NovelToon NovelToon

Laksa Sang Pemulung

Laksa Sang Pemulung

Seorang Pemuda Tampan malam itu tepat nya malam pergantian tahun dengan membawa sebuah karung goni yang di simpan di belakang punggung nya dengan gagah berani dan tak ada rasa malu sedikitpun dengan profesi yang sedang di jalani nya, malahan dia dengan bangga memperkenalkan dirinya kepada orang orang yang tengah sorak sorai menikmati keindahan malam pergantian tahun seraya memunguti satu demi satu kaleng dan botol minuman yang berada di bawah jalan trotoar.

Perkenalkan namaku. Muhamad Laksa Ilham.

Usiaku saat ini 19 tahun dan baru satu tahun lulus sekolah menengah atas di kota Sukabumi Jawa Barat. Walaupun kehidupan ku terbilang keluarga miskin tapi ibu dan bapakku tetap bersikukuh untuk aku bersekolah setidaknya sampai tingkat kelas dua belas. Tadi nya aku ingin melanjutkan kuliah di kota tempat sekarang tinggal tapi karna terhalang nya ekonomi, dengan rasa menyesal harapan untuk kuliah pun aku tunda dulu satu tahun dua tahun, untuk mengumpulkan uang agar bisa daftar kuliah.

Aku lahir di kota Jakarta tepat pada pergantian tahun. pukul 00:30 kata ibu ku. Karna aku tak tahu lah, orang dulu aku masih bayi hehehehehe.. Anak pertama dari pasangan suami istri Ilham dan Nuri.

Tapi kata orang lain aku tuh bukan anak mereka berdua karna, sungguh jauh berbeda dengan ayahku dan ibu ku.. Aku berperawakan tinggi dengan kulit putih dan hidung mancung. Sedangkan ayahku dari segi badan kecil hidung pesek dan kulit nya sawo matang, sungguh jauh berbeda dengan postur tubuh ku.

Selang beberapa tahun kemudian ketika itu aku berusia tiga tahun ibu ku mengandung lagi dan Alhamdulillah lahir lah adikku berkelamin perempuan yang cantik dan manis, lagi dan lagi tak mirip dengan diriku.. Ayah pun memberi nama Alena putri Nuri February.

"Aku masih ingat betapa sibuk dan penuh cemas nya Ayah ku waktu itu ketika perut ibu mulai merasakan mulas yang sangat amat pertanda bayi yang ada dalam perut ibu akan keluar.

####

Enam belas tahun ke belakang.

Siluet gedung tinggi dan keangkuhan kota dengan berbagai kelengkapannya, menyembul di ufuk timur memberi kesan sebuah kota yang begitu megah dan anggun. Jaringan menara listrik yang menjulang hitam terlihat cantik. Keseluruhan gambaran ini membentuk pemandangan alam yang mempesona. Ini keindahan sesaat. Hanya sebentar saja dapat dinikmati. Menjelang siang nanti pasti akan pupus dan sirna tergantikan oleh riuh dan pengapnya kota yang padat dengan udara yang sudah terpolusi.

Ayah waktu itu berdiri memandang ke segala sudut. Menikmati keindahan fajar di halaman rumah bersalin yang luas. Semalaman dia duduk di sebelah istrinya di ruangan khusus bagi ibu-ibu yang akan melahirkan. Satu malam penuh dia dikelilingi suasana yang tidak terbiasa dirasakannya.

"Kakek pernah mengatakan kepada ku bahwa. Ini pengalaman pertama nya bagi ayah hal itu membuat diriku merasa kebingungan dan berpikir keras dalam hatiku kenapa kakek berkata begitu, bukan kah aku anak ayah dan ibu, bukan kah ayah dan ibu sudah merasakan situasi semacam ini ketika aku lahir. Aneh dan tidak terpikirkan oleh ku waktu berusia tiga tahun akan berhadapan dengan perkataan asing itu yang di ucapkan oleh kakek ku sendiri.

Waktu itu aku tak mau bertanya tentang sebuah perkataan dari Kakek, tentang pengalaman pertama bagi Ayah menghadapi situasi ini, biarlah waktu yang akan menjawab nya.

