih tidur, Yura?” sela Rehan menatap dua wanita itu bergantian.
“Ayah, ibu yang memberiku obat tidur. Karena setelah meneguk jus jeruk darinya, aku langsung mengantuk. Tapi sepertinya dosisnya kurang banyak, Bu. Makanya aku bangun lebih cepat,” sahut Yura menatap ibu tirinya dengan senyum sinis.
Skakmat!
“Kamu salah sangka, Yura. Ibu memberimu jus itu tidak ada maksud apa-apa. Dan sebelumnya kamu mengatakan ingin beristirahat karena sangat lelah.” Sarah menjadi panik seketika, karena Yura tahu rencananya. ‘Sial!’ umpatnya kesal yang hanya bisa diungkapkan dalam hati.
“Jangan bicara sembarangan, Yura! Dia ibumu. Tidak mungkin melakukannya!” seru Rehan penuh penekanan.
“Ibuku sudah meninggal, Ayah. Dan tidak akan ada yang bisa menggantikannya!” tegas Yura.
Bukan hanya Sarah dan Tora yang mendelik. Akan tetapi, Rehan juga sama terkejutnya. Pasalnya setahu mereka, Yura adalah gadis lemah lembut yang penurut. Ya, di masa lalu Yura memang mudah ditindas, dibohongi dan dipaksa. Tapi tidak untuk sekarang. Yura tersenyum miring melihat keterkejutan mereka semua.
“Hemm ... gimana enggak lelah, pulang kuliah harus mengerjakan semua pekerjaan rumah sendiri. Tante Sarah bilang biar bisa mengirit pengeluaran!” tutur Yura memainkan kuku-kukunya.
Para tamu mulai membicarakan Sarah. Mereka menatap aneh wanita itu. Karena sudah tega pada anak tirinya.
“Bukankah ibumu selalu membantumu?” Rehan masih membela.
“Iya, Yura. Kenapa kamu mengatakan seperti itu. Padahal kamu hanya membantu sedikit, tapi sudah berkata begitu,” lirih Sarah mulai berakting sedih.
Yura mencebikkan bibirnya, “Betul. Tante memang selalu membantu. Sekedar menunjuk-nunjuk apa saja yang harus aku lakukan. Yura! Cuci piringnya, setelah itu sapu dan pel semua lantai, jangan lupa cucian di kamar ibu dan Tora juga dicuci. Dan masih banyak lagi. Kalau dijabarkan mungkin sampai nanti malam tidak akan selesai! Oh ya, yang paling penting, Tante tidak pernah memberikan uang saku loh padaku! Hanya memberi ongkos saja.”
Yura menatap sekelilingnya. Beberapa tamu undangan kini mulai membicarakan Sarah. Bahkan ada yang terang-terangan mengatai wanita itu sebagai ibu tiri kejam. Yura puas sekali melihat Sarah mendapat sanksi sosial seperti itu.
“Cukup, Yura!” teriak Tora melayangkan tangannya dengan geram. Tidak terima ibunya dipermalukan seperti itu.
Namun belum sempat menempel pada pipi Yura, sebuah tangan kekar menahannya. Mencekal dengan kuat pergelangan tangan Tora. Pria itu sampai meringis kesakitan.
“Tuan Zefon?” gumam Yura terkejut saat tahu siapa pemilik tangan itu.
“Jangan pernah berani menyentuhnya. Atau aku patahkan tanganmu!” ancam Zefon dengan tatapan intimidasi.
“Wah! Ada hubungan apa Tuan Zefon dengan putri Cullen?” Bisik-bisik para tamu mulai terdengar.
Wajah Tora memucat, setelah dirasa ancamannya cukup, Zefon menghempaskan tangannya dengan kasar. Merapikan jas mahalnya lalu menatap Yura yang salah tingkah.
“Ee ... maafkan kami atas keributan ini, Tuan. Terima kasih banyak sudah hadir di acara kami. Maaf atas ketidaknyamanannya,” ucap Rehan membungkukkan tubuhnya pada Zefon. Selain ketua mafia, pria itu adalah raja bisnis. Banyak perusahaan yang bergantung pada perusahaannya.
Setelah mengatakan itu, Rehan menarik Yura menjauh dari pada tamu, “Yura, apa yang kamu bicarakan? Kamu ingin membuat ibumu malu di depan para kolega Ayah?” ujar Rehan menekankan setiap kalimatnya. Sarah pun mengikuti mereka, takut Yura akan membongkar semua sikap buruknya selama ini.
Mendapat pembelaan, Sarah mengeluarkan air mata buayanya. Ia seolah menjadi ibu yang tersakiti. “Iya, Yura. Kalau ada masalah sebaiknya bicarakan baik-baik. Jangan merendahkan ibu seperti itu. Apalagi di depan para tamu,” ucap Sarah terisak.
‘Dasar Queen Cobra!’ umpat Yura.
Rehan mengembuskan napas kasar, menyentuh kedua bahu putrinya, “Yura, minta maaf sama ibumu,” pintanya merendahkan nada bicara.
“Enggak! Aku nggak salah, Ayah. Seharusnya Tante Sarah yang minta maaf!” tolak Yura.
“Dia ibumu, Nak. Hargailah sedikit,” lanjut Rehan lagi memohon.
“Baik kalau itu permintaan ayah. Lebih baik aku pergi dari sini. Dari pada satu rumah sama wanita sihir seperti dia!” Kesal sekali rasanya karena sang ayah terus membelanya. Yura memutar tubuhnya dan melangkah pelan.
Sedangkan Rehan tampak frustasi mengusap wajahnya kasar. Melihat itu Sarah memeluk suaminya, semakin menambah deru tangis untuk menarik simpati pria itu.
“Sudahlah, dia masih labil. Nanti juga akan kembali,” ucap Rehan menepuk punggung istrinya.
“Aku ke toilet sebentar, Mas,” pamit Sarah melepas pelukannya.
Ia terburu-buru melangkah ke toilet. Tanpa dia tahu, Yura masih mengawasinya. Ia pun segera menyusul ibu tirinya yang ternyata masuk ke sebuah ruangan yang jauh dari pesta.
Yura menempelkan telinga di daun pintu. Ia menyiapkan ponselnya untuk merekam ucapan Sarah yang terdengar begitu marah.
“Halo! Apa yang terjadi? Bagaimana bisa Yura lepas? Harusnya dia kalian kurung! Bodoh!” teriak Sarah dengan segala sumpah serapahnya. “Aku nggak mau tahu ya! Pokoknya segera bawa perempuan sial itu lagi!” tambahnya menggebu-gebu.
Yura tersenyum sinis, memperhatikan ponselnya yang masih dalam mode merekam. “Ini baru bukti pertama. Besok-besok, aku akan membongkar semua rencana busukmu nenek sihir!” gumam Yura bergegas pergi setelah terdengar langkah kaki dari ruangan tersebut.
Yura keluar melalui pintu samping. Bahkan dengan gaunnya, ia tak kesulitan memanjat pintu gerbang yang berukuran kecil. Sayangnya, heelsnya tersangkut saat ia hampir melalui pintu itu. “Sialan! Pake nyangkut segala. Eh! Eh! Eh!”
Terlalu kuat menarik kakinya, Yura kehilangan pegangan. Hingga akhirnya ia terjatuh. Matanya sudah terpejam pasrah. Akan tetapi, ia tak merasakan sakit sama sekali. Saat membuka mata, Yura membeliak karena ternyata ditangkap oleh Zefon. Degub jantungnya sudah berlarian.
Bersambung~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!