Tok tok tok ..
"Sayang .. Aku pulaaang .."
Suara ketukan pintu membuat seorang wanita yang baru saja memejamkan mata kini terbuka kembali. Ia bangun dan bergegas keluar kamar menuju ruangan depan guna membukakan pintu.
Begitu pintu terbuka, ia mendapati sosok pria yang ia tunggu selama berjam-jam hingga ia tidak kuasa menahan kantuk.
"Pulang larut malam lagi kan? Berapa kali aku katakan padamu, stop berkumpul dengan circle temanmu itu!"
Pria tersebut melangkah masuk kemudian duduk di atas sofa tanpa merasa bersalah. Istrinya terlihat sangat kesal lalu ikut duduk di sofa panjang usai menutup kembali pintunya dengan rapat.
"Rega, aku tidak bermaksud untuk mengatur, mengekang, atau melarang kau berteman dengan teman-temanmu. Hanya saja kau harus sadar posisi jika saat ini kau sudah menikah. Sementara kau bergaul dengan teman-temanmu yang masih single dan hidup bebas."
"Nayla, cukup!" seru pria itu tidak tahan mendengar istrinya yang terus mengoceh tanpa henti.
"Iya aku sadar aku sudah menikah, tapi bukan berarti aku harus memutuskan pertemanan dengan teman-temanku. Lagipula tidak setiap hari, tidak setiap malam aku bisa berkumpul dengan mereka. Hanya seminggu sekali saat hari libur kerjaku tiba."
"Seharusnya kau gunakan waktumu dengan aku sebagai istrimu. Bukannya malah berkumpul tidak jelas dengan mereka."
Rega tidak terima jika Nayla terus saja menyalahkan dirinya. Apalagi saat Nayla mengatakan jika berkumpul dengan teman-teman nya itu tidak jelas.
Rega bangkit berdiri dan menatap istrinya dengan tatapan marah tertahan.
"Aku memang suamimu, tapi bukan berarti kau berhak merebut kebebasanku!"
Setelah mengatakan hal itu, Rega melipir pergi menuju kamar. Meninggalkan Nayla yang tampak geram sekali pada suaminya.
"Sampai kapan kau akan seperti ini, Rega! Pernikahan kita sudah berjalan satu tahun, jika kau tidak meluangkan waktu untukku, maka kapan aku bisa hamil? Aku tidak masalah jika sibukmu tentang pekerjaan, tapi jika kau masih senang kumpul-kumpul tidak jelas dengan teman-temanmu, aku tentu merasa keberatan."
Nayla merremmas ujung kain piyama yang ia pakai. Ia bingung harus bersikap bagaimana menghadapi Rega yang terkadang keras kepala.
Sementara di kamar, Rega meluapkan kekesalannya dengan cara mengusap wajah prustasi. Entah kenapa Nayla berubah posesif jika itu menyangkut tentang teman-temannya. Padahal ia juga tidak macam-macam selama di tongkrongan, ia hanya berusaha menjalin silaturahmi.
Nayla hendak menyusul langkah suaminya ke kamar, akan tetapi langkahnya urung begitu perhatiannya teralih pada benda pipih yang tergeletak di atas meja yang baru saja mengeluarkan notifikasi pesan masuk.
Ia ambil ponsel tersebut, ponsel milik suaminya yang tadi sempat di letakan di atas meja. Mungkin pria itu lupa tidak membawanya.
Lantaran penasaran siapa yang mengirim pesan pada ponsel Rega, Nayla ambil ponsel tersebut dan membaca pesan yang terbuka dari kunci layar.
Ryan:
Ga, aku dapat kontak cewek yang lewat tadi. Kau mau tidak?
Pesan singkat yang membuat darah Nayla seketika mendidih. Ia menggenggam ponsel itu erat-erat. Kemarahan tergambar jelas di wajahnya.
Nayla membuka password hp suaminya dan membuka kembali pesan tersebut. Ia hapus chat yang di kirim barusan agar Rega tidak sampai membacanya.
"Ini yang aku khawatirkan selama ini. Kenapa aku sering melarangmu untuk bergaul dengan teman-temanmu yang belum menikah, Rega!"
Rasanya ingin sekali membanting hp tersebut tapi ia sadar jika hal itu akan mengakibatkan pertengkaran.
Tok tok tok ..
"Ga .."
Ketukan pintu serta panggilan seseorang dari luar membuat perhatian Nayla teralih.
"Itu pasti salah satu temannya Rega. Untuk apa dia sampai menyusul kesini?" gumam Nayla.
Nayla bergegas membukakan pintu, berniat ingin memarahi orang itu. Begitu pintu di buka, muncul sosok pria yang membuat Nayla terdiam seketika. Pria itu kemudian tersenyum.
"Hai, aku Ryan. Reganya ada?" sapa dan tanya pria itu.