Sederetan perempuan hamil. Hilir mudik perawat dan dokter. Ruangan berdinding putih disekat oleh sekat yang terbuat dari kain putih berangka besi dengan cat yang serba putih. Di sela-sela keheningan malam itu, dia mendengar tangis bayi yang baru lahir. Tangis yang renyah dan nyaring. Manusia Tangis yang baru memasuki kehidupan. Itu juga pertanda, bahwa bayi itu lahir sehat, bisa berteriak.

Jarum detik berwarna merah pada jam tangan di pergelangan tangan nya lambat sekali. Enggan bergerak. Tidak seperti biasanya. Telinganya serasa terpaksa menghitung pukulan satu demi satu sampai telinganya bosan. Hanya degup jantungnya yang terus berpacu seiring dengan harapannya yang menanjak semakin tinggi.

Ayah dan Ibu sudah ada di rumah sakit itu sejak pagi kemarin. Sudah lebih dari 17 jam ayah dengan setia menemani ibu sambil tak henti-hentinya berdoa kepada Tuhan, meminta keselamatan istri, dan tentu saja anaknya yang sedang ditunggu kelahirannya. Melahirkan ibarat menempatkan seorang perempuan pada garis batas antara hidup dan mati.

"Kata Guru ngaji ku yang bernama Ibu Hajah syamsiah ada satu kata yang hingga sampai sekarang kata kata nya masih tersimpan dalam memori otakku. Begitu besar risiko yang harus ditanggung seorang ibu dalam proses melahirkan seorang bayi. Itu sebabnya kata bijak menyebutkan, surga berada di telapak kaki ibu. Dan sekarang, aku bersama kakek dan ayah sedang menunggu untuk menyaksikan proses melahirkan yang begitu mencekam, mendebarkan, dan mencemaskan.

Sejak Ibu meringis merasakan mulas, sampai sekarang, aku Laksa anak pertama pasangan suami istri yang berprofesi sebagai Pemulung menunggu dengan segala kesabaran bersama ayah dan Kakek. Dan di antara itu, debar dan cemas, seperti tidak mau pergi dari ujung hati ku dan ayah, sekian lama menunggu dan nanti berakhir pada saat proses melahirkan tiba. Anehnya, Ibu tampak tidak sedikit pun merasa takut. Dari sinar wajahnya kelihatan dia begitu bahagia dan bangga. Barangkali, dia ingin membuktikan, inilah perempuan sejati: bisa mengandung dan melahirkan. Padahal aku dan ayah sedang khawatir setengah mati. Jantung ku terus bergemuruh, serta pikiran kami berdua bergentayangan entah ke mana.

Hampir dua puluh empat jam lama nya, penantian ayah dan aku serta Kakek, bayi yang di tunggu tunggu kehadirannya pun seketika keluar dari rahim ibu dengan suara tangis yang keras dan Alhamdulillah kedua nya di nyatakan selamat.

"Aku dan Ayah saat itu langsung bersujud tanda syukur akan keselamatan ibu dan bayi nya..!

Semenjak kelahiran Alena. Ibu yang biasa dengan ku selalu ikut bapak memulung hampir tiap malam, saat itu juga setelah Alena lahir langsung di larang oleh bapak, untuk tidak ikut memulung barang barang rongsokan lagi yang biasa ayah pungut di sekitaran kota Sukabumi. Ibu di suruh oleh ayah untuk pokus mengurus kedua anak nya yaitu aku dan Alena.

##########

Hampir dua jam lamanya aku menyusuri jalanan ibu kota Sukabumi itu, dengan memungut kaleng kaleng serta botol botol minuman sisa orang orang yang merayakan malam penggantian tahun baru itu, hingga satu karung goni berukuran besar pun sudah terisi penuh oleh barang rongsokan yang di pungut oleh Laksa.

Suasana malam sudah tak seramai pukul 00:00 orang orang yang tadinya tumpah ruah di jalanan yang ada di pusat kota dan di tempat tempat lain mungkin sudah kembali ke rumah nya masing masing.

Bersambung.

Ganjalan hati Laksa

Jalanan malam itu yang terdengar bising oleh knalpot racing pun sudah tampak sepi malam ini. Begitu juga dengan seorang pemuda yang gagah akan profesi nya sebagai pemulung yang sudah merasakan rasa lelah dan capek, mulai menggendong karung goni yang lumayan berat berisi barang rongsokan yang kemungkinan esok siang akan di jual dan di satukan dengan barang barang rongsokan yang hampir sepuluh hari dia melakukan aktivitas tiap malam nya.

"Alhamdulillah. Malam ini untung banyak.." Ucap pemuda itu dalam perjalanan pulang menuju rumah kontrakan bapak dan ibuku.

Empat puluh menit berlalu. Pemuda itu pun telah tiba di rumah kontrakan berukuran kecil dan hanya ada dua kamar tempat tidur saja. Karung goni yang di pikul oleh nya segera di simpan di samping rumah di satukan dengan karung karung yang tampak tersusun rapi.

"Hmmmmmm.! Ayah mungkin sudah pulang." Gumam nya melihat karung karung yang sudah siap di jual tersusun rapi.. Tadi sebelum berangkat memulung di halaman samping rumah sebelum berangkat masih berantakan barang barang itu.

"Tok...........!!

"Tok............!!

"Tok............!!

"Assalamualaikum.! Ayah.. Bun... Laksa pulang tolong buka pintunya." Ucap pemuda berusia 19 tahun itu seraya mengetuk pintu setelah karung goni yang Ia pikul sudah di simpan.

"Di buka aja Sa.. Pintu nya nggak di kunci kok." Jawab satu suara lelaki setengah tua dari dalam rumah.

Laksa pun segera memegang gagang pintu dan membuka nya.. " Hmmmmmmm. Emang tidak di kunci." Gumam Laksa... Lalu Ia berjalan masuk ke dalam rumah menuju kamar mandi untuk membersihkan badan nya.

Tak lama beberapa menit kemudian.. Laksa keluar dari kamar mandi setelah membersihkan seluruh badannya, sudah menjadi prioritas utama bagi Laksa setelah habis memulung Ia langsung mandi dan menuju kamar nya untuk melakukan kegiatan ibadah salat malam.

"Sa.... Dapat banyak.?" Tanya Hilman yang duduk di kursi seraya menikmati kopi dan hisapan rokok kretek.

"Alhamdulillah. Yah. Malam ini untung banyak." Jawab Laksa berhenti sejenak ketika Sang Ayah nya bertanya.

"Syukur Alhamdulillah." Ucap lelaki paruh baya itu menengadah kan kedua tangannya ke wajahnya.

"Iya Yah Alhamdulillah.. Ayah Laksa mau shalat Isya dulu."

"Yaa.. Sudah jangan lupa berdoa untuk kedua Orang Tua mu." Jawab Hilman selalu mengingatkan kepada Laksa.

"Iya Yah.. Pasti dong." Kata Laksa dengan senyuman lalu berjalan menuju kamarnya.

Setiap ucapan yang keluar dari Hilman dan Nuri selaku kedua Orang Tua nya.. Jangan lupa berdoa untuk kedua Orang Tua mu, selalu menjadi ganjalan dalam hati pemuda itu... Karena hal itu berbeda kepada Alena tiap Alena mau sholat.. Bapak dan ibu selalu berkata berbeda dengan apa yang di titahkan kepada Laksa.

"Kepada Laksa ibu dan bapak selalu berkata dan berpesan sesudah sholat.. Jangan lupa berdoa untuk Kedua Orang Tua mu.

"Kepada Alena ibu dan bapak berkata nya bila Alena mau sholat. Alena doa in ya Ibu dan bapak masuk surga.

Dua perkataan itu selalu menjadi pertempuran batin antara hati dan pikiran Laksa.. Sempat dia menanyakan kepada bapak dan ibu nya waktu itu, hanya jawaban yang di dapat oleh Laksa.

"Belum saat nya kamu tahu tentang perkataan bapak dan ibu." Jawab Hilman waktu itu.

Semenjak itu Laksa enggan menanyakan lagi tentang dua perkataan yang berbeda dengan adik nya itu.

Hampir tiga puluh menit lamanya Laksa bergulat di kamar dengan aktivitas nya sesudah melaksanakan ibadah salat tak lupa ia pun membaca Al Qur'an seperti biasa ia lakukan tiap malam.. Kini Laksa pun keluar dari kamarnya dengan memakai sarung dan langsung berjalan kearah dapur untuk menyeduh kopi sambil menunggu waktu subuh tiba.