"Ryan?" Batin Nayla. "Bukankah itu nama yang barusan mengirim chat ke hp Rega?"
_Bersambung_
Jangan lupa tambahkan ke rak FAVORIT dengan tekan love❤ Like, komen, dan ikuti akun author juga❣️
Nayla mempersilahkan pria yang bernama Ryan itu untuk masuk dan duduk menunggu di sofa sementara dirinya memanggil Rega ke kamar.
"Ada temanmu," kata Nayla tanpa basa-basi.
Rega mendongakan wajahnya memandang ke arah Nayla yang baru saja datang ke kamar.
"Siapa?" tanya Rega kemudian.
"Namanya Ryan."
"Ya sudah, suruh dia pergi saja. Aku tidak ingin menambah masalah denganmu," sahut Rega.
"Dia udah nunggu di ruang tamu, masa iya aku harus usir. Sudah sana cepat temuin dia!"
Kening Rega berkerut. Bukankah barusan mereka memperdebatkan masalah teman. Tapi kenapa Nayla tiba-tiba aneh? Seharusnya jika dia memang marah padanya karena teman-temannya, dia sudah mengusir kedatangan Ryan. Tapi Nayla justru mengajak Ryan masuk dan membiarkan pria itu untuk menunggu di sana. Padahal ini sudah jam sebelas malam, dan itu yang menjadi alasan kenapa perdebatan mereka terjadi tadi.
Tanpa mengatakan apapun lagi, Rega bangun dari duduknya dan bergegas menghampiri Ryan.
"Ada apa, Yan?" tanya Rega begitu sampai di ruang tamu.
Ryan menoleh ke arah belakang arah datangnya Rega, ternyata istri temannya ikut datang.
Ryan menanggapi pertanyaan Rega dengan seulas senyum kecil, membuat Rega paham jika di sana ada Nayla. Mungkin ada yang ingin Ryan katakan tapi tidak sampai terdengar oleh Nayla.
Dalam hati Nayla ia yakin jika kedatangan Ryan pasti untuk membahas apa yang di chat tadi. Tidak akan ia biarkan Rega berpaling darinya.
"Btw, istrimu cantik juga. Pintar sekali kau memilih pasangan," puji Ryan.
Nayla merasa bangga akan dirinya mendapat pujian tersebut dari Ryan.
"Iya, tentu saja," sahut Rega.
Lantaran Ryan sudah memujinya barusan, Nayla pun menawari mereka minuman.
"Ah ya, kau mau aku buatkan minum apa? Kopi atau teh hangat?"
Ryan melirik ke arah Rega mendapat tawaran minum dari Nayla. Rega sendiri kini merasa ada yang aneh dari istrinya.
"Tidak usah, terima kasih," tolak Ryan segan.
"Tidak apa-apa. Jangan sungkan. Kalau begitu aku buatkan kopi saja, bagaimana?"
Ryan menoleh ke arah Rega lagi, sebelum kemudian ia mengangguk setuju.
"Iya, boleh."
"Ah ya, sayang. Kau mau aku buatkan kopi juga?" tawar Nayla pada Rega dan di angguki oleh pria itu.
"Ya sudah, kalau begitu tunggu sebentar. Aku buatkan dulu."
Nayla melipir pergi ke dapur. Wanita itu tampak bersemangat sekali. Padahal sebelumnya dia sangat menyebalkan lantaran terlalu mengekang dirinya untuk berkumpul bersama teman-teman nya.
Ryan menoleh ke arah perginya istri Rega. Setelah memastikan jika wanita itu beneran pergi ke dapur, ia mengatakan maksud dan tujuannya datang ke rumah tersebut.
"Ga, kau sudah baca chatku, kenapa tidak balas?" tanya Ryan dengan nada setengah berbisik.
Kening Rega seketika berkerut. "Chat apa?"
"Memangnya kau belum baca?"
Rega menggeleng. "Belum."
Rega sontak menyambar ponselnya yang tergeletak di atas meja. Ia membuka aplikasi Whatsapp dan membuka room chat dengan Ryan.
"Tidak ada chat apapun." Rega memperlihatkan layar ponselnya pada Ryan.
"Serius?"
"Lihat saja!"
Ryan merasa ada yang aneh. Kemudian ia rogoh benda pipih di saku celananya, memperlihatkan bekas chat yang ia kirim pada Rega sebelumnya yang sudah centang dua biru.
"Lihat, aku mengirimkan chat padamu dan di sini laporannya sudah di baca."
Rega melihat layar ponsel Ryan, di sana Ryan memang mengirimkan sebuah chat padanya. Tapi kenapa bisa tidak ada.
Begitu ia membaca chatnya, kini ia berpikir jika chatnya sudah di hapus oleh Nayla.
"Apa istrimu yang baca kemudian dia hapus, Ga?" tebak Ryan.
Rega mengangguk. "Bisa jadi, Yan."
"Tapi dia tidak marah ya padamu."