"Pak.. Belum istrahat.?" Tegur Laksa yang tiba tiba sudah berada di hadapan Hilman yang tampak terlihat oleh Laksa asik mengotak ngatik ponsel jadulnya dan memainkan permainan ular.

"Ahk.... Mati... Kamu sih Sa.. Ngagetin bapak hehehe." Kata Hilman sambil terkekeh dan menyimpan ponsel jadulnya itu.

"Sini, Sa duduk temani bapak ngobrol.. Mau istirahat tanggung sebentar lagi Adzan subuh." Pinta Hilman.

"Iyaa. Pak....." Laksa pun lalu duduk di kursi dan berhadapan dengan Hilman bapak nya.

"Mau ngobrol apa Pak.?" Tanya Laksa setelah pemuda itu duduk.

"Itu...... Sa kata ibu mu seminggu kemudian ngomong ke bapak katanya kamu pengen kuliah?" Tanya Hilman.

"Hehehehe. Pengen nya sih Pak.. Tapi apa daya kan biaya untuk daptar kuliah nya juga dari mana." Jawab Laksa malu malu bila sudah sang bapak berkata serius.

"Iya itu yang menjadi beban pikiran bapak juga.. Masalah nya biaya pendaftaran dari mana... Kemarin punya tabungan baru sedikit di pake buat adik mu dulu masuk sekolah menengah atas." Keluh Hilman dengan kebingungan nya.

"Yaa.. Sudah Pak tak usah di pikirkan... Masih bisa kok tahun depan daptar kuliah nya... Laksa tak apa apa kok Pak." Kata Laksa pasrah dengan keadaan ekonomi yang semakin sulit buat dirinya dan keluarganya.

Syukur syukur adiknya juga masih bisa sekolah. Banyak di luaran sana yang sama profesi seperti keluarga Laksa, tak mampu untuk menyekolahkan anaknya sampai tingkat SMA karna jangankan untuk biaya sekolah untuk makan sehari hari juga susah.

"Kamu beneran tidak apa apa.?" Emang kapan tutup pendaftaran nya Sa.?" Tanya Sang ayah.

"Beneran Pak tidak apa apa!! Sekitar satu bulan lagi Pak tutup pendaftaran." Jawab Laksa.

"Masih ada waktu ya.. Mudah mudahan ada rejeki yang tidak di sangka sangka ya Sa.. Agar kamu bisa kuliah amiin." Kata Hilman seraya di raupkan kedua tangannya ke seluruh wajahnya.

"Yaa robball allamiin." Jawab Laksa sama hal nya Ia kedua tangannya di usapkan keseluruh wajahnya.

Tidak terasa mereka berdua mengobrol cukup lama hingga suara toa di masjid pun terdengar di telinga Laksa dan Hilman.

"Pak.. Laksa mau ke masjid dulu.. Adzan sudah berkumandang." Kata Pemuda itu meminta ijin...

"Iya... Sa.... Sok! Bapak mah mau solat di rumah saja. Ingat jangan lupa berdoa untuk kedua orang tua mu." Pesan Hilman lagi dan lagi mengingatkan nya.

"Iya Pak.." Assalamualaikum.." Ucap Laksa lalu bangkit dari kursinya.

"WaallAikum Salam Warohmatuullahi Wabarakatuh." Jawab Hilman dengan mata nya menatap kearah pemuda yang berjalan menuju pintu keluar.

"Apakah sudah saat nya anak itu tahu siapa dirinya.. Bahwa aku bukan Bapak kandung nya.. Tapi harus darimana aku memberitahukan tentang identitas nya.. Karna waktu itu saat menemukan bayi dalam tumpukan sampah tidak ada petunjuk atau pun barang barang yang mengarah kepada siapa dirinya..!

Hilman bertempur dalam hati nya bergejolak hingga teguran dari sang istri yang berkali kali menegur nya tak terdengar oleh nya.

Bersambung.

Kebohongan Nuri dan Hilman.

"Pak........... Pak................." Wanita setengah tua itu menepuk nepuk pundak suaminya yang sedari tadi di panggil panggil tidak menyahutnya..

"Ehk.... Itu... Anu.... Apa Bu." Kata Hilman terbata bata karna rasa kaget.

"Bapak kenapa sih.?" Pagi pagi sudah melamun.?" Tanya Nuri istrinya.

"Laksa kemana Pak.. Kok ibu gak lihat apa belum pulang merongsoknya.?" Tanya lagi Nuri.

"Laksa lagi ke Masjid Bu.. Dia udah pulang dari tadi juga. Emang Ibu nggak dengar Laksa tadi ngaji." Kata Hilman rasa kaget nya sudah hilang.

"Nggak... Kok Pak.." Jawab Nuri seraya mengikat rambut yang berantakan dengan penjepit rambut.

"Mungkin pulas banget ibu tidur nya Pak." Kata Nuri.. Ia menatap kearah suaminya yang hanya terdiam.

"Iya! Bu... Bapak mau ke WC dulu mau sholat subuh Bu." Kata Hilman lalu beranjak.

Melihat gelagat suami nya yang mungkin sedang ada di pikirkan. Nuri pun bertanya tanya dalam hatinya..!

Tak lama kemudian sang suami pun keluar dari kamar mandi dan langsung masuk kedalam kamar berukuran kecil tersebut. Sementara sang istri sendiri langsung melakukan aktivitas nya mencuci pakaian dan kebetulan pas hari ini posisi nya lagi libur shalat karna darah kotor yang keluar setiap bulan mengalir.

Hilman yang sudah beres dengan aktivitas kewajiban seorang muslim yang taat.... Ia pun langsung bergegas berdiri dan membuka sebuah lemari yang tampak usang.

Ia mengambil sebuah kotak kayu kecil yang Ia simpan bersama istrinya 19 tahun yang lalu tepat dimana seorang bayi lelaki ia temukan utuh dengan Ari Ari nya.

"Ceklek.........................!!

Pintu kamar pun terbuka.. Nuri nongol dan masuk kedalam kamar, Ia tersentak kaget ketika melihat suaminya sedang membuka kotak kecil yang Ia simpan hampir belasan tahun itu.

"Bapak sedang apa?" Tanya Nuri. Ia melangkah dan duduk di samping suaminya.

"Ini Bu, Mungkin.......... Kalimat Hilman terhenti! Entah kenapa dirinya tak mampu melanjutkan nya. Berat sungguh berat hati nya bila Ia harus mengungkapkan isi hatinya kepada istri yang telah menemani selama 20 tahun lebih pernikahan nya.

Hilman dan Nuri menikah di usia yang muda.. Malah bisa di bilang sangat muda sekali.. Nuri waktu di lamar oleh Hilman saat itu berusia 13 tahun sementara Hilman sendiri berusia 15 tahun... Karna kedua Orang Tua mereka taat dalam segi agama maka takut terjadinya zinah maka mereka pun di nikahkan waktu itu dengan di bawah tangan.

"Pak kenapa.?" Tanya kembali Nuri, penasaran dengan sipat suaminya yang biasa nya ceria dan suka bercanda tapi kenapa akhir akhir ini banyak melamun.

"Bu mungkin sudah saat nya Laksa pergi dari kehidupan kita." Jawab Hilman.. Hal itu membuat Nuri tersentak kaget dengan cepat menggelengkan kepalanya..

"Dia anakku Pak.. Kita yang membesarkan dan mendidiknya sampai dia dewasa kenapa Bapak mempunyai pemikiran kesana." Kata Nuri.. Bergetar bibirnya.

"Ibu sampai kapan pun tak ridho. Bila Laksa harus pergi dari kehidupan keluarga kecil ini." Kata lagi Nuri..

"Bu tenanglah dengarkan dulu penjelasan Bapak! Hilman memeluk Nuri untuk menenangkan nya.

"Pokoknya. Laksa tidak boleh pergi dari kehidupan ini.. Titik tidak pake koma." Tegas Nuri melepaskan pelukannya dari sang suami.

"Kok..... Bisa bisa nya Bapak mau mengusir anak pertama ku dari sini.. Hiks Hiks... Hiks...." Kata Nuri seraya menangis terisak Isak.