Di sini Rega benar-benar merasa ada yang aneh dari Nayla. Tadi wanita itu marah-marah hanya karena ia pulang kemalaman usai berkumpul dengan teman-temannya. Jika Nayla sudah baca chat dari Ryan, seharusnya dia usir Ryan mentah-mentah begitu tahu jika yang datang adalah pria yang mengirimkan chat tersebut. Tapi kenapa Nayla tidak terlihat marah sedikitpun?
_Bersambung_
"Jadi setelah kau memilih untuk pulang tadi, aku berhasil berkenalan dengan cewek itu, Ga. Dia lewat lagi dan aku hentikan dia, kamipun berkenalan dan berhasil bertukar nomer telepon," jelas Ryan.
"Serius?"
"Seharusnya kau tidak meragukan skill aku."
Rega terkekeh mendengar Ryan yang begitu percaya dirinya.
"Haha .. Iya, iya. Aku percaya, kau memang pantas mendapat julukan buaya darat."
Ryan ikut tertawa. "Ya beginilah jika di beri kelebihan tampan. Cewek mana yang tidak mau di ajak kenalan denganku. Bahkan, di minta untuk teman tidur pun pasti mereka mau."
Rega kembali terkekeh.
"Jadi, kau mau tidak nomer teleponnya?"
Rega menoleh ke arah perginya Nayla tadi.
"Memangnya siapa namanya?"
"Billa, biasanya di panggil Bilbil katanya."
Rega mengangguk-anggukan kepalanya. "Oohh .. Ok, boleh. Tapi jangan langsung kirim, ya. Nanti saja jika aku yang duluan chat."
"Ok, aman." Ryan membentuk sebuah huruf O menggunakan jari telunjuk dan jempolnya.
Tidak berapa lama, Nayla kembali dengan membawakan dua cangkir kopi yang masih mengepul panas.
"Silahkan diminum!" Nayla meletakan cangkir kopi tersebut di atas meja hadapan Ryan dan suaminya.
"Terima kasih," ucap Ryan.
"Iya, sama-sama," balas Nayla kemudian duduk di samping suaminya.
"Kenapa lama sekali bikinnya?" tanya Ryan seraya meraih gagang cangkir kopi tersebut kemudian menyeruputnya.
"Aku masak airnya dulu," jawab Nayla.
"Kenapa tidak dari dispenser saja?"
"Airnya tinggal sedikit, jadi tadi sudah sempat aku cabut kabelnya. Besok pagi-pagi beli air galon, ya."
"Besok kan waktunya aku libur, sayang. Kan tahu sendiri kalau aku libur aku bangunnya siang. Lagipula jam segini juga kita belum tidur. Kau minta tukang air galon yang biasa antar saja."
"Ah, iya. Kalau begitu kau saja yang telepon."
"Iya, nanti saja."
"Ok."
Usai membahas masalah galon, Nayla tidak pergi juga dari sana. Ia memilih untuk tetap berada di sana agar bisa mendengar apa saja yang kira-kira mereka obrolkan.
"Ya sudah sana masuk ke kamar. Ini sudah tengah malam, kau tadi bilang sudah ngantuk bukan?" usir Rega secara halus.
"Ngantuknya sudah hilang. Lagipula memangnya kenapa kalau aku di sini?"
"Ya tidak apa-apa."
"Ya sudah, aku di sini saja. Lagipula ini kan rumah kita, temanmu juga tidak keberatan aku di sini. Aku ini istrimu, jadi aku berhak tahu apa saja yang ingin kalian obrolkan."
Rega menarik napas panjang, sepertinya obrolan mereka tadi seputar wanita yang bernama Billa harus terhenti sampai di sana. Lantaran tidak mungkin jika melanjutkan pembahasan. Tapi anehnya, kenapa Nayla tidak juga marah padahal dia baca chat yang Ryan kirimkan. Bahkan sampai di hapus olehnya.
Ryan hanya bisa diam sambil sesekali menyeruput kopi buatan Nayla. Sesekali ia juga mencuri pandang pada Nayla, memperhatikan wajah gemas wanita itu.
"Ternyata istri Rega cantik juga. Postur tubuhnya imut dan berisi," ucap Ryan dalam hati.
Setelah kopinya tandas, Ryan pun pamit untuk pulang. Tidak mungkin juga dia menginap di rumah Rega. Rega dan Nayla pun mengantarnya sampai depan teras rumah. Ia naik ke atas motor sport berwarna hitam miliknya kemudian memakai helm.
Ryan melambaikan tangannya sebelum kemudian dia pergi bersama motornya. Kini hanya ada Rega dan Nayla berdua di sana. Wanita itu menarik pergelangan tangan suaminya dan membawanya menuju kamar.
"Ada yang ingin aku bicarakan denganmu," ucap Nayla dan sudah bisa Rega tebak.
_Bersambung_
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!