Tangisan Nuri pun terdengar sangat jelas oleh Alena yang baru terbangun dari tidurnya... Ketika Alena hendak mengetuk pintu kamar Orang Tua nya. Laksa pun telah kembali dari Masjid dan langsung mendengar suara tangis sang Ibu.

"Kak... Laksa........... Ibu nangis." Ucap Alena penuh kecemasan..! Pemuda itu mengangguk dan mengetuk pintu kamar Orang Tua nya.

"Tok...........!!

"Tok...........!!

"Bu...... Kenapa tolong buka pintu nya." Pinta Laksa dari luar kamar.

"Iyaa.... Bu... Ibu kenapa kok menangis.. Bapak dimana.?" Tanya Alena sama dengan Laksa di luar kamar menunggu jawaban seorang ibu yang sedang menangis terisak di dalam kamarnya. Mereka berdua berharap sang ibu membukakan pintu kamarnya.

Beberapa detik kemudian pintu kamar pun terbuka.. Sepasang suami istri setengah tua pun langsung keluar dari kamarnya.. Tampak mata sang ibu memerah karna habis mengeluarkan air mata, yang entah kenapa sang ibu bisa menangis terka Laksa dan Alena.

"Ibu Kenapa.?" Tanya Laksa..." Iya Ibu kok habis menangis ! Kenapa Bu." Alena ikut bertanya.

"Sayang! Ibu tidak apa apa Nak." Kilah Nuri berbohong Belum saat nya memberitahukan kepada Laksa tentang semua ini.

"Ahk.! Ibu bohong.." Sungut Laksa dia tidak puas dengan jawaban dari sang ibu. Lalu bertanya kepada Bapak.

"Pak jujur pada Laksa. Ibu kenapa menangis.?" Tanya Laksa matanya menatap kearah Hilman bersama kedua mata Alena.

"Ibu kalian menangis karna teringat mendiang kakek yang tiba tiba datang ke alam mimpi." Jawab Hilman berbohong.

"Bu bener kah apa yang di katakan bapak." Kata Laksa meminta penjelasan.

Agar tidak mau terus menerus menanyakan sesuatu yang nantinya menjurus kepada apa yang tidak di harapkan oleh Nuri... Iya pun mengangguk dan mengiyakan jawaban dari suaminya.

"Yaa!! Sudah nanti siang. Kita ke makam kakek sama Laksa ya Bu untuk berziarah agar rasa kangen ibu terobati." Kata Laksa untuk sekedar mengobati rasa rindu ibu nya.

"Alena ikut ya Kak." Kata adiknya Laksa gadis berusia 16 tahun.

"Hmmmmmmmmm''.! Kamu kan sekolah." Jawab Laksa.

"Ahk....... Pokok nya ikut.. Lagian kan ini sekolah nya juga hari bebas tidak ada mata pelajaran." Protes Alena

"Yaa!! Sudah...... Kalau benar tidak ada mata pelajaran di kelas mah kamu boleh ikut." Kata Laksa!

"Iya kakak ku yang paling bawel.. Kan seminggu ke belakang ujian.. Tinggal nunggu hasil ujian." Jawab Alena tak mau kalah.

Laksa pun mengangguk! Ia juga pernah ngalamin sekolah, setelah ulangan selesai dalam waktu seminggu. Walaupun tidak di liburkan sekolah tetapi di kelas tidak ada mata pelajaran yang di ajarkan oleh sang guru.

Hilman dan Nuri setelah kedua anaknya tidak bertanya lagi! Lalu mereka berdua pun kembali menjalani aktivitas di pagi hari nya.. Seperti biasa sang suami menuju kamarnya untuk sekedar beristirahat karna semalaman belum tidur guna mencari barang rongsokan. Sementara sang Istri berjalan keluar membereskan barang rongsokan yang di dapatkan oleh sang suami hasil semalam bersama Laksa anak yang Ia temukan dari tumpukan sampah waktu sedang mencari barang rongsokan di ibukota Jakarta sebelum pindah ke kota Sukabumi atas perintah dari sang Ayah.

Laksa sendiri juga langsung menuju kamar tidurnya untuk tidur sama hal dengan Ayah nya ia belum tidur sama sekali... Semalaman Ia menyusuri kota mengumpulkan kaleng kaleng bekas dan botol botol Aqua di jalanan.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